Eksposisi Surat Paulus yang Pertama kepada Jemaat di
Korintus
oleh: Pdt. Budi
Asali M.Div.
Bagian ini
ditulis oleh Paulus untuk menjawab
pertanyaan orang Korintus tentang pernikahan.
Paulus mengatakan
bahwa tidak kawin adalah baik
(ay 1)! Bandingkan juga dengan ay 7a,8,26-27,37-38,40. Dari
ayat-ayat ini kelihatannya Paulus mempunyai pandangan yang rendah tentang pernikahan. Benarkah? Tidak mungkin!
1) Kata-kata Paulus bahwa tidak
kawin merupakan sesuatu yang baik bukanlah suatu peraturan yang berlaku secara umum.
Dasarnya:
a) Kej 2:18 mengatakan
bahwa tidak baik kalau manusia
(Adam) seorang diri saja.
b) Kej 1:28 dan
Kej 9:1 memerintahkan manusia untuk berkembang
biak.
c) Dalam 1Tim 4:3 Paulus
sendiri menyerang ajaran yang melarang orang untuk kawin.
Juga dalam 1Tim 5:14 Paulus menganjurkan janda-janda untuk kawin lagi1 (bdk. 1Kor 7:8!).
d) Dalam Ef
5:22-33 Paulus menggunakan pernikahan untuk menggambarkan hubungan Kristus dengan gereja! Kalau ia
menggunakan pernikahan untuk menggambarkan sesuatu yang mulia, sukar bisa dibayangkan
bahwa ia merendahkan pernikahan!
e) 1Kor 7:26,28 jelas menunjukkan bahwa 1Kor 7 ditulis dalam suatu keadaan
darurat!
Kesimpulan: tidak
kawin hanya baik dalam keadaan
khusus.
2) Dalam keadaan khusus seperti itupun, tidak kawin hanya
baik kalau orangnya mempunyai karunia untuk tidak
kawin (ay 7-9)!
Kata-kata Paulus
dalam ay 7-9 tidak berarti bahwa Paulus
sendiri tidak pernah kawin! Dasar
pandangan bahwa Paulus pernah kawin:
a) Ia adalah
seorang rabi / guru Yahudi yang taat, sedangkan dalam agama Yahudi, kawin merupakan
suatu kewajiban.
b) Dalam Kis
26:10 Paulus ikut memberi suara. Jadi, ia adalah
anggota Sanhedrin, dan syarat keanggotaan Sanhedrin adalah ‘sudah kawin’.
Jadi, Paulus
pernah kawin, tetapi mungkin istrinya sudah mati, atau istrinya
menceraikan dia karena dia menjadi
orang kristen, tetapi yang jelas pada saat itu
Paulus membujang lagi! Dan ia tidak
menikah lagi.
Paulus lalu
berkata bahwa ia ingin orang-orang
itu seperti dia, tetapi ini
hanya berlaku untuk orang-orang yang mempunyai karunia untuk hidup membujang!
(ay 7-9 bdk.
Mat 19:10-12).
Sedangkan bagi
orang-orang yang tidak mempunyai karunia membujang, lebih baik kawin (ay 9), karena:
·
bahaya percabulan (ay 2).
·
supaya tidak hangus oleh hawa
nafsu (ay 9).
Catatan: ini tentu bukan satu-satunya alasan mengapa harus kawin! Dalam
Kej 2 belum ada percabulan, tetapi sudah ada
pernikahan.
Tetapi bagaimanapun,
sex adalah salah satu tujuan pernikahan,
dan karena itu, kalau kawin,
harus memenuhi kewajiban terhadap pasangan (ay 3-5)! Puasa sex hanya boleh dilakukan:
¨ dengan persetujuan
bersama.
¨ untuk sementara
waktu.
¨ ada tujuan,
yaitu berdoa. Ini pasti doa
yang khusus, bukan doa biasa. Mengapa?
Karena orang Kristen harus berdoa senantiasa,
sehingga kalau puasa sex ini untuk
doa biasa, maka itu berarti
puasa terus.
Kesimpulan: dalam
keadaan khusus itu:
*
tidak kawin merupakan
sesuatu yang baik bagi orang yang mempunyai karunia membujang.
*
yang tidak mempunyai
karunia membujang, lebih baik kawin!
Tetapi ini
tetap bukan perintah (ay 6).
1) Orang kristen yang menikah dengan orang kristen
(ay 10-11).
Untuk grup
ini Paulus berkata:
a) Tidak boleh
bercerai (ay 10,11b).
·
‘bukan
aku, tetapi Tuhan’ (ay 10).
Artinya: ada
peraturan dari Tuhan Yesus sendiri
(bdk. Mat 5:32
Mat 19:6).
·
Rupa-rupanya Paulus takut bahwa kata-katanya
dalam ay 1 (tidak kawin adalah sesuatu
yang baik) akan menyebabkan orang-orang yang sudah kawin lalu
bercerai, sehingga ia lalu melarang
perceraian.
b) Kalau toh
terjadi perceraian, maka orang yang bercerai itu:
·
tidak boleh kawin
lagi dengan orang lain.
·
boleh rujuk dengan
suami / istri yang diceraikan.
2) Orang kristen yang menikah dengan orang non kristen (ay 12-16).
a) ‘Kepada
orang-orang lain’ (ay 12).
Lit: ‘to the rest’ (= kepada sisanya).
Tadi dalam
ay 10-11 ia berbicara kepada orang kristen
yang menikah dengan orang kristen; sekarang ia berbicara
kepada grup yang lain, yaitu orang kristen
yang menikah dengan orang non kristen.
b) Ini sama
sekali tidak berarti bahwa orang
kristen boleh menikah dengan orang non kristen!! Bagian ini ditujukan
bukan kepada orang-orang yang akan kawin, tetapi kepada
orang-orang yang sudah kawin! Jadi, mungkin
waktu menikah, kedua-duanya kafir, lalu salah satu
bertobat / menjadi kristen.
Kalau berbicara
tentang pernikahan yang akan dilakukan, maka tentu saja
orang kristen tidak boleh menikah
dengan orang non kristen (bdk. 1Kor 7:39 2Kor 6:14)!!
Gereja / pendeta
yang mau melakukan pemberkatan nikah antara orang kristen
dengan orang non kristen, apapun alasannya, adalah gereja / pendeta yang tidak menghiraukan otoritas Kitab Suci / Firman Tuhan!
c) ‘Aku, bukan
Tuhan’ (ay 12).
Ini tidak
berarti bahwa bagian ini bukan
Firman Tuhan! Ini kebalikan dari
ay 10 tadi, sehingga artinya: untuk bagian ini tidak
ada peraturan dari Tuhan Yesus
sendiri. Tetapi bagian ini tetap
adalah Firman Tuhan (bdk. ay 25)!
Sekarang mari
kita perhatikan apa yang Paulus katakan kepada grup yang kedua ini:
1. Kalau yang non kristen mau bercerai,
yang kristen tidak terikat (ay 15).
Artinya: yang kristen
tidak harus mati-matian mempertahankan pernikahan itu. Juga setelah perceraian,
yang kristen boleh menikah lagi.
2. Kalau yang non kristen mau kawin
terus, yang kristen tidak boleh bercerai
(ay 12-13). Mengapa?
a. Suami / anak dikuduskan oleh istri yang kristen (ay 14).
·
keinginan cerai dari pihak kristen,
mungkin disebabkan ia menganggap bahwa
pernikahan itu (khususnya hubungan sex) akan menajiskan dia. Juga anak-anaknya
akan najis. Paulus berkata bahwa pandangan ini tidak benar.
Justru yang kristen akan menguduskan pasangan yang tidak kristen beserta anak-anaknya.
·
‘Kudus’ di sini sama sekali
tidak berarti ‘selamat’ atau ‘diampuni’ atau ‘disucikan’, dsb. Ingat bahwa kata
‘kudus’ arti sebenarnya
adalah ‘berbeda dengan’. Jadi artinya adalah bahwa mereka akan
berbeda dengan orang dunia, karena
adanya anggota keluarga yang kristen itu. Misalnya:
¨ ikut mendapat
perlindungan Tuhan.
¨ adanya doa,
pemberitaan Injil, teguran dari pasangan
yang kristen.
b. Allah memanggil
kita untuk hidup dalam damai
(ay 15b).
Jadi, perceraian
tidak boleh terjadi karena inisiatif dari pihak kristen.
c. Siapa tahu yang kristen bisa memenangkan jiwa pasangannya? (ay 16 bdk. 1Pet 3:1-2).
Lagi-lagi, ayat
ini tidak boleh dipakai sebagai
dasar untuk mengijinkan pernikahan dengan non kristen dengan tujuan mendapatkan
jiwa!
-AMIN-