Eksposisi Injil Yohanes
oleh: Pdt. Budi
Asali MDiv.
Yohanes 13:31-35
1) ‘Sekarang Anak Manusia
dipermuliakan’ (ay 31).
Calvin berkata bahwa bahkan pada saat
ini salib Kristus cukup untuk membuat kita gemetar, seandainya hal itu tidak
disertai penghiburan bahwa Ia menang di kayu salib itu. Apalagi bagi para rasul
pada saat itu. Apa yang akan terjadi dengan mereka pada waktu mereka melihat
Yesus ditangkap dan dibunuh?
Calvin: “Christ,
therefore, provides against this danger, and withdraws them from the outward
aspect of death to its spiritual fruit. Whatever ignominy, then, may be seen in
the cross, fitted to confound believers, yet Christ testifies that the same
cross brings glory and honour to him” (= Karena itu, Kristus bersiap-siap
menghadapi bahaya ini, dan menarik mereka dari aspek luar dari kematian kepada
buah rohaninya. Maka, hal apapun yang memalukan / tercela yang bisa terlihat
dalam salib, bisa membingungkan orang-orang percaya, tetapi Kristus bersaksi
bahwa salib yang sama membawa kemuliaan dan hormat bagiNya) - hal 73.
William Hendriksen: “at
this very moment which seems to spell defeat, dishonor, and disaster for him,
the Son of man is in reality glorified” (= pada saat ini juga dimana kelihatannya
menunjukkan kekalahan, kehinaan, dan bencana bagiNya, Anak Manusia dalam
kenyataannya dimuliakan)
- hal 251.
Jika ini bisa berlaku untuk Yesus, ini
juga bisa berlaku untuk kita.
William Barclay: “The
glory of Jesus has come; and that glory is the Cross. ... The greatest glory in
life is the glory which comes from sacrifice” (= Kemuliaan
Yesus telah datang; dan kemuliaan itu adalah salib. ... Kemuliaan yang terbesar
dalam kehidupan adalah kemuliaan yang datang dari pengorbanan) - hal 148.
2) ‘dan Allah dipermuliakan di dalam
Dia’ (ay 31).
Kematian Kristus memang memuliakan
Allah karena mendemonstrasikan kasih Allah kepada dunia.
Calvin: “In
all the creatures, indeed, both high and low, the glory of God shines, but
nowhere has it shone more brightly than in the cross” (= Memang
dalam semua makhluk ciptaan, baik yang mulia maupun hina, kemuliaan Allah bersinar,
tetapi tidak ada hal dimana kemuliaan Allah bersinar dengan lebih terang dari
pada dalam salib) -
hal 73.
3) ‘Jikalau Allah dipermuliakan di
dalam Dia, Allah akan mempermuliakan Dia juga di dalam diriNya’ (ay 32).
Calvin: “the
Father did not seek his glory from the death of his Son in such a manner as not
to make the Son a partaker of that glory” (= Bapa tidak mencari kemuliaanNya dari
kematian AnakNya dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak menjadikan Anak
ikut ambil bagian dalam kemuliaan itu) - hal 74.
Calvin: “if
we sincerely and honestly endeavour to promote the glory of God, we ought not
to doubt that God will also glorify us” (= jika kita dengan sungguh-sungguh dan
jujur berusaha meninggikan / memajukan kemuliaan Allah, kita tidak perlu ragu-ragu
bahwa Allah juga akan memuliakan kita) - hal 74.
4) ’dan akan mempermuliakan Dia dengan
segera’ (ay 32).
Untuk menguatkan penghiburan kepada
murid-muridNya, Yesus mengatakan bahwa hal ini akan segera terjadi. Kemuliaan
Kristus dimulai dengan kebangkitanNya dari antara orang mati, yang memang akan
segera terjadi setelah kematianNya, dan lalu disusul dengan pembangkitan orang
yang mati secara rohani oleh kuasa Injil dan RohNya.
1) ‘Hai anak-anakKu’. Kata ‘Ku’
sebetulnya tidak ada.
Lit: ‘Little children’ (= anak-anak kecil).
Tetapi bukankah Kitab Suci menyebut
Kristus sebagai ‘saudara’ kita (Ro 8:29
Mat 12:50 Mat 25:40 Ibr 2:11-12 bdk. Yoh 20:17)?
Tetapi dalam beberapa ayat Yesus
menyebut ‘anakKu’, seperti dalam:
·
Mat
9:2 (Lit: ‘child’ / ‘anak’).
·
Mat 9:22
(Lit: ‘daughter’ / ‘anak perempuan’).
·
Mark
10:24 (Lit: ‘children’ /
‘anak-anak’).
·
Yoh 21:5
(Lit: ‘children’ / ‘anak-anak’).
·
Wah 21:7.
Tetapi, tidak jelas Wah 21:7 ini subyeknya Allah Bapa atau Kristus.
Bdk. juga dengan Yoh 14:18 - ‘Aku
tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu’. Ini secara implicit menunjukkan bahwa Ia berfungsi
sebagai orang tua kita.
Calvin berkata bahwa sebutan ‘anak’
dalam Yoh 13:33 ini digunakan untuk menunjukkan kasihNya kepada
murid-muridNya.
Calvin: “the
object which he had in view in clothing himself with our flesh was, that he
might be our brother, but by that other name he expresses more strongly the
ardour of his love” (= tujuan yang ada dalam pikiranNya pada waktu memakaikan
daging kita kepada diriNya sendiri adalah supaya Ia bisa menjadi saudara kita,
tetapi dengan nama lain itu Ia menyatakan dengan lebih kuat semangat / kobaran
kasihNya) - hal 74-75.
Leon Morris (NICNT): “‘Little
children’ is a diminutive expressing affection. Jesus knows that this teaching
is difficult, but He wants them to be sure of His tender concern for them” (= ‘Anak-anak
kecil’ merupakan kata pengecil yang menyatakan kasih. Yesus tahu bahwa
ajaranNya sukar, tetapi Ia ingin bahwa mereka yakin akan perhatianNya yang
lembut bagi mereka) -
hal 632.
Barnes’ Notes mengatakan bahwa istilah
‘anak’ bagi orang kristen bisa menunjuk pada beberapa hal:
·
bahwa
Allah adalah Bapa mereka.
·
bahwa
mereka membutuhkan pengajaran dan pimpinan.
·
bahwa
mereka dikasihi. Ini arti yang dimaksud di sini.
Perlu diingat bahwa Paulus juga
menggunakan sebutan ‘anakku’ kepada orang kristen, yang seharusnya adalah
saudara seimannya, misalnya dalam Gal 4:19. Juga Yohanes sering menggunakan
sebutan ini seperti dalam 1Yoh 2:1,12,28
1Yoh 3:7,18 1Yoh 4:4 1Yoh 5:21.
2) Yesus memaksudkan kata-kataNya
dalam Yoh 7:33-34 Yoh 8:21
dimana Ia mengatakan hal yang sama kepada orang-orang Yahudi.
Sekalipun kata-katanya sama, tetapi
maksud / tujuannya agak berbeda. Kepada orang Yahudi dalam Yoh 7:33-34 itu
kata-kata itu membuang mereka selama-lamanya dari Kerajaan Surga, tetapi kepada
murid-murid di sini kata-kata itu diucapkan supaya mereka bersabar menghadapi
absennya Yesus untuk sementara waktu.
3) ‘Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin
kamu datang’.
Dalam ay 36 Ia mengatakan dengan lebih
lengkap: ‘Ke tempat Aku pergi, engkau tidak dapat mengikuti Aku sekarang,
tetapi kelak engkau akan mengikuti Aku’.
1) ‘Perintah baru’ (ay 34).
a) Perintah.
Pulpit Commentary: “Is
it reasonable for love to be commanded? Must not love ever be spontaneous and
free? The answer to this question is that Christian love may be cultivated by
the use of means appointed by Divine wisdom” (= Masuk akalkah untuk memerintahkan
kasih? Bukankah kasih itu harus spontan dan bebas? Jawaban terhadap pertanyaan
ini adalah bahwa kasih Kristen bisa diusahakan dengan menggunakan cara-cara
yang ditetapkan oleh hikmat ilahi) - hal 209.
Misalnya dengan berdoa / meminta tolong
kepada Tuhan untuk bisa mengampuni dan mengasihi, mendekatkan diri kepada
Tuhan. Ingat juga bahwa perintah ini diberikan kepada ‘murid’, yang menunjukkan
orang yang ikut Tuhan, belajar Firman Tuhan dan taat kepada Tuhan. Jadi supaya
bisa mentaati perintah ini kita harus menjadi murid.
b) Baru.
Mengapa ini disebut perintah baru
padahal sudah pernah diberikan dalam Im 19:18? Adam Clarke mengatakan
bahwa ini disebut perintah baru karena adanya kata-kata ‘sama seperti Aku telah
mengasihi kamu’ (ay 34). Dalam Im 19:18 kita diharuskan mengasihi seperti
kita mengasihi diri sendiri, tetapi di sini kita disuruh mengasihi seperti
Kristus mengasihi kita. Jadi perintah ini baru dalam tingkat dari
kasihnya.
2) ‘supaya kamu saling mengasihi’ (ay
34).
a) Kita memang juga harus mengasihi
orang yang bukan Kristen (Mat 22:39
Mat 5:44), tetapi terhadap sesama saudara seiman hal ini lebih
ditekankan lagi (Gal 6:10), dan inilah yang dipersoalkan oleh Kristus di sini.
b) ‘saling
mengasihi’.
Setiap orang kristen wajib mengasihi
sesama saudara seimannya. Memang jika ada orang kristen yang tidak mengasihi
kita, atau yang membenci / berbuat jahat kepada kita, kita tetap wajib
mengasihinya, tetapi ini tentu menjadi lebih sukar dilaksanakan. Karena itu
kalau saudara tidak mengasihi sesama saudara seiman, saudara membuat saudara
seiman itu juga lebih sukar mengasihi saudara. Karena itu mari kita
masing-masing bukannya memperhatikan kasih saudara seiman kepada kita, tetapi
kasih kita kepada saudara seiman.
3) ‘sama seperti Aku telah mengasihi
kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi’ (ay 34).
Dengan kasih yang bagaimana Kristus
mengasihi murid-muridNya?
a) Ia
mengasihi dengan kasih yang tidak egois, tidak memikirkan diri sendiri.
William Barclay: “Even
in the noblest human love there remains some element of self. We so often think
- maybe unconsciously - of what we are to get. We think of the happiness we
will receive, or of the loneliness we will suffer if love fails or is denied.
So often we are thinking: What will this love do for me? So often at the back
of things it is our happiness that we are seeking. But Jesus never thought of
himself. His one desire was to give himself and all he had for those he loved” (= Bahkan
dalam kasih manusia yang paling mulia di sana ada tersisa / tertinggal elemen
diri sendiri. Kita begitu sering berpikir, mungkin secara tak disadari, tentang
apa yang akan kita dapatkan. Kita berpikir tentang kebahagiaan yang akan kita
terima, atau tentang kesendirian yang akan kita derita jika kita tidak
mengasihi. Begitu sering kita berpikir: Apa yang akan dilakukan oleh kasih ini
bagiku? Begitu sering dibalik hal-hal itu kita mencari kebahagiaan kita
sendiri. Tetapi Yesus tidak pernah memikirkan diriNya sendiri. Keinginan
satu-satunya adalah memberikan diriNya sendiri dan semua yang Ia miliki untuk
mereka yang Ia kasihi)
- hal 149-150.
b) Ia
mengasihi dengan kasih yang rela berkorban (bdk. 1Yoh 3:16).
c) Ia
mengasihi dengan kasih yang berpengertian (bdk. Maz 103:14).
d) Ia
mengasihi dengan kasih yang mengampuni (bdk. Ef 4:32).
William Barclay: “Their
leader was to deny him. They were all to forsake him in the hour of need. They
never, in the days of his flesh, really understood him. They were blind and
insensitive, slow to learn, and lacking in understanding. In the end they were
craven cowards. But Jesus held nothing against them; there was no failure which
he could not forgive. The love which has not learned to forgive cannot do
anything else but shrivel and die. ... For that very reason all enduring love
must be built on forgiveness, for without forgiveness it is bound to die” (= Pemimpin
mereka akan menyangkalNya. Mereka semua akan meninggalkanNya pada saat
dibutuhkan. Mereka tidak pernah, pada masa hidupNya di dunia, betul-betul
mengertiNya. Mereka buta dan tidak peka, lamban dalam belajar, dan tidak
mempunyai pengertian. Pada akhirnya mereka adalah pengecut. Tetapi Yesus tidak
mendendam; tidak ada kegagalan yang Ia tidak bisa ampuni. Kasih yang tidak
belajar mengampuni tidak bisa berbuat lain selain layu dan mati. ... Karena
alasan itu maka semua kasih yang bertahan harus dibangun pada pengampunan,
karena tanpa pengampunan kasih itu pasti mati) - hal 150.
e) Ia
mengasihi dengan kasih yang praktis, bukan teoritis (bdk. 1Yoh 3:18).
Sekalipun kita tidak mungkin bisa
mencapai kasih seperti kasih Kristus, tetapi ini harus tetap menjadi tujuan
kita.
4) ‘Dengan demikian semua orang akan
tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi’ (ay
35).
Charles Haddon Spurgeon: “No
sermon can be so eloquent to the world as a true manifestation of the love of
Christ; and when God restores to his Church genuine, hearty, and sincere
Christian love, - I trust we have not wholly lost it, - but when he gives us
much more of it, then shall the world be more impressed by the gospel than it
is at present” (= Tidak ada khotbah yang bisa lebih mengesankan bagi
dunia seperti manifestasi yang benar dari kasih Kristus; dan pada waktu Allah
memulihkan kepada GerejaNya kasih Kristen yang asli, sungguh-sungguh, dan
tulus, - saya percaya kita belum kehilangan ini sepenuhnya, - tetapi pada waktu
Ia memberi kita kasih itu lebih banyak, maka dunia akan lebih terkesan oleh
injil dari pada saat ini)
- ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’,
vol 10, hal 381-382.
Penerapan:
·
adakah
orang kristen terhadap siapa saudara dendam, jengkel, segan untuk bersekutu?
Maukah saudara berusaha mengampuni dan mengasihinya?
·
dalam
masa krisis moneter seperti sekarang ini, apa wujud kasih saudara terhadap
saudara seiman yang berkekurangan?
-AMIN-
email us at : gkri_exodus@lycos.com