Eksposisi Injil Yohanes
oleh: Pdt. Budi
Asali MDiv.
I) Pematahan kaki (ay 31-33,36).
1) Dalam tradisi penyaliban orang Romawi,
mereka membiarkan begitu saja orang yang disalib itu sampai mati. Ini bisa
memakan waktu berhari-hari. Setelah orang itu mati, kadang-kadang mereka
membiarkan mayat itu begitu saja pada salibnya sebagai peringatan bagi semua
orang, dan kadang-kadang mereka menurunkannya dan membiarkan mayat itu dimakan
burung pemakan bangkai atau anjing.
Leon Morris (NICNT): “The
Roman custom was to leave the bodies of crucified criminals on their crosses as
a warning to others. It was therefore necessary to obtain permission before
removing a body” (= Kebiasaan Romawi adalah membiarkan mayat-mayat dari
orang-orang kriminil yang disalib itu pada salib mereka sebagai suatu
peringatan bagi yang lain. Karena itu perlu mendapatkan ijin sebelum menurunkan
suatu mayat / tubuh) - hal 817.
William Barclay: “When
the Romans carried out crucifixion under their own customs, the victim was
simply left to die on the cross. He might hang for days in the heat of the
midday sun and the cold of the night, tortured by thirst and tortured also by
the gnats and the flies crawling in the weals on his torn back. Often men died
raving mad on their crosses. Nor did the Romans bury the bodies of crucified
criminals. They simply took them down and let the vultures and the crows and
the dogs feed upon them” (= Pada waktu orang Romawi melakukan penyaliban dalam
tradisi mereka, korban dibiarkan begitu saja untuk mati pada salib. Ia bisa
tergantung selama berhari-hari dalam panasnya matahari pada tengah hari dan
dinginnya malam, disiksa oleh kehausan dan disiksa juga oleh serangga dan lalat
yang merayap pada punggungnya yang sudah tercabik-cabik. Seringkali orang-orang
mati pada salib mereka sambil ngoceh tak karuan seperti orang gila. Juga orang
Romawi tidak mengubur mayat-mayat dari penjahat-penjahat yang disalib. Mereka
hanya menurunkan mereka dan membiarkan burung pemakan bangkai dan gagak dan
anjing memakan mereka) - hal 260.
2) Orang-orang (tokoh-tokoh) Yahudi
meminta dilakukannya pematahan kaki dan penurunan mayat dari kayu salib (ay
31). Mengapa?
a) Karena mereka harus mempersiapkan
diri untuk masuk hari Sabat (ay 31).
Persiapan Sabat dimulai Jum’at pukul 3
siang.
b) ‘Sabat itu adalah hari yang
besar’ (ay 31).
Maksudnya hari itu adalah hari Sabat yang
istimewa, karena menjelang / bertepatan dengan Paskah / Passover.
Pulpit Commentary: “on
that particular year the weekly sabbath would coincide with the 15th
of Nissan, which had a sabbath value of its own” (= pada tahun itu sabbat mingguan bertepatan dengan
tanggal 15 dari bulan Nissan, yang mempunyai nilai sabbat sendiri) - hal 436.
Catatan: Paskah di sini bukan ‘Easter’ (= Paskah Perjanjian Baru, yang
menunjuk pada hari Kebangkitan Yesus; ini sebetulnya tidak pernah ada dalam
Kitab Suci), tetapi ‘Passover’ (=
Paskah Perjanjian Lama, yaitu hari peringatan keluarnya orang Israel dari
Mesir).
c) Mereka tidak mau bahwa pada hari
Sabat yang istimewa itu, tanah mereka dinajiskan oleh adanya mayat / orang yang
tergantung pada salib.
Bdk. Ul 21:22-23 - “‘Apabila seseorang berbuat dosa yang sepadan dengan
hukuman mati, lalu ia dihukum mati, kemudian kaugantung dia pada sebuah tiang,
maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi
haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang
digantung terkutuk oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan
TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu.’”.
Tentang hukum dalam Ul 21:22-23 ini,
perlu diketahui bahwa pada jaman Perjanjian Lama salib belum dikenal. Karena
itu Ul 21:22-23 sebetulnya menunjuk pada hukuman gantung dimana orangnya
langsung mati, atau menunjuk kepada orang yang setelah dihukum mati, lalu
mayatnya digantung.
Tetapi pada jaman Yesus, hukum ini
diterapkan pada penyaliban yang bisa berlangsung berhari-hari. Bahwa orang yang
disalib bisa bertahan berhari-hari, terlihat dari kutipan-kutipan di bawah ini:
·
‘The International Standard Bible
Encyclopedia’ dalam
article berjudul ‘Cross’ berkata
sebagai berikut:
“The length of this agony was wholly determined by the
constitution of the victim and the extent of the prior flogging, but death
was rarely seen before 36 hours had passed” (= Lamanya /
panjangnya penderitaan ini sepenuhnya ditentukan oleh keberadaan korban itu
secara fisik dan mental dan tingkat pencambukan yang mendahuluinya, tetapi kematian
jarang terlihat sebelum 36 jam berlalu).
·
Thomas
Whitelaw: “When violence was not used, the crucified often lived 24
or 36 hours, sometimes three days and nights” (= Kalau
kekerasan tidak digunakan, orang yang disalib sering hidup selama 24 atau 36
jam, kadang-kadang 3 hari 3 malam) - hal 410.
·
William
Barclay dalam komentarnya tentang Luk 23:32-38 berkata sebagai berikut:
“Many a criminal was known to have hung for a week
upon his cross until he died raving mad” (= Banyak penjahat diketahui tergantung selama
seminggu pada salibnya sampai ia mati sambil mengoceh tidak karuan seperti
orang gila).
·
‘Unger’s Bible Dictionary’ dalam artikel berjudul ‘Crucifixion’ berkata sebagai berikut:
“Instances are on record of persons surviving nine
days” (= Ada contoh-contoh / kejadian-kejadian yang tercatat
dari orang-orang yang bertahan sampai 9 hari).
Bdk. Mark 15:44 - “Pilatus heran waktu mendengar bahwa Yesus sudah mati.
Maka ia memanggil kepala pasukan dan bertanya kepadanya apakah Yesus sudah
mati”.
Pilatus merasa heran karena Yesus mati
dengan begitu cepat, dan ini menunjukkan bahwa biasanya penyaliban membutuhkan
waktu lebih lama untuk membunuh korbannya.
d) Kalau orang hukuman itu diturunkan
dari salib dalam keadaan masih hidup, maka itu berarti bahwa ia tidak jadi
dihukum mati. Karena itulah mereka meminta dilakukan pematahan kaki lebih dulu,
supaya orang hukuman itu cepat mati. Setelah orangnya mati, barulah mayatnya
diturunkan.
Dari semua ini terlihat bahwa
orang-orang Yahudi ini berusaha mentaati peraturan kecil (yaitu
Ul 21:22-23), tetapi melanggar peraturan besar, yaitu membunuh Yesus yang
tak bersalah. Bandingkan dengan kecaman Yesus terhadap mereka dalam Mat
23:23-24 - “Celakalah kamu, hai ahli-ahli
Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan
dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam
hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan.
Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. Hai kamu
pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta
yang di dalamnya kamu telan”.
Charles Haddon Spurgeon: “Their
consciences were not wounded by the murder of Jesus, but they were greatly
moved by the fear of ceremonial pollution. Religious scruples may live in a
dead conscience” (= Hati nurani mereka tidak terluka oleh pembunuhan
terhadap Yesus, tetapi mereka sangat tergerak oleh rasa takut akan pencemaran
yang bersifat upacara. Keberatan agamawi yang kecil-kecil bisa hidup dalam hati
nurani yang mati) - ‘A Treasury of
Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion and Death of
Our Lord’, hal 665.
3) Tentang
pematahan kaki.
Para penafsir mengatakan bahwa
pematahan kaki orang yang disalib ini dilakukan pada bagian di antara lutut dan
pergelangan kaki, dan ini dilakukan dengan menggunakan besi atau martil yang
berat. Ini tentu merupakan suatu tindakan yang sangat kejam, karena menimbulkan
rasa sakit yang luar biasa, tetapi pematahan kaki ini ‘mengandung kebaikan’
karena hal ini mempercepat kematian.
Pulpit Commentary: “Though
a cruel act, it was designed to shorten the sufferings of the crucified” (= Sekalipun
merupakan tindakan yang kejam, tindakan ini bertujuan untuk memperpendek
penderitaan orang yang disalib) - hal 439.
Pulpit Commentary: “
... a brutal custom, which added to
the cruel shame and torment, even though it hastened the end” (= ...
kebiasaan / tradisi yang brutal, yang ditambahkan pada rasa malu dan penyiksaan
yang kejam, sekalipun ini mempercepat kematian) - hal 432.
Ada 2 pandangan mengapa pematahan kaki bisa
mempercepat kematian:
a) Karena sesak nafas.
F. F. Bruce: “The
common view today seems to be that the breaking of the legs hastened death by
asphyxiation. The weight of the body fixed the thoracic cage so that the lungs
could not expel the air which was breathed in, but breathing by diaphragmatic
action could continue for a long time so long as the legs, fastened to the
cross, provided a point of leverage. When the legs were broken this leverage
was no longer available and total asphyxia followed rapidly” (=
Kelihatannya pandangan yang umum pada jaman ini adalah bahwa pematahan kaki mempercepat kematian oleh sesak
nafas. Berat badan menyebabkan ruang dada tidak bisa dikempiskan sehingga
paru-paru tidak dapat mengeluarkan udara yang dihisap, tetapi bernafas dengan
menggunakan diafragma bisa dilakukan untuk waktu yang lama selama kaki, yang
dipakukan pada salib, memberikan tekanan ke atas. Pada waktu kaki-kaki
dipatahkan pengangkatan ke atas ini tidak ada lagi, dan sesak nafas total akan
menyusul) - hal 375.
b) Adanya rasa sakit yang luar biasa
atau shock / kejutan yang
ditimbulkannya, sehingga menyebabkan terjadinya kematian.
Charles Haddon Spurgeon: “...
hastening death by the terrible pain which it would cause, and the shock to the
system which it would occasion” (= ... mempercepat kematian oleh rasa
sakit yang luar biasa yang disebabkannya, dan kejutan pada sistim yang
ditimbulkannya) - ‘A Treasury of
Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion and Death of
Our Lord’, hal 666.
William Hendriksen: “Such
breaking of the bones (crurifragium, as it is called) by means of the heavy
blows of a hammer or iron was frightfully inhuman. It caused death, which
otherwise might be delayed by several hours or even days. Says Dr. S. Bergsma
in an article ...: ‘The shock attending such cruel injury to bones can be the
coup de grace causing death’” [= Pematahan tulang (disebut dengan
istilah crurifragium) dengan cara pemukulan menggunakan martil atau besi
merupakan sesuatu yang menakutkan yang tidak manusiawi. Ini menyebabkan
kematian, yang sebetulnya bisa ditunda beberapa jam atau bahkan beberapa hari.
Kata Dr. S. Bergsma dalam suatu artikel... : ‘Kejutan yang ditimbulkan oleh
pelukaan yang kejam pada tulang seperti itu bisa menjadi tindakan yang
mengakhiri penderitaan dengan kematian’] - hal 436.
Ada juga yang menggabungkan kedua
pandangan di atas.
Leon Morris (NICNT): “The
victims of this cruel form of execution could ease slightly the strain on their
arms and chests by taking some of their weight on the feet. This helped to
prolong their lives somewhat. When the legs were broken this was no longer
possible. There was then a greater constriction of the chest, and the death
came on more quickly. This was aided also, of course, by the shock attendant on
the brutal blows as the legs were broken with a heavy mallet” (=
Korban-korban dari hukuman mati yang kejam ini bisa mengurangi sedikit
ketegangan pada lengan dan dada mereka dengan memindahkan sebagian berat pada
kaki / menekan pada kaki. Ini menolong untuk memperpanjang hidup mereka. Pada
saat kaki mereka dipatahkan ini tidak lagi mungkin dilakukan. Karena itu lalu
terjadi kesesakan yang lebih besar pada dada, dan kematian datang lebih cepat.
Tentu saja ini didukung pula oleh kejutan yang menyertai pukulan-pukulan brutal
pada saat kaki-kaki mereka dipatahkan dengan martil yang berat) - hal
817-818.
4) Para tentara Romawi lalu mematahkan
kaki dari 2 penjahat yang disalib bersama Yesus (ay 32).
a) Sesuatu yang penting diperhatikan
dalam bagian ini adalah bahwa penjahat yang bertobat mengalami nasib yang sama
dengan penjahat yang tidak bertobat. Tuhan tidak lalu mengadakan ‘rapture’ (= pengangkatan) bagi dia
sebelum hal itu dilakukan!
Charles Haddon Spurgeon: “It
is a striking fact that the penitent thief, although he was to be in Paradise
with the Lord that day, was not, therefore, delivered from the excruciating
agony occasioned by the breaking of his legs. We are saved from eternal misery,
not from temporary pain. ... You must not expect because you are pardoned, even
if you have the assurance of it from Christ’s own lips, that, therefore, you
shall escape tribulation” (= Adalah merupakan fakta yang menyolok bahwa pencuri /
penjahat yang bertobat, sekalipun akan bersama dengan Tuhan di Firdaus pada
hari itu, tidak dibebaskan dari penderitaan yang menyakitkan yang ditimbulkan
oleh pematahan kakinya. Kita diselamatkan dari kesengsaraan kekal, bukan dari
rasa sakit sementara. ... Engkau tidak boleh mengharapkan, karena engkau
diampuni, bahkan jika engkau mendapatkan keyakinan tentangnya dari bibir
Kristus sendiri, bahwa karena itu engkau akan lolos dari kesengsaraan)
- ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI -
‘The Passion and Death of Our Lord’, hal 666.
Penerapan:
·
Seorang
kristen berkata kepada saya bahwa menurut dia 5 orang kristen yang mati dibakar
di Situbondo pada beberapa waktu yang lalu itu, pasti tidak merasa sakit.
Sebelum mereka merasa sakit, Tuhan sudah ‘mengangkat’ mereka. Saya sama sekali
tidak yakin akan kebenaran kata-kata yang tidak mempunyai dasar Kitab Suci ini!
·
Kalau ada
gempa bumi, banjir, atau bencana lain apapun juga, jangan heran kalau gereja /
orang kristen juga terkena. Tuhan memang bisa menghindarkan hal itu dari gereja
/ orang kristen, dan kadang-kadang Ia melakukan hal itu, tetapi seringkali Ia
membiarkan orang kristen terkena bencana bersama-sama dengan orang kafir!
b) Sekalipun pematahan kaki ini
memberi penderitaan yang luar biasa bagi penjahat yang bertobat itu, tetapi
pematahan kaki ini juga dipakai oleh Tuhan untuk memberi berkat kepadanya,
karena melalui pematahan kaki ini ia mati pada hari itu juga, sehingga
kata-kata / janji Yesus kepadanya dalam Luk 23:43 tergenapi.
Charles Haddon Spurgeon: “Suffering
is not averted, but it is turned into a blessing. The penitent thief entered
into Paradise that very day, but it was not without suffering; say, rather,
that the terrible stroke was the actual means of the prompt fulfilment of his
Lord’s promise to him. By that blow he died that day; else might he have
lingered long” (= Penderitaan tidak dicegah / dihindarkan, tetapi
penderitaan itu diubah menjadi suatu berkat. Pencuri yang bertobat itu masuk ke
Firdaus hari itu juga, tetapi itu tidak terjadi tanpa penderitaan; sebaliknya
pukulan yang mengerikan itu merupakan jalan / cara yang sebenarnya untuk
penggenapan yang tepat dari janji Tuhannya kepadanya. Oleh pukulan itu ia mati
pada hari itu; kalau tidak ia mungkin akan tetap hidup lama)
- ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI -
‘The Passion and Death of Our Lord’, hal 666.
5) Yesus sudah mati, sehingga kakiNya
tidak dipatahkan (ay 33).
a) Allah mengatur supaya Yesus mati
lebih dulu, supaya tulangNya tidak dipatahkan. Bisa juga dikatakan bahwa Yesus
sendiri mengatur supaya Ia mati lebih dulu, sehingga tulangNya tidak
dipatahkan. Bahwa Yesusnya sendiri mengatur kematianNya bisa terlihat dari Mat
27:50 dan Luk 23:46 dimana Ia mati karena Ia menyerahkan nyawa / rohNya ke
tangan Bapa. Bandingkan ini dengan Yoh 10:17b-18 yang berbunyi: “Aku memberikan
nyawaKu untuk menerimanya kembali. Tidak seorangpun mengambilnya dari padaKu,
melainkan Aku memberikannya menurut kehendakKu sendiri. Aku berkuasa
memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali”.
Calvin: “That
they break the legs of the two robbers, and after having done so, find that
Christ is already dead, and therefore do not touch his body, appears to be a
very extraordinary work of the providence of God. Ungodly men will, no doubt,
say that it happens naturally that one man dies sooner than another; but, if we
examine carefully the whole course of the narrative, we shall be constrained to
ascribe it to the secret purpose of God, that the death of Christ was brought
on much more rapidly than men could have at all expected, and that this
prevented his legs from being broken”
(= Bahwa mereka mematahkan kaki-kaki dari kedua perampok, dan setelah melakukan
hal itu, mendapatkan bahwa Kristus sudah mati, dan karena itu tidak menyentuh tubuhNya,
kelihatannya merupakan pekerjaan yang sangat luar biasa dari providensia /
pengaturan Allah. Orang-orang yang jahat / tidak percaya tidak diragukan lagi
akan mengatakan bahwa merupakan sesuatu yang alamiah bahwa satu orang mati
lebih cepat dari yang lain; tetapi, jika kita memeriksa dengan seksama seluruh
jalan cerita, kita akan terpaksa untuk menganggapnya berasal dari rencana
rahasia dari Allah, bahwa kematian Kristus terjadi jauh lebih cepat dari yang
bisa diharapkan oleh manusia, dan bahwa hal ini mencegah pematahan
kaki-kakiNya) - hal
239.
b) Ini tidak berarti bahwa Ia tidak
memikul seluruh hukuman dosa kita.
Perhatikan ay 28 yang mengatakan
bahwa ‘semuanya telah selesai’. Juga ay 30 dimana Yesus berkata ‘Sudah selesai’. Jadi Ia menyerahkan nyawa / rohNya, setelah seluruh
penebusan dosa yang dilakukanNya selesai.
Tetapi bagaimana bisa selesai padahal
Ia belum mati? Calvin mengatakan bahwa tentu Yesus sudah memperhitungkan
kematianNya di dalam kata-kata ‘Sudah
selesai’ itu.
c) Mengapa Allah / Yesus mengatur
sehingga kaki Yesus tidak dipatahkan?
Jawabnya ada dalam ay 36: “Sebab hal itu terjadi, supaya genaplah yang tertulis
dalam Kitab Suci: ‘Tidak ada tulangNya yang akan dipatahkan.’”. Jadi, kaki / tulang Yesus dijaga
supaya tidak dipatahkan, supaya nubuat Kitab Suci / Perjanjian Lama tergenapi.
Nubuat yang mana?
·
Ada yang
mengatakan bahwa nubuat yang tergenapi adalah Maz 34:21 - “Ia melindungi segala tulangnya, tidak satupun yang
patah” (Catatan: dalam
bahasa Inggris - Psalm 34:20).
George Hutcheson: “the promise made to all the godly,
Psalm 34:20, was eminently accomplished in him” (= janji yang dibuat bagi semua orang saleh, Maz 34:21, secara menyolok
tercapai dalam Dia) - hal
407.
Tetapi kebanyakan penafsir menganggap
bahwa tidak dipatahkannya kaki Yesus bukan merupakan penggenapan dari
Maz 34:21 ini, karena ayat ini tidak berbicara tentang Kristus, tetapi
tentang orang benar secara umum. Dan kalau dikatakan tulang orang benar dijaga
supaya tidak patah, tentu tidak boleh diartikan secara hurufiah. Maksudnya
adalah bahwa Allah akan menjaga kesejahteraannya secara umum.
·
Peraturan
tentang domba Paskah dalam:
*
Kel 12:46
- “Paskah itu harus dimakan dalam satu
rumah juga; tidak boleh kaubawa sedikitpun dari daging itu keluar rumah; satu
tulangpun tidak boleh kamu patahkan”.
*
Bil 9:12
- “Janganlah mereka meninggalkan sebagian
dari padanya sampai pagi, dan satu tulangpun tidak boleh dipatahkan mereka.
Menurut segala ketetapan Paskah haruslah mereka merayakannya”.
Kedua ayat ini memberi peraturan
tentang domba Paskah (Passover Lamb),
dimana tulangnya tidak boleh dipatahkan, dan domba Paskah ini adalah Type / gambaran dari Kristus.
1Kor 5:7 - “Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan
yang baru, sebab kamu memang tidak beragi. Sebab anak domba Paskah kita juga
telah disembelih, yaitu Kristus”.
F. F. Bruce: “Whereas
in Ps. 34:20 the guarding of the righteous man’s bones means the preservation
of his general well-being, the literal sense of the term in John’s narrative
consorts better with its literal sense in the prescription regarding the
passover lamb” (= Mengingat bahwa dalam Maz 34:21 penjagaan tulang
orang benar berarti penjagaan / pemeliharaan kesejahteraan / kesehatannya
secara umum, arti hurufiah dari istilah itu dalam cerita Yohanes lebih cocok dengan arti hurufiahnya
dalam petunjuk / ketentuan tentang domba Paskah) - hal 377.
II) Penusukan tombak (ay 34-35,37).
1) Tentara Romawi sebetulnya mau mematahkan
kaki Yesus, tetapi melihat bahwa Yesus sudah mati, mereka tidak mematahkan kaki
Yesus. Tetapi seorang tentara, mungkin karena ingin memastikan kematian Yesus,
atau mungkin karena sekedar ingin melakukan sesuatu yang brutal terhadap mayat
Yesus, lalu menusuk Yesus dengan tombak (ay 34).
2)
Dongeng
Roma Katolik tentang si penusuk tombak ini.
Adam Clarke: “The
soldier who pierced our Lord’s side has been called by the Roman Catholic
writers Longinus, which seems to be a corruption of lonch, lonche, a spear or dart, the word in the text. They
moreover tell us that this man was converted - that it was he who said, Truly
this was the Son of God - that he travelled into Cappadocia, and there preached
the Gospel of Christ, and received the crown of martyrdom. But this deserves
the same credit as the other legends of the Popish Church” [= Tentara yang menikam sisi / rusuk Tuhan kita disebut
oleh penulis-penulis Roma Katolik sebagai Longinus, yang kelihatannya merupakan
suatu perusakan dari kata lonch, lonche, sebuah tombak atau panah, kata
yang digunakan dalam text ini. Selanjutnya mereka menceritakan kepada kita
bahwa orang ini bertobat - bahwa ialah yang berkata: ‘Sungguh, Ia ini adalah
Anak Allah’ (Mat 27:54b) - bahwa ia mengadakan perjalanan ke Kapadokia, dan di
sana mengkhotbahkan Injil Kristus, dan menerima mahkota kematian syahid. Tetapi
ini layak mendapatkan kepercayaan yang sama seperti dongeng-dongeng lain dari
Gereja Paus / Roma Katolik] - hal 653.
3) Penusukan
tombak terhadap Yesus.
a) Di bagian mana Yesus ditusuk dengan
tombak?
Kitab Suci Indonesia menterjemahkan ‘lambung’ (ay 34). Ini salah terjemahan.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘side’ (= sisi / rusuk).
b) Yesus ditusuk tombak di rusuk /
sisi yang mana? Yang kiri atau yang kanan?
1. Ada tradisi yang mengatakan rusuk
kanan, dan beberapa penafsir mengatakan bahwa kita tidak bisa tahu apakah itu
rusuk kiri atau kanan.
F. F. Bruce: “John
does not say which side was pierced (an early tradition specifies the right
side)” [= Yohanes tidak mengatakan sisi / rusuk yang mana yang
ditikam (suatu tradisi kuno menyatakan sisi / rusuk kanan)] - hal 375.
Adam Clarke: “Whether
it was the right or the left side of Christ that was pierced has been a matter
of serious discussions among the divines and physicians; and on this subject
they are not yet agreed. That it is of no importance we are sure, because the
Holy Ghost has not revealed it. Luke Cranache, a famous painter, whose piece of
the crucifixion is at Augsburg, has put no wound on either side: when he was
asked the reason of this - I will do it, said he, when I am informed which side
was pierced” (= Apakah itu adalah
sisi / rusuk kanan atau kiri dari Kristus yang ditikam merupakan persoalan yang
dibicarakan secara serius di antara ahli-ahli theologia dan dokter-dokter; dan
tentang hal ini mereka belum sepakat. Kami yakin bahwa ini bukan merupakan
sesuatu yang penting, karena Roh Kudus tidak menyatakannya. Luke Cranache,
seorang pelukis yang terkenal, yang lukisan tentang penyalibannya ada di
Augsburg, tidak memberi luka pada sisi / rusuk manapun: pada waktu ia ditanya
alasannya - Aku akan memberinya, katanya, pada waktu aku diberi informasi sisi
/ rusuk yang mana yang ditikam) - hal 653.
2. Tetapi saya sangat condong untuk
menyetujui pandangan dari mayoritas penafsir yang mengatakan bahwa yang ditikam
adalah rusuk kiri. Alasannya:
·
Seorang
tentara dilatih untuk membunuh, sehingga ia tenrtu akan menusuk jantung, yang
ada di dada kiri.
·
Kalau
tentara itu tidak kidal, maka ia akan memegang tombak dengan tangan kanan di
bagian belakang tombak dan tangan kiri di bagian depan tombak. Dalam posisi
seperti ini, kalau ia mau menusuk rusuk kanan Yesus, ia harus berada hampir di
belakang Yesus. Ini rasanya tidak memungkinkan. Lebih mungkin ia menusuk pada
posisi berhadapan dengan Yesus, sehingga pasti akan menusuk rusuk kiri Yesus.
William Hendriksen: “If
the spear was held in the right hand, as is probable, it was in all likelihood
the left side of Jesus that was pierced” (= Jika tombak itu dipegang dalam tangan
kanan, dan ini mungkin sekali, maka besar kemungkinannya bahwa sisi / rusuk
kiri Yesus yang ditusuk) - hal 437.
·
Ada juga
yang mengatakan bahwa kalau yang ditusuk bukan rusuk kiri maka tidak mungkin
bisa keluar darah dan air.
c) Arah penusukan tombak.
Kita perlu mengingat bahwa orang yang
disalib posisinya lebih tinggi sekitar 3 kaki (90 cm) dari orang lain.
William Barclay (dalam Luk 23:32-38): “It
was quite low, so that the criminal’s feet were only two or three feet above
the ground” (= Itu cukup rendah, sehingga kaki dari orang kriminil
itu hanyalah 2 atau 3 kaki di atas tanah).
Penafsir yang lain mengatakan jarak /
tinggi kaki orang yang disalib dari tanah adalah 3-4 kaki.
Karena orang yang disalib itu letaknya agak
tinggi, jelas bahwa arah penusukan tombak itu ke atas (ke jantung).
Charles Haddon Spurgeon: “...
probably thrusting his lance quite through the heart” (= ... mungkin
menusukkan tombaknya betul-betul menembus jantung)
- ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI -
‘The Passion and Death of Our Lord’, hal 667.
d) Dalamnya penusukan tombak /
besarnya luka penusukan tombak.
Luka pada rusuk Yesus karena penusukan
tombak ini cukup besar. Itu terlihat dari:
·
Yoh 20:25
- ‘...
sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan
mencucukkan tanganku ke dalam lambungNya ...’.
·
Yoh 20:27
- ‘Taruhlah
jarimu di sini dan lihatlah tanganKu, ulurkanlah tanganmu
dan cucukkanlah ke dalam lambungKu ...’.
Untuk bekas paku di tangan Yesus,
Thomas ingin mencucukkan jarinya, tetapi untuk bekas tombak pada rusuk
Yesus, Thomas ingin mencucukkan tangannya. Ini menunjukkan bahwa bekas
penusukan tombak itu sangat besar dan jauh lebih besar dari bekas paku di
tangan Yesus. Supaya bisa menghasilkan lubang sebesar itu tombak harus
ditusukkan cukup dalam, sedikitnya sedalam 4-5 inci.
e) Komentar tentang lubang penusukan
tombak.
George Hutcheson: “As a
hole was made in Adam’s side to take out a wife, so a hole was made in his side
to take in his beloved bride to his heart” (= Sebagaimana sebuah lubang dibuat pada
rusuk Adam untuk mengeluarkan seorang istri, begitu juga sebuah lubang dibuat
di rusukNya untuk memasukkan pengantin tercintaNya kepada jantung / hatiNya) - hal 406.
f) Perlu ditekankan bahwa bukan
penusukan tombak itu yang menyebabkan Yesus mati, karena pada waktu ditusuk
tombak, Yesus sudah mati (ay 33), hanya saja kita tidak tahu sudah berapa
lama Ia mati.
Hendriksen mengutip Dr. Bergsma:
“To presuppose, as some do, that the spear pierced the
still living heart, and thus to account for the blood and water is contrary ...
to science, for pure blood would have issued forth. It was in the crucifixion
itself that his death was to be accomplished, not in a spear-thrust by a
soldier” (= Menganggap, seperti yang dilakukan beberapa orang,
bahwa tombak itu menusuk jantung yang masih hidup, sehingga menyebabkan
keluarnya darah dan air, bertentangan ... dengan ilmu pengetahuan, karena kalau
demikian maka darah murni yang akan keluar. Dalam penyaliban itu sendirilah
kematianNya terjadi, bukan dalam penusukan tombak oleh seorang tentara) - hal 438.
4) Pada
waktu Yesus ditusuk tombak, maka keluar darah dan air (ay 34b).
Keluarnya darah dan air dari rusuk Yesus
ini membingungkan semua penafsir, karena banyak orang berkata bahwa kalau orang
hidup ditusuk maka hanya akan keluar darah (tanpa air), dan kalau orang mati
ditusuk maka tidak akan keluar apa-apa. Lalu mengapa pada waktu Yesus ditusuk,
bisa keluar darah dan air?
Ada yang sekedar mengatakan bahwa
Yohanes tidak mempedulikan penyebab kematian Kristus, atau bagaimana Kristus
mati, tetapi hanya peduli dengan fakta bahwa Kristus memang sudah mati.
F. F. Bruce: “...
but it was with the fact of death, not with the cause of death,
that John was concerned” (= ... tetapi yang diperhatikan oleh Yohanes adalah fakta
kematiannya, bukan penyebab kematiannya) - hal
375-376.
Tetapi kebanyakan penafsir berusaha
menjelaskan bagaimana darah dan air itu bisa keluar dari rusuk Yesus. Dan ada
bermacam-macam teori yang mencoba untuk menjelaskan hal ini:
a) Ini adalah mujijat / tanda.
Origen mengatakan bahwa darah membeku
pada orang mati, dan air juga tak akan keluar dari orang mati. Karena itu ini
jelas adalah suatu mujijat.
b) Darah keluar dari jantung dan air
keluar dari pericardium / kantung
pembungkus jantung.
Barnes’ Notes: “The
heart is surrounded by a membrane called the pericardium. This membrane contains
a serous matter or liquor resembling water, which prevents the surface of the
heart from becoming dry by its continual motion” (= Jantung
dibungkus oleh membran yang disebut pericardium. Membran ini terdiri dari zat
yang tipis dan berair atau cairan yang mirip air, yang menjaga supaya permukaan
jantung tidak menjadi kering karena pergerakannya yang terus-menerus) - hal 355.
Catatan: Pericardium = PERI (= around / sekeliling) + KARDIA (= heart / jantung). Jadi Pericardium = ‘the thin, membrane sac enclosing the heart’
(= kantung membran tipis yang membungkus jantung).
Adam Clarke: “It
may be naturally supposed that the spear went through the pericardium and
pierced the heart; that the water proceeded from the former, and the blood from
the latter” (= Adalah wajar untuk menganggap bahwa tombak itu
menembus pericardium dan menusuk jantung; bahwa air keluar dari yang terdahulu,
dan darah dari yang terakhir) - hal 654.
c) Ini disebabkan pencambukan yang
dialami Yesus.
‘The
International Standard Bible Encyclopedia’ dalam article berjudul ‘Blood and water’:
“A. F. Sava ... suggests that the blood and water were
accumulated in the pleural cavity between the rib cage and the lung. He shows
that severe nonpenetrating chest injuries are capable of producing such an
accumulation, and suggests that a scourging such as Jesus received several
hours before His death was sufficient to account for the accumulation that
flowed forth when the chest wall was pierced. Also, there was enough time
between the scourging and the piercing to allow the red blood cells to separate
from the lighter clear serum” (= A. F. Sava ... mengusulkan bahwa darah
dan air terkumpul dalam rongga di antara rusuk dan paru-paru. Ia menunjukkan
bahwa luka-luka hebat yang tidak menembus dada bisa menimbulkan pengumpulan
seperti itu, dan mengatakan bahwa pencambukan seperti yang diterima oleh Yesus
beberapa jam sebelum kematianNya cukup untuk menimbulkan pengumpulan itu, yang
lalu keluar pada waktu dinding dada ditikam. Juga, ada cukup waktu antara
pencambukan dan penikaman untuk mengijinkan sel-sel darah merah berpisah dengan
cairan jernih yang lebih encer).
d) Tubuh / daging Yesus unik, karena
tidak mengalami pembusukan.
Charles Haddon Spurgeon: “It was
supposed by some that by death the blood was divided, the clots parting from
the water in which they float, and that in a perfectly natural way. But it is
not true that blood would flow from a dead body if it were pierced. ... The
flowing of this blood from the side of our Lord cannot be considered as a
common occurrence ... Granted, that blood would not flow from an ordinary dead
body; yet remember, that our Lord’s body was unique, since it saw no
corruption. ... therefore there is no arguing from facts about common bodies so
as to conclude therefrom anything concerning our blessed Lord’s body. ... It is
scarcely reverent to be discoursing of anatomy when the body of our adorable
Lord is before us. Let us close our eyes in worship rather than open them in
irreverent curiosity” (= Beberapa orang menganggap bahwa oleh kematian darah
dipisahkan, bekuan-bekuan darah berpisah dari air dimana mereka mengapung, dan
itu terjadi betul-betul secara alamiah. Tetapi adalah tidak benar bahwa darah
akan keluar dari mayat yang ditikam. ... Mengalirnya darah dari rusuk Tuhan
kita tidak bisa dianggap sebagai kejadian yang umum ... Memang darah tidak akan
mengalir dari mayat biasa; tetapi ingat bahwa tubuh Tuhan kita itu unik, karena
tubuh itu tidak mengalami pembusukan. ... karena itu tidak ada perdebatan dari
fakta-fakta tentang mayat-mayat biasa yang bisa dipakai untuk menyimpulkan dari
sana apapun tentang tubuh Tuhan kita yang mulia / diberkati. ... Hampir
merupakan sesuatu yang tidak hormat untuk bercakap-cakap mengenai anatomi pada
waktu tubuh dari Tuhan yang patut dipuja ada di hadapan kita. Hendaklah kita
menutup mata kita dalam penyembahan dari pada membukanya dalam keingin-tahuan
yang tidak hormat) - ‘A Treasury of
Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion and Death of
Our Lord’, hal 667.
Catatan:
·
Spurgeon
mengatakan bahwa tubuh Kristus tidak mengalami pembusukan berdasarkan
Kis 2:31, yang mengutip dari Maz 16:10. Tetapi untuk bagian-bagian ini
Kitab Suci Indonesia salah terjemahan, karena menterjemahkannya: “Karena itu ia telah melihat ke depan dan telah berbicara
tentang kebangkitan Mesias, ketika ia mengatakan, bahwa Dia tidak ditinggalkan
di dalam dunia orang mati, dan bahwa dagingNya tidak mengalami kebinasaan”.
NASB/Lit: ‘nor did His flesh suffer decay’ (= dagingNya tidak
mengalami pembusukan).
NIV: ‘nor did his body suffer decay’ (= tubuhNya tidak mengalami pembusukan).
KJV: ‘neither his flesh did see corruption’ (= dagingNya tidak
mengalami pembusukan).
RSV: ‘nor did his flesh see corruption’ (= dagingNya tidak
mengalami pembusukan).
·
Penjelasan
Spurgeon ini tidak menjelaskan mengapa rusuk Yesus bisa mengeluarkan air.
e) Darah dari jantung, air dari
lambung.
Tasker (Tyndale) mengutip kata-kata /
pendapat seorang dokter yang bernama John Lyle Cameron:
“After pointing out that the unexpectedly early death of
Jesus is a clear indication that a fatal complication had suddenly developed,
he asserts that the insatiable thirst and the post-mortem treatment of the body
described in John 19:34 substantiate the conclusion that this complication
could only have been acute dilatation of the stomach. He then adds: ‘The
soldier was a Roman: he would be well trained, proficient, and would know his
duty. He would know which part of the body to pierce in order that he might
obtain a speedily fatal result or ensure that the victim was undeniably dead.
He would thrust through the left side of the chest a little below the centre.
Here he would penetrate the heart and the great blood vessels at their origin,
and also the lung on the side. The soldier, standing below our crucified Lord
as He hung on the cross, would thrust upwards under the left ribs. The broad,
clean cutting, two-edged spearhead would enter the left side of the upper
abdomen, would open the greatly distended stomach, would pierce the diaphragm,
would cut, wide open, the heart and great blood vessels, arteries and veins now
fully distended with blood, a considerable proportion of all the blood in the
body, and would lacerate the lung. The wound would be large enough to permit
the open hand to be thrust into it. Blood from the greatly engorged veins,
pulmonary vessel and dilated right side of the heart, together with water from
the acutely dilated stomach, would flow forth in abundance.’” (= Setelah
menunjukkan bahwa kematian cepat yang tidak terduga dari Yesus merupakan
petunjuk yang jelas bahwa komplikasi yang fatal telah terjadi, ia menegaskan
bahwa kehausan yang tidak terpuaskan dan tindakan yang dilakukan kepada tubuh
setelah mati dalam Yoh 19:34 menyokong / membenarkan kesimpulan bahwa
komplikasi ini adalah lambung / usus yang membesar secara akut. Ia lalu
menambahkan: ‘Tentara itu adalah tentara Romawi: ia terlatih dengan baik,
cakap, dan tahu kewajibannya. Ia tahu bagian mana dari tubuh yang harus ditusuk
supaya mendapatkan hasil fatal yang cepat atau memastikan bahwa korban itu
betul-betul mati. Ia menikam melalui bagian kiri dari dada sedikit di bawah
pusat. Di sini ia akan menembus jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar pada
asal mulanya / pangkalnya, dan juga paru-paru. Tentara itu, berdiri di bawah
Tuhan kita yang tergantung pada kayu salib, menusuk ke atas di bawah rusuk
kiri. Mata tombak yang lebar, tajam, bermata dua menusuk perut atas, membuka
lambung / usus yang menggelembung besar, menusuk diafragma, memotong, membuka
lebar, jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, arteri dan pembuluh darah
yang sekarang / saat itu menggelembung dengan darah, bagian yang cukup banyak
dari semua darah dalam tubuh, dan mencabik paru-paru. Luka itu cukup besar
untuk memungkinkan tangan terbuka dimasukkan ke dalamnya. Darah dari pembuluh
darah yang sangat padat dengan darah, pembuluh paru-paru dan bagian kanan dari
jantung yang membesar, bersama-sama dengan air dari lambung / usus yang membesar
secara akut, mengalir keluar dalam jumlah yang banyak) - hal
212-213.
f) Teori jantung pecah.
William Barclay: “Normally,
of course, the body of a dead man will not bleed. It is suggested that what
happened was that Jesus’s experiences, physical and emotional, were so terrible
that his heart was ruptured. When that happened the blood of the heart mingled
with the fluid of the pericardium which surrounds the heart. The spear of the
soldier pierced the pericardium and the mingled fluid and blood came forth. It
would be poignant thing to believe that Jesus, in the literal sense of the
term, died of a broken heart” (= Biasanya, tentu saja, tubuh orang mati
tidak mengeluarkan darah. Diusulkan bahwa apa yang terjadi adalah bahwa pengalaman
Yesus, secara fisik dan emosi, begitu mengerikan sehingga jantungNya pecah.
Pada saat hal ini terjadi darah dari jantung bercampur dengan cairan dari
kantung pembungkus jantung. Tombak tentara itu menusuk kantung pembungkus
jantung dan campuran cairan dan darah itu keluar. Adalah sesuatu hal yang
memedihkan untuk percaya bahwa Yesus, dalam arti hurufiah dari istilah ini,
mati karena jantung yang pecah) - hal 261.
William Hendriksen: “...
the death of Jesus resulted from rupture of the heart in consequence of great
mental agony and sorrow. Such a death would be almost instantaneous, and the
blood flowing into the pericardium would coagulate into the red clot (blood)
and the limpid serum (water). This blood and water would then be released by
the spear-thrust” [= ... kematian Yesus diakibatkan oleh pecahnya jantung
sebagai akibat dari penderitaan mental dan kesedihan yang hebat. Kematian
seperti itu terjadi hampir seketika, dan darah yang mengalir ke pericardium
(kantung membran tipis yang membungkus jantung) akan membeku / mengental
menjadi gumpalan merah (darah) dan serum / cairan yang transparan (air). Darah
dan air ini lalu keluar karena tusukan tombak] - hal 437.
William Hendriksen: “He
(Dr. Bergsma) wisely refrains from drawing a definite conclusion. The matter is
too uncertain, and specialists on heart-diseases (and particularly on the
rupture of the heart) do not seem to be in complete agreement. Nevertheless, it
is clear from the article that Dr. Bergsma leans somewhat toward the ruptured-heart
theory as an explanation of the blood and water issuing from the side of Jesus” [= Ia (Dr.
Bergsma) secara bijaksana menahan diri dari penarikan kesimpulan yang pasti.
Persoalan ini terlalu tidak pasti, dan para spesialis penyakit jantung (dan
khususnya tentang pecahnya jantung) tidak sependapat dalam hal ini. Meskipun
demikian, jelas dari artikel itu bahwa Dr. Bergsma condong pada teori jantung
pecah ini sebagai penjelasan dari darah dan air yang keluar dari sisi / rusuk
Yesus] - hal 437.
Keberatan terhadap teori jantung pecah:
‘The
International Standard Bible Encyclopedia’ dalam article berjudul ‘Blood and water’ menolak teori jantung pecah ini dengan berkata:
“The romantic notion that Jesus died literally of a
broken heart - first advanced by Stroud in 1847 - has fallen from favor.
Spontaneous rupture of the heart is not unknown, but it does not occur under
the pressure of mental or emotional stress. It is the result of preexisting
heart disease, for which, in the case of Jesus, we have no indication” (= Pikiran /
gagasan yang romantis bahwa Yesus secara hurufiah mati karena jantung yang
pecah - yang mula-mula diajukan oleh Stroud pada tahun 1847 - telah kehilangan
peminat. Pecahnya jantung dengan sendirinya memang dikenal, tetapi hal itu
tidak terjadi di bawah tekanan mental atau emosi. Itu merupakan akibat dari
penyakit jantung yang mendahuluinya, untuk mana, dalam kasus Yesus, kita tidak
mempunyai petunjuk).
Jawaban terhadap keberatan ini:
Apa yang Yesus alami pada saat itu
memang luar biasa, sehingga tidak perlu heran kalau terjadi hal yang unik /
lain dari pada lain.
·
Hendriksen
mengutip Dr. Bergsma:
“... the presence of any considerable quantity of serum
and blood clot, issuing after a spear wound as described above, could only come
from the heart or the pericardial sac. We must agree from the outset that no
pre-existing disease affected Christ’s body. He was a perfect lamb of God. It
is extremely rare, well-nigh impossible, authorities say, for the normal heart
muscle to rupture. Christ, however, suffered as no man before or since has
suffered. Ps. 69:20 says prophetically, ‘Reproach has broken my heart.’
The next verse continues, ‘They gave me gall for my food; and in my
thirst they gave me vinegar to drink’. We take the second prophecy as literally
fulfilled, but many consider it fantastic to take verse 20 also literally. If
Christ’s heart did not rupture, it is difficult to explain any accumulation of
blood and water as described by John. The normal pericardial effusion of an
ounce or less would be a mere trickle unobserved by anyone” [= ... adanya
sejumlah cairan dan bekuan darah yang keluar dari luka tusukan tombak seperti
digambarkan di atas, hanya bisa keluar dari jantung atau dari kantung tipis
pembungkus jantung. Kita harus setuju dari permulaan bahwa sebelum ini tidak
ada penyakit pada tubuh Kristus. Ia adalah domba Allah yang sempurna.
Orang-orang yang mempunyai otoritas berkata bahwa adalah sesuatu yang sangat
jarang, hampir tidak mungkin, bahwa sebuah otot jantung bisa pecah. Tetapi Kristus,
menderita seperti yang tidak pernah dialami oleh siapapun sebelum atau sesudah
itu. Maz 69:21 menubuatkan, ‘Cela itu telah mematahkan / memecahkan jantungku’.
Ayat selanjutnya melanjutkan, ‘Mereka memberiku empedu sebagai
makananku; dan pada waktu aku haus mereka memberi aku minum cuka / anggur
asam’. Kita menganggap bahwa nubuat yang kedua digenapi secara hurufiah, tetapi
banyak yang menganggapnya sebagai sesuatu yang fantastis untuk menafsirkan
ay 21 juga secara hurufiah. Jika jantung Kristus tidak pecah, adalah
sukar untuk menjelaskan pengumpulan darah dan air seperti yang digambarkan oleh
Yohanes. Keluarnya cairan dari pericardial / kantung pembungkus jantung normal
sebanyak 1 ounce (± 28 gram atau ± 28 cc) atau kurang
dari itu hanya merupakan cucuran kecil yang tidak akan diperhatikan oleh
siapapun] - hal 438.
Catatan:
¨
Dalam
Kitab Suci Indonesia Maz 69:21a berbunyi: “Cela itu telah mematahkan hatiku”.
Tetapi dalam terjemahan NIV Psalm 69:20
berbunyi: “Scorn has broken my heart” (= Caci maki
telah mematahkan hatiku / memecahkan jantungku).
¨
Dalam
Kitab Suci Indonesia Maz 69:22 berbunyi: “Bahkan mereka memberi aku makan racun
dan pada waktu aku haus, mereka memberi aku minum anggur asam”. Ini jelas salah terjemahan.
Dalam terjemahan NIV Psalm 69:21
berbunyi: “They put gall in my food and gave
me vinegar for my thirst” (= Mereka memberi empedu dalam makananku dan
memberiku cuka / anggur asam untuk kehausanku).
·
William
Hendriksen: “This theory emphasizes the greatness of Christ’s mental
and spiritual agony. Ordinarily death by crucifixion might not cause the heart
to rupture, but this was no ordinary death. This Sufferer bore the wrath of God
against sin. He suffered eternal death, the pangs of hell!” (= Teori ini
menekankan kehebatan dari penderitaan mental dan rohani Kristus. Biasanya
kematian oleh penyaliban tidak menyebabkan jantung pecah, tetapi ini bukanlah
kematian biasa. Penderitanya memikul murka Allah terhadap dosa. Ia mengalami
penderitaan kematian kekal, rasa sakit dari neraka!) - hal 440.
·
‘The
International Standard Bible Encyclopedia’ dalam article berjudul ‘Bloody sweat’ (= keringat berdarah):
“As the agony of Our Lord was unexampled in human experience,
it is conceivable that it may have been attended with physical conditions of a
unique nature” (= Karena penderitaan Tuhan kita tidak ada contohnya
dalam pengalaman manusia, maka dapat dimengerti bahwa hal itu disertai dengan
kondisi-kondisi fisik yang bersifat unik).
Kalau di taman Getsemani, pada waktu
Yesus bergumul dalam doa, sudah terjadi phenomena yang luar biasa, yang boleh
dikatakan tidak masuk akal, yaitu keluarnya keringat seperti titik darah (Luk
22:44), maka kalau pada salib terjadi phenomena yang lebih luar biasa / lebih
tidak masuk akal, seperti jantung yang pecah, itu bukanlah sesuatu yang
mengherankan.
5) Apa
artinya darah dan air yang keluar dari rusuk Yesus itu?
a) Ada yang berkata: Tidak ada arti
apa-apa, kecuali menunjukkan bahwa Yesus sudah mati.
Adam Clarke: “the
issuing of the blood and water appears to be only a natural effect of the above
cause, and probably nothing mystical or spiritual was intended by it. However,
it affords the fullest proof that Jesus died for our sins” (= keluarnya darah dan air kelihatannya hanya merupakan
akibat alamiah dari penyebab di atas, dan mungkin tidak ada sesuatu yang
bersifat mistik atau rohani yang dimaksudkan olehnya. Tetapi bagaimanapun itu
memberikan bukti yang paling penuh bahwa Yesus mati untuk dosa-dosa kita) - hal 654.
b) Tetapi kebanyakan penafsir
memberikan arti bagi darah dan air yang keluar dari rusuk Yesus itu. Tetapi
tentang apa arti darah dan air di sini, ada bermacam-macam penafsiran:
1. Cara / alat keselamatan.
Pulpit Commentary: “Macarius
Magnes and Apollinarius saw an allusion to the side of Adam, from which Eve,
the source of evil, was taken; that now the side of the second Adam should give
forth the means of salvation and deliverance” (= Macarius
Magnes dan Apollinarius melihat hubungan tak langsung dengan sisi / rusuk Adam,
dari mana Hawa, sumber kejahatan, diambil; bahwa sekarang sisi / rusuk dari
Adam kedua mengeluarkan alat / cara keselamatan dan pembebasan) - hal 433.
Saya berpendapat bahwa pandangan ini
kurang specific.
2. Air menunjuk pada Baptisan, dan
darah menunjuk pada Perjamuan Kudus.
Saya tidak setuju dengan penafsiran ini
karena merupakan sesuatu yang aneh kalau suatu simbol (darah dan air) menunjuk
pada simbol yang lain (Perjamuan Kudus dan Baptisan).
3. Darah menunjuk pada pengampunan
dosa, air menunjuk pada kehidupan secara rohani.
Pulpit Commentary: “(a)
The blood indicated life sacrificed. (b) Water was the symbol of the spiritual
life. The death of Christ secured at once the cleansing away of sin, and the
quickening of dead souls by the Spirit” [= (a) Darah menunjukkan hidup yang dikorbankan. (b) Air
merupakan simbol dari hidup rohani. Kematian Kristus memastikan secara serentak
pembersihan dosa, dan penghidupan jiwa-jiwa yang mati oleh Roh] - hal 439.
4. Pandangan
Calvin dan Spurgeon.
a. Calvin menganggap bahwa:
·
darah
menunjuk pada penebusan, yang menyebabkan kita mendapatkan justification / pembenaran.
·
air
menunjuk pada pembasuhan, yang menyebabkan kita mendapatkan sanctification / pengudusan.
Ini menunjukkan bahwa Yesus adalah
Anti-Type dari sacrifice / korban (» darah) dan washings / pembasuhan (» air) dalam Perjanjian Lama.
b. Spurgeon membandingkan bagian ini
dengan Zakh 12:10, dan ia mengajak untuk membaca Zakharia ini terus sampai
Zakh 13:1 yang berbunyi: “Pada waktu itu akan terbuka suatu sumber bagi keluarga
Daud dan bagi penduduk Yerusalem untuk membasuh dosa dan kecemaran”.
Ia lalu
menyimpulkan bahwa ‘darah’ menangani ‘dosa’, dan ‘air’
menangani ‘kecemaran’.
Jelas bahwa pandangan Calvin dan
Spurgeon ini boleh dikatakan sama, dan saya paling condong pada pandangan ini.
Rupa-rupanya berdasarkan ajaran inilah
seorang yang bernama Toplady menulis lagu yang berjudul: Rock of Ages, cleft for me (‘Padamu Batu Zaman’).
Rock of Ages, cleft for me, (= Batu karang
jaman, celah bagiku,)
Let me hide myself in Thee; (= Biarlah aku
menyembunyikan diriku di dalamMu,)
Let the water and the blood, (= Biarlah air
dan darah,)
From Thy riven side which flowed, (= yang
mengalir dari rusuk / sisiMu yang terluka,)
Be of sin the double cure, (= menjadi
penyembuhan / pengobatan ganda bagi dosa,)
Cleanse me from its guilt and power. (= mencuci aku
dari kesalahan dan kuasanya).
Not the labors of my hands, (= bukan
pekerjaan tanganku,)
Can fulfill Thy law’s demands; (= Dapat
memenuhi tuntutan hukumMu;)
Could my zeal no respite know, (= Andaikata
semangatku tidak mengenal istirahat,)
Could my tears forever flow, (= Andaikata
airmataku mengalir selama-lamanya,)
All for sin could not atone; (= Semua itu
tidak bisa menebus dosa;)
Thou must save, and Thou alone. (= Engkau
harus menyelamatkan, dan Engkau saja).
Nothing in my hand I bring, (= Tidak ada
yang kubawa dalam tanganku,)
Simply to Thy cross I cling; (= Hanya kepada
salib aku berpegang;)
Naked, come to Thee for dress, (= Telanjang,
datang kepadaMu untuk pakaian,)
Helpless, look to Thee for grace; (= Tak
berdaya, memandangMu untuk kasih karunia;)
Foul, I to the fountain fly, (= Kotor, Aku
terbang kepada air mancur,)
Wash me, Saviour, or I die! (= Cucilah
aku, Juruselamat, atau aku mati).
While I draw this fleeting breath, (= Sementara
waktu aku menarik nafas penghabisan,)
When mine eyes shall close in death, (= Ketika
mataku tertutup dalam kematian,)
When I soar to worlds unknown, (= Ketika aku
terbang ke dunia tak dikenal,)
See Thee on Thy judgment throne, (= melihatMu
pada tahta penghakimanMu,)
Rock of Ages, cleft for me, (= Batu karang
jaman, celah bagiku,)
Let me hide myself in Thee. (= Biarlah aku
menyembunyikan diriku di dalamMu.)
Catatan: kata-kata dalam bahasa Indonesia di
atas ini hanya terjemahan, bukan untuk dinyanyikan.
c) Satu pertanyaan lagi yang perlu
dipertanyakan adalah: adakah hubungan antara ‘darah dan air’ di sini dengan ‘air dan darah’ dalam 1Yoh 5:6a?
1Yoh 5:6a - “Inilah
Dia yang telah datang dengan air dan darah, yaitu Yesus Kristus, bukan saja
dengan air, tetapi dengan air dan dengan darah”.
F.F. Bruce menjawab pertanyaan ini
sebagai berikut:
“... it is doubtful whether there is any direct
correlation between the ‘water and blood’ of 1John 5:6,8, and the ‘blood and
water’ mentioned here” (= ... adalah meragukan apakah ada hubungan langsung
antara ‘air dan darah’ dari 1Yoh 5:6,8 dan ‘darah dan air’ yang disebutkan di
sini) - hal 376.
Tetapi Calvin dan banyak penafsir lain
beranggapan bahwa ay 34 ini memang sangat berhubungan dengan 1Yoh 5:6.
d) Satu lagi arti yang diberikan oleh
banyak penafsir tentang darah dan air yang keluar dari rusuk Yesus ialah bahwa hal
ini menunjukkan kalau Yesus betul-betul adalah manusia. Ini untuk menentang
pandangan dari ajaran yang disebut Docetism, yang mengatakan bahwa Yesus hanya kelihatannya
saja mempunyai tubuh manusia.
6) Pencatatan peristiwa ini oleh
Yohanes.
Ay 35: “Dan orang yang melihat hal itu sendiri yang memberikan
kesaksian ini dan kesaksiannya benar, dan ia tahu, bahwa ia mengatakan
kebenaran, supaya kamu juga percaya”.
a) Clarke mengatakan (hal 654) bahwa
Yohanes harus sangat dekat dengan salib untuk bisa membedakan air dan darah
yang keluar dari rusuk Yesus.
b) Ay 35 ini kelihatannya
menunjukkan bahwa peristiwa dalam ay 34 adalah sesuatu yang luar biasa.
Charles Haddon Spurgeon: “...
he took care to report it with a special note” (= ... ia
berhati-hati untuk melaporkannya dengan catatan khusus)
- ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord, vol VI - The
Passion and Death of Our Lord’, hal 667.
Adanya ay 35 ini menyebabkan dari
banyak pandangan mengapa dari rusuk Yesus bisa keluar darah dan air itu, saya
lebih condong pada pandangan yang bersifat luar biasa (pandangan no 1 atau no
6).
c) Tujuan Yohanes menuliskan ini
adalah:
·
supaya
kita bisa yakin bahwa Kristus betul-betul sudah mati.
·
untuk
menunjukkan pentingnya fakta kematian Kristus bagi iman kita (bdk. 1Kor 15:3).
·
supaya
orang percaya kepada Yesus (ay 35b).
Kalau kita mengetahui sesuatu tentang
Kristus, kita harus meneladani rasul Yohanes, dengan menyaksikan hal itu kepada
orang-orang lain, supaya mereka juga bisa percaya kepada Kristus.
7) Tanpa disadari oleh tentara Romawi
yang menombak Yesus itu, tindakannya ini menggenapi nubuat Kitab Suci /
Perjanjian Lama tentang Yesus. Ini terlihat dari ay 37 yang mengutip dari Zakh
12:10.
a) Penggenapan nubuat.
Charles Haddon Spurgeon: “Two
things are predicted: not a bone of him must be broken, and he must be pierced.
... He must not only be pierced with the nails, and so fulfill the prophecy,
‘They pierced my hands and my feet’; but he must be conspicuously pierced, so
that he can be emphatically regarded as the pierced one. How were these
prophecies, and a multitude more, to be accomplished? Only God himself could
have brought to pass the fulfillment of prophecies which were of all kinds, and
appeared to be confused, and even in contradiction to each other. It would be
an impossible task for the human intellect to construct so many prophecies, and
types, and foreshadowings, and then to imagine a person in whom they should all
be embodied. But what would be impossible to men has been literally carried out
in the case of our Lord. ... That which lies immediately before us was a
complicated case; for if reverence to the Saviour would spare his bones, would
it not also spare his flesh? If a coarse brutality pierced his side, why did it
not break his legs? How can men be kept from one act of violence, and that an
act authorized by authority, and yet how shall they perpetrate another violence
which had not been suggested to them? But, let the case be as complicated as it
was possible for it to have been, infinite wisdom knew how to work it out in
all points; and it did so” [= Dua hal diramalkan: tidak satu tulangNya yang boleh
dipatahkan, dan Ia harus ditusuk / ditikam. ... Ia bukan hanya harus ditusuk
dengan paku-paku, dan dengan demikian menggenapi nubuat: ‘mereka menusuk tangan
dan kakiku’ (Maz
22:17b);
tetapi Ia harus ditusuk / ditikam secara menyolok, sehingga Ia bisa dianggap
dengan tegas sebagai ‘Yang ditusuk / ditikam’. Bagaimana nubuat-nubuat ini, dan
banyak lagi yang lain, bisa dicapai / digenapi? Hanya Allah sendiri yang bisa
melaksanakan penggenapan dari nubuat-nubuat yang beraneka ragam, yang
kelihatannnya kacau / membingungkan, dan bahkan bertentangan satu dengan yang
lainnya. Merupakan tugas yang mustahil bagi pikiran manusia untuk menyusun begitu
banyak nubuat, type, dan bayangan, dan lalu membayangkan seorang pribadi dalam
siapa semua itu harus diwujudkan. Tetapi apa yang mustahil bagi manusia telah
dilaksanakan secara hurufiah dalam kasus Tuhan kita. ... Apa yang terletak
persis di hadapan kita adalah kasus yang rumit; karena jika hormat kepada sang
Juruselamat menyebabkan tentara itu tidak mematahkan tulangNya, bukankah rasa
hormat itu juga akan menyebabkan ia juga membiarkan dagingNya? Jika kebrutalan
yang kasar menusuk / menikam sisi / rusukNya, mengapa kebrutalan itu tidak
mematahkan kaki-kakiNya? Bagaimana manusia bisa ditahan dari satu tindakan
kekerasan / kekejaman, dan itu merupakan tindakan yang telah disahkan oleh
orang yang berwenang, dan bagaimana ia melakukan kekerasan / kekejaman yang
lain yang tidak pernah diusulkan / dianjurkan kepadanya? Tetapi biarlah kasus
ini serumit apapun, hikmat yang tak terbatas tahu bagaimana mengerjakannya
secara keseluruhan; dan demikianlah dilakukannya] - ‘A
Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion
and Death of Our Lord’, hal 667,668.
Charles Haddon Spurgeon: “Both
prophecies must be carried out, and they were so in a conspicuous manner. But
why need I say that this fulfilment was indispensable? Beloved, the keeping of
every word of God is indispensable. It is indispensable to the truth of God
that he should be true always: for if one word of his can fall to the ground,
then all may fall, and his veracity is gone. If it can be demonstrated that one
prophecy was a mistake, then all the rest may be mistakes. If one part of the
Scripture is untrue, all may be untrue, and we have no sure ground to go upon.
... Unless all the Word of God is sure, and pure ‘as silver tried in a furnace
of earth, purified seven times,’ then we have nothing to go upon, and are
virtually left without a revelation from God. If I am to take the Bible and
say, ‘Some of this is true, and some of it is questionable,’ I am no better off
than if I had no Bible. A man who is at sea with a chart which is only accurate
in certain places, is not much better off than if he had no chart at all. ...
Beloved, it is indispensable to the honour of God and to our confidence in his
Word, that every line of Holy Scripture should be true” [= Kedua
nubuat harus dilaksanakan, dan harus dilaksanakan dengan cara yang menyolok.
Tetapi mengapa saya perlu mengatakan bahwa penggenapan ini merupakan sesuatu
yang sangat diperlukan? Kekasih, penjagaan dari setiap firman Allah adalah
sangat diperlukan. Adalah sangat diperlukan bagi firman Allah bahwa ia harus
selalu benar: karena jika satu firman darinya bisa jatuh ke bumi, maka semua
bisa jatuh, dan kejujuran / ketelitiannya hilang. Jika bisa didemonstrasikan
bahwa satu nubuat merupakan suatu kesalahan, maka semua sisanya bisa merupakan
kesalahan. Jika satu bagian Kitab Suci tidak benar, semua bisa tidak benar, dan
kita tidak mempunyai dasar yang pasti untuk berjalan di atasnya. ... Kecuali
semua Firman Allah itu pasti, dan murni ‘seperti perak yang teruji, tujuh kali
dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah’ (Maz 12:7), maka kita tidak mempunyai apa-apa untuk
berjalan di atasnya, dan kita sebetulnya ditinggalkan tanpa wahyu / penyataan
dari Allah. Jika saya mengambil Alkitab dan berkata: ‘Sebagian dari ini adalah
benar, dan sebagian darinya meragukan’, maka saya tidak lebih baik dari pada
jika saya tidak mempunyai Alkitab. Seseorang yang ada di laut dengan sebuah
peta yang hanya akurat pada tempat-tempat tertentu, tidak lebih baik dari pada
jika ia tidak mempunyai peta sama sekali. ... Kekasih, adalah sangat perlu bagi
kehormatan Allah dan bagi keyakinan kita dalam FirmanNya, bahwa setiap baris
dari Kitab Suci yang Kudus harus benar] - ‘A
Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion
and Death of Our Lord’, hal 670.
Catatan: kata-kata
Spurgeon ini seharusnya direnungkan oleh orang-orang Liberal, yang menolak inerrancy
(= ketidak-bersalahan) dari Kitab Suci.
b) Ada Providence of God / pengaturan oleh Allah yang mengatur penggenapan
nubuat-nubuat ini.
Charles Haddon Spurgeon: “It
did not seem at all likely that when the order was given to break the legs of
the crucified, Roman soldiers would abstain from the deed. ... Roman soldiers
are apt to fulfil their commission very literally, ... The order is given to
break their legs; two out of the three have suffered, and yet no soldier may
crush a bone of that sacred body. They see that he is dead already, and they
break not his legs. As yet you have only seen one of the prophecies fulfilled.
He must be pierced as well. And what was that which came into that Roman
soldier’s mind when, in a hasty moment, he resolved to make sure that the
apparent death of Jesus was a real one? Why did he open that sacred side with
his lance? He knew nothing of the prophecy. ... Why, then, does he fulfil the
prediction of the prophet? There was no accident or chance here. Where are
there such things? The hand of the Lord is here, and we desire to praise and
bless that omniscient and omnipotent Providence which thus fulfilled the word
of revelation. God hath respect unto his own word, and while he takes care that
no bone of his Son shall be broken, he also secures that no text of Holy
Scripture shall be broken” (= Kelihatannya sama sekali tidak mungkin bahwa pada
saat perintah diberikan untuk mematahkan kaki-kaki dari orang-orang yang
disalib, tentara-tentara Romawi itu tidak melakukan tindakan tersebut. ...
Tentara-tentara Romawi cenderung untuk menggenapi perintah mereka secara
hurufiah, ... Perintah diberikan untuk mematahkan kaki-kaki mereka; 2 dari 3
orang yang disalib telah mengalami hal itu, tetapi tidak ada tentara yang boleh
meremukkan satu tulangpun dari tubuh yang kudus / keramat itu. Mereka melihat
bahwa Ia sudah mati, dan mereka tidak mematahkan kaki-kakiNya. Tetapi engkau
baru melihat satu dari nubuat-nubuat itu yang digenapi. Ia juga harus ditusuk /
ditikam. Dan apa yang masuk ke dalam pikiran dari tentara Romawi itu pada waktu
dalam saat yang begitu singkat ia memutuskan untuk memastikan bahwa Yesus yang
kelihatannya sudah mati itu betul-betul sudah mati? Mengapa ia membuka sisi /
rusuk yang kudus / keramat itu dengan tombaknya? Ia tidak tahu apa-apa tentang
nubuat itu. ... Lalu mengapa ia menggenapi ramalan dari sang nabi? Tidak ada
kebetulan di sini. Dimana ada hal seperti itu? Tangan Tuhan ada di sini, dan
kami ingin memuji dan memuliakan Providence yang mahatahu dan mahakuasa yang
dengan demikian menggenapi kata-kata wahyu. Allah menghormati FirmanNya
sendiri, dan sementara Ia memperhatikan supaya tidak ada tulang AnakNya yang
dipatahkan, Ia juga memastikan supaya tidak ada text Kitab Suci yang kudus yang
dipatahkan / dilanggar) - ‘A Treasury of
Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion and Death of
Our Lord’, hal 668,669.
c) Para tentara itu melakukan semua
itu sebagai orang / agen bebas, tetapi pada saat yang sama mereka melakukan apa
yang sudah ditetapkan oleh Allah.
Spurgeon menekankan bahwa para tentara
bertindak dengan kehendak bebas (free
will) mereka, baik pada waktu mereka tidak mematahkan kaki Yesus, maupun
pada waktu seorang dari mereka menikam Yesus dengan tombak, tetapi pada saat
yang sama mereka menggenapi ketetapan kekal dari Allah.
Charles Haddon Spurgeon: “They
acted of their own free will, and yet at the same time they fulfilled the
eternal counsel of God. Shall we never be able to drive into men’s mind the
truth that predestination and free agency are both facts? Men sin as freely as
birds fly in the air, and they are altogether responsible for their sin; and
yet everything is ordained and foreseen of God. The fore-ordination of God in
no degree interferes with the responsibility of man. I have often been asked by
persons to reconcile the two truths. My only reply is - They need no
reconciliation, for they never fell out. Why should I try to reconcile two
friends? Prove to me that the two truths do not agree. In that request I have
set you a task as difficult as that which you propose to me. These two facts
are parallel lines; I cannot make them unite, but you cannot make them cross
each other” (= Mereka bertindak dengan kehendak bebas mereka, tetapi
pada saat yang sama mereka menggenapi rencana yang kekal dari Allah. Apakah
kita tidak akan pernah bisa menancapkan ke dalam pikiran manusia kebenaran
bahwa predestinasi dan kebebasan agen / manusia dua-duanya merupakan fakta?
Manusia berbuat dosa sebebas burung-burung yang terbang di udara, dan mereka
semuanya bertanggung jawab untuk dosa mereka; tetapi segala sesuatu ditetapkan
dan dilihat lebih dulu oleh Allah. Penetapan lebih dulu dari Allah sama sekali
tidak mengganggu tanggung jawab manusia. Saya sering ditanya oleh orang-orang
untuk mendamaikan dua kebenaran ini. Jawaban saya hanyalah - Mereka tidak
membutuhkan pendamaian, karena mereka tidak pernah bertengkar. Mengapa saya
harus mendamaikan 2 orang sahabat? Buktikan kepada saya bahwa dua kebenaran itu
tidak setuju / cocok. Dalam permintaan itu saya telah memberimu suatu tugas
yang sama sukarnya seperti yang kaukemukakan kepada saya. Kedua fakta ini
adalah garis-garis yang paralel; saya tidak bisa membuat mereka bersatu, tetapi
engkau tidak bisa membuat mereka bersilangan) - ‘A
Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion
and Death of Our Lord’, hal
670-671.
Pandangan Spurgeon di atas ini
merupakan pandangan Calvinisme / Reformed yang murni, dan sama sekali bukan
merupakan pandangan Hyper-Calvinisme. Kalau saudara mau tahu apa itu
Hyper-Calvinisme, perhatikan kata-kata Edwin H. Palmer di bawah ini.
Edwin H. Palmer: “Hyper-Calvinism.
Diametrically opposite to the Arminian is the hyper-Calvinist. He looks at both
sets of facts - the sovereignty of God and the freedom of man - and, like the
Arminian, says he cannot reconcile the two apparently contradictory forces. Like
the Arminian, he solves the problem in a rationalistic way by denying one side
of the problem. Whereas the Arminian denies the sovereignty of God, the
hyper-Calvinist denies the responsibility of man. He sees the clear Biblical
statements concerning God’s foreordination and holds firmly to that. But being
logically unable to reconcile it with man’s responsibility, he denies the
latter. Thus the Arminian and the hyper-Calvinist, although poles apart, are
really very close together in their rationalism” (= Hyper-Calvinisme.
Bertentangan frontal dengan orang Arminian adalah orang yang hyper-Calvinist.
Ia melihat pada kedua fakta - kedaulatan Allah dan kebebasan manusia - dan,
seperti orang Arminian, ia mengatakan bahwa ia tidak dapat mendamaikan kedua
kekuatan yang tampaknya bertentangan itu. Seperti orang Arminian, ia memecahkan
problem itu dengan cara yang logis dengan menyangkal satu sisi dari problem
itu. Sementara orang Arminian menyangkal kedaulatan Allah, maka penganut
Hyper-Calvinisme meninggalkan fakta tanggung jawab manusia. Ia melihat
pernyataan yang jelas dari Alkitab mengenai penentuan lebih dulu dari Allah dan
memegang hal itu dengan teguh. Tetapi karena tidak mampu mendamaikannya secara
logis dengan tanggung jawab manusia, ia menyangkal tanggung jawab manusia
itu. Jadi orang Arminian dan orang hyper-Calvinist, sekalipun merupakan
kutub-kutub yang bertentangan, sebetulnya sangat dekat dalam cara berpikirnya) - ‘The
Five Points of Calvinism’, hal 84.
d) Mengapa dalam ay 37, dan dalam
Zakh 12:10 itu, orang-orang Yahudi dianggap sebagai orang-orang yang
menikam Yesus? Bukankah yang menikam Yesus adalah tentara Romawi?
Jawab: orang-orang Yahudi adalah penyebab / biang keladi dari
penderitaan dan kematian Kristus, dan karena itu mereka dianggap sebagai pelaku
dari semua itu.
George Hutcheson: “malicious upstirrers unto cruelty
are more guilty than the ignorant executors thereof; therefore doth the
scripture ascribe this act to the Jews; they pierced him, by the hand of the
soldiers” (= penghasut-penghasut jahat
kepada kekejaman lebih bersalah dari pada pelaksana yang tidak tahu apa-apa;
karena itu Kitab Suci menganggap tindakan ini sebagai tindakan dari orang-orang
Yahudi; mereka menikam Dia oleh tangan para tentara) - hal 408.
Bdk. Kis 2:36 - “Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa
Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan
Kristus.’”.
e) Arti ay 37: “Dan ada pula nas yang mengatakan: ‘Mereka akan memandang
kepada Dia yang telah mereka tikam.’”.
Ini bisa diterapkan dalam 2 arti yang
berbeda:
1. Ini merupakan ancaman bahwa Yesus
akan datang sebagai pembalas.
Bandingkan ini dengan Wah 1:7 yang
berbunyi: “Lihatlah, Ia akan datang dengan awan-awan dan setiap mata akan
melihat Dia, juga mereka yang telah menikam Dia. Dan semua bangsa di bumi
akan meratapi Dia. Ya, amin”.
Perlu diketahui bahwa kata-kata ‘meratapi Dia’ dalam Wah 1:7 ini bukan menunjukkan pertobatan, tetapi
ketakutan / keputusasaan (bdk. Wah 6:12-17).
2. Ini merupakan janji bahwa
orang-orang Yahudi akan bertobat / percaya kepada Yesus (bdk. Zakh 12:10
yang menunjukkan pertobatan).
Zakh 12:10 - “‘Aku akan mencurahkan roh pengasihan dan roh permohonan
atas keluarga Daud dan atas penduduk Yerusalem, dan mereka akan memandang
kepada dia yang telah mereka tikam, dan akan meratapi dia seperti orang
meratapi anak tunggal, dan akan menangisi dia dengan pedih seperti orang
menangisi anak sulung”.
Pertobatan orang-orang Yahudi terjadi pada
hari Pentakosta (Kis 2:37-41). Bagi mereka yang bertobat, tentu saja tidak akan
mengalami Wah 1:7.
-AMIN-
email us at : gkri_exodus@lycos.com