Eksposisi Injil Yohanes
oleh: Pdt. Budi
Asali MDiv.
1) Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus.
a) Yusuf dari Arimatea adalah orang yang
kaya dan berkedudukan tinggi, dan itu bisa terlihat dari ayat-ayat di bawah
ini:
·
Mat 27:57
- “Menjelang malam datanglah seorang
kaya, orang Arimatea, yang bernama Yusuf dan yang telah menjadi murid Yesus
juga”.
·
Mark 15:43
- “Karena itu Yusuf, orang Arimatea, seorang
anggota Majelis Besar yang terkemuka, yang juga menanti-nantikan Kerajaan
Allah, memberanikan diri menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus”.
·
Luk 23:50-51
- “(50) Adalah seorang yang bernama
Yusuf. Ia anggota Majelis Besar, dan seorang yang baik lagi benar. (51)
Ia tidak setuju dengan putusan dan tindakan Majelis itu. Ia berasal dari
Arimatea, sebuah kota Yahudi dan ia menanti-nantikan Kerajaan Allah”.
b) Nikodemus jelas juga kaya, dan ini
terlihat dari persembahan yang ia berikan dalam ay 39, dan ia juga berkedudukan tinggi, karena ia
adalah orang Farisi dan seorang pemimpin agama Yahudi (Yoh 3:1), dan juga
seorang pengajar (Yoh 3:10).
2) Ikut Yesus secara
sembunyi-sembunyi.
Baik Yusuf dari Arimatea maupun
Nikodemus adalah murid-murid yang ikut Yesus tidak secara terang-terangan,
tetapi secara sembunyi-sembunyi, karena takut kepada orang-orang Yahudi.
Mungkin hal ini sudah terlihat dalam diri Nikodemus pada waktu ia datang kepada
Yesus pada malam hari (ay 39 bdk. Yoh 3:1).
Mereka takut kepada orang-orang Yahudi
karena orang-orang Yahudi sepakat untuk mengucilkan setiap orang yang mengaku
Yesus sebagai Mesias.
Bdk. Yoh 9:22b - “orang-orang Yahudi itu telah sepakat bahwa setiap orang
yang mengaku Dia sebagai Mesias, akan dikucilkan”.
a) Mengapa
mereka takut?
Orang yang miskin dan tidak mempunyai
kedudukan apa-apa, seperti halnya para murid Yesus, mungkin tidak perlu takut
pada pengucilan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Tetapi lain halnya
dengan Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus, yang kaya dan berkedudukan tinggi.
Pulpit Commentary: “Jesus
in every age has some secret disciples. There are two mentioned here - Joesph
and Nicodemus. Why were they secret? 1. Because of the danger which they
were surrounded. ‘For fear of the Jews.’ What were the influences which excited
their fear? (1) The influence of position. They were in a high worldly
position, members of the chief council of the nation, and to confess Jesus
meant the loss of this. (2) The influence of caste. Caste feelings were
very strong among the Jews; as they are, indeed, specially strong among all
nations, Christian as well as heathen. These councilmen would be outcasts from
society if they accepted Jesus as their Teacher. (3) The influence of
wealth. They were wealthy men, and their public confession of Jesus would mean
the loss of this. 2. Their natural timidity of disposition. We may well
assume that the natural disposition of Joseph and Nicodemus was modest,
thoughtful, cautious, timid, and retiring; and this naturally influenced their
public conduct. ... 3. The essential incompleteness of their faith. Faith
in Christ at this time, in the best, was weak and imperfect. It was so in the
disciples, who had all the advantages of Christ’s ministry and miracles. What
must it have been in these more distant and secret disciples? They had not
enjoyed the advantages of religious education, and therefore their faith was
naturally incomplete” [= Dalam
setiap jaman Yesus mempunyai beberapa murid rahasia / diam-diam. Ada dua yang
disebutkan di sini - Yusuf dan Nikodemus. Mengapa mereka menjadi murid dengan
diam-diam? 1. Karena bahaya yang mengelilingi mereka. ‘Karena takut kepada
orang-orang Yahudi’. Apa pengaruh-pengaruh yang membangkitkan rasa takut
mereka? (1) Pengaruh dari kedudukan. Mereka mempunyai kedudukan duniawi
yang tinggi, anggota-anggota dari dewan utama / mahkamah agama dari bangsa itu,
dan mengakui Yesus berarti kehilangan hal ini. (2) Pengaruh dari kasta.
Perasaan kasta sangat kuat di antara orang-orang Yahudi; dan bahkan sangat kuat
di antara semua bangsa, Kristen maupun kafir. Anggota-anggota mahkamah ini akan
menjadi buangan dari masyarakat jika mereka menerima Yesus sebagai Guru mereka.
(3) Pengaruh kekayaan. Mereka adalah orang kaya, dan pengakuan mereka di depan
umum terhadap Yesus berarti kehilangan kekayaan ini. 2. Kecenderungan
alamiah mereka pada ketakutan. Kita bisa menganggap bahwa kecenderungan alamiah
dari Yusuf dan Nikodemus adalah sopan, bijaksana, hati-hati, takut, dan
malu-malu, dan ini secara alamiah mempengaruhi tingkah laku mereka di depan
umum. ... 3. Ketidak-lengkapan yang hakiki dari iman mereka.
Sebaik-baiknya iman kepada Kristus pada saat ini, itu tetap lemah dan tidak
sempurna. Iman itu begitu dalam diri para murid, yang mempunyai semua keuntungan
dari pelayanan dan mujijat-mujijat Kristus. Bagaimana halnya dengan iman itu
dalam diri murid-murid yang jauh dan diam-diam / rahasia? Mereka tidak
menikmati keuntungan dari pendidikan agama, dan karena itu adalah wajar kalau
iman mereka tidak sempurna] - hal 455.
Calvin: “Till
now, therefore, riches had prevented them from professing to be the disciples
of Christ, and might afterwards have no less influence in keeping them from
making a profession so much hated and abhorred” (= Karena itu, sampai sekarang kekayaan telah
menghalangi mereka dari pengakuan sebagai murid-murid Kristus, dan setelah itu
bisa mempunyai pengaruh yang tidak berkurang dalam menahan mereka untuk membuat
pengakuan yang begitu dibenci dan tidak disukai) - hal 243.
b) Apapun alasannya untuk mengikuti
Yesus secara sembunyi-sembunyi, mereka tetap harus dipersalahkan.
Calvin: “there
is reason to believe that it was not free from blame. ... the weakness of faith
is manifested, whenever the confession of faith is withheld through fear. We ought
always to consider what the Lord commands, and how far he bids us advance. He
who stops in the middle of the course shows that he does not trust in God, and
he who sets a higher value on his own life than on the command of God is
without excuse” (= ada alasan
untuk percaya bahwa ini tidak bebas dari kesalahan. ... kelemahan iman
diwujudkan, kapanpun pengakuan iman ditahan oleh takut. Kita harus selalu
mempertimbangkan apa yang Tuhan perintahkan, dan sejauh apa Ia meminta kita
untuk maju. Ia yang berhenti di tengah perjalanan menunjukkan bahwa ia tidak
mempercayakan dirinya kepada Allah, dan ia yang menghargai hidup / nyawanya
sendiri lebih dari perintah Allah tidak bisa dimaafkan) - hal 244,245.
c) Bahwa Yusuf dari Arimatea tetap
disebut sebagai ‘murid’ sekalipun ia sebetulnya tidak terlalu berhak dengan
sebutan itu, menunjukkan kasih / kemurahan hati Allah terhadap anakNya yang
bersalah.
Calvin: “When
we perceive that the Evangelist bestows on Joseph the honourable designation of
‘a disciple,’ at a time when he was excessively timid, and did not venture to
profess his faith before the world, we learn from it how graciously God acts
towards his people, and with what fatherly kindness he forgives their offences” (= Pada waktu kita mengerti bahwa sang Penginjil
memberikan kepada Yusuf sebutan ‘murid’, pada saat ia takut secara berlebihan,
dan tidak berani untuk mengakui imannya di hadapan dunia, kita belajar darinya
betapa murah hatinya Allah bertindak kepada umatNya, dan dengan kebaikan yang
bersifat kebapaan yang bagaimana Ia mengampuni pelanggaran mereka) - hal 245.
3) Pada saat Yesus mati, Yusuf dari
Arimatea datang kepada Pontius Pilatus untuk meminta mayat Yesus untuk
dikuburkan, dan Nikodemus membawa rempah-rempah untuk membalsem tubuh Yesus.
a) Hendriksen mengatakan bahwa dari
Luk 23:55 terlihat bahwa selain Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus, juga
ada beberapa perempuan yang ikut menguburkan Yesus.
Luk 23:55 - “Dan perempuan-perempuan yang datang bersama-sama dengan
Yesus dari Galilea, ikut serta dan mereka melihat kubur itu dan bagaimana
mayatNya dibaringkan”.
b) Tindakan dari Yusuf dari Arimatea
yang meminta ijin kepada Pontius Pilatus untuk menurunkan mayat Yesus,
menunjukkan bahwa orang yang mau melayani Tuhan tetap harus mentaati aturan
main, seperti Firman Tuhan, dan bahkan hukum negara (selama hukum ini tidak
bertentangan dengan Kitab Suci).
c) Hendriksen mengatakan bahwa
tindakan dari Yusuf dari Arimatea ini merupakan tindakan yang berani, karena ia
melakukan hal ini sekalipun ia tahu bahwa rekan-rekan Sanhedrinnya pasti akan
mengetahui apa yang ia lakukan.
Sebetulnya, Yusuf dari Arimatea
bukannya sama sekali tidak takut. Ia tetap mempunyai rasa takut tersebut,
tetapi ia tidak mau tunduk pada rasa takut itu, sebaliknya melawannya, dan menang.
Ini terlihat dari kata ‘memberanikan
diri’ dalam Mark
15:43.
Mark 15:43 - “Karena itu Yusuf, orang Arimatea, seorang anggota
Majelis Besar yang terkemuka, yang juga menanti-nantikan Kerajaan Allah, memberanikan
diri menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus”.
NASB: ‘he
gathered up courage’ (= ia mengumpulkan keberanian).
Sedangkan untuk Nikodemus, Pulpit
Commentary (hal 449) mengatakan bahwa mungkin ia menjadi berani karena terpengaruh
oleh teladan dari Yusuf dari Arimatea. Ini merupakan suatu contoh tentang
menularnya keberanian. Tetapi bukan hanya keberanian yang menular! Rasa takut
juga! Ini perlu direnungkan oleh orang-orang yang selalu takut-takut dan
mengikut Yesus secara sembunyi-sembunyi.
Penerapan:
Hal-hal apa yang seharusnya saudara
lakukan, tetapi tidak saudara lakukan, karena takut? Mengaku Yesus di depan
manusia teman / keluarga? Memimpin doa di depan umum? Melayani sebagai pemimpin
liturgist? Memberitakan Injil? Menjadi guru Sekolah Minggu? Melayani dalam
paduan suara / vocal group / duet / solo dsb? Kalau saudara memang yakin bahwa
hal itu adalah kehendak Tuhan bagi saudara, kumpulkanlah keberanian, dan
berusahalah untuk melakukannya!
d) Apa yang menyebabkan kedua orang
yang tadinya takut-takut dan sembunyi-sembunyi itu lalu menjadi berani
menampilkan diri? Seorang penafsir dari Pulpit Commentary (hal 455) memberikan
beberapa kemungkinan yang bisa dipikirkan:
1. Tingkah laku Kristus pada saat ada
di kayu salib, yang begitu kasih, lembut dan sebagainya.
2. Tingkah laku yang begitu jahat dari
para tokoh Yahudi.
3. Sikap Pontius Pilatus yang jelas
menentang orang-orang Yahudi dan memihak kepada Yesus.
4. Bukti dari alam, seperti adanya
matahari yang berhenti bersinar, gempa bumi, sobeknya tirai Bait Suci, pada
saat Kristus disalib dan mati.
5. Kematian Kristus sendiri.
Pulpit Commentary: “Only
at the death of a dear one we and others come to know how much we loved him in
life. Joseph and Nicodemus never knew that they loved Jesus so much till he was
crucified and had passed away” (=
Hanya pada saat kematian dari orang yang dikasihi maka kita dan orang-orang
lain mengetahui betapa kita mengasihinya dalam kehidupan. Yusuf dan Nikodemus
tidak pernah tahu bahwa mereka begitu mengasihi Yesus sampai Ia disalibkan dan
mati) - hal 455.
Barclay: “The
death of Jesus had done for Joseph and Nicodemus what not even his life could
do. No sooner had Jesus died on the Cross than Joseph forgot his fear and bearded
the Roman governor with a request for the body. No sooner had Jesus died on the
Cross than Nicodemus was there to bring a tribute that all men could see. The
cowardice, the hesitation, the prudent concealment were gone. ... Jesus had not
been dead an hour when his own prophecy came true: ‘I when I be lifted up from
the earth will draw all men to myself’ (John 12:32). ... The power of the Cross
was even then turning the coward into the hero, and the waverer into the man
who took an irrevocable decision for Christ” [= Kematian Yesus telah melakukan bagi Yusuf dan
Nikodemus apa yang bahkan tidak bisa dilakukan oleh kehidupanNya. Begitu Yesus
mati pada kayu salib Yusuf lupa akan rasa takutnya dan menghadap sang gubernur
Romawi dengan suatu permohonan untuk tubuhNya. Begitu Yesus mati pada kayu
salib Nikodemus ada di sana untuk membawa suatu penghormatan / penghargaan yang
bisa dilihat oleh semua orang. Rasa takut, keragu-raguan, penyembunyian yang
bijaksana / hati-hati hilang. ... Yesus belum mati selama 1 jam pada saat
nubuatNya terbukti kebenarannya: ‘dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi,
Aku akan menarik semua orang datang kepadaKu’ (Yoh 12:32). ... Pada saat
itulah kuasa dari salib mengubah seorang penakut menjadi seorang pahlawan, dan
seorang yang ragu-ragu menjadi seorang yang mengambil suatu keputusan untuk
Kristus yang tidak dapat dibatalkan] - hal 263-264.
6. Bisa juga ditambahkan alasan dari
Leon Morris di bawah ini.
Leon Morris (NICNT): “We
hear of him neither before nor after this incident. The burial of Jesus is the
one thing by which he is known. ... It may be that he felt that in Jesus’
lifetime he had paid him little honor, and that he was now presented with his
last opportunity. The Jews of that day regarded proper burial of their dead as
most important” (= Kita tidak
mendengar tentang dia sebelum ataupun sesudah peristiwa ini. Penguburan Yesus
adalah satu-satunya hal oleh mana ia dikenal. ... Mungkin ia merasa bahwa pada
saat Yesus hidup ia memberikan kepadaNya sedikit hormat, dan sekarang ia mau
memberikan hormat itu pada kesempatannya yang terakhir. Orang-orang Yahudi pada
jaman itu menganggap penguburan yang layak dari orang-orang mati mereka sebagai
hal yang sangat penting)
- hal 824,825.
e) Kehebatan tindakan Yusuf dari
Arimatea dan Nikodemus terlihat kalau kita mempertimbangkan hal-hal ini.
Pulpit Commentary: “All
this was manifested at the darkest hour. (1) When his enemies had completed
their work. ... When hatred had reached its highest mark of triumph, latent and
secret love reached a higher mark of public courage. (2) When his friends had
deserted him. Only the women and the beloved disciple were in attendance at his
last hour. None of his public followers came to bury him, nor follow his body
to the tomb. Then these secret disciples came forward as the reverse force of
the King, and courageously and lovingly performed his sacred obsequies. (3)
When his cause was apparently at an end. Nicodemus never came to him on such a
dark night as this. The common faith was eclipsed, and hope all but
extinguished; but then the faith, hope, and love of these private disciples
glowed and shone in the gloom of death” [= Semua ini ditunjukkan pada saat yang paling gelap.
(1) Pada waktu musuh-musuhNya telah menyelesaikan pekerjaan mereka. ... Pada
waktu kebencian telah mencapai batas kemenangan yang tertinggi, kasih yang
tersembunyi dan rahasia mencapai batas yang lebih tinggi dari keberanian yang
terbuka. (2) Pada waktu teman-temanNya telah meninggalkanNya. Hanya para
perempuan dan murid yang kekasih yang hadir pada saat terakhir. Tidak ada dari
pengikut umumNya yang datang untuk menguburkanNya, ataupun mengikuti tubuhNya
ke kubur. Pada saat itulah murid-murid rahasia ini maju sebagai pasukan
cadangan dari sang Raja, dan dengan berani dan kasih melaksanakan upacara
penguburan yang kudus / keramat. (3) Pada waktu kegiatan / gerakanNya
kelihatannya berakhir. Nikodemus tidak pernah datang kepadaNya pada malam yang
segelap ini. Iman pada umumnya mundur, dan pengharapan padam; tetapi pada saat
itu iman, pengharapan, dan kasih dari murid-murid privat ini berpijar dan
bersinar dalam kesuraman / kegelapan dari kematian] - hal 456.
f) Kontras
yang aneh.
Pulpit Commentary: “The
cross brings out curious contrasts in the conduct and circumstances of those
who are related to Christ. (a) The disciples, who were openly identified with
him in life forsake him in his last extremity, and have no share in the honours
of burial. (b) Two disciples, who had no open relations with him in life, step
forward boldly at his death, and give him the last offices of the dead” [= Salib menghasilkan / menunjukkan kontras yang aneh
dalam tingkah laku dan keadaan dari mereka yang berhubungan dengan Kristus.
(a) Murid-murid, yang secara terbuka / terang-terangan memihak kepadaNya
dalam kehidupan, meninggalkan Dia pada saat kebutuhanNya yang sangat dan
terakhir, dan tidak ambil bagian dalam kehormatan dari penguburan. (b) Dua
murid, yang tidak mempunyai hubungan terbuka / terang-terangan dengan Dia dalam
kehidupan, melangkah ke depan dengan berani pada saat kematianNya, dan
memberikan kepadaNya pelayanan / upacara orang mati] - hal 440.
Mungkin ini bisa dianggap sebagai
penggenapan dari kata-kata Yesus dalam Mat 19:30 - “Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang
terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu.’”.
Karena itu jangan terlalu merendahkan
orang-orang yang kelihatannya ada di bawah saudara, karena mungkin mereka akan
menyalip saudara. Dan juga jangan bangga dengan apa yang sudah saudara capai,
sehingga lalu saudara menjadi lengah dan malah tertinggal di belakang! Setiap
saat setiap orang kristen harus berjuang secara maximal!
g) Bagaimanapun bagusnya apa yang
dilakukan oleh Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus di sini, sebetulnya jauh lebih
baik kalau mereka menunjukkan kesetiaan dan keberanian mereka pada saat Yesus
masih hidup. Ini bukan hanya berlaku dalam sikap kita terhadap Yesus tetapi
juga terhadap orang-orang lain, khususnya orang-orang yang kita kasihi.
Barclay: “We
so often leave our tributes until people are dead. How much greater would
loyalty in life have been than a new tomb and a shroud fit for a king. One
flower in life is worth all the wreaths in the world in death; one word of love
and praise and thanks in life is worth all the panegyrics in the world when
life is gone” (= Kita begitu
sering membiarkan penghormatan / penghargaan sampai seseorang mati. Kesetiaan
dalam kehidupan akan sangat lebih besar dari pada kuburan yang baru dan kain
kapan yang cocok untuk seorang raja. Sekuntum bunga dalam kehidupan sama
nilainya dengan semua rangkaian bunga di seluruh dunia dalam kematian; satu
perkataan kasih dan pujian dan terima kasih dalam kehidupan sama nilainya
dengan semua pidato pujian di seluruh dunia pada saat kehidupan sudah hilang) - hal 263.
4) Pembalseman / pemberian
rempah-rempah.
a) Nikodemus
tidak datang dengan hati / tangan yang kosong.
Pulpit Commentary: “He
came to the funeral neither empty-hearted nor empty-handed, but with a princely
gift - abundance of spices to embalm the dead but sacred corpse” (= Ia datang ke penguburan tidak dengan hati yang kosong
ataupun tangan yang kosong, tetapi dengan pemberian untuk bangsawan -
rempah-rempah yang berlimpah-limpah untuk membalsem mayat / tubuh yang mati tetapi
kudus / keramat) - hal
456.
b) Rempah-rempah itu (mur dan gaharu)
berfungsi untuk mencegah pembusukan.
Pulpit Commentary: “The
myrrh and aloes were pounded and mixed for the purposes of resisting the
decomposition of death” (= Mur
dan gaharu ditumbuk dan dicampur dan ditujukan untuk menahan pembusukan dari
kematian) - hal 435.
Tasker (Tyndale): “The
body is then laid in a new tomb free from all corrupting influences; God’s Holy
One is not destined to see corruption, and He must rise from the dead with His
human body unimpaired except for the scars of His passion” (= Lalu tubuh itu diletakkan dalam kubur yang baru, yang
bebas dari semua pengaruh pembusukan; Yang Kudus dari Allah tidak ditentukan
untuk melihat / mengalami pembusukan, dan Ia harus bangkit dari antara orang
mati dengan tubuh manusiaNya tanpa cacat kecuali bekas luka dari
penderitaanNya) - hal
220.
c) Cara Yahudi dalam melakukan
pembalseman berbeda dengan cara orang Mesir.
F. F. Bruce: “This
procedure was not the Egyptian practice of embalming: the Jews did not first
remove various internal organs from the body and fill the cavities with sweet
spices, as the Egyptians did” (=
Prosedur ini bukanlah merupakan praktek orang Mesir dalam melakukan
pembalseman: orang Yahudi tidak membuang organ-organ dalam dari tubuh dan
mengisi rongga itu dengan rempah-rempah yang manis, seperti yang dilakukan oleh
orang Mesir) - hal
379.
d) George Hutcheson mengatakan (hal
409) bahwa orang-orang Yahudi melakukan pemberian rempah-rempah dsb, karena
mereka mempercayai bahwa pada akhir jaman orang yang mati akan bangkit dengan
tubuh yang sama (Catatan: tentu ini tidak berlaku untuk
orang-orang Saduki yang tidak mempercayai kebangkitan orang mati).
e) Tetapi dalam kasus Kristus, mereka tidak
mempercayai bahwa Ia akan bangkit pada hari ketiga seperti yang telah
dinubuatkanNya.
Adam Clarke: “It
appears plainly, from embalming, &c., that none of these persons had any
hope of the resurrection of Christ. They considered him as a great and eminent
prophet, and treated him as such”
(= Kelihatan dengan jelas, dari pembalseman dsb., bahwa tidak seorangpun dari
orang-orang ini yang mempunyai pengharapan tentang kebangkitan Kristus. Mereka
menganggapNya sebagai nabi yang besar dan menonjol, dan memperlakukannya
sebagai nabi yang besar dan menonjol) - hal 655.
f) Rempah-rempah yang dibawa
oleh Nikodemus begitu banyak. Apa maksudnya?
1. Ini mungkin sengaja dimaksudkan
untuk menunjukkan bahwa Yesus adalah seorang Raja.
F. F. Bruce: “why
so great a weight of aromatic spices to prepare one man’s body for burial? One
would not be surprised if it were for a royal burial - but that is precisely
what Jesus’ burial in the eyes of Nicodemus, and probably of Joseph too” (= mengapa rempah-rempah harum yang begitu banyak
digunakan untuk mempersiapkan penguburan tubuh seorang manusia? Kita tidak akan
merasa heran seandainya hal itu dilakukan untuk penguburan seorang raja -
tetapi itulah tepatnya arti penguburan Yesus dalam pandangan Nikodemus, dan mungkin
juga dalam pandangan Yusuf) - hal 379.
Leon Morris (NICNT): “there
is evidence that large quantities were used in royal burials (cf. 2Chron.
16:14), and the probability is that John is reminding us again of Jesus’
kingship” [= ada bukti bahwa
kwantitas / jumlah yang banyak itu digunakan dalam penguburan seseorang raja
(bdk. 2Taw 16:14), dan mungkin Yohanes sedang mengingatkan kita lagi
tentang ke-raja-an dari Yesus] - hal 825.
2Taw 16:13-14 - “Kemudian Asa mendapat perhentian bersama-sama nenek
moyangnya. Ia mati pada tahun keempat puluh satu pemerintahannya, dan
dikuburkan di kuburan yang telah digali baginya di kota Daud. Mereka
membaringkannya di atas petiduran yang penuh dengan rempah-rempah dan segala
macam rempah-rempah campuran yang dicampur menurut cara pencampur
rempah-rempah, lalu menyalakan api yang sangat besar untuk menghormatinya”.
2. Ini merupakan pengaturan Allah
sehingga Yesus, setelah mengalami penderitaan dan kematian yang begitu hina,
mendapatkan penguburan yang terhormat, dan ini merupakan suatu persiapan untuk
kemuliaan dari kebangkitanNya.
Calvin: “When
Christ had endured extreme ignominy on the cross, God determined that his
burial should be honourable, that it might serve as a preparation for the glory
of his resurrection. The money expended on it by Nicodemus and Joseph is very
great, and may be thought by some to be superfluous; but we ought to consider
the design of God, who even led them, by his Spirit, to render this honour to
his own Son, that, by the sweet savour of his grave, he might take away our
dread of the cross” (= Pada waktu
Kristus telah menanggung cela / kehinaan yang extrim pada kayu salib, Allah
menentukan bahwa penguburanNya harus terhormat, supaya itu bisa berfungsi
sebagai persiapan untuk kemuliaan dari kebangkitanNya. Uang yang dikeluarkan
untuk itu oleh Yusuf dan Nikodemus adalah sangat besar, dan bisa dianggap oleh
sebagian orang sebagai berlebihan; tetapi kita harus mempertimbangkan rencana
Allah, yang membimbing mereka oleh RohNya, untuk memberikan kehormatan ini bagi
AnakNya sendiri, supaya oleh bau yang harum dari kuburNya, Ia bisa mengambil
rasa takut kita pada salib) - hal 245.
Tetapi Calvin lalu menambahkan
kata-kata di bawah ini untuk menjaga supaya kita tidak meniru apa yang tidak
seharusnya ditiru dalam melakukan upacara penguburan.
Calvin: “But
those things which are out of the ordinary course ought not to be regarded as
an example. Besides, the Evangelist expressly states that he was buried
according to the custom of the Jews. ...This is the reason why allowance could
then be made for a greater pomp of ceremonies, which, at the present day, would
not be free from blame” (= Tetapi
hal-hal itu, yang merupakan sesuatu yang di luar jalan yang biasa, tidak boleh
dianggap sebagai suatu teladan. Disamping itu, sang Penginjil menyatakan secara
jelas bahwa Ia dikuburkan menurut adat orang Yahudi. ... Ini adalah alasan
mengapa pada saat itu diijinkan untuk melakukan upacara yang megah / besar,
yang pada saat ini tidak bebas dari kesalahan) - hal 245,246.
Penerapan:
Jangan menghamburkan uang (demi
gengsi?) hanya untuk melakukan penguburan.
5) Kubur dan penguburan Yesus.
a) Pemilik kuburan itu adalah Yusuf
dari Arimatea (Mat 27:60), yang adalah orang kaya (Mat 27:57). Jadi ini
menggenapi Yes 53:9.
Yes 53:9 - ‘dan dalam
matinya ia ada di antara penjahat-penjahat’. Ini salah terjemahan.
KJV: ‘and with the rich in his death’
(= dan bersama orang kaya dalam matinya).
RSV: ‘and with a rich man in his death’
(= dan bersama seorang kaya dalam matinya).
NIV: ‘and with the rich in his death’ (= dan bersama orang
kaya dalam kematiannya).
NASB: ‘Yet He was with a rich man in His death’ (= Tetapi Ia
bersama dengan seorang kaya dalam matiNya).
Barnes’ Notes: “The
fulfilment of this is the more remarkable, because during his life he
associated with the poor, and was himself poor” (= Penggenapan nubuat ini makin luar biasa, karena dalam
sepanjang hidupNya Ia bergaul dengan orang miskin, dan Ia sendiri adalah orang
miskin) - hal 142.
b) Letak
dari kubur Yesus.
Ada petunjuk-petunjuk tentang letak
dari kubur Yesus:
1. Dekat tempat di mana Yesus
disalibkan (ay 41).
a. Ini
merupakan penyediaan Tuhan.
William Hendriksen: “Kind
providence provided a near-by tomb. It was the Jew’s day of Preparation. ... In
other words, it was Friday. Sunset was approaching. Hence, in order that
everything might be finished before sabbath, no time must be lost. The body of
Jesus could not be buried in a distant tomb. Time would not allow” (= Providensia yang baik menyediakan kubur yang dekat.
Itu merupakan hari persiapan orang Yahudi. ... Dengan kata lain, itu adalah
hari Jum’at. Terbenamnya matahari sedang mendekat. Karena itu, supaya segala
sesuatu bisa diselesaikan sebelum sabat, tidak ada waktu boleh hilang. Tubuh
Yesus tidak bisa dikuburkan di kubur yang jauh. Waktu tidak mengijinkan) - hal 443.
b. Karena kita tidak tahu dengan pasti
dimana Ia disalibkan, maka kita juga tidak tahu dengan pasti dimana Ia
dikuburkan.
2. Kubur itu terletak di sebuah taman
(ay 41).
Tasker (Tyndale): “The
fall of the first Adam took place in a garden; and it was in a garden that the
second Adam redeemed mankind from the consequences of Adam’s transgression” (= Kejatuhan dari Adam pertama terjadi di sebuah taman;
dan di sebuah tamanlah Adam yang kedua menebus umat manusia dari konsekwensi /
akibat pelanggaran Adam)
- hal 219.
Catatan: kata-kata di atas ini agak aneh,
karena penebusan terjadi di Golgota, bukan di kubur Yesus.
Thomas Whitelaw: “In
a garden (Eden) centuries before, death achieved its first victory (Gen. 3:1);
it was fitting that in a garden that victory should be reversed” [= Dalam sebuah taman (Eden) berabad-abad sebelumnya,
kematian mencapai kemenangannya yang pertama (Kej 3:1); maka cocoklah
kalau di sebuah tamanlah kemenangan itu harus dibalik] - hal 420.
Dari petunjuk-petunjuk ini, pada saat
ini kita tetap tidak bisa tahu dimana kubur Yesus yang sebenarnya. Yang pada
saat ini dikatakan sebagai tempat lahir, tempat penyaliban, dan kubur Yesus
hanya merupakan propaganda demi menarik para turis, dan itu semua hanyalah
dusta.
Mungkin banyak orang, khususnya orang
kristen, yang menyayangkan bahwa kita tidak bisa tahu letak kubur Yesus yang
sebenarnya. Tetapi William Hendriksen berpendapat sebaliknya.
William Hendriksen: “The
tomb was located in Joseph’s garden, in the immediate vicinity of the cross.
The exact spot cannot be pointed out today. This is something for which we may
well thank God. Had it been known, the place would probably have received
more honor than the Christ. (Some of the spirit, in fact, prevails even
today, in connection with those places which are advertised as being
authentic.)” [= Kubur itu
terletak di taman Yusuf, dekat dengan tempat penyaliban. Tempat yang persis
tidak bisa ditunjukkan saat ini. Ini adalah sesuatu untuk mana kita boleh
bersyukur kepada Allah. Seandainya tempat itu diketahui, mungkin tempat itu
akan menerima lebih banyak penghormatan dari pada Kristus (Dalam faktanya,
kecenderungan seperti itu ada pada saat ini, berhubungan dengan tempat-tempat
yang dipublikasikan sebagai tempat yang asli)] - hal 444-445.
c) Kubur itu adalah kubur yang masih
baru (ay 41), dalam arti belum pernah digunakan (Luk 23:53b).
Ini merupakan sesuatu yang penting,
karena dengan demikian yang nanti bangkit pada hari ketiga, tidak bisa tidak
adalah Yesus sendiri, bukan mayat lain yang sudah dikubur lebih dulu di kuburan
itu.
Pulpit Commentary: “Matthew,
Luke, and John remark that it was kainon,
not simply neon, ‘recently made’, but ‘new in the sense of being as yet
unused’, thus preventing the possibility of any confusion, or any subordinate
miracle, such as happened at the grave of Elisha (2Kings 13:21), and so our
Lord’s sacred body came into no contact with corruption” [= Matius, Lukas, dan Yohanes menyatakan bahwa kubur itu
kainon (KAINON), bukan sekedar neon (NEON), ‘baru dibuat’, tetapi ‘baru dalam arti belum pernah digunakan’, dan
dengan demikian menghalangi kemungkinan kekacauan, atau mujijat yang lebih
rendah, seperti yang terjadi pada kubur Elisa (2Raja 13:21), dan dengan
demikian tubuh Tuhan yang kudus / keramat tidak berhubungan dengan pembusukan] - hal 435.
W. E. Vine: “1. KAINOS
(kainoj) denotes new, of that which is unaccustomed or unused,
not new in time, recent, but new as to form or quality, ... 2. NEOS (neoj) signifies new in respect of time” [= 1. KAINOS (kainoj)
menunjukkan baru, dari sesuatu yang tidak dikenal atau tidak / belum dipakai,
bukan baru dalam waktu, atau baru saja, tetapi baru berkenaan dengan bentuk
atau kwalitet, ... 2. NEOS (neoj) berarti baru
berkenaan dengan waktu]
- ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’, hal 781,782.
d) Pentingnya
penguburan Yesus.
Pulpit Commentary: “It
is observable that all four evangelists record, and with many details, the
interment of the Son of man. This is accounted for, not so much by any
intrinsic importance belonging to burial, as by its intermediate position
between the crucifixion and the resurrection of our Lord. ... The
burial of Jesus is of moment, as establishing the fact of his actual death.
It has been absurdly contended by some infidel theorizers, ... that he did not
really die upon the cross, that he merely fell into a swoon, from which, under
the care of his friends, he recovered. If such had been the case, the body
could not have been laid in the tomb and left there” (= Bisa terlihat bahwa keempat penginjil mencatat,
dengan banyak hal-hal terperinci, penguburan dari Anak Manusia. Ini disebabkan
bukan karena ada sesuatu kepentingan yang hakiki dalam penguburan itu, tetapi
karena posisinya yang terletak di antara penyaliban dan kebangkitan dari Tuhan
kita. ... Penguburan Yesus merupakan sesuatu yang penting untuk
meneguhkan fakta bahwa Ia betul-betul mati. Beberapa ahli teori kafir telah
membantah secara menggelikan, ... bahwa Ia tidak betul-betul mati di kayu
salib, bahwa Ia hanya pingsan, dari mana, di bawah perawatan murid-muridNya, Ia
pulih kembali. Seandainya demikian halnya, tubuh itu tidak mungkin diletakkan
dalam kubur dan ditinggalkan di sana) - hal 448-449.
William Hendriksen: “The
burial of Jesus was a necessary element in his humiliation. By means of
it he sanctified the grave for all his followers. ... Although the
entombment is an element in Christ’s humiliation, nevertheless it affords a
foreglimpse of his exaltation: it is a new tomb. Decay had never entered it.
The body of Jesus did not suffer corruption. God took care of that. The tomb
belonged to a rich man. It was a tomb fit for a king! Here everything points to
exaltation” (= Penguburan
Yesus merupakan elemen yang perlu dalam perendahanNya. Melalui
penguburan itu Ia menguduskan kubur bagi semua pengikutNya. ... Sekalipun
penguburan merupakan satu elemen dalam perendahan Kristus, bagaimanapun hal itu
memberikan pandangan sekilas dari pemuliaanNya: itu adalah kubur yang baru.
Pembusukan belum pernah memasuki kubur itu. Tubuh Yesus tidak mengalami
pembusukan. Allah mengurus hal itu. Kubur itu milik seorang kaya. Itu adalah kubur
yang cocok untuk seorang raja! Di sini segala sesuatu menunjuk pada pemuliaan) - hal 444,445.
Kepentingan lain dari penguburan Yesus
adalah supaya nanti pada saat Ia bangkit, Ia bisa memberikan keyakinan kepada
para pengikutNya bahwa kubur tidak bisa menahan mereka.
6) Bahwa Yesus dikubur, bukan
dikremasi, tidak bisa dijadikan alasan untuk menentang kremasi. Mengapa? Karena
tidak setiap apa yang Yesus lakukan / alami harus kita tiru. Yesus tidak pernah
pacaran / menikah. Haruskah itu kita tiru? Yesus berpuasa 40 hari 40 malam,
haruskah kita tiru? Yesus berjalan di atas air, haruskah kita tiru? Yesus mati
disalib untuk menebus dosa manusia, haruskah kita tiru? Sudah jelas tidak!
Demikian juga halnya dengan penguburan yang dialami oleh Yesus, ini tidak harus
ditiru!
Banyak hamba Tuhan / orang kristen yang
anti kremasi memberikan bermacam-macam argumentasi untuk menetang kremasi,
tetapi saya berpendapat bahwa tidak satupun argumentasi mereka yang bisa
dipertahankan. Inilah argumentasi-argumentasi mereka beserta jawabannya dari
saya:
a) Mereka
mengatakan bahwa api adalah simbol hukuman.
Loraine Boettner: “In
the Bible fire is the type or symbol of destruction” (= Dalam Alkitab api adalah type atau simbol dari
penghancuran) - ‘Immortality’,
hal 51.
Saya menjawab:
Simbol maupun type dalam Kitab Suci
sering menyimbolkan beberapa hal. Misalnya singa yang merupakan simbol dari
setan (1Pet 5:8), juga merupakan simbol dari Tuhan Yesus (Wah 5:5). Demikian
juga dengan ular, yang jelas juga merupakan simbol dari setan (Kej 3 Wah 12:9 Wah 20:2), ternyata juga merupakan type dari Tuhan Yesus
(Bil 21:4-9 bdk. Yoh 3:14-15).
Demikian juga dengan api, bisa menjadi
simbol dari bermacam-macam hal. Api yang adalah simbol hukuman (neraka = lautan
api), juga merupakan simbol Roh Kudus (Kis 2:1-4), penyucian
(Mat 3:11), dan Kitab Suci / Firman Tuhan (Yer 23:29), dan juga bisa
diartikan secara hurufiah (bukan merupakan simbol apa-apa), misalnya dalam Yoh
21:9).
Dalam persoalan kremasi, kita harus
memilih arti terakhir, dimana api berarti secara hurufiah, dan bukan merupakan
simbol apa-apa.
Kalau mau memilih arti secara
sembarangan dan menghubung-hubungkannya secara ngawur, maka juga bisa dikatakan
bahwa orang kristen tidak boleh menggunakan kompor / korek api, karena api
menyimbolkan hukuman!
b) Mereka mengatakan bahwa dalam Kitab
Suci cuma ada pembakaran mayat orang jahat, sedangkan orang saleh / beriman
semua dikubur.
Saya menjawab:
1. Itu omong kosong. Yonatan, anak
Saul, adalah orang beriman dan saleh, tetapi mayatnya dibakar (1Sam 31:1-13).
Perlu juga diketahui bahwa orang-orang
Yabesy-Gilead yang membakar mayat-mayat Saul dan ketiga anaknya itu tidak
melakukan hal itu sebagai suatu penghinaan. Mereka pernah ditolong oleh Saul
dari ancaman bani Amon (1Sam 11:1-dst), dan karena itu apa yang mereka
lakukan di sini pastilah bukan sesuatu yang negatif.
Loraine Boettner mengatakan (hal 52)
bahwa hal yang dilakukan di sini merupakan sesuatu yang abnormal, dan ia
mengutip seorang penafsir yang mengatakan bahwa hal itu dilakukan oleh
orang-orang Yabesy-Gilead supaya mayat-mayat mereka tidak dihina lebih jauh.
Bagi saya ini agak tidak masuk akal.
Kalau orang-orang Yabesy-Gilead menguburkan mayat-mayat tersebut secara
sembunyi-sembunyi, di tempat terpencil, bukankah orang-orang Filistin tidak
bisa menemukannya, dan melakukan penghinaan lebih jauh terhadap mayat-mayat
itu?
2. Dalam Kitab Suci memang hampir
semua orang dikubur, karena pada jaman itu hanya ada sedikit manusia, dan tanah
kuburan bisa didapat dengan mudah dan murah. Tetapi jaman berubah! Makin
banyaknya manusia dan makin penuhnya dunia ini menyebabkan kuburan sukar
didapat dan mahal. Ada yang mengatakan bahwa di Hongkong seseorang haruslah
sangat kaya untuk bisa membeli kuburan. Dan seluruh dunia menjurus pada keadaan
seperti itu, sehingga lambat laun tidak ada orang yang bisa membeli kuburan.
Karena itu, mengingat Kitab Suci memang tidak melarang kremasi, maka pilihan
pada kremasi tentu merupakan pilihan yang bijaksana (dan tetap alkitabiah,
karena sekalipun tidak pernah diperintahkan, tetapi juga tidak pernah
dilarang).
c) Loraine Boettner mengatakan (hal
52) bahwa penguburan merupakan metode Allah, karena pada waktu Ia menguburkan
Musa, Ia bukan mengkremasinya, tetapi menguburkannya (Ul 34:5-6).
Jawaban saya:
1. Allah hanya pernah sekali melakukan
penguburan, dan itu dianggap sebagai metodeNya? Ia pernah 2 x mengangkat orang
tanpa melalui kematian, yaitu Henokh dan Elia. Mengapa ini tidak dianggap sebagai
metodeNya?
2. Penguburan yang Allah lakukan
terhadap Musa, merupakan suatu bagian Kitab Suci yang bersifat descriptive,
artinya menggambarkan apa yang terjadi pada saat itu. Bagian Kitab Suci yang
bersifat descriptive tidak boleh dijadikan rumus / hukum / norma, karena kalau
demikian, maka kita juga harus berpuasa 40 hari dan 40 malam, karena Yesus
melakukan hal itu, dan kita juga tidak boleh kawin karena Yesus juga tidak
kawin, dan kita harus dibaptis di Sungai Yordan, karena Yesus juga demikian.
d) Mereka mengatakan bahwa ada
kemungkinan roh orang yang mati itu, yang masih belum meninggalkan tubuhnya,
bisa menderita karena pembakaran itu.
Bandingkan dengan tulisan Ir.
Herlianto, M. Th. tentang larangan kremasi, yang alasannya adalah: kita tidak tahu
kerugian apa yang akan terjadi pada roh orang itu, yang masih mempunyai
keterkaitan dengan tubuhnya, entah sampai berapa lamanya.
Ir. Herlianto (makalah):
·
“dalam pembakaran demikian kita membuka kemungkinan ikut
terbakarnya roh / jiwa disamping tubuh, sebab kita tidak tahu berapa lama roh /
jiwa manusia masih mempunyai keterkaitan dengan tubuh jasmani setelah seseorang
dinyatakan meninggal secara klinis, dan apa yang dirasakan roh / jiwa saat
terbakar!” - hal 2,
kolom 1.
·
“proses pembakaran jenazah akan berdampak kemungkinan
ikut terbakarnya roh / jiwa yang mungkin masih punya keterikatan dengan tubuh
jasmani itu. Kita jangan berspekulasi mengenai kemungkinan apa yang bisa
terjadi dengan roh / jiwa pada saat kita membakar tubuh jasmaninya dengan sengaja” - hal 3, kolom 1.
·
“Ada kemungkinan bahwa roh / jiwa tidak langsung
melepaskan keterkaitannya dengan tubuh setelah seseorang dinyatakan mati tetapi
membutuhkan waktu beberapa hari, bila demikian pembakaran jenazah dapat
berdampak serius terhadap roh / jiwa yang masih punya keterikatan dengan tubuh” - hal 4, kolom 2.
Saya menjawab:
1. Dari mana ia menyimpulkan bahwa “Ada
kemungkinan bahwa roh / jiwa tidak langsung melepaskan keterkaitannya dengan
tubuh setelah seseorang dinyatakan mati tetapi membutuhkan waktu beberapa hari”? Sejak jaman dulu definisi dari
kematian adalah terpisahnya tubuh dengan jiwa / roh. Kepercayaan bahwa roh
seseorang masih belum meninggalkan tubuhnya pada saat ia mati, adalah
kepercayaan kafir. Dan orang-orang yang mempercayai hal itu lalu
mengadakan slametan (kadang-kadang diganti dengan ‘persekutuan doa’) pada hari
ke 3, ke 7, ke 40, dan sebagainya. Tetapi kepercayaan kafir ini jelas-jelas
bertentangan dengan Kitab Suci.
Bandingkan dengan:
·
1Raja 17:21-22
- “Lalu ia mengunjurkan badannya di atas
anak itu tiga kali, dan berseru kepada TUHAN, katanya: ‘Ya TUHAN, Allahku! Pulangkanlah
kiranya nyawa anak ini ke dalam tubuhnya.’ TUHAN mendengarkan permintaan
Elia itu, dan nyawa anak itu pulang ke dalam tubuhnya, sehingga ia hidup
kembali”.
·
Luk 8:55
- “Maka kembalilah roh anak itu
dan seketika itu juga ia bangkit berdiri. Lalu Yesus menyuruh mereka memberi
anak itu makan”.
·
Luk 23:43,46
- “Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di
dalam Firdaus.’ ... (46) Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: ‘Ya Bapa, ke
dalam tanganMu Kuserahkan nyawa / rohKu.’ Dan sesudah berkata demikian Ia
menyerahkan nyawaNya”.
·
Kis 7:59
- “Sedang mereka melemparinya Stefanus
berdoa, katanya: ‘Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.’”.
Dalam 2 text yang pertama jelas
terlihat bahwa pada saat mati jiwa / roh sudah meninggalkan tubuh, sehingga
pada waktu bangkit jiwa / roh itu dikembalikan / dipulangkan ke tubuhnya.
Dan baik dalam kasus Yesus maupun
Stefanus, mereka mati sambil menyerahkan roh mereka ke tangan Bapa. Jadi jelas
bahwa roh mereka tidak gentayangan di dekat tubuh mereka!
Juga penjahat yang bertobat, tidak
mungkin bisa berada di Firdaus bersama Yesus pada hari itu, kalau rohnya masih
gentayangan di sekitar tubuhnya selama beberapa hari!
Saya ingin memberi lagi tambahan 2
argumentasi yang menarik:
a. Penceritaan tentang kematian
Ananias dan Safira dalam Kis 5:5,10, dan tentang kematian Herodes dalam Kis
12:23.
Kis 5:5,10 - ‘putuslah nyawanya’.
KJV: ‘gave up
/ yielded up the ghost’ (= menyerahkan roh).
RSV/NIV: ‘died’
(= mati).
NASB: ‘breathed
his / her last’ (= menghembuskan nafas terakhir).
Kata Yunani yang dipakai adalah EXEPSUXEN.
Dalam Perjanjian Baru kata ini hanya digunakan 3 x, yaitu dalam Kis 5:5,10
(cerita kematian Ananias dan Safira) dan dalam Kis 12:23 (cerita kematian
Herodes). Kata EXEPSUXEN ini berasal dari kata dasar EKPSUCHO. Kata EKPSUCHO
ini berasal dari 2 kata Yunani yaitu EK [= from (= dari), out from
(= keluar dari), away from (= jauh dari)] + PSUCHE [= soul (=
jiwa)]. Jadi, kata Yunani ini menunjukkan bahwa ‘mati’ merupakan ‘perpisahan
tubuh dengan jiwa’.
b. Cara Paulus menggambarkan kematian
dalam 2Kor 5:8 - “tetapi hati kami
tabah, dan terlebih suka kami beralih dari tubuh ini untuk menetap pada
Tuhan”.
KJV: ‘to be absent from the body, and to be
present with the Lord’ (= absen dari
tubuh, dan hadir dengan Tuhan).
RSV: ‘be away from the body and at home with
the Lord’ (= jauh dari
tubuh dan di rumah dengan Tuhan).
NIV: ‘to be away from the body and at home with the Lord.’ (= jauh dari
tubuh dan di rumah dengan Tuhan).
NASB: ‘to be absent from the body and to be at home with
the Lord’ (= absen dari tubuh dan ada di rumah dengan Tuhan).
Yunani: EKDEMESAI
EK TOU SOMATOS KAI ENDEMESAI PROS TON KURION.
Perhatikan kontras antara EKDEMESAI (= to
go away from home / pergi dari rumah) dan ENDEMESAI (= to come home
/ pulang ke rumah). Jadi kematian digambarkan sebagai ‘pergi dari rumah menjauhi tubuh’, dan ‘pulang ke rumah kepada Tuhan’.
Paulus tentu tidak bisa berbicara
seperti ini kalau pada saat kematian roh orang mati itu masih gentayangan di
sekitar tubuhnya, seperti yang dipercaya oleh Ir. Herlianto!
2. Andaikatapun roh seseorang
masih belum terpisah dengan tubuhnya pada saat mati, adalah omong kosong kalau
ia bisa menderita oleh api duniawi, lebih-lebih kalau ia adalah orang kristen.
Saya berpendapat bahwa orang ini kacau
dalam pengertiannya tentang penebusan Kristus. Karena kalau tidak, seharusnya
ia tahu bahwa pada saat orang kristen mati, penebusan Kristus menyebabkan ia
tidak mungkin menderita lagi. Pada saat masih hidup memang ada penderitaan,
sebagai serangan setan, ujian Tuhan, hajaran / didikan Tuhan, dsb. Pada saat ia
sudah mati, maka semua itu sudah selesai, dan ia sudah disempurnakan
(Ibr 12:23), sehingga tidak mungkin lagi ada penderitaan baginya.
Penderitaan sebagai hukuman juga tidak mungkin, mengingat semua hukuman dosanya
sudah ditanggung oleh Kristus (Ro 8:1).
e) Loraine Boettner mengatakan (hal
50-51) bahwa melakukan penguburan lebih menghormati orang yang mati dari pada
melakukan kremasi.
Saya menjawab:
1. Berdasarkan ayat mana ia mengatakan
bahwa penguburan lebih hormat dari pada kremasi? Saya kira kata-katanya ini
lebih sentimentil dari pada alkitabiah.
2. Lebih-lebih kalau kita melihat
situasi kuburan di Indonesia, dimana banyak kuburan dijadikan tempat tinggal
para gelandangan, maka bagaimana bisa dikatakan lebih hormat mengubur seseorang
dari pada mengkremasinya?
3. Orang mula-mula melakukan kremasi
justru sebagai penghormatan bagi orang yang mati itu.
Encyclopedia Britannica dalam artikel
tentang ‘cremation’ mengatakan bahwa praktek kremasi dimulai oleh
orang-orang Yunani sekitar tahun 1000 S. M., dan mula-mula dilakukan untuk para
tentara yang gugur dalam perang. Karena tidak mungkin membawa pulang mayat
tersebut, maka mereka ini dibakar dan hanya abunya yang dikirim kembali ke
tanah airnya dan lalu dilakukan penguburan di sana. Juga dikatakan bahwa
kremasi dihubungkan secara dekat dengan keberanian dan sifat laki-laki /
jantan, kepatriotan, dan kemuliaan militer. Orang-orang Romawi lalu meniru
orang-orang Yunani dengan mengkremasi para pahlawan yang mati. Jelas bahwa
mereka melakukan ini sebagai suatu penghormatan:
The practice of cremation on open fires was introduced to the Western
world by the Greeks as early as 1000 BC. They seem to have adopted cremation
from some northern people as an imperative of war, to ensure soldiers slain in
alien territory a homeland funeral attended by family and fellow citizens.
Corpses were incinerated on the battlefield; then the ashes were gathered up
and sent to the homeland for ceremonial entombment. Although ground burial continued (even a symbolic sprinkling of earth
over the body fulfilled requirements, as Antigone reveals), cremation became
so closely associated with valour and manly virtue, patriotism, and military
glory that it was regarded as the only fitting conclusion for an epic
life.The Iliad makes plain how elaborate and important cremations were. In
that, Zeus himself forced Achilles to surrender Hector's body to his father so
that he, King Priam of Troy, could have it cremated royally. The greater the
hero, the greater was the conflagration. Achilles set the pattern in providing
a pyre 100 feet (30 m) square for his friend Patroclus. Achilles himself was
incinerated even more gloriously after his death--in "raiment of the
gods" after 17 days of mourning. After the flames were quenched with wine,
his bones were bathed in oil and wine and placed in a golden urn with those of
Patroclus. Lavish funeral feasting and funeral games followed, and a great tomb
was erected for him on a headland above the Hellespont.The Romans followed
Greek and Trojan fashion in cremating their military heroes. Virgil's
Aeneid scornfully contrasts the etiquette of the "unhappy" Latins
with that of the Romans' Trojan ancestors. Virgil describes how during a 12-day
truce, declared so that both armies could cremate dead warriors, the Latins
burned many without ritual or count and later heaped the bones together,
covering them with a mound of earth. The Romans, on the other hand, observed
all the proprieties. They covered the pyre with leaves and fronted it with
cypresses; after it was set ablaze, troops shouting war cries circled it and
cast trophies taken from the slain Latins into the fire. They poured the blood
of animals on the flames, and, when the fires were quenched, washed the bones
in wine and placed them in urns. Cremation became such a status symbol in Rome
that constructing and renting space in columbariums (vaults or similar
structures with niches in the walls to receive the ashes of the dead) became a
profitable business. By about AD 100, however, cremations in the Roman Empire
were stopped, perhaps because of the spread of Christianity. Although
cremation was not explicitly taboo among Christians, it was not encouraged by
them because of pagan associations and because of the concern that it might
interfere with the promised resurrection of the body and its reunion with the
soul. The most practical reason is that cremations were threatening to bring
about serious wood shortages, since so much timber was being felled for pyres.The
pagan Scandinavians favoured cremation, believing that it helped free the
spirit from the flesh and also that it kept the dead from harming the living.
These pagans' practices paralleled the Greek and Roman epic cremations. After
the Icelandic conversion to Christianity in AD 1000, cremation was rare in
western Europe until the 19th century, except in emergencies. During an
outbreak of the Black Death in 1656, for example, the bodies of 60,000 victims
were burned in Naples during a single week.In India and some other
countries where the custom is ancient, cremation is considered very desirable.
It is the wish of all devout Hindus to be incinerated in Varanasi. The
waterfront of that holy city is lined with concrete and marble slabs on which
pyres are erected. The remains are then deposited in the Ganges River. In some
Asiatic countries cremation is available to only a favoured few: in Tibet it is
usually reserved for the high lamas; in Laos it is for those who die
"fortunately" (i.e., of natural causes at the end of a peaceful and
prosperous life). Cremation ceremonies in Bali are colourful and gay. On a
"lucky" day, bodies of a number of worthies, which had been
temporarily buried or embalmed, are carried to a high and decorative tower made
of wood and bamboo and cremated. Forty-two days later a second tower, with
effigies instead of bodies, is burned to assist the soul on its journey toward
the highest heaven. The ashes of the towers, like those of the bodies, are
scattered on the water.
Copyright © 1994-2000 Encyclopędia Britannica, Inc.
f) Loraine Boettner mengatakan
(hal 52) bahwa kremasi berasal dari orang kafir.
Jawaban saya:
Orang kafir juga melakukan penguburan
dari dulu; lalu mengapa tidak mengatakan bahwa penguburan juga berasal dari
orang kafir?
g) Loraine Boettner (hal 53-54) juga
menentang kremasi berdasarkan ayat dalam Korintus dimana Allah mengatakan bahwa
tubuhmu adalah Bait Roh Kudus, dan siapa yang menghancurkannya, akan
dihancurkan oleh Allah (1Kor 6:19
1Kor 3:16-17).
Jawaban saya:
1Kor 3:16-17 - “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah
dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan
bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan
bait Allah itu ialah kamu”.
1Kor 6:18-20 - “(18) Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain
yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan
percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri. (19) Atau tidak tahukah kamu,
bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus
yang kamu peroleh dari Allah, - dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? (20)
Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu
muliakanlah Allah dengan tubuhmu!”.
1. Coba bandingkan kedua text tersebut
di atas. Kalau 1Kor 6:18-20 menggunakan kata ‘tubuhmu’, maka 1Kor 3:16-17 menggunakan kata ‘kamu’. Ungkapan ‘membinasakan
bait Allah / kamu’
tentu tidak bisa disamakan dengan ‘menghancurkan
tubuh melalui kremasi’, karena kata ‘kamu’ mencakup seluruh orang kristen
tersebut!
2. Berbeda dengan 1Kor 3:16-17
yang menggunakan kata ‘kamu’, maka 1Kor 6:19-20 menggunakan
kata ‘tubuhmu’. Saya berpendapat bahwa kata ‘tubuh’ di sini merupakan suatu synecdoche (= gaya bahasa dimana
disebutkan hanya sebagian, tetapi yang dimaksudkan adalah seluruhnya). Dengan
demikian, yang dimaksud dengan ‘tubuh’ adalah ‘seluruh orang kristen’ tersebut. Dan memang tidak masuk akal kalau Roh Kudus
hanya tinggal di dalam ‘tubuh’ kita; Ia pasti tinggal di dalam ‘seluruh diri kita’.
Lalu pada waktu 1Kor 6:20 menyuruh
kita untuk memuliakan Allah dengan tubuh kita, ini tentu tidak ada hubungannya
dengan kremasi ataupun penguburan. Hubungannya adalah dengan 1Kor 6:18
yang berbicara tentang percabulan. Itu tidak boleh dilakukan, karena itu tidak
memuliakan Allah.
Kesimpulan: kedua text ini tidak berhubungan
dengan penguburan atau kremasi, dan menggunakan kedua text ini untuk menentang
kremasi, merupakan suatu cara berargumentasi yang hanya mencari-cari dasar yang
sebetulnya tidak pernah ada.
h) Mereka mengatakan bahwa kremasi
menghancurkan tubuh sehingga tidak bisa dibangkitkan oleh Allah (lihat kutipan
dari Encyclopedia Britannica di atas, pada bagian ke empat yang saya
garis-bawahi).
Loraine Boettner: “No
matter with what refinements cremation is carried out, it still carries with it
the idea of violence and destruction”
(= Tak peduli dengan penghalusan apa kremasi itu dilaksanakan, itu tetap
membawa dengannya gagasan tentang kekerasan / kekejaman dan penghancuran) - ‘Immortality’, hal 51.
Catatan: Loraine Boettner bukan termasuk orang
yang menganggap bahwa karena tubuh hancur, maka Allah tidak bisa membangkitkan.
Saya menjawab:
1. Apakah penguburan tidak
menghancurkan tubuh / mayat? Kalaupun dalam penguburan tulang bisa bertahan
lama, tetap saja daging, kulit, dan otak, mata, organ-organ dalam, dsb, akan
hancur. Kalau Loraine Boettner mau konsisten dengan kata-katanya, ia seharusnya
bukan sekedar menganjurkan penguburan, tetapi sekaligus pembalseman sehingga
seluruh tubuh diawetkan. Atau ia harus mengadakan penguburan di kutub, sehingga
orang mati itu diawetkan secara sempurna.
2. Terhadap orang-orang yang
menganggap bahwa Allah tidak bisa membangkitkan orang yang dikremasi, saya ingin
bertanya: bagaimana dengan orang yang terkena ledakan bom, apalagi bom atom,
atau dimakan ikan / binatang buas? Dan bagaimana nasib para martir yang mati
syahid dengan dibakar hidup-hidup? Apakah mereka semua juga tidak bisa
dibangkitkan?
3. Saya percaya Allah yang maha kuasa
bisa membangkitkan mayat yang bagaimanapun hancurnya! Kepercayaan di atas, yang
mengatakan bahwa Allah tidak bisa membangkitkan tubuh yang dibakar, merupakan
suatu penghinaan terhadap kemahakuasaan Tuhan!
Loraine Boettner, sekalipun ia tidak
setuju dengan kremasi, tetapi ia sendiri mengatakan sebagai berikut:
“In the final analysis it is no doubt correct to say that
the manner of disposal is not a matter of vital importance. We do not believe,
for instance, that in the resurrection there will be any difference between
those who are buried in the graves of the earth and those whose bodies were
destroyed by fire, or devoured by wild beasts, or drowned in the sea, or blown
to bits by the explosion of bombs”
(= Dalam analisa terakhir, tidak diragukan bahwa adalah benar untuk mengatakan
bahwa cara pembuangan bukanlah persoalan yang sangat penting. Kami tidak
percaya, misalnya, bahwa pada saat kebangkitan akan ada perbedaan antara mereka
yang dikubur dalam kubur dari tanah / bumi, dan mereka yang tubuhnya
dihancurkan oleh api, atau dimakan oleh binatang liar, atau ditenggelamkan
dalam laut, atau diledakkan berkeping-keping oleh ledakan bom) - ‘Immortality’, hal 50.
i) Anehnya setelah mengatakan
kata-kata di atas, dalam bagian lain Loraine Boettner bisa berkata:
“the practice of cremation ... is anti-Christian and
should have no place in the practice of the believer. It has no support in
Scripture. The early Church rejected it as a heathen custom, as dishonouring to
the body, and as suggesting the denial of the resurrection. Most of those who
advocate it in our day are religious liberals or humanists who have little or
no faith in the literal resurrection of the body, and not a few of them have
either discarded Christianity or never gave serious allegiance to it in the
first place” (= praktek kremasi
... adalah anti-Kristen dan tidak boleh mendapat tempat dalam praktek dari
orang percaya. Itu tidak mempunyai dukungan dalam Kitab Suci. Gereja mula-mula
menolaknya sebagai suatu kebiasaan kafir, sebagai sikap tidak hormat terhadap
tubuh, dan memberikan kesan penyangkalan terhadap kebangkitan. Kebanyakan dari
mereka yang menganjurkannya pada jaman kita adalah orang-orang Liberal atau
Humanist yang religius, yang mempunyai sedikit iman atau sama sekali tidak
mempercayai kebangkitan hurufiah dari tubuh, dan tidak sedikit dari mereka
membuang kekristenan atau tidak pernah memberikan kesetiaan yang serius pada
kekristenan) - ‘Immortaility’,
hal 54.
Tanggapan saya:
Saya sering menggunakan buku dari Loraine
Boettner, tetapi mungkin jarang atau bahkan tidak ada bagian yang begitu tidak
berdasar dan ngawur seperti kata-katanya di sini. Coba kita soroti satu per
satu.
1. ‘itu
tidak mempunyai dukungan dalam Kitab Suci’.
Seperti yang sudah saya katakan, pada
jaman itu kuburan murah, sehingga bisa menguburkan dengan mudah. Tetapi toh
tetap ada pembakaran mayat Yonatan, yang dalam sepanjang Kitab Suci tidak
pernah disalahkan / disesalkan! Ini bisa saja dianggap sebagai dukungan. Juga
jangan lupa bahwa Kitab Suci juga tidak pernah memberikan larangan untuk
melakukan kremasi.
2. ‘Gereja
mula-mula menolaknya sebagai suatu kebiasaan kafir, sebagai sikap tidak hormat
terhadap tubuh, dan memberikan kesan penyangkalan terhadap kebangkitan’.
Dalam ayat mana gereja mula-mula
menolak kremasi sebagai suatu kebiasaan kafir? Dalam ayat mana gereja mula-mula
menganggap kremasi sebagai suatu sikap tidak hormat terhadap tubuh? Dari mana
terlihat bahwa kremasi memberi kesan penyangkalan terhadap kebangkitan? Semua
ini dikatakan tanpa dasar Kitab Suci manapun!
3. ‘Kebanyakan
dari mereka yang menganjurkannya pada jaman kita adalah orang-orang Liberal
atau Humanist yang religius, yang mempunyai sedikit iman atau sama sekali tidak
mempercayai kebangkitan hurufiah dari tubuh, dan tidak sedikit dari mereka
membuang kekristenan atau tidak pernah memberikan kesetiaan yang serius pada
kekristenan’.
Kalau kebanyakan dari mereka adalah
kafir, tidak berarti semua demikian. Penguburan juga dilakukan oleh banyak
orang kafir!
-AMIN-
email us at : gkri_exodus@lycos.com