Eksposisi Injil Yohanes
oleh: Pdt. Budi
Asali MDiv.
Ay 25-27: “Dan
dekat salib Yesus berdiri ibuNya dan saudara ibuNya, Maria, isteri Klopas dan
Maria Magdalena. Ketika Yesus melihat ibuNya dan murid yang dikasihiNya di
sampingnya, berkatalah Ia kepada ibuNya: ‘Ibu, inilah, anakmu!’ Kemudian
kataNya kepada muridNya: ‘Inilah ibumu!’ Dan sejak saat itu murid itu menerima
dia di dalam rumahnya.”.
1) “Dan
dekat salib Yesus”.
Mat 27:55 - “Dan ada di situ banyak perempuan yang melihat dari
jauh, yaitu perempuan-perempuan yang mengikuti Yesus dari Galilea untuk
melayani Dia”.
Mark 15:40 - “Ada juga beberapa perempuan yang melihat dari jauh,
di antaranya Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus Muda dan Yoses, serta Salome”.
Ini sama sekali bukan kontradiksi. Bisa
saja mula-mula mereka melihat dari jauh, tetapi lalu mendekat, atau sebaliknya.
Thomas Whitelaw: “the
women, though afar off at first, may have gradually approached, ... Or, they
may have been at first near the cross and afterwards withdrawn to a distance
when John, with Jesus’s mother, had departed” (= perempuan-perempuan itu, sekalipun mula-mula ada di
kejauhan, mungkin / bisa telah mendekat secara perlahan-lahan, ... Atau,
mungkin mereka mula-mula dekat dengan salib dan setelah itu menarik diri pada
suatu jarak, pada saat Yohanes meninggalkan tempat itu dengan ibu Yesus) - hal 407.
2) ‘berdiri
ibuNya dan saudara ibuNya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena’.
Bandingkan dengan:
a) ‘saudara ibuNya’.
·
Tentang
kata ‘saudara’.
Calvin: “He
says, that she was the sister of the mother of Jesus, and, in saying so, he
adopts the phraseology of the Hebrew language, which includes cousins, and
other relatives, under the term ‘brothers’” (= Ia berkata bahwa ia adalah saudara perempuan dari ibu
Yesus, dan dengan berkata demikian, ia mengadopsi suatu istilah dalam bahasa
Ibrani, yang mencakup saudara sepupu, dan anggota-anggota keluarga yang lain,
dalam istilah ‘saudara-saudara’) - hal 232.
Penjelasan seperti ini juga sering
dipakai oleh Gereja Roma Katolik untuk menjelaskan tentang ‘saudara-saudara Yesus’ (Mat 13:55-56). Tetapi perlu diketahui bahwa dalam
bahasa Yunani ada istilah ‘saudara
sepupu’, yaitu
ANEPSIOS, yang digunakan dalam Kol 4:10.
Kol 4:10 - “Salam kepada kamu dari Aristarkhus, temanku sepenjara
dan dari Markus, kemenakan Barnabas - tentang dia kamu telah menerima
pesan; terimalah dia, apabila dia datang kepadamu”.
Kata ‘kemenakan’ salah terjemahan; seharusnya ‘saudara sepupu’.
KJV: ‘sister’s
son’ (= anak dari saudara perempuan). Ini sama salahnya dengan Kitab Suci
Indonesia.
RSV/NIV/NASB: ‘cousin’ (= saudara sepupu).
Barclay dan
beberapa penafsir lain menganggap bahwa kata ‘saudara’ di sini betul-betul berarti ‘saudara’, dan dengan
demikian Yesus adalah saudara sepupu dari Yohanes dan Yakobus.
·
Tentang ‘saudara ibuNya’, Barclay mengatakan (hal 256) bahwa dengan membandingkan text
ini dengan Mark 15:40 dan Mat 27:56 kita bisa tahu bahwa ia adalah Salome,
ibu dari Yakobus dan Yohanes. Barclay lalu mengatakan bahwa Yesus pernah
menegurnya pada waktu ia meminta supaya kedua anaknya duduk di kanan dan kiri
Yesus (Mat 20:20), tetapi Salome tetap menunjukkan kasihnya kepada Yesus.
Salome adalah contoh orang yang bisa menerima teguran dengan benar.
b) Kata-kata ‘Maria, istri Klopas’
secara hurufiah adalah ‘Mary
of Clopas’. Jadi sebetulnya ia belum tentu adalah ‘istri dari Klopas’,
tetapi bisa ‘ibu dari Klopas’, atau ‘saudara perempuan dari Klopas’.
c) ‘Maria Magdalena’.
·
Entah
dari mana asal usulnya, tetapi ada banyak orang yang menganggap bahwa Maria
Magdalena adalah perempuan berdosa yang mengurapi Yesus, yang diceritakan dalam
Luk 7:36-50. William Hendriksen mengatakan bahwa Maria Magdalena bukanlah
perempuan yang diceritakan dalam Luk 7:36-50, karena Luk 7:36-50
tidak paralel / tidak sama dengan Yoh 12:1-8! Yang mengurapi Yesus dalam
Yoh 12:1-8 memang adalah Maria Magdalena, tetapi yang mengurapi Yesus
dalam Luk 7:36-50 bukanlah Maria Magdalena.
Pdt. Yesaya Pariadji dari GBI Tiberias
bahkan menganggap bahwa pelacur yang dibawa kepada Yesus dalam Yoh 8:1-11
adalah Maria Magdalena (Majalah ‘Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 18, kolom 2,3).
Ini semua bukan hanya ngawur, tetapi juga merupakan fitnahan yang sama sekali
tidak berdasar terhadap Maria Magdalena!
·
Maria
Magdalena adalah seorang perempuan yang pernah dilepaskan oleh Yesus dari tujuh
setan (Mark 16:9 Luk 8:2).
Calvin: “We
see that it was not in vain that Mary Magdalene was delivered from seven devils,
(Mark 16:9; Luke 8:2;) since she showed herself, to the last, to be so faithful
a disciple to Christ” [= Kita
melihat bahwa tidaklah sia-sia bahwa Maria Magdalena dibebaskan dari tujuh
setan (Mark 16:9; Luk 8:2); karena ia menunjukkan dirinya sendiri,
sampai akhir, sebagai murid yang begitu setia dari Kristus] - hal 232.
Penerapan:
Saudara mungkin tidak pernah dibebaskan
dari 7 setan seperti Maria Magdalena, tetapi kalau saudara betul-betul adalah
orang kristen yang sejati, maka saudara sudah dibebaskan dari neraka. Bukankah
juga seharusnya saudara mempunyai kesetiaan seperti Maria? Cobalah periksa /
introspeksi bagaimana kesetiaan saudara dalam hal:
*
belajar
Firman Tuhan.
*
bersaat
teduh.
*
berdoa.
*
menguduskan
diri / menahan diri dari dosa.
*
melayani.
*
memberitakan
Injil.
*
memberi
persembahan persepuluhan.
*
dsb.
d) Pujian
bagi 4 perempuan di dekat salib.
Barclay mengatakan (hal 255) bahwa ada
penafsir-penafsir yang mengatakan bahwa pada jaman itu perempuan begitu tidak penting
sehingga tidak seorangpun akan mempedulikan kehadiran para perempuan ini di
dekat salib, dan dengan demikian tidak ada resiko terhadap kehadiran mereka di
sana. Barclay tidak setuju dengan penafsiran tersebut.
William Barclay: “It
was always a dangerous thing to be an associate of a man whom the Roman
government believed to be so dangerous that he deserved a Cross. It is always a
dangerous thing to demonstrate one’s love for someone whom the orthodox regard
as a heretic. The presence of these women at the Cross was not due to the fact
that they were so unimportant that no one would notice them; their presence was
due to the fact that perfect love casts out fear” (= Selalu merupakan sesuatu yang berbahaya untuk menjadi
teman / rekan dari seseorang yang dipercaya oleh pemerintah Romawi sebagai
begitu berbahaya sehingga Ia layak mendapatkan salib. Selalu merupakan sesuatu
yang berbahaya untuk menunjukkan kasih seseorang untuk seseorang yang dianggap
sebagai sesat oleh orang-orang yang ortodox. Kehadiran dari perempuan-perempuan
ini pada salib bukanlah disebabkan karena fakta bahwa mereka adalah begitu
tidak penting sehingga tidak seorangpun akan memperhatikan mereka; kehadiran
mereka disebabkan oleh fakta bahwa kasih yang sempurna membuang ketakutan) - ‘The Gospel of John’, vol 2,
hal 255.
Catatan: kalimat terakhir kelihatannya dikutip
dari 1Yoh 4:18, tetapi kelihatannya digunakan secara ‘out of context’,
karena rasa takut yang dibicarakan dalam 1Yoh 4 itu adalah rasa takut terhadap
penghakiman pada akhir jaman.
1Yoh 4:17-18 - “Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita,
yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman,
karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini. Di dalam kasih tidak
ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan
mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih”.
Tentang perempuan-perempuan yang tetap
mengikut Kristus sampai pada kayu salib ini Calvin memberikan komentar sebagai
berikut:
“How shameful will it be, if the dread of the cross
deters us from following Christ, when the glory of his resurrection is placed
before our eyes, whereas the women beheld in it nothing but disgrace and
cursing!” (= Alangkah
memalukannya jika rasa takut terhadap salib menahan kita dari mengikuti
Kristus, pada waktu kemuliaan dari kebangkitanNya diletakkan di depan mata
kita, sedangkan perempuan-perempuan itu tidak melihat apapun di dalamnya selain
aib dan kutuk!) - hal
232.
Penjelasan: maksud Calvin adalah: pada saat itu
perempuan-perempuan itu belum melihat kebangkitan Kristus. Yang terlihat hanya
aib dan kutuk pada diri Kristus. Tetapi mereka toh menunjukkan kesetiaan dan
keberanian yang luar biasa dalam mengikut Kristus. Kalau dibandingkan dengan
kita pada jaman ini, kita sudah melihat bahwa setelah Kristus mati, Ia bangkit,
naik ke surga dan sebagainya. Kalau kita ternyata tidak mempunyai keberanian /
kesetiaan dalam mengikut Kristus, maka itu betul-betul memalukan!
Renungkan: dalam hal apa rasa takut
menahan diri saudara dalam ikut Kristus?
Pulpit Commentary: “It
was one thing to stand by him in his hour of joy and triumph, in the day of his
power and the exploits of his loving strength, when the heaven opened and
streamed upon him its glory; ... when at his bidding diseases fled, and demons
quitted their dark haunts; when the storm was hushed, and the waves crouched at
his voice; when food increased under his hands, and even Death gave up his prey
when he spoke. But it is another thing to stand by him on a cross, when hell
besieged him with its torments, heaven seemed closed to his breathing, and
Divinity itself seemed to have deserted him. ... It is one thing to stand by
Jesus, one of many; but it is another to stand by him, one of four. It is one
thing to follow him with faithful disciples and a jubilant crowd; but it is
another to stand alone by his cross”
(= Berdiri di dekatNya pada saat sukacita dan kemenangan, pada saat kuasaNya
dan kekuatanNya yang penuh kasih dimanfaatkan, pada waktu langit terbuka dan
mengalirkan kemuliaannya kepadaNya; ... pada waktu atas permintaanNya penyakit
hilang, dan setan-setan meninggalkan tempat-tempat gelap yang sering mereka
kunjungi; pada waktu badai ditenangkan, dan gelombang meringkuk oleh suaraNya;
pada waktu makanan bertambah banyak dalam tanganNya, dan bahkan Kematian
menyerahkan mangsanya pada waktu Ia berbicara, sangat berbeda dengan berdiri di
dekatNya pada salib, pada saat neraka mengepungNya dengan siksaannya, langit
kelihatannya tertutup terhadap kata-kataNya, dan keIlahian sendiri kelihatannya
meninggalkan Dia. .... Berdiri di dekat Yesus, satu dari banyak orang; sangat
berbeda dengan berdiri di dekatNya, satu dari empat. Mengikut Dia bersama-sama
dengan murid-murid yang setia dan orang banyak yang bergembira, sangat berbeda
dengan berdiri sendirian pada salib) - hal 452.
Penerapan:
Mungkin saudara tetap setia, beriman,
berani dalam keadaan enak dan banyak teman. Tetapi bagaimana kalau keadaan menjadi
tidak enak, membahayakan dan saudara sendirian? Apakah saudara tetap mau setia,
beriman dan berani dalam mengikut Kristus?
e) Kadang-kadang apa yang dilakukan
oleh 4 perempuan ini merupakan hal maximal yang bisa kita lakukan.
Pulpit Commentary: “They
were helpless, and could render no assistance. They could make no progress;
still they stood their ground, and manifested their undying and unconquerable
attachment. They clung to Jesus for his own sake apart from circumstances. Like
them, let us do what we can, and advance as far as possible, and, when we
cannot go any further, let us stand; and, indeed, in the hour of direst
temptation the utmost we can do is to stand our ground” (= Mereka tidak berdaya, dan tidak bisa memberikan
pertolongan. Mereka tidak bisa membuat kemajuan; tetapi mereka tetap berdiri di
tempat mereka / mempertahankan posisi mereka, dan menyatakan kasih mereka yang
tidak bisa mati dan tidak bisa dikalahkan. Mereka berpegang erat-erat kepada
Yesus demi Dia tak peduli bagaimana keadaannya. Seperti mereka, marilah kita
melakukan apa yang bisa kita lakukan, dan maju sejauh mungkin, dan pada waktu
kita tidak bisa maju lebih jauh lagi, biarlah kita tetap berdiri, dan memang,
pada saat pencobaan yang paling menakutkan, hal terbesar yang bisa kita lakukan
adalah berdiri di tempat kita / mempertahankan posisi kita) - hal 453.
Penerapan:
Kalau saudara sedang terbelit
problem-problem yang banyak dan besar, sehingga rasanya sudah tidak bisa berbuat
apa-apa, bahkan tidak bisa belajar Firman Tuhan, berdoa, melayani dsb, maka
yang bisa dilakukan hanyalah berdiam diri, dan berpegang kepada Yesus. Maka
lakukan itu, sampai Tuhan berkenan menolong / memberikan kelegaan kepada
saudara!
3) “Ketika
Yesus melihat ibuNya dan murid yang dikasihiNya di sampingnya, berkatalah Ia
kepada ibuNya: ‘Ibu, inilah, anakmu!’ Kemudian kataNya kepada muridNya: ‘Inilah
ibumu!’ Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya’”.
a) Penafsiran salah dari Arthur Pink.
Arthur W. Pink: “She
stood by the Cross. And as she stood there the Saviour exclaimed, ‘Woman,
behold thy Son!’ (John 19:26). There, summed up in a single word, is
expressed the need of every descendant of Adam - to turn the eye away from the
world, off from self, and to look by faith to the Saviour that died for
sinners. ... salvation comes by Beholding - ‘Behold the Lamb of God which takes
away the sin of the world.’ ... Reader, have you thus beheld that Divine
Sufferer? Have you seen Him dying on the Cross the just for the unjust, that He
might bring us to God? Mary the mother of Christ needed to ‘behold’ Him, and so
do you. Then look, look unto Christ and be ye saved” [= Ia berdiri di dekat Salib. Dan pada waktu ia berdiri
di sana sang Juruselamat berseru: ‘Perempuan, lihatlah Anakmu!’
(Yoh 19:26). Di sana, diringkas dalam satu kata, dinyatakan kebutuhan dari
setiap keturunan Adam - untuk memalingkan mata dari dunia, dari diri sendiri,
dan memandang dengan iman kepada sang Juruselamat yang mati untuk orang-orang
berdosa. ... keselamatan datang oleh memandang - ‘Lihatlah anak domba Allah
yang mengangkut dosa isi dunia’. ... Pembaca, sudahkah engkau memandang seperti
itu kepada Penderita Ilahimu? Sudahkah engkau melihat Dia mati pada kayu salib,
orang benar untuk orang yang tidak benar, supaya Ia bisa membawa kita kepada
Allah? Maria, ibu Kristus, butuh untuk ‘memandang’ Dia, dan demikian juga
dengan kamu. Maka lihatlah, lihatlah kepada Kristus dan biarlah engkau
diselamatkan] - ‘The
Seven Sayings of the Saviour on the Cross’, hal 60.
Ini salah, karena yang dimaksud oleh
Yesus dengan ‘son’ / ‘anak’ bukanlah diriNya sendiri, tetapi Yohanes.
Jadi kata ‘Son’ / ‘Anak’ tidak seharusnya dimulai dengan huruf besar.
b) Penafsiran salah / sesat dari
Gereja Roma Katolik.
Loraine Boettner mengatakan (‘Roman
Catholicism’, hal 155) bahwa kata-kata Yesus kepada Yohanes ‘Inilah ibumu’,
oleh Gereja Roma Katolik diartikan menunjuk kepada semua manusia, pada saat itu
maupun yang akan datang, dan dengan demikian Yesus menyerahkan semua manusia
kepada Maria sebagai anak-anaknya!
Kesalahan penafsiran ini terlihat jelas
dari ay 26-27: “Ketika Yesus melihat ibuNya dan
murid yang dikasihiNya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibuNya: ‘Ibu,
inilah, anakmu!’ Kemudian kataNya kepada muridNya: ‘Inilah ibumu!’
Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya”. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
·
ayat ini
secara jelas mengatakan bahwa kata-kata itu ditujukan oleh Yesus kepada
Yohanes.
·
kata ‘mu’
dalam ay 27 dalam bahasa Yunaninya menggunakan bentuk tunggal, dan demikian
juga dengan kata ‘anak’ dalam ay 26, sehingga tidak mungkin
menunjuk kepada ‘semua manusia’, tetapi pasti menunjuk kepada ‘Yohanes’.
·
kalau
kata-kata itu memang ditujukan kepada semua manusia, lalu mengapa Yohanes
tahu-tahu membawa Maria ke rumahnya?
Hal lain yang perlu dicamkan, kita
tidak pernah dikatakan oleh Kitab Suci sebagai ‘anak-anak dari Maria’. Semua orang yang percaya kepada Yesus adalah ‘anak
Allah’ (Yoh 1:12).
c) Dengan kata-kataNya kepada Maria
dan Yohanes, Yesus menyerahkan Maria ke dalam pemeliharaan / penjagaan Yohanes.
Adam Clarke, dan banyak penafsir lain,
mengatakan (hal 652) bahwa mungkin sekali pada saat itu Yusuf sudah mati,
sehingga Maria perlu diserahkan dibawah penjagaan Yohanes.
Tetapi, kalau Yesus memang mempunyai
saudara-saudara (Mat 13:55-56), yang kita anggap sebagai anak-anak dari
Yusuf dan Maria, mengapa Maria tidak diserahkan kepada pemeliharaan dari
anak-anak Maria yang lain? Mungkin karena mereka tidak / belum beriman.
William Hendriksen: “The
question might be raised, ‘But why was not Mary committed to the care of one of
her other children?’ The answer is: probably because they as yet had not
received him by a living faith (see on 7:5). And besides, who could be expected
to take better care of Mary than the disciple whom Jesus loved?” [= Ada pertanyaan yang bisa diajukan: ‘Mengapa Maria
tidak diserahkan pada pemeliharaan dari salah satu anak-anaknya yang lain?’.
Jawabannya adalah: mungkin karena pada saat itu mereka belum menerima Dia
dengan iman yang hidup (lihat tentang 7:5). Dan disamping itu, siapa yang bisa
diharapkan untuk memberikan pemeliharaan kepada Maria selain dari pada murid
yang dikasihi Yesus?]
- hal 434.
William Barclay: “He
could not commit her to the care of his brothers, for they did not believe in
him yet (John 7:5). And, after all, John had a double qualification for the
service Jesus entrusted to him - he was Jesus’s cousin, being Salome’s son, and
he was the disciple whom Jesus loved”
[= Ia tidak bisa menyerahkan dia pada pemeliharaan dari saudara-saudaraNya,
karena mereka belum percaya kepadaNya (Yoh 7:5). Dan bagaimanapun juga, Yohanes
mempunyai persyaratan ganda untuk pelayanan yang dipercayakan oleh Yesus
kepadanya - ia adalah saudara sepupu dari Yesus, karena ia adalah anak Salome,
dan ia adalah murid yang dikasihi Yesus] - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 257.
d) Tidak diketahui apakah Yohanes
langsung membawa Maria pergi, sehingga tidak melihat kematian Kristus, atau
mereka tetap di sana sampai Kristus mati.
Leon Morris (NICNT): “This
may mean that the beloved disciple took Mary away immediately so that she did
not witness the death of her Son. This is supported by the fact that she is not
mentioned in the group of women who were there when Jesus died (Matt. 27:56;
Mark 15:40). Against it is the difficulty of seeing how the beloved disciple
could have taken her home and returned in time for the events of vv. 31-37
(most agree that he witnessed them whether or no he is directly mentioned in v.
35). ‘From that hour’ need not mean ‘from that moment’. When we consider the
way in which ‘the hour’ is used in this Gospel it is clear that it need mean no
more than ‘from the time of the crucifixion’. It is also urged that if Jesus’
mother came to the place of execution it is most unlikely that she would have
left before the end, all the more so in that the other women remained” [= Ini bisa berarti bahwa murid yang dikasihi itu
membawa Maria pergi dengan segera sehingga ia tidak menyaksikan kematian
Anaknya. Ini didukung oleh fakta bahwa ia tidak disebutkan dalam kelompok
perempuan-perempuan yang ada di sana pada saat Yesus mati (Mat 27:56; Mark
15:40). Terhadap hal ini ada problem untuk melihat bagaimana murid yang
dikasihi bisa membawanya pulang dan kembali pada saatnya untuk
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam ay 31-37 (kebanyakan setuju bahwa ia
menyaksikan peristiwa-peristiwa itu, apakah ia disebutkan secara langsung atau
tidak dalam ay 35). ‘Sejak jam itu’ tidak perlu diartikan ‘sejak saat itu’.
Kalau kita melihat cara dalam mana ‘jam’ digunakan dalam Injil ini, adalah
jelas bahwa itu tidak perlu diartikan lebih dari ‘sejak saat penyaliban’. Juga
diargumentasikan bahwa jika ibu Yesus datang ke tempat pelaksanaan hukuman
mati, sangat besar kemungkinannya bahwa ia tidak meninggalkan sebelum semua
selesai / berakhir, lebih-lebih mengingat perempuan-perempuan yang lain tetap
tinggal] - hal 812,
footnote.
e) Ada yang mengatakan bahwa Maria harus
diserahkan ke dalam pemeliharaan Yohanes karena Maria miskin dan tidak
mempunyai rumah.
Barnes’ Notes: “Mary
was poor. It would even seem that now she had no home” (= Maria miskin. Kelihatannya sekarang ia tidak
mempunyai rumah) - hal
354.
f) Calvin mengatakan bahwa ayat
ini menunjukkan bahwa rasul Yohanes mempunyai rumah dan keluarga, karena kalau
tidak demikian, ia tidak mungkin bisa membawa Maria ke rumahnya.
Calvin: “Those
men, therefore, are fools, who think that the Apostles relinquished their
property, and came to Christ naked and empty; but they are worse than fools,
who make perfection to consist in beggary” (= Karena itu, orang-orang itu adalah orang-orang tolol,
yang berpikir bahwa rasul-rasul melepaskan milik mereka; dan datang kepada Kristus
dengan telanjang dan kosong; tetapi mereka lebih dari tolol, yang menganggap
bahwa kesempurnaan terdiri dari pengemisan / kemiskinan) - hal 233.
g) Di sini Yesus melakukan tanggung
jawabNya sebagai anak terhadap orang tua (ibu).
Calvin: “while
Christ obeyed God the Father, he did not fail to perform the duty which he
owed, as a son, towards his mother”
(= sementara Kristus mentaati Allah Bapa, Ia tidak gagal untuk melaksanakan
kewajiban yang ia punyai sebagai anak kepada ibuNya) - hal 230-231.
William Barclay: “Jesus
in the agony of the Cross, when the salvation of the world hung in the balance,
thought of the loneliness of his mother in the days ahead. He never forgot the
duties that lay to his hand. He was Mary’s eldest son, and even in the moment
of his cosmic battle, he did not forget the simple things that lay near home” [= Yesus dalam penderitaan pada kayu salib, pada waktu
keselamatan dari dunia tergantung dalam keseimbangan (?), memikirkan
kesendirian dari ibuNya pada hari-hari yang akan datang. Ia tidak pernah
melupakan kewajiban yang terletak dalam tanganNya. Ia adalah anak tertua dari
Maria, dan bahkan pada saat dari pertempuran kosmikNya, Ia tidak melupakan
hal-hal sederhana yang terletak di dekat rumah] - ‘The Gospel of John’, vol 2,
hal 257.
Bandingkan dengan kecaman Yesus
terhadap orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat dalam Mat 15:5-6 - “Tetapi kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya
atau kepada ibunya: Apa yang ada padaku yang dapat digunakan untuk
pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk persembahan kepada Allah, orang itu tidak
wajib lagi menghormati bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu
nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri”.
William Hendriksen: “That
a lesson in the responsibility of children (think of Jesus) toward their
parents (think of Mary) is implied here is true. But certainly that is not the
main lesson. The suffering of Jesus in seeing Mary suffer, and especially his
wonderful love - a Savior’s concern for one of his own, far more than a son’s
concern for his mother - these are the things on which the emphasis should be
placed” [= Merupakan sesuatu yang
benar bahwa di sini secara implicit ada suatu pelajaran tentang tanggung jawab
dari anak-anak (pikirkan Yesus) kepada orang tua mereka (pikirkan Maria).
Tetapi jelas bahwa itu bukanlah pelajaran utama. Penderitaan Yesus pada waktu
melihat Maria menderita, dan khususnya kasihNya yang luar biasa - kepedulian
sang Juruselamat untuk salah satu milikNya, jauh melebihi perhatian seorang
Anak untuk ibuNya - ini adalah hal-hal dimana penekanan harus diletakkan] - hal 434.
Catatan: saya di sini hanya memberikan
pandangan Hendriksen, tetapi saya tidak tahu apakah ini bisa dibenarkan atau
tidak.
Sekalipun kita memang mempunyai
tanggung jawab terhadap orang tua tetapi kita harus tetap mengutamakan Tuhan di
atas orang tua. Calvin mengatakan (hal 231) bahwa pada waktu Allah menghendaki
kita untuk melakukan sesuatu, maka seringkali keluarga kita menarik kita ke
arah yang berlawanan sehingga kita tidak mungkin memuaskan mereka semua.
Calvin: “We
must, therefore, give the preference to the command, the worship, and the
service of God; after which, as far as we are able, we must give to men what is
their due” (= Karena itu, kita
harus mengutamakan perintah dari Allah, ibadah dan pelayanan kepada Allah; dan
setelah itu, sejauh kita mampu, kita harus memberikan kepada manusia apa yang
menjadi haknya) - hal
231.
Mat 10:37 - “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari
padaKu, ia tidak layak bagiKu; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau
perempuan lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu”.
h) Semua kata ‘ibu’ dalam
Yoh 19:25-27 ini menggunakan kata METER yang memang berarti ‘ibu / mama’, kecuali
kata ‘ibu’ dalam kalimat yang diucapkan Yesus kepada Maria. Di situ
digunakan kata Yunani GUNAI, yang sebetulnya berarti ‘perempuan’. Bandingkan
dengan terjemahan KJV di bawah ini.
KJV: ‘Now there stood by the cross of Jesus
his mother, and his mother’s sister, Mary the wife of Cleophas, and Mary
Magdalene. When Jesus therefore saw his mother, and the disciple standing by,
whom he loved, he saith unto his mother, Woman, behold thy son! Then saith he to the disciple, Behold thy
mother! And from that hour that disciple took her unto his own home’ (= Di dekat salib Yesus berdiri ibuNya,
dan saudara perempuan ibuNya, Maria istri Kleopas / Klopas, dan Maria
Magdalena. Pada waktu Yesus melihat ibuNya, dan murid yang dikasihiNya berdiri
di dekatnya, Ia berkata kepada ibuNya: Perempuan, lihatlah anakmu! Lalu
Ia berkata kepada murid itu: Lihatlah ibumu! Dan sejak jam / saat itu murid itu
membawanya ke rumahnya sendiri).
Kitab Suci tidak pernah mencatat Yesus
menyebut Maria dengan sebutan ‘ibu / mama’. Juga dalam perjamuan di Kana, Yesus
sudah menyebut Maria dengan sebutan ‘perempuan’ (Yoh 2:4 - kata ‘ibu’ seharusnya adalah ‘perempuan’).
Mengapa Yesus tidak menyebut nama Maria
ataupun memanggil ‘ibu’, tetapi ‘woman’ (=
perempuan)? Calvin
berkata bahwa ada yang beranggapan bahwa pada saat ini Yesus melakukan itu
supaya tidak melukai hati Maria lebih dalam lagi. Calvin mengatakan bahwa ia
tidak menolak hal itu, tetapi ia beranggapan bahwa ada dugaan lain yang juga
memungkinkan.
Calvin: “Christ
intended to show that, after having completed the course of human life, he lays
down the condition in which he had lived, and enters into the heavenly kingdom,
where he will exercise dominion over angels and men; for we know that Christ
was always accustomed to guard believers against looking at the flesh, and it
was especially necessary that this should be done at his death” (= Kristus bermaksud untuk menunjukkan bahwa setelah
menyelesaikan perjalanan hidupNya sebagai manusia, Ia meletakkan keadaan dalam
mana Ia telah hidup, dan masuk ke dalam kerajaan surga, dimana Ia akan berkuasa
atas malaikat-malaikat dan manusia; karena kita tahu bahwa Kristus selalu
terbiasa untuk menjaga orang-orang percaya terhadap pandangan kepada daging,
dan merupakan sesuatu yang perlu secara khusus bahwa hal ini dilakukan pada
kematianNya) - hal
233.
Jadi, maksudnya supaya manusia tidak
memandang Kristus secara daging, yaitu sekedar sebagai ‘anak dari Maria’.
William Hendriksen: “the
use of the word ‘woman’ ... Mary must no longer think of him as being merely
her son; ... Mary must begin to look upon Jesus as her Lord” (= penggunaan kata ‘perempuan’ ... Maria tidak boleh
berpikir tentang Dia sebagai semata-mata Anaknya; ... Maria harus mulai
memandang kepada Yesus sebagai Tuhannya) - hal 433.
i) Saat melihat Anaknya
menderita dan mati di salib, jelas merupakan saat penderitaan yang hebat bagi
Maria.
1. Ini merupakan penggenapan nubuat.
Pulpit Commentary (hal 438) dan
beberapa penafsir lain secara benar mengatakan bahwa pada saat ini Maria
mengalami penggenapan nubuat Simeon dalam Luk 2:35 - “suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri”.
2. Sekalipun Maria memang menderita
pada saat itu, tetapi itu tidak boleh diartikan bahwa dengan penderitaannya itu
ia ikut menebus dosa manusia.
Jelas bahwa Maria memang sangat
menderita pada saat itu. Ibu mana yang tidak menderita melihat anaknya
diperlakukan seperti itu? Tetapi dari sini lalu muncul suatu ajaran sesat.
Gereja Roma Katolik mengatakan bahwa penderitaan Maria di sini (waktu melihat
Yesus disalibkan) berfungsi juga untuk menebus dosa kita.
Asal usul ajaran ini:
·
Justin
Martyr (mati pada tahun 165 M) membandingkan Maria dengan Hawa, dan
Ireneaus (mati pada tahun 202 M) berkata bahwa ketidak-taatan perawan Hawa
ditebus oleh ketaatan perawan Maria (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’,
hal 136).
·
Ajaran
Justin Martyr dan Ireneaus ini
dikembangkan lagi, sehingga Gereja Roma Katolik lalu berkata bahwa sebagaimana
dosa pertama masuk ke dalam dunia melalui seorang perempuan (yaitu Hawa),
demikian juga keselamatan itu datang melalui seorang perempuan (yaitu Maria).
·
Paus
Benedict XV (1914-1922) & Paus Pius XI (1923) mengatakan bahwa pada waktu
Tuhan Yesus menderita dan mati, Maria juga menderita, dan karena itu, bersama-sama dengan Tuhan Yesus, Maria adalah
penebus dosa [Kalau Yesus adalah Redeemer
(= Penebus), maka Maria adalah Co-redeemer (= Rekan penebus)] - Loraine
Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 151.
Gereja Roma
Katolik memang menganggap Maria sebagai ‘pengantara’ dan ‘mempunyai peranan
dalam menyelamatkan kita’, dan ini terlihat dari ‘Catechism of the Catholic Church’ yang dikeluarkan tahun 1992.
¨ No 968: “Her role in relation to the Church and to all humanity
goes still further. ‘In a wholly singular way she cooperated by her obedience,
faith, hope, and burning charity in the Savior’s work of restoring supernatural
life to souls. For this reason she is a mother to us in the order of grace.’” (= Peranannya berhubungan dengan Gereja dan dengan
seluruh kemanusiaan masih lebih jauh lagi. ‘Dengan cara yang sepenuhnya
istimewa, ia bekerja sama oleh ketaatannya, imannya, pengharapannya, dan
kasihnya yang berkobar-kobar dalam pekerjaan sang Juruselamat untuk
memulihkan kehidupan dari jiwa-jiwa. Untuk alasan ini ia adalah seorang ibu
bagi kita dalam urutan kasih karunia).
¨ No 969: “This motherhood of Mary in the order of grace continues
uninterruptedly from the consent which she loyally gave at the Annunciation and
which she sustained without wavering beneath the cross, until the eternal
fulfilment of all the elect. Taken up to heaven she did not lay aside this
saving office but by her manifold intercession continues to bring us the gifts
of eternal salvation .... Therefore the Blessed Virgin is invoked in the Church
under the titles of Advocate, Helper, Benefactress, and Mediatrix” [= Keibuan dari Maria dalam urutan kasih karunia
berlanjut secara tak terganggu dari persetujuan yang dengan setia ia berikan
pada saat pengumuman / pemberitaan (oleh
Gabriel) dan yang ia teruskan
tanpa ragu-ragu di bawah kayu salib, sampai penggenapan kekal dari semua
orang-orang pilihan. Pada waktu diangkat ke surga, ia tidak mengesampingkan
tugas penyelamatan ini tetapi oleh syafaatnya yang bermacam-macam ia melanjutkan
untuk membawa kepada kita karunia-karunia keselamatan yang kekal. ...
Karena itu, Perawan yang terpuji / diberkati disebut di dalam Gereja dengan
gelar-gelar Advokat, Penolong, Dermawan, dan Pengantara].
¨ No 970: “Mary’s function as mother of men in no way obscures or
diminishes this unique mediation of Christ, but rather shows its power. But the
Blessed Virgin’s salutary influence on men . . . flows forth from the
superabundance of the merits of Christ, rests on his mediation, depends
entirely on it, and draws all its power from it. ‘No creature could ever be
counted along with the Incarnate Word and Redeemer; but just as the priesthood
of Christ is shared in various ways both by his ministers and the faithful, and
as the one goodness of God is radiated in different ways among his creatures,
so also the unique mediation of the Redeemer does not exclude but rather gives
rise to a manifold cooperation which is but a sharing in this one source.’” (= Fungsi dari Maria sebagai ibu dari manusia sama
sekali tidak mengaburkan atau mengurangi pengantaraan yang unik dari Kristus,
tetapi sebaliknya menunjukkan kuasanya. Tetapi pengaruh yang bermanfaat dari
Perawan yang terpuji / diberkati pada manusia ... mengalir dari kelimpahan dari
jasa Kristus, bersandar pada pengantaraanNya, bergantung sepenuhnya padanya,
dan mendapatkan semua kuasanya darinya. ‘Tidak ada makhluk ciptaan pernah bisa
diperhitungkan bersama dengan Firman yang berinkarnasi dan Penebus; tetapi sama
seperti keimaman Kristus juga dimiliki dalam bermacam-macam cara di antara
makhluk-makhluk ciptaanNya, demikian pula pengantaraan yang unik dari sang
Penebus tidak membuang tetapi sebaliknya menyebabkan suatu kerja sama yang
bermacam-macam yang hanya merupakan suatu sharing dalam sumber yang satu
ini’).
Karena itu Loraine Boettner berkata:
*
“in the Roman Church
Mary has come to be looked upon the instrumental cause of salvation” [= dalam Gereja Roma (Katolik) Maria
telah dipandang sebagai alat yang menyebabkan keselamatan] - ‘Roman Catholicism’, hal 150.
*
“Roman Catholics are
taught that all grace necessarily flows through Mary” (= Orang-orang Roma Katolik diajar bahwa semua kasih
karunia harus mengalir melalui Maria) - ‘Roman Catholicism’, hal 151.
Tanggapan terhadap
ajaran Roma Katolik ini:
a. Kitab Suci memang membandingkan
Adam dan Kristus (Adam merupakan TYPE dari Kristus).
·
Ro 5:15-19
- “Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan
pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang
telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan
karuniaNya, yang dilimpahkanNya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus
Kristus. Dan kasih karunia tidak berimbangan dengan dosa satu orang. Sebab
penghakiman atas satu pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman, tetapi
penganugerahan karunia atas banyak pelanggaran itu mengakibatkan pembenaran.
Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang
itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia
dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu,
yaitu Yesus Kristus. Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran
semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran
semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. Jadi sama seperti oleh
ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian
pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar”.
·
1Kor 15:21-22
- “Sebab sama seperti maut datang karena satu orang
manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia.
Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam,
demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus”.
Jadi, dosa masuk ke dalam dunia melalui
Adam (karena Adam adalah wakil seluruh umat manusia), dan keselamatan datang
melalui Kristus.
Tetapi Kitab Suci tidak pernah
membandingkan Hawa dan Maria! Jadi ajaran Roma Katolik ini sama sekali tidak
mempunyai dasar Kitab Suci.
b. Kitab Suci berkata bahwa
keselamatan hanya ada di dalam Kristus (Mat 1:21 Kis 4:12). Dialah
satu-satunya Juruselamat / Penebus dosa!
c. Sekalipun Maria memang pasti menderita waktu melihat Anaknya
menderita di atas kayu salib, tetapi Kitab Suci tidak pernah berkata bahwa dengan
penderitaannya itu, Maria juga menjadi penebus dosa.
Bahwa Maria, yang adalah manusia biasa
dan berdosa, bisa menjadi Penebus dosa, merupakan ajaran yang bertentangan
dengan Maz 49:8-9. Karena terjemahan Kitab Suci Indonesia dalam hal ini
adalah salah, maka saya memberikan terjemahan dari NIV.
Maz 49:8-9 (NIV - Ps 49:6-7):
“No man can redeem the life of another, or
give to God a ransom for him; the ransom for a life is costly, no payment is
ever enough” (= Tidak seorang manusiapun bisa menebus nyawa orang
lain, atau memberikan kepada Allah tebusan untuk dia; tebusan untuk suatu nyawa
sangat mahal, tidak ada pembayaran yang bisa mencukupi).
j) Tradisi
tentang kematian Maria.
1. Dalam kalangan Protestan.
Pulpit Commentary: “Nothing
is known of the after-life of Mary. Tradition says she died eleven years
after the Lord at Jerusalem, in the fifty-ninth year of her age” (= Tidak ada yang diketahui tentang kehidupan Maria
selanjutnya. Tradisi mengatakan bahwa ia mati 11 tahun setelah kematian Tuhan
di Yerusalem, pada usia yang ke 59) - hal 438.
Barnes’ Notes: “Tradition
says that she continued to live with him in Judea till the time of her death,
which occurred about fifteen years after the death of Christ” [= Tradisi mengatakan bahwa ia (Maria) terus hidup dengan dia (Yohanes) di
Yudea sampai saat kematiannya, yang terjadi sekitar 15 tahun setelah kematian
Kristus] - hal 354.
Thomas Whitelaw: “One
tradition says she lived with John eleven years in Jerusalem, and died there; another
that she accompanied him to Ephesus, and was buried there” [= Satu tradisi mengatakan bahwa ia hidup dengan Yohanes
11 tahun di Yerusalem, dan mati di sana; tradisi yang lain mengatakan bahwa ia (Maria) menemaninya (Yohanes) ke
Efesus, dan dikuburkan di sana] - hal 408.
2. Dalam kalangan Roma Katolik.
Dalam kalangan Roma Katolik dikatakan
bahwa setelah mati, Maria lalu bangkit dan naik ke surga dengan tubuh
jasmaninya, seperti Kristus.
Doktrin tentang The Assumption of Mary (= Kenaikan Maria ke surga secara jasmani)
dikeluarkan pada tanggal 1 Nopember 1950, oleh Paus Pius XII, dengan
embel-embel ‘EX CATHEDRA’ (= dari kursinya), yang menunjukkan bahwa
kata-katanya infallible / tidak bisa salah (Loraine Boettner, ‘Roman
Catholicism’, hal 162).
Kepercayaan mereka tentang hal ini:
a. Tubuh Maria dibangkitkan sesaat
setelah kematiannya, jiwa dan tubuhnya dipersatukan kembali dan ia diangkat ke
surga, dan menjadi Ratu Surga. Doktrin tentang kebangkitan Maria ini merupakan
kesimpulan logis: karena menurut mereka Maria tidak berdosa, maka ia tidak
dapat tetap ada dalam kebinasaan.
Tradisi mereka dalam hal ini berkata:
“On the third
day after Mary’s death, when the apostles gathered together around her tomb,
they found it empty. The sacred body had been carried up to the celestial
paradise. Jesus himself came to conduct her hither; the whole court of heaven
came to welcome with songs of triumph the mother of the divine Lord. What a
chorus of exaltation. Hark how they cry. Lift up your gates, o ye princes, and
be ye lifted up, o eternal gates, and the Queen of glory shall enter in” (= Pada hari yang ketiga setelah kematian Maria, ketika
rasul-rasul berkumpul di sekitar kuburannya, mereka mendapati kubur itu kosong.
Tubuh yang suci itu telah diangkat ke surga. Yesus sendiri datang untuk memimpin
Maria kesana; seluruh surga datang untuk menyambut dengan nyanyian kemenangan
ibu dari Tuhan yang ilahi. Alangkah indahnya pujian pemuliaan itu. Dengarlah
bagaimana mereka berseru. Angkatlah pintu-pintu gerbangmu, ya kamu
pangeran-pangeran, dan terangkatlah, ya pintu-pintu gerbang yang kekal, dan
Ratu Kemuliaan akan masuk)
- Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’,
hal 162.
Catatan: Bandingkan kemiripan bagian terakhir
dari kutipan ini dengan Maz 24:7-10 yang berbunyi sebagai berikut: “Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang, dan
terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja
Kemuliaan! ‘Siapakah itu Raja Kemuliaan?’ ‘TUHAN, jaya dan perkasa, TUHAN,
perkasa dalam peperangan!’ Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang, dan
terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja
Kemuliaan! ‘Siapakah Dia itu Raja Kemuliaan?’ ‘TUHAN semesta alam, Dialah Raja
Kemuliaan!’ Sela”.
Hanya, ‘Raja Kemuliaan’, yang menunjuk kepada Tuhan, mereka ganti dengan ‘Ratu Kemuliaan’, yang menunjuk kepada Maria!
Seorang yang bernama Gregory of Tours
(Perancis) menulis buku yang berjudul ‘In
Gloriam Martyrum’. Dalam buku itu ada cerita sebagai berikut:
“As Mary lay
dying with the apostles gathered around her bed, Jesus appeared with His
angels, committed her soul to the care of Gabriel, and her body was taken away
in a cloud” (= Ketika Maria
terbaring dalam keadaan sekarat / hampir mati dengan rasul-rasul berkumpul di
sekeliling tempat tidurnya, Yesus menampakkan diri dengan malaikat-malaikatNya,
menyerahkan jiwanya pada pemeliharaan / penjagaan Gabriel, dan tubuhnya
diangkat ke awan-awan)
- Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’,
hal 163.
Catatan:
·
Perhatikan
bahwa cerita ini tidak sama dengan tradisi di atas. Lalu yang mana yang benar?
·
Seorang
kristen yang bernama Edwards J. Tanis berkata:
“There is no more evidence for the truth of this legend
than for the ghost stories told by our grandfathers” (= tak ada lebih
banyak bukti untuk kebenaran dari dongeng ini dari pada untuk dongeng-dongeng
tentang hantu yang diceritakan oleh kakek-kakek kita) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 163.
Loraine Boettner sendiri berkata:
“In the Roman Church so much of myth and legend has been
added to Mary’s person that the real Mary has been largely forgotten” [= Dalam
Gereja Roma begitu banyak mitos dan dongeng yang telah ditambahkan kepada
pribadi Maria sehingga sebagian besar dari Maria yang sesungguhnya / yang asli telah
dilupakan] - ‘Roman Catholicism’, hal 165.
b. Di surga Maria menduduki tempat
yang lebih tinggi dari para orang suci atau penghulu malaikat. Ia dinobatkan sebagai Ratu Surga oleh Allah Bapa
sendiri dan ia diberi takhta di
sebelah kanan Anaknya.
Tanggapan
terhadap ajaran Roma Katolik ini:
a. Memang kalau Maria tidak berdosa ia
tidak mungkin tetap ada dalam kebinasaan. Tetapi perlu dipertanyakan: mengapa
ia harus / perlu mati? Mengapa tidak langsung naik ke surga tanpa mengalami kematian
seperti Elia dan Henokh?
b. Doktrin ini baru muncul tanggal 1
Nopember 1950. Mengapa dibutuhkan waktu 19 abad untuk menemukan doktrin ini?
Jelas karena tidak pernah ada dalam Kitab Suci!
c. Perlu dipertanyakan pertanyaan ini:
dengan tubuh apa Maria bangkit dan masuk ke surga? Sampai saat ini hanya
Kristus yang mempunyai tubuh kebangkitan. Semua manusia baru menggunakan tubuh
kebangkitan pada saat Kristus datang keduakalinya (Yoh 5:28-29 1Kor 15:20-23,50-55 1Tes 4:13-17)!
d. Kebangkitan dan kenaikan Maria ke
surga secara jasmani tidak pernah ada dalam Kitab Suci, dan karena itu harus
kita tolak. Kita memang mempercayai bahwa Maria adalah orang yang beriman,
sehingga pada saat ia mati, ia pasti masuk surga. Tetapi ini berbeda dengan
mempercayai kebangkitan dan kenaikannya ke surga secara jasmani, seperti yang
dialami oleh Yesus!
-AMIN-
email us at : gkri_exodus@lycos.com