Pembahasan mengenai Ajaran
Andereas Samudera tentang Dunia Orang Mati
oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
a) Pembahasan
tentang kata SHEOL / HADES.
SHEOL adalah suatu kata bahasa Ibrani, dan HADES adalah
kata bahasa Yunani yang artinya sama dengan SHEOL. Dalam Kitab Suci Indonesia
pada umumnya diterjemahkan ‘dunia orang mati’
(Kej 37:35 Maz 6:6b),
tetapi kadang-kadang diterjemahkan ‘alam maut’ (Mat
16:18 Luk 16:23), atau ‘kerajaan maut’ (Wah 1:18
6:8 20:13,14).
Louis Berkhof: “During the nineteenth century several theologians,
especially in England, Switzerland, and Germany, embraced the idea that the
intermediate state is a state of further probation for those who have not
accepted Christ in this life. This view is maintained by some up to the present
time and is a favourite tenet of the Universalists” [= Dalam abad ke 19 beberapa ahli
theologia, khususnya di Inggris, Swiss, dan Jerman, mempercayai gagasan bahwa intermediate state (masa / keadaan
antara kematian dan kebangkitan) merupakan suatu masa percobaan lebih lanjut
untuk mereka yang belum menerima Kristus dalam hidup ini. Pandangan ini
dipertahankan oleh sebagian orang sampai saat ini dan merupakan suatu ajaran /
pendapat favorit dari para penganut Universalisme] - ‘Systematic Theology’, hal 681.
Pada jaman modern, maka pandangan yang umum tentang ‘intermediate state’ adalah bahwa Sheol / Hades merupakan tempat netral kemana semua orang,
beriman atau tidak beriman, baik atau jahat, akan pergi. Tempat itu bukan
tempat dimana ada pahala ataupun penghukuman, dan tempat itu tidak terbagi
menjadi dua (satu untuk yang baik satu untuk yang jahat), tetapi merupakan
suatu kesatuan tanpa pembedaan moral (Berkhof hal 681).
Tentang pandangan modern ini Louis
Berkhof berkomentar: “it plainly contradicts the Scriptural
representation that the righteous at once enter glory and the wicked at once
descend into the place of eternal punishment” (= ini secara jelas bertentangan dengan
gambaran Kitab Suci bahwa orang benar segera / langsung memasuki kemuliaan dan
orang jahat segera / langsung turun ke tempat penghukuman kekal) - ‘Systematic Theology’, hal 682.
Dan ada beberapa hal, yang bertentangan dengan pandangan
umum ini, yang harus dipertimbangkan:
1. Orang
percaya yang mati digambarkan bahagia.
Louis Berkhof: “If a descent into SHEOL was the gloomy
outlook upon the future, not only of the wicked but also of the righteous, how
can we explain the expressions of gladsome expectation, or joy in the face of
death, such as we find in Num. 23:10; Ps. 16:9,11; 17:15; 49:15; 73:24,26; Isa.
25:8 (comp. 1Cor. 15:54)?” [=
Jika turun ke SHEOL merupakan pemandangan yang suram terhadap masa depan, bukan
hanya bagi orang jahat tetapi juga bagi orang benar, bagaimana kita bisa
menjelaskan ungkapan-ungkapan tentang pengharapan yang gembira, atau sukacita
dalam menghadapi kematian, seperti yang kita dapatkan dalam Bil 23:10; Maz
16:9,11; 17:15; 49:16; 73:24,26; Yes 25:8 (bdk. 1Kor 15:54)?] - ‘Systematic Theology’, hal 683.
Catatan: menurut saya tidak semua
ayat-ayat yang disebutkan Berkhof ini cocok.
Louis Berkhof: “Even the Old Testament testifies to it
that they who die in the Lord enter upon a fuller enjoyment of the blessings of
salvation, and therefore do not descend into any underworld in the literal
sense of the word, Num. 23:5,10; Ps. 16:11; 17:15; 73:24; Prov. 14:32. Enoch
and Elijah were taken up, and did not descend into an underworld” (= Bahkan Perjanjian Lama menyaksikan
bahwa mereka yang mati dalam Tuhan masuk ke dalam penikmatan yang lebih penuh
dari berkat-berkat keselamatan, dan karena itu tidak turun ke dalam dunia orang
mati manapun dalam arti hurufiah dari kata itu, Bil 23:5,10; Maz 16:11; 17:15;
73:24; Amsal 14:32. Henokh dan Elia diangkat, dan tidak turun ke dalam dunia
orang mati) - ‘Systematic Theology’, hal 685-686.
Catatan:
·
sebetulnya Bil 23:5
tidak ada hubungannya dengan dunia orang mati, dan mungkin Louis Berkhof
mengutipnya hanya dalam hubungannya dengan Bil 23:10, untuk menunjukkan
bahwa kata-kata dalam Bil 23:10 bukanlah kata-kata Bileam sendiri, tetapi kata-kata
Tuhan.
·
Amsal 14:32 - “Orang fasik dirobohkan
karena kejahatannya, tetapi orang benar mendapat perlindungan karena
ketulusannya”.
KJV: ‘The wicked is driven away in his wickedness: but the righteous hath
hope in his death’ (= Orang jahat diusir dalam kejahatannya: tetapi orang
benar mempunyai pengharapan dalam kematiannya).
Pada footnote RSV dikatakan bahwa
terjemahan seperti Kitab Suci Indonesia ini diterjemahkan dari Yunani / Syria,
sedangkan yang seperti KJV dari Ibraninya.
Berkhof juga menunjuk pada
ayat-ayat Perjanjian Baru seperti Luk 16:23,25 Luk 23:43 Kis
7:59 2Kor 5:1,6,8 Fil 1:21,23 1Tes 5:10 Ef
3:14,15 (‘di surga’ bukan ‘di hades’)
Wah 6:9,11 Wah 14:13.
Ayat-ayat Perjanjian Lama maupun
Perjanjian Baru tentang kebahagiaan orang percaya yang mati ini, tidak saya
tuliskan di sini, karena nanti kita akan berjumpa lagi dengan pembahasan
ayat-ayat ini dalam point c) yang membahas ‘keadaan setelah kematian’.
2. Kata
Sheol / Hades kelihatannya menunjuk pada ‘neraka’, karena:
a. Kata
Sheol / Hades sering digambarkan sebagai ancaman bagi orang jahat.
Louis Berkhof: “If in the Scriptural representation
Sheol-Hades is really a neutral place, without moral distinction, without
blessedness on the one hand, but also without positive pain on the other, a
place to which all alike descend, how can the Old Testament hold up the descent
of the wicked into SHEOL as a warning, as it does in several places, Job 21:13;
Ps. 9:17; Prov. 5:5; 7:27; 9:18; 15:24; 23:14? How can the Bible speak of God’s
anger burning there, Deut. 32:22, and how can it use the term SHEOL as
synonymous with ABADDON, that, destruction, Job 26:6; Prov. 15:11; 27:20? This
is a strong term, which is applied to the angel of the abyss in Rev. 9:11. Some
seek escape from this difficulty by surrendering the neutral character of SHEOL
and by assuming that it was conceived of as an underworld with two divisions,
called in the New Testament paradise and gehenna, the former the destined abode
of the righteous, and the latter that of the wicked; but this attempt can only
result in disappointment, for the Old Testament contains no trace of such a
division, though it does speak of SHEOL as a place of punishment for the
wicked. Moreover, the New Testament clearly identifies paradise with heaven in
2Cor. 12:2,4. And finally, if HADES is the New Testament designation of SHEOL,
and all alike go there, what becomes of the special doom of Capernaum, Matt.
11:23, and how can it be pictured as a place of torment, Luke 16:26? Someone
might be inclined to say that the threatenings contained in some of the
passages mentioned refer to a speedy descent into SHEOL, but there is no
indication of this in the text whatsoever, except in Job 21:13, where this is
explicitly stated” (=
Jika dalam penggambaran Kitab Suci SHEOL - HADES betul-betul merupakan suatu
tempat netral, tanpa perbedaan moral, tanpa kebahagiaan ataupun rasa sakit,
suatu tempat kemana semua orang akan turun, maka bagaimana Perjanjian Lama bisa
menunjukkan turunnya orang jahat ke dalam SHEOL sebagai suatu peringatan,
seperti yang dilakukannya pada beberapa tempat, Ayub 21:13; Maz 9:18;
Amsal 5:5; 7:27; 9:18; 15:24; 23:14? Bagaimana Alkitab bisa mengatakan
bahwa murka Allah bernyala-nyala di sana, Ul 32:22, dan bagaimana
Alkitab bisa menggunakan istilah SHEOL dengan arti yang sama dengan ABADDON,
yaitu kehancuran / kebinasaan, Ayub 26:6; Amsal 15:11; 27:20? Ini
merupakan istilah yang kuat / keras, yang diterapkan kepada malaikat dari
jurang maut dalam Wah 9:11. Sebagian orang berusaha untuk meloloskan diri
dari kesukaran ini dengan membuang sifat netral dari SHEOL dan dengan
menganggap bahwa SHEOL merupakan suatu tempat dengan 2 bagian, disebut dalam
Perjanjian Baru sebagai Firdaus dan Gehenna, yang pertama adalah tempat tinggal
yang dipersiapkan untuk orang benar, dan yang terakhir untuk orang jahat;
tetapi usaha ini hanya bisa menghasilkan kekecewaan, karena Perjanjian Lama
tidak mempunyai jejak untuk pembagian seperti itu. Lebih lagi, Perjanjian Baru
secara jelas menyamakan Firdaus dengan surga dalam 2Kor 12:2,4. Dan yang
terakhir, jika HADES merupakan nama Perjanjian Baru dari SHEOL, dan semua
secara sama akan pergi ke sana, apa yang terjadi dengan hukuman yang khusus
bagi Kapernaum, Mat 11:23, dan bagaimana itu bisa digambarkan sebagai tempat
penyiksaan, Luk 16:23? Ada yang akan mengatakan bahwa ancaman yang ada
dalam beberapa text yang telah disebutkan menunjuk kepada cepatnya
mereka turun ke SHEOL, tetapi sama sekali tidak ada petunjuk tentang ini dalam
text, kecuali dalam Ayub 21:13, dimana hal ini dinyatakan secara explicit) - ‘Systematic Theology’, hal 683.
Catatan:
·
saya
mengubah Rev. 19:11 (Wah 19:11) menjadi Rev. 9:11
(Wah 9:11), karena pasti salah cetak.
·
Terjemahan
dari Ayub 21:13 berbeda-beda, dan tidak semua menunjukkan cepatnya orang-orang
jahat turun ke SHEOL.
Ayub 21:13 - “Mereka menghabiskan hari-hari mereka
dalam kemujuran, dan dengan tenang mereka turun ke dalam dunia orang
mati”.
KJV: ‘They spend their days in wealth, and in a moment go down to the
grave’ (= Mereka menghabiskan hari-hari mereka dalam kekayaan, dan dalam
sekejap turun ke kuburan).
NASB: ‘They spend their days in prosperity, And suddenly they go down
to Sheol’ (= Mereka menghabiskan hari-hari mereka dalam kemakmuran, Dan
tiba-tiba mereka turun ke SHEOL).
Catatan: terjemahan ini juga diambil oleh
footnote NIV. Tetapi RSV dan NIV menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia.
Berkhof lalu mengatakan
(hal 684) bahwa hanya kalau kita menganggap bahwa kata SHEOL dalam
ayat-ayat tersebut di atas menunjuk kepada neraka, maka barulah ayat-ayat di
atas bisa mempunyai arti.
Ayat-ayat Kitab Suci yang
menunjukkan Sheol / Hades sebagai ancaman antara lain adalah:
¨
Maz 9:18
- “Orang-orang fasik akan kembali ke
dunia orang mati (SHEOL), ya, segala bangsa yang melupakan Allah”.
Kata ‘kembali’
kurang tepat terjemahannya. Seharusnya adalah ‘berbelok’.
¨
Maz 49:14-15
- “Inilah jalannya orang-orang yang percaya
kepada dirinya sendiri, ajal orang-orang yang gemar akan perkataannya sendiri.
Sela Seperti domba mereka meluncur
ke dalam dunia orang mati (SHEOL), digembalakan oleh maut; mereka turun langsung ke kubur, perawakan
mereka hancur, dunia orang mati (SHEOL) menjadi tempat kediaman mereka”.
¨
Ul 32:22
- “Sebab api telah dinyalakan oleh murkaKu, dan
bernyala-nyala sampai ke bagian dunia orang mati (SHEOL)
yang paling bawah; api itu memakan bumi
dengan hasilnya, dan menghanguskan dasar gunung-gunung”.
¨
Ayub 26:6
- “Dunia orang mati (SHEOL)
terbuka di hadapan Allah, tempat
kebinasaanpun tidak ada tutupnya”.
Ini merupakan 2 kalimat paralel
yang sama artinya, dan dengan demikian istilah ‘dunia orang mati’ (SHEOL) disamakan dengan ‘kebinasaan’ (ABADDON). Hal yang sama terjadi
dengan Amsal 15:11 dan Amsal 27:20.
¨
Mat 11:23
- “Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan
dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang
mati (HADES)! Karena
jika di Sodom terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu,
kota itu tentu masih berdiri sampai hari ini”.
Louis Berkhof: “The warning and threatening contained in
these passages is lost altogether, if sheol
is conceived of as a neutral place whither all go. From these passages it also
follows that it cannot be regarded as a place with two divisions. The idea of
such a divided SHEOL is borrowed from the Gentile conception of the underworld,
and finds no support in Scripture” (= Peringatan dan ancaman yang ada dalam text-text ini hilang sama
sekali, jika SHEOL dipahami sebagai suatu tempat netral kemana semua orang akan
pergi. Dari text-text ini juga terlihat bahwa itu tidak bisa dianggap sebagai
suatu tempat dengan 2 bagian. Gagasan tentang SHEOL yang terbagi seperti itu
diambil dari konsep non Yahudi / kafir tentang dunia orang mati, dan tidak
mempunyai dukungan dalam Kitab Suci) - ‘Systematic
Theology’, hal 685.
b. Jika
kata SHEOL dalam Perjanjian Lama selalu berarti tempat netral kemana orang mati
akan pergi, dan tidak mempunyai arti lain, maka Perjanjian Lama tidak mempunyai
kata untuk ‘neraka’, padahal Perjanjian Lama mempunyai kata untuk ‘surga’ (Berkhof
hal 683-684).
c. Kata
Sheol / Hades kadang-kadang dikontraskan dengan kata ‘langit’ / ‘surga’, seperti dalam:
·
Ayub 11:8 - “Tingginya seperti langit
- apa yang dapat kaulakukan? Dalamnya melebihi dunia orang mati - apa yang
dapat kauketahui?”.
·
Maz 139:8 - “Jika aku mendaki ke langit,
Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di
situpun Engkau”.
·
Amos 9:2 - “Sekalipun mereka menembus
sampai ke dunia orang mati, tanganKu akan mengambil mereka dari sana;
sekalipun mereka naik ke langit, Aku akan menurunkan mereka dari sana”.
·
Mat 11:23
- “Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan
dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke dunia
orang mati (HADES)! Karena jika di Sodom terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di
tengah-tengah kamu, kota itu tentu masih berdiri sampai hari ini”.
d. Kitab
Suci juga berkata tentang ‘the deepest or
lowest SHEOL’ (= SHEOL yang terdalam atau terendah) dalam Ul 32:22 - “Sebab api telah dinyalakan
oleh murkaKu, dan bernyala-nyala sampai ke bagian dunia orang mati yang
paling bawah; api itu memakan bumi dengan hasilnya, dan menghanguskan dasar
gunung-gunung”. Ini tidak cocok dengan tempat netral tanpa perbedaan kemana semua orang
akan pergi setelah kematian.
Dari semua ini terlihat dengan jelas bahwa pandangan umum
tentang Sheol / Hades di atas merupakan pandangan yang
salah. Dan dari ke 4 point di atas (point a. - d.) kelihatannya SHEOL / HADES
menunjuk pada ‘neraka’. Tetapi Sheol /
Hades tidak mungkin selalu menunjuk pada ‘neraka’, karena:
·
adanya ayat-ayat yang
menunjukkan bahwa orang berimanpun masuk ke sana, seperti:
*
Kej 37:35 - “Sekalian anaknya laki-laki
dan perempuan berusaha menghiburkan dia, tetapi ia menolak dihiburkan, serta
katanya: ‘Tidak! Aku akan berkabung, sampai aku turun mendapatkan anakku, ke
dalam dunia orang mati (SHEOL)!’ Demikianlah Yusuf ditangisi oleh ayahnya”.
*
Kej 42:38
- “Tetapi jawabnya: ‘Anakku itu tidak akan pergi ke sana bersama-sama
dengan kamu, sebab kakaknya telah mati dan hanya dialah yang tinggal; jika dia
ditimpa kecelakaan di jalan yang akan kamu tempuh, maka tentulah kamu akan
menyebabkan aku yang ubanan ini turun ke dunia orang mati (SHEOL) karena dukacita.’”.
*
Kej
44:29,31 - “Jika
anak ini kamu ambil pula dari padaku, dan ia ditimpa kecelakaan, maka tentulah
kamu akan menyebabkan aku yang ubanan ini turun ke dunia orang mati (SHEOL) karena nasib celaka. ... tentulah akan
terjadi, apabila dilihatnya anak itu tidak ada, bahwa ia akan mati, dan
hamba-hambamu ini akan menyebabkan hambamu, ayah kami yang ubanan itu, turun ke
dunia orang mati (SHEOL) karena
dukacita”.
*
Maz
30:4 - “TUHAN, Engkau
mengangkat aku dari dunia orang mati (SHEOL), Engkau menghidupkan aku di antara mereka yang turun ke liang kubur”.
·
adanya
ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Yesus tidak dibiarkan / ditinggalkan di sana.
Kis 2:27,31 - “sebab Engkau tidak menyerahkan [NIV/NASB:
‘abandon’ (= meninggalkan)] aku kepada dunia orang mati (HADES), dan tidak membiarkan Orang KudusMu
melihat kebinasaan. ... Karena itu ia telah melihat ke depan dan telah
berbicara tentang kebangkitan Mesias, ketika ia mengatakan, bahwa Dia tidak ditinggalkan
di dalam dunia orang mati (HADES),
dan bahwa dagingNya tidak mengalami kebinasaan”.
Kalau ayat ini mengatakan bahwa
Yesus tidak ditinggalkan di HADES, maka itu berarti bahwa Ia masuk ke HADES
tetapi tidak dibiarkan di sana selama-lamanya. Padahal antara kematian dan kebangkitanNya
Yesus tidak turun ke mana-mana, tetapi naik ke surga. Ini nanti akan saya
tunjukkan pada point ke 2 (serangan ke 2 terhadap ajaran Andereas Samudera).
Jadi jelas bahwa kata HADES di sini
tidak mungkin menunjuk pada ‘neraka’.
Usulan Louis Berkhof tentang arti dari kata Sheol / Hades.
Louis Berkhof: “An inductive study of the passages in
which the terms are found soon dissipates the notion that the terms SHEOL
and HADES are always used in the same sense, and can in all cases be
rendered by the same word, whether it be underworld, state of death, grave, or
hell. This is also clearly reflected in the various translations of the Bible.
The Holland Version renders the term SHEOL by ‘grave’ in some passages, and by
‘hell’ in others. The King James or Authorized Version employs three different
words in its translation, namely ‘grave’, ‘hell’, and ‘pit’. The English
revisers rather inconsistently retained ‘grave’ or ‘pit’ in the text of the
historical books, putting SHEOL in the margin. They retained ‘hell’ only in
Isa. 14. The American Revisers avoid the difficulty by simply retaining the
original words SHEOL and HADES in their translation” (= Tindakan mempelajari secara induktif
text-text dimana istilah-istilah itu ditemukan akan segera membuang pemikiran
bahwa istilah SHEOL dan HADES selalu digunakan dalam arti yang sama, dan
dalam semua kasus bisa diterjemahkan dengan kata yang sama, apakah itu ‘dunia
orang mati’, ‘keadaan kematian’, ‘kuburan’, atau ‘neraka’. Ini juga secara
jelas dicerminkan dalam bermacam-macam terjemahan dari Alkitab. Versi bahasa
Belanda menterjemahkan istilah SHEOL dengan ‘kuburan’ dalam beberapa text, dan
menterjemahkannya dengan ‘neraka’ dalam text-text yang lain. KJV menggunakan 3
kata yang berbeda dalam penterjemahannya, yaitu ‘kuburan, ‘neraka’ dan ‘lubang
/ jurang’. Para perevisi Inggris secara agak tidak konsisten mempertahankan
‘kuburan’ atau ‘lubang / jurang’ dalam text-text dari kitab-kitab sejarah, dan
menuliskan SHEOL di catatan tepi / samping. Mereka mempertahankan ‘neraka’
hanya dalam Yes 14. Para perevisi Amerika menghindarkan kesukaran dengan
mempertahankan kata bahasa asli SHEOL dan HADES dalam terjemahan mereka) - ‘Systematic Theology’, hal 684-685.
Kesimpulan tentang Sheol / Hades:
1. Sheol
/ Hades tidak selalu menunjuk pada suatu tempat, kadang-kadang menunjuk pada
keadaan kematian atau keadaan terpisahnya tubuh dengan jiwa / roh.
Misalnya: 1Sam 2:6 Ayub 14:13-14
Ayub 17:13-14
Maz 89:49 Hos
13:14 Kis 2:27,31 Wah 6:8 Wah 20:28.
2. Kalau
menunjuk pada tempat maka Sheol / Hades bisa berarti:
a. Kuburan.
Louis Berkhof: “The grave is called SHEOL, because it
symbolizes the going down, which is connected with the idea of destruction” (= Kuburan disebut SHEOL, karena itu
menyimbolkan penurunan ke bawah, yang dihubungkan dengan gagasan penghancuran) - ‘Systematic Theology’, hal 686.
b. Neraka
(Maz 9:18 Maz 49:15 Maz 55:16 Amsal 15:11,24
Luk 16:23).
Louis Berkhof menambahkan:
“There
are several passages in which SHEOL and HADES seem to designate the grave. It
is not always easy to determine, however, whether the words refer to the grave
or to the state of the death” (= Ada beberapan text dalam mana SHEOL dan HADES kelihatannya menunjuk
pada ‘kuburan’. Tetapi tidak selalu mudah untuk menentukan apakah kata-kata
itu menunjuk pada ‘kuburan’ atau pada ‘keadaan kematian’) - ‘Systematic Theology’, hal 686.
Bandingkan dengan
Kej 37:35 Kej 42:38 Kej 44:29 1Raja 2:6,9 Ayub 14:13 Ayub 17:13
Ayub 21:13
Maz 6:6
Maz 88:4 Pengkhotbah
9:10.
Karena itu saya sendiri lebih
senang untuk memberikan 2 arti untuk SHEOL / HADES, yaitu:
1. Keadaan
kematian / kuburan.
2. Neraka.
Catatan: Hal yang harus
diperhatikan adalah bahwa kata SHEOL / HADES tidak pernah menunjuk pada
tempat penantian, ataupun tempat tahanan, seperti yang diajarkan oleh
Andereas Samudera!
Tetapi dalam sepanjang buku ini kalau saya
menggunakan kata Sheol / Hades maka saya sering mengikuti
arti yang diberikan oleh Andereas Samudera, bukan arti yang sebenarnya yang
saya percayai.
b) Pembahasan
tentang kata ‘Firdaus’.
Pembahasan tentang arti dari kata ‘Firdaus’
ini penting, karena ada orang-orang yang berpendapat bahwa ‘tempat penantian’
itu terdiri dari 2 bagian, yaitu SHEOL / HADES untuk orang-orang yang tidak
percaya, dan Firdaus untuk orang-orang yang percaya. Dalam pembahasan ini saya
ingin menunjukkan bahwa ini merupakan pandangan yang salah.
Kata ‘Firdaus’ berasal dari kata bahasa Yunani
PARADEISOS, yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan paradise (= surga). Kata Yunani itu muncul hanya 3 x dalam
Perjanjian Baru, yaitu dalam 2Kor 12:4, Wah 2:7, dan Luk 23:43.
Mari kita melihat ketiga ayat ini.
1. 2Kor 12:2,4
- “Aku tahu tentang seorang
Kristen; empat belas tahun yang lampau - entah di dalam tubuh, aku tidak tahu,
entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya - orang itu
tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga. ... Aku juga tahu
tentang orang itu, - entah di dalam tubuh entah di luar tubuh, aku tidak tahu,
Allah yang mengetahuinya - ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia
mendengar kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia”.
Ada 2 hal yang ingin saya bahas
dari ayat ini:
·
tingkat ke 3 dari surga.
Barnes’ Notes tentang
2Kor 12:2:
“The
Jews sometimes speak of seven heavens, ... But the Bible speaks of but three
heavens; and among the Jews in the apostolic ages, also, the heavens were
divided into three: (1) The aerial, including the clouds and the atmosphere,
the heavens above us, until we come to the stars. (2) The starry heavens - the
heavens in which the sun, moon, and stars appear to be situated. (3) The
heavens beyond the stars. That heaven was supposed to be the residence of God,
of angels, and of holy spirits. It was this upper heaven, the dwelling-place of
God, to which Paul was taken, and whose wonders he was permitted to behold -
this region where God dwelt, where Christ was seated at the right hand of the
Father, and where the spirits of the just were assembled” [= Orang-orang Yahudi kadang-kadang
berbicara tentang tujuh langit / surga. ... Tetapi Alkitab berbicara hanya
tentang 3 langit / surga; dan di antara orang-orang Yahudi dalam jaman
rasul-rasul, langit / surga juga dibagi menjadi 3: (1) Udara, termasuk
awan-awan dan atmosfir, langit di atas kita, sampai kita sampai pada
bintang-bintang. (2) Langit / surga dengan bintang-bintang - langit di mana
matahari, bulan, dan bintang-bintang diletakkan. (3) Langit / surga di atas
bintang-bintang. Langit / surga itu dianggap sebagai tempat tinggal Allah,
malaikat-malaikat, dan roh-roh yang kudus. Surga bagian atas inilah, tempat
tinggal dari Allah, kemana Paulus diangkat, dan diijinkan untuk melihat
keajaiban-keajaibannya - daerah ini dimana Allah tinggal, dimana Kristus duduk
di sebelah kanan Bapa, dan dimana roh-roh dari orang-orang benar dikumpulkan] - hal 902.
Contoh ayat untuk 3 langit / surga.
*
langit
pertama ® Daniel 4:11 - “pohon itu bertambah besar dan kuat, tingginya sampai ke langit,
dan dapat dilihat sampai ke ujung seluruh bumi”.
*
langit
kedua ® Kej 22:17 - “maka
Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu sangat
banyak seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, dan
keturunanmu itu akan menduduki kota-kota musuhnya”.
*
langit
ketiga ® Mat 6:9 - “Karena
itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah namaMu”.
Jadi pada waktu Paulus mengatakan
bahwa ia diangkat ke tingkat yang ketiga dari surga, maksudnya adalah bahwa ia
diangkat ke surga.
·
kalau kita membandingkan
2Kor 12:4 dengan 2Kor 12:2, maka jelas bisa kita dapatkan bahwa
Firdaus adalah surga, karena dalam 2Kor 12:2 Paulus mengatakan diangkat ke
sorga, sedangkan dalam 2Kor 12:4 Paulus mengatakan diangkat ke Firdaus.
2. Wah 2:7
- “Siapa bertelinga, hendaklah
ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat: Barangsiapa
menang, dia akan Kuberi makan dari pohon kehidupan yang ada di Taman Firdaus
Allah”.
Jadi, dalam Wah 2:7 dikatakan bahwa dalam
taman Firdaus itu terdapat pohon kehidupan. Sekarang bandingkan dengan:
·
Wah 22:2 - “Di tengah-tengah jalan kota
itu, yaitu di seberang-menyeberang sungai itu, ada pohon-pohon kehidupan yang
berbuah dua belas kali, tiap-tiap bulan sekali; dan daun pohon-pohon itu
dipakai untuk menyembuhkan bangsa-bangsa”.
·
Wah 22:14 - “Berbahagialah mereka yang membasuh jubahnya. Mereka akan memperoleh hak
atas pohon-pohon kehidupan dan masuk melalui pintu-pintu gerbang ke dalam kota
itu”.
·
Wah 22:19 - “Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari
kitab nubuat ini, maka Allah akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan
dan dari kota kudus, seperti yang tertulis di dalam kitab ini”.
Kontext dari ketiga ayat ini membicarakan tentang
surga, dan karena itu terlihat bahwa pohon kehidupan itu ada di surga.
Kesimpulannya lagi-lagi adalah bahwa Firdaus
adalah surga!
Barnes’ Notes tentang Wah 2:7:
“Heaven,
represented as paradise. To be permitted to eat of that tree, that is, of the fruit
of that tree, is but another expression implying the promise of eternal life,
and of being happy for ever” (= Surga,
digambarkan sebagai Firdaus. Diijinkan untuk makan dari pohon, yaitu dari
buah dari pohon itu, hanyalah kata-kata lain untuk janji tentang kehidupan
kekal, dan tentang kebahagiaan selama-lamanya) - hal 1556.
3. Kata ‘Firdaus’ dalam Luk 23:43
(kata-kata Yesus kepada penjahat yang bertobat), pasti artinya juga adalah ‘surga’, karena
Luk 23:46 menunjukkan bahwa Yesus menyerahkan rohNya kepada Bapa, yang
identik dengan ‘pergi ke surga’.
Perhatikan beberapa komentar dari
para penafsir di bawah ini tentang arti kata ‘Firdaus’ ini.
Barnes’ Notes tentang
Luk 23:43:
“‘Paradise.’
This is a word of Persian origin, and means a garden, and particularly a garden
of pleasure, filled with trees, and shrubs, and fountains, and flowers. In hot
climates such gardens were peculiarly pleasant; and hence they were attached to
the mansions of the rich, and to the palaces of the princes. ... in Gen. 2:8,
the Septuagint renders the word ‘Eden’ by ‘Paradise.’ Hence this name in the
Scriptures comes to denote the abodes of the blessed in the other world” (= ‘Firdaus’. Kata ini berasal dari kata
bahasa Persia, dan berarti suatu kebun / taman, dan khususnya suatu taman
kesenangan, berisikan pohon-pohon, dan semak-semak, dan air mancur, dan
bunga-bunga. Pada cuaca panas, taman seperti itu sangat menyenangkan; dan
karena itu taman seperti itu selalu ada dalam tempat tinggal orang kaya, dan
istana dari pangeran-pangeran. ... Dalam Kej 2:8, Septuaginta
menterjemahkan kata ‘Eden’ dengan ‘Firdaus’. Karena itu dalam Kitab Suci
nama itu menunjukkan tempat tinggal dari orang-orang yang diberkati dalam dunia
yang lain) -
hal 255.
Louis Berkhof: “the New Testament clearly identifies
paradise with heaven in 2Cor. 12:2,4” (= Perjanjian Baru secara jelas mengidentikkan Firdaus dengan surga
dalam 2Kor 12:2,4)
- ‘Systematic Theology’, hal 683.
Calvin tentang 2Kor 12:4:
“As every region that is
peculiarly agreeable and delightful is called in the Scriptures the ‘garden of
God,’ it came from this to be customary among the Greeks to employ the term
‘paradise’ to denote the heavenly glory, even previously to Christ’s advent” (= Karena setiap daerah yang menyenangkan disebut dalam Kitab
Suci sebagai ‘taman / kebun Allah’, maka dari sini lalu timbul kebiasaan di
antara orang-orang Yunani untuk menggunakan istilah ‘Firdaus’ untuk menunjuk
pada kemuliaan surgawi, bahkan sebelum kedatangan Kristus) - hal 368-369.
Barnes’ Notes tentang
2Kor 12:4:
“The
word ‘paradise’ (paradeison) occurs but three times in the New
Testament, Luk. 23:43; Rev. 2:7; and in this place. It occurs often in the
Septuagint, as the translation of the word ‘garden,’ Gen. 2:8-10,15,16;
3:1-3,8,10,23,24; 13:10; Numb. 24:6; Isa. 51:3; Ezek. 28:13; 31:8,9; Joel 2:3.
And also Isa. 1:30; Jer. 24:5; and of the word (sdrp)
Pardes in Neh. 2:8; Eccl. 2:5; Cant. 4:13. It is a word which had its origin in
the language of eastern Asia, and which has been adopted in the Greek, the
Roman, and other western languages. In Sanscrit, the word paradesha means a
land elevated and cultivated; in Armenian, pardes denotes a garden around the
house planted with trees, shrubs, grass, for use and ornament. In Persia, the
word denotes the pleasure-gardens and parks with wild animals around the
country residences of the monarchs and princes. Hence it denotes in general a
garden of pleasure; and in the New Testament is applied to the abodes of the
blessed after death, the dwelling place of God and of happy spirits; or to
heaven as a place of blessedness. Some have supposed that Paul here, by the
word ‘paradise,’ means to describe a different place from that denoted by the
phrase ‘the third heaven;’ but there is no good reason for this supposition.
The only difference is, that this word implies the idea of a place of
blessedness; but the same place is undoubtedly referred to” [= Kata ‘Firdaus’(paradeison) muncul hanya 3 x dalam Perjanjian Baru, Luk 23:43; Wah 2:7; dan di
tempat ini. Kata itu sering muncul dalam the Septuaginta, sebagai terjemahan
dari kata ‘kebun / taman’, Kej 2:8-10,15,16; 3:1-3,8,10,23,24; 13:10; Bil 24:6;
Yes 51:3; Yeh 28:13; 31:8,9; Yoel 2:3. Dan juga Yes 1:30; Yer 24:5; dan dari
kata (sdrp) Pardes dalam Neh 2:8; Pengkhotbah 2:5;
Kidung 4:13. Itu adalah suatu kata yang mempunyai asal usul dalam bahasa Asia
Timur, dan yang telah diadopsi dalam bahasa Yunani, Romawi, dan bahasa-bahasa
Barat yang lain. Dalam bahasa Sansekerta, kata paradesha berarti suatu tanah
yang tinggi dan ditanami; dalam Armenia, pardes menunjuk pada suatu taman /
kebun di sekitar rumah yang ditanami dengan pohon-pohon, semak-semak, rumput,
untuk kegunaan dan hiasan. Di Persia, kata itu menunjuk kebun kesenangan dan
taman dengan binatang-binatang liar di sekitar tempat tinggal dari raja-raja
dan pangeran-pangeran. Karena itu kata ini secara umum menunjuk pada taman /
kebun kesenangan; dan dalam Perjanjian Baru diterapkan pada tempat tinggal
dari orang-orang yang diberkati setelah kematian, tempat tinggal Allah dan
roh-roh yang bahagia; atau pada surga sebagai tempat yang penuh berkat.
Sebagian orang menganggap bahwa di sini Paulus memaksudkan kata Firdaus sebagai
tempat yang berbeda dengan yang ditunjukkan oleh ungkapan ‘tingkat yang ketiga
dari sorga’; tetapi tidak ada alasan yang baik untuk anggapan ini. Satu-satunya
perbedaan adalah bahwa kata ini secara tidak langsung menunjukkan gagasan
tentang tempat yang penuh berkat; tetapi tidak diragukan bahwa tempat yang sama
yang ditunjuk / dimaksudkan] - hal 902.
Jadi, sama seperti kata SHEOL / HADES,
kata ‘Firdaus’ tidak pernah menunjuk pada ‘tempat penantian’. Kalau kata SHEOL/
HADES kadang-kadang menunjuk pada ‘neraka’ dan kadang-kadang pada ‘keadaan
kematian’ / ‘kuburan’, maka kata ‘Firdaus’ selalu menunjuk pada ‘surga’.
c) Pembahasan tentang keadaan setelah kematian.
1. Pada
waktu seseorang mati, ia langsung masuk surga atau neraka.
Dasar dari pandangan ini:
a. Paulus
percaya bahwa begitu ia mati, ia langsung masuk surga.
·
2Kor 5:1 - “Karena kami tahu, bahwa
jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar (artinya: jika kita mati - bdk. Yes 38:12), Allah
telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman
yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia”.
NIV/NASB: ‘we have a building from God’.
Perhatikan kata ‘have’ yang ada dalam ‘present
tense’ (= bentuk sekarang), bukan ‘future tense’ (= bentuk yang akan
datang). Ini menunjukkan bahwa begitu kita mati, kita langsung mendapatkan
rumah itu.
Charles Hodge: “The present tense,
EKHOMEN, is used because the one event immediately follows the other; there is
no perceptible interval between the dissolution of the earthly tabernacle and
entering on the heavenly house. As soon as the soul leaves the body it is
in heaven. ... The soul therefore at death enters a house whose builder is God” (= Present tense,
EKHOMEN, digunakan karena peristiwa yang satu langsung mengikuti yang lain; di
sana tidak ada selang waktu yang terlihat di antara hancurnya kemah duniawi dan
masuknya ke rumah surgawi. Begitu jiwa meninggalkan tubuh, jiwa itu ada
di surga. ... Karena itu, pada saat mati jiwa memasuki rumah yang pembangunnya
adalah Allah) - hal 489.
·
2Kor 5:8b: ‘terlebih suka kami beralih
dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan’.
NASB: ‘to be at home with the Lord’ (= ada di
rumah bersama Tuhan).
NIV: ‘at home with the Lord’ (= di rumah bersama
Tuhan).
Literal / hurufiah: ‘to come home to the Lord’ (=
pulang ke rumah kepada Tuhan).
Jadi ini menunjukkan bahwa bagi Paulus ‘mati’ sama dengan ‘pulang ke rumah Bapa’
dan ini menunjukkan bahwa begitu seorang kristen mati ia langsung masuk
surga.
·
Fil 1:23 - “Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama
dengan Kristus - itu memang jauh lebih baik”.
Kata ‘pergi’ di sini jelas menunjuk kepada ‘mati’. Jadi Paulus berkata kalau ia
mati, ia diam bersama-sama dengan Kristus. Ini pasti sama dengan masuk surga.
b. Yesus menjanjikan bahwa penjahat
yang bertobat di kayu salib akan masuk ke Firdaus (= surga) pada hari itu
juga.
Luk 23:43 - “Kata
Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau
akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.’”.
c. Langsung masuk surga pada waktu
mati ini tidak hanya berlaku untuk orang-orang percaya Perjanjian Baru, tetapi
juga untuk orang-orang percaya Perjanjian Lama.
Louis Berkhof: “In
connection with this clear representation of the New Testament, it has been
suggested that the New Testament believers were privileged above those of the
Old Testament by receiving immediate access to the bliss of heaven. But the
question may well be asked, What basis is there for assuming such a
distinction?” (= Sehubungan dengan penggambaran yang
jelas dari Perjanjian Baru ini, telah diusulkan bahwa orang-orang percaya
Perjanjian Baru diberi hak lebih dari orang-orang percaya Perjanjian Lama
dengan langsung masuk ke dalam kebahagiaan surga. Tetapi bisa dipertanyakan:
Apa dasarnya untuk menganggap adanya perbedaan seperti itu?) - ‘Systematic Theology’,
hal 683.
Dari kutipan ini jelas bahwa
Berkhof mempercayai bahwa bukan hanya orang percaya jaman Perjanjian Baru yang
langsung masuk ke surga pada saat mati, tetapi juga orang percaya jaman
Perjanjian Lama.
Dasar Kitab Suci untuk pandangan
ini:
·
Elia
dan Henokh dikatakan naik ke surga / diangkat (2Raja 2:1,11 Kej 5:24 Ibr 11:5). Abraham dikatakan ada di surga (Luk 16:22).
Tidak ada alasan untuk membedakan orang-orang ini dengan orang-orang percaya
Perjanjian Lama yang lain. Disamping itu, Lazarus juga langsung masuk surga
(Luk 16:22), dan perlu dicamkan bahwa sebetulnya cerita ini masih termasuk
dalam Perjanjian Lama, karena Yesus belum mati dan bangkit.
·
Bil 23:10
- “Siapakah yang menghitung debu Yakub dan siapakah yang
membilang bondongan-bondongan Israel? Sekiranya aku mati seperti matinya
orang-orang jujur dan sekiranya ajalku seperti ajal mereka!”.
Bahwa Bileam bisa menginginkan
kematian orang jujur, itu menunjukkan bahwa orang jujur itu pasti langsung
masuk surga pada saat mati.
·
Maz
17:15 - “Tetapi aku, dalam kebenaran akan kupandang wajahMu, dan
pada waktu bangun aku akan menjadi puas dengan rupaMu”.
Banyak penafsir menafsirkan bahwa
kata ‘bangun’ di sini menunjuk pada kematian, dimana orangnya akan ‘bangun
di surga’ dan ia
merasa puas dengan rupa / wajah Tuhan.
·
Maz 49:14-16
- “Inilah jalannya orang-orang yang percaya kepada dirinya
sendiri, ajal orang-orang yang gemar akan perkataannya sendiri. Sela Seperti
domba mereka meluncur ke dalam dunia orang mati, digembalakan oleh maut; mereka
turun langsung ke kubur, perawakan mereka hancur, dunia orang mati menjadi
tempat kediaman mereka. Tetapi Allah akan membebaskan nyawaku dari
cengkeraman dunia orang mati, sebab Ia akan menarik aku. Sela”.
KJV: ‘But God will redeem my
soul from the power of the grave: for he shall receive me. Selah.’
(= Tetapi Allah akan menebus jiwaku dari kuasa kubur: karena Ia akan menerima
aku. Sela).
·
Maz 73:24,26
- “Dengan nasihatMu Engkau menuntun aku, dan kemudian Engkau
mengangkat aku ke dalam kemuliaan. ... Sekalipun dagingku dan hatiku habis
lenyap (= pada saat aku mati), gunung batuku dan bagianku
tetaplah Allah selama-lamanya”.
·
Amsal 14:32 - “Orang fasik dirobohkan karena kejahatannya, tetapi orang benar
mendapat perlindungan karena ketulusannya”.
KJV: ‘The wicked is driven away
in his wickedness: but the righteous hath hope in his death’ (=
Orang jahat diusir dalam kejahatannya: tetapi orang benar mempunyai
pengharapan dalam kematiannya).
·
Amsal
15:24 - “Jalan kehidupan orang berakal budi menuju ke atas,
supaya ia menjauhi dunia orang mati di bawah”.
Jadi dengan ini saya menolak ajaran Andereas
Samudera yang mengatakan bahwa para orang kudus Perjanjian Lama, kecuali
Henokh, Abraham, Musa, dan Elia, semua masuk ke Hades dan menjadi tawanan
perang Iblis, dan dijaga oleh Iblis (‘Dunia Orang Mati’, hal 28,29,41,43). Saya
berpendapat bahwa semua orang percaya jaman Perjanjian Lama langsung masuk
surga pada saat mereka mati.
d. Cerita tentang Lazarus dan orang
kaya (Luk 16:19-31), bukan hanya menunjukkan bahwa orang percaya yang mati
langsung masuk surga, tetapi juga menunjukkan bahwa orang tidak percaya yang
mati akan langsung masuk neraka.
Bacalah cerita ini dan saudara akan
melihat bahwa sekalipun orang kaya itu masih mempunyai 5 saudara yang masih
hidup, yang menandakan bahwa Yesus belum datang untuk keduakalinya,
tetapi ia sendiri sudah masuk ke alam maut / Hades (ay 23), yang
digambarkan sebagai tempat penderitaan dengan nyala api (ay 23-25),
sehingga jelas menunjuk pada neraka.
e. Yudas 1:7 - “sama
seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama
melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah
menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan kepada semua orang”.
Perhatikan bahwa di sini digunakan
kata-kata ‘telah menanggung’ bukan ‘akan
menanggung’. Dalam
bahasa Yunani digunakan kata upecousai (HUPECHOUSAI), yang merupakan
suatu ‘present participle’, sehingga bisa diartikan ‘sedang
mengalami / menanggung’.
Jadi, pada saat Yudas menulis surat
ini (abad pertama Masehi), orang-orang Sodom dan Gomora itu sedang
menanggung / mengalami siksaan api kekal / neraka. Dengan demikian jelaslah
bahwa orang jahat bukannya baru akan dimasukkan ke neraka pada saat Yesus
datang untuk keduakalinya.
f. Dalam Wah 20:10
dikatakan: “dan Iblis, yang menyesatkan mereka, dilemparkan ke
dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat binatang dan nabi palsu itu, dan
mereka disiksa siang malam sampai selama-lamanya”.
Ada 2 hal yang perlu diperhatikan
dari ayat ini:
·
pada
waktu Iblis dimasukkan ke neraka, ternyata neraka itu tidak kosong, tetapi
binatang dan nabi palsu itu sudah ada di sana. Saya tidak ingin mempersoalkan
kata ‘binatang’ itu menunjuk kepada siapa, tetapi saya hanya ingin
menekankan bahwa sudah ada manusia di neraka sebelum Iblis dibuang ke sana
pada akhir jaman.
· Iblis baru akan masuk ke neraka pada akhir jaman / kedatangan Yesus yang keduakalinya! Sekarang ini Iblis / setan tidak ada di neraka ataupun di Hades tetapi ada di dunia untuk menggoda manusia (bdk. Mat 8:29b - ‘Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?’).
Karena itu jangan percaya orang-orang yang
mengatakan mengalami mujijat dibawa ke neraka, dan melihat setan ada di sana,
menyiksa orang-orang yang masuk ke neraka. Kitab Suci jelas menyatakan bahwa
pada saat ini setan belum masuk neraka, dan kalau nanti pada akhir jaman ia
masuk ke neraka, maka ia akan disiksa, bukan menyiksa!
Ada ayat yang seolah-olah
menunjukkan bahwa setan sekarang sudah di neraka, yaitu 2Pet 2:4 - “Sebab jikalau Allah tidak
menyayangkan malaikat-malaikat yang berbuat dosa tetapi melemparkan mereka ke
dalam neraka dan dengan demikian menyerahkannya ke dalam gua-gua yang gelap
untuk menyimpan mereka sampai hari penghakiman”.
Untuk menafsirkan ayat ini ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu:
*
Kata ‘neraka’ di sini diterjemahkan dari kata bahasa Yunani TARTARUS
yang hanya dipergunakan satu kali ini saja dalam Kitab Suci. Karena itu sukar
diketahui artinya secara pasti.
*
Bagian ini tidak boleh
ditafsirkan seakan-akan setan sudah masuk neraka, karena ini akan bertentangan
dengan Mat 8:29
Mat 25:41
Wah 20:10 yang menunjukkan secara jelas bahwa saat ini setan belum
waktunya masuk neraka. Itu baru akan terjadi pada kedatangan Yesus yang
keduakalinya.
*
Disamping itu, kalau ditafsirkan
bahwa setan sudah masuk ke neraka, maka itu akan bertentangan dengan
2Pet 2:4 itu sendiri, yang pada bagian akhirnya berbunyi: ‘dan
dengan demikian menyerahkannya ke dalam gua-gua yang gelap untuk menyimpan
mereka sampai hari penghakiman’.
Jadi, mungkin bagian ini hanya menunjukkan kepastian
bahwa setan akan masuk neraka.
Sekarang saya kembali akan
memberikan beberapa kutipan untuk mendukung pandangan saya.
Westminster Confession of Faith
Chapter XXXII, no 1:
“The bodies of men, after death, return to dust, and see corruption: but
their souls, which neither die nor sleep, having an immortal subsistence, immediately
return to God who gave them: the souls of the righteous, being then made perfect
in holiness, are received into the highest heavens, where they behold the
face of God, in light and glory, waiting for the full redemption of their
bodies. And the souls of the wicked are cast into hell, where they remain in
torments and utter darkness, reserved to the judgment of the great day. Beside
these two places, for souls separated from their bodies, the Scripture
acknowledgeth none” (= Tubuh-tubuh
manusia, setelah kematian, kembali menjadi debu, dan mengalami pembusukan:
tetapi jiwa-jiwa mereka, yang tidak mati ataupun tidur, karena mempunyai
keberadaan yang tidak bisa mati, langsung kembali kepada Allah yang
memberikan jiwa-jiwa itu: jiwa-jiwa dari orang benar, pada saat itu
disempurnakan dalam kekudusan, diterima ke dalam surga yang tertinggi,
dimana mereka memandang wajah Allah, dalam terang dan kemuliaan, menunggu
penebusan penuh dari tubuh-tubuh mereka. Dan jiwa-jiwa orang jahat dibuang
ke dalam neraka, dimana mereka tinggal dalam penyiksaan dan kegelapan total,
disimpan untuk penghakiman pada hari besar. Disamping kedua tempat ini, untuk
jiwa-jiwa yang terpisah dari tubuh-tubuh mereka, Kitab Suci tidak mengakui ada
tempat lain).
W. G. T. Shedd: “there is no essential
difference between Paradise and Heaven. ... there is no essential difference
between Hades and Hell” (= tidak ada perbedaan yang hakiki antara Firdaus dan surga.
... tidak ada perbedaan yang hakiki antara Hades dengan neraka) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 594.
W. G. T. Shedd: “The substance of the
Reformed view, then, is, that the intermediate state for the saved is Heaven
without the body, and the final state for the saved is Heaven with the body;
that the intermediate state for the lost is Hell without the body, and the
final state for the lost is Hell with the body. In the Reformed, or Calvinistic
eschatology, there is no intermediate Hades between Heaven and Hell, which the
good and evil inhabit in common. When this earthly existence is ended, the only
specific places and states are Heaven and Hell. Paradise is a part of Heaven;
Hades is a part of Hell” (= Maka, hakekat dari pandangan Reformed adalah bahwa keadaan
antara kematian dan kebangkitan untuk orang yang diselamatkan adalah Surga
tanpa tubuh, dan keadaan akhir untuk orang yang diselamatkan adalah Surga
dengan tubuh; bahwa keadaan antara kematian dan kebangkitan untuk orang yang
terhilang adalah Neraka tanpa tubuh, dan keadaan akhir untuk orang yang
terhilang adalah Neraka dengan tubuh. Dalam doktrin tentang akhir jaman
Reformed atau Calvinisme, tidak ada Hades di antara Surga dan Neraka, dimana
orang baik dan orang jahat tinggal bersama-sama. Pada waktu keberadaan duniawi
ini berakhir, satu-satunya tempat dan keadaan adalah Surga dan Neraka. Firdaus
adalah suatu bagian dari Surga; Hades adalah suatu bagian dari Neraka) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal
594-595.
Louis Berkhof: “The
Bible sheds very little direct light on this subject. The only passage that can
really come into consideration here is the parable of the rich man and Lazarus
in Luke 16, where HADES denotes hell, the place of eternal torment. In addition
to this direct proof there is also an inferential proof. If the righteous enter
upon their eternal state at once, the presumption is that this is true of the
wicked as well” (= Alkitab memberikan sangat sedikit
terang langsung pada subyek ini. Satu-satunya text yang bisa betul-betul
dipertimbangkan di sini adalah perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus dalam
Luk 16, dimana HADES menunjuk kepada neraka, tempat penyiksaan kekal. Sebagai
tambahan pada bukti langsung ini juga ada bukti tak langsung. Jika orang benar
masuk ke dalam keadaan kekal mereka secara langsung, maka kita juga harus
menganggap bahwa ini juga benar bagi orang jahat) - ‘Systematic Theology’,
hal 680.
Ada 2 keberatan tentang pandangan bahwa orang akan
langsung masuk surga / neraka pada saat mati:
·
Ada satu ayat yang
kelihatannya menunjukkan bahwa orang jahat tidak langsung masuk ke neraka pada
saat mati, yaitu 2Pet 2:9 - “maka nyata, bahwa Tuhan
tahu menyelamatkan orang-orang saleh dari pencobaan dan tahu menyimpan
orang-orang jahat untuk disiksa pada hari penghakiman”.
Calvin: “By this clause he shews
that God so regulates his judgments as to bear with the wicked for a time, but
not to leave them unpunished. Thus he corrects too much haste, by which we are
wont to be carried headlong, especially when the atrocity of wickedness
grievously wounds us, for we then wish God to fulminate without delay; when he
does not do so, he seems no longer to be the judge of the world. Lest, then,
this temporary impunity of wickedness should disturb us, Peter reminds us that
a day of judgment has been appointed by the Lord; and that, therefore, the
wicked shall by no means escape punishment, though it be not immediately inflicted.
There is an emphasis in the word ‘reserve,’ as though he had said, that they
shall not escape the hand of God, but be held bound as it were by hidden
chains, that they may at a certain time be drawn forth to judgment. ... he bids
us to rely on the expectation of the last judgment, so that in hope and
patience we may fight till the end of life” [= Dengan kalimat ini (yang saya garis bawahi)
ia menunjukkan bahwa begitu mengatur penghakimanNya sehingga bersabar terhadap
orang jahat untuk sementara waktu, tetapi tidak akan membiarkan mereka tidak
dihukum. Demikianlah ia membetulkan ketergesa-gesaan, dengan mana kita biasa
terbawa, khususnya pada waktu kekejaman / kekejian dari kejahatan melukai /
menyakiti kita secara menyedihkan, karena pada saat itu kita berharap Allah
mengguntur tanpa penundaan; dan pada waktu Ia tidak berbuat demikian, Ia
kelihatannya bukan lagi Hakim dunia ini. Supaya kebebasan sementara dari
hukuman kejahatan ini tidak mengganggu kita, Petrus mengingatkan kita bahwa
suatu hari penghakiman telah ditetapkan oleh Tuhan; dan karena itu orang jahat
tidak bakal akan lolos dari penghukuman., sekalipun penghukuman itu tidak
langsung diberikan. Ada penekanan pada kata ‘menyimpan’, seolah-olah ia berkata
bahwa mereka tidak akan lolos dari tangan Allah, tetapi seakan-akan diikat
dengan rantai yang tersembunyi, sehingga pada saat tertentu mereka bisa ditarik
kepada penghakiman. ... ia meminta kita untuk bersandar pada pengharapan
tentang penghakiman akhir sehingga dalam pengharapan dan kesabaran kita bisa
bertempur sampai mati] - hal 400.
Dari kata-kata Calvin ini
kelihatannya ia memaksudkan bahwa Tuhan menyimpan orang-orang jahat itu
bukan pada saat mereka mati atau setelah mereka mati, tetapi pada saat mereka
hidup. Perhatikan bahwa:
*
ayat itu
tidak mengatakan bahwa orang-orang jahat itu sudah mati.
*
ay 9a
membicarakan tentang orang-orang saleh itu dalam keadaan hidup (karena
mereka dicobai), maka ay 9b jelas juga membicarakan orang-orang jahat itu dalam
keadaan hidup.
Kesimpulan: 2Pet 2:9 tidak menentang
pandangan bahwa orang jahat yang mati akan langsung masuk neraka.
·
Kalau
orang mati langsung masuk ke surga / neraka secara langsung, apa gunanya
penghakiman akhir jaman?
Ada 2 kemungkinan untuk menjawab pertanyaan ini:
*
Sebelum kedatangan Yesus
yang keduakalinya, yang masuk surga / neraka hanya jiwa / rohnya, dan itupun
belum dengan pahala dan hukuman yang seharusnya. Nanti pada saat Yesus datang
keduakalinya, akan ada kebangkitan daging / orang mati, dan penghakiman akhir
jaman. Maka barulah jiwa / roh dipersatukan kembali dengan tubuh dan orang itu
masuk surga / neraka dengan pahala / hukuman yang seharusnya.
*
Penghakiman
akhir jaman hanya merupakan pengumuman resmi di hadapan semua malaikat dan
manusia.
Louis Berkhof: “It
is sometimes represented as if man’s eternal destiny depends upon a trial at
the last day, but this is evidently a mistake. The day of judgment is not
necessary to reach a decision respecting the reward or punishment of each man,
but only for the solemn announcement of the sentence, and for the revelation of
the justice of God in the presence of men and angels. The surprise of which
some of the passages give evidence pertains to the ground on which the judgment
rests rather than to the judgment itself” (=
Kadang-kadang digambarkan seakan-akan nasib kekal manusia tergantung pada
penghakiman pada hari terakhir, tetapi ini jelas merupakan suatu kesalahan.
Hari penghakiman tidak perlu untuk mencapai suatu keputusan mengenai pahala
atau hukuman setiap orang, tetapi hanya untuk pengumuman keputusan yang
khidmat, dan untuk menyatakan keadilan Allah di hadapan manusia dan malaikat.
Kejutan yang diberikan oleh beberapa text berkenaan dengan dasar dari
penghakiman itu dan bukannya dengan penghakiman itu sendiri) - ‘Systematic Theology’,
hal 689.
Catatan: ayat-ayat yang menunjukkan
kejutan mungkin adalah ayat-ayat seperti Mat 7:22-23 Mat 25:37-39,44.
Louis Berkhof: “Some
regard the final judgment as entirely unnecessary, because each man’s destiny is
determined at the time of his death. ... the underlying assumption on which
this argument proceeds, namely, that the final judgment is for the purpose of
ascertaining what should be the future state of man, is entirely erroneous. It
will serve the purpose rather of displaying before all rational creatures the
declarative glory of God in a formal, forensic act, which magnifies on the one
hand His holiness and righteousness, and on the other hand, His grace and
mercy. Moreover, it should be borne in mind that the judgment at the last day
will differ from that at the death of each individual in more than one respect.
It will not be secret, but public; it will not pertain to the soul only, but
also to the body; it will not have reference to a single individual, but to all
men” (= Sebagian orang menganggap bahwa penghakiman akhir
sama sekali tidak perlu, karena nasib setiap orang ditentukan pada saat
kematiannya. ... anggapan yang mendasari argumentasi ini, yaitu bahwa
penghakiman akhir itu tujuannya untuk memastikan keadaan yang akan datang dari
manusia, adalah sepenuhnya salah. Penghakiman akhir itu tujuannya adalah
menunjukkan di hadapan semua makhluk rasionil kemuliaan yang dinyatakan dari
Allah dalam suatu tindakan formil / resmi dan bersifat hukum / pengadilan, yang
di satu sisi memuliakan kekudusan dan kebenaranNya, dan di sini lain kasih
karunia dan belas kasihanNya. Selain itu, harus dicamkan bahwa penghakiman pada
hari terakhir berbeda dengan penghakiman pada kematian dari setiap individu
dalam lebih dari satu hal. Itu tidak akan terjadi secara rahasia, tetapi
bersifat umum; itu tidak berkenaan dengan jiwa saja, tetapi juga dengan tubuh;
itu tidak berhubungan dengan satu individu saja, tetapi dengan semua manusia) - ‘Systematic Theology’,
hal 731.
2. Setelah seseorang masuk ke surga /
neraka, maka tidak bisa ada perubahan tempat.
Yang saya maksudkan dengan tidak
bisa ada perubahan tempat, adalah bahwa orang yang masuk ke surga tidak bisa
tahu-tahu pindah ke neraka, dan orang yang masuk ke neraka tidak bisa pindah ke
surga.
Apa dasar dari pandangan ini?
·
Luk 16:26
- “Selain dari pada itu di antara kami dan engkau
terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini
kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat
menyeberang”.
·
Kitab
Suci mengatakan bahwa orang yang percaya mendapatkan ‘hidup
yang kekal’,
sedangkan orang yang tidak percaya mendapatkan ‘hukuman
yang kekal’.
Kalau bisa pindah, tentu tidak akan disebutkan sebagai ‘kekal’.
Bahwa hukuman di neraka bersifat kekal / tidak ada
akhirnya digambarkan oleh:
*
‘api yang tidak
terpadamkan’ (Mat 3:12b
Mark 9:43b,48).
*
‘api yang kekal’
(Mat 25:41 Yudas 7).
*
‘siksaan yang kekal’
(Mat 25:46).
*
‘ulat-ulatnya tidak akan
mati’ (Mark 9:44,46,48).
*
‘siang malam tidak
henti-hentinya’ (Wah 14:11).
*
‘siang malam sampai
selama-lamanya’ (Wah 20:10).
William G.T. Shedd:
“Had
Christ intended to teach that future punishment is remedial and temporary, he
would have compared it to a dying worm, and not to an undying worm; to a fire
that is quenched, and not to an unquenchable fire” (= Andaikata Kristus
bermaksud untuk mengajar bahwa hukuman yang akan datang itu bersifat
memperbaiki dan bersifat sementara, Ia akan membandingkannya dengan ulat yang
bisa mati, dan bukannya dengan ulat yang tidak bisa mati; dengan api yang bisa
padam, dan bukannya dengan api yang tidak dapat dipadamkan) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 681.
Saya ingin memberikan beberapa
kutipan kata-kata Spurgeon dari khotbahnya tentang Luk 16:26 yang diberi
judul ‘The Bridgeless Gulf’ (= Jurang pemisah yang tidak mempunyai
jembatan).
Charles Haddon Spurgeon: “Human
ingenuity has done very much to bridge great gulfs. Scarcely has the world
afforded a river so wide that its floods could not be overleaped; or a torrent
so furious that it could not be made to pass under the yoke. High above the
foam of Columbia’s glorious cataract, man has hung aloft his slender but
substantial road of iron, and the shriek of the locomotive is heard above the
roar of Niagara. This very week I saw the first chains which span the deep rift
through which the Bristol Avon finds its way at Clifton; man has thrown his
suspension bridge across the chasm, and men will soon travel where only that
which hath wings could a little while ago have found a way. There is, however,
one gulf which no human skill or engineering ever shall be able to bridge;
there is one chasm which no wing shall ever be able to cross; it is the gulf
which divide the world of joy in which the righteous triumph, from that land of
sorrow in which the wicked feel the smart of Jehovah’s sword. ... there is a
great gulf fixed, so that there can be no passage from the one world to the
other” (= Kepandaian manusia telah menjembatani banyak jurang besar.
Hampir tidak ada sungai yang begitu lebar yang tidak bisa diseberangi; atau
aliran air yang deras yang tidak bisa dilalui. Di atas air terjun Kolumbia,
manusia telah menggantung jalan dari besi, dan bunyi lokomotif terdengar di
atas gemuruh Niagara. Minggu yang baru lalu ini saya melihat rantai pertama
membentang antara Bristol Avon dan Clifton; manusia telah membuat jembatan
menyeberangi jurang itu, sehingga manusia segera bisa menyeberangi jurang yang
dulunya hanya bisa diseberangi oleh burung yang bersayap. Tetapi ada satu
jurang yang tidak pernah bisa diseberangi oleh kepandaian dan teknologi man/;
ada satu jurang yang tidak pernah bisa diseberangi oleh sayap manapun; itu
adalah jurang yang memisahkan dunia sukacita dalam mana orang-orang benar menang;
dari tanah kesedihan dalam mana orang-orang jahat merasakan tajamnya pedang
Yehovah. ... disana terbentang suatu jurang yang besar sehingga tidak bisa ada
jalan dari satu dunia ke dunia yang lain) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of
Our Lord’, Vol III, ‘The Parables of Our Lord’, hal 414.
Charles Haddon Spurgeon: “The
lost spirits in hell are shut in for ever” (=
Roh-roh yang terhilang dalam neraka dikurung untuk selama-lamanya) - ‘A Treasury of Spurgeon on the
Life and Work of Our Lord’, Vol III, ‘The Parables of Our Lord’, hal
418.
Charles Haddon Spurgeon: “You
do not like the house of God; you shall be shut out of it. You do not love the
Sabbath; you are shut out from the eternal Sabbath” (=
Engkau tidak menyukai rumah Allah; engkau akan dihalangi untuk memasukinya.
Engkau tidak mencintai Sabat; engkau dihalangi untuk memasuki Sabat yang kekal) - ‘A Treasury of Spurgeon on
the Life and Work of Our Lord’, Vol III, ‘The Parables of Our Lord’,
hal 419-420.
Catatan: kata-kata ini berhubungan dengan Ibr 4:1-11.
Charles Haddon Spurgeon: “As
nothing can come from hell to heaven, so nothing heavenly can ever come to
hell. ... Nay, Lazarus is not permitted to dip the tip of his finger in water
to administer the cooling drop to the fire-tormented tongue. Not a drop of
heavenly water can ever cross that chasm. See then, sinner, heaven is rest,
perfect rest - but there is no rest in hell; it is labour in the fire, but no
ease, no peace, no sleep, no calm, no quiet; everlasting storm; eternal
hurricane; unceasing tempest. In the worst disease, there are some respites:
spasms of agony, but then pauses of repose. There is no pause in hell’s
torments” (= Sebagaimana tidak ada apapun yang bisa
datang dari neraka ke surga, demikian juga tidak ada apapun yang bisa datang
dari surga ke neraka. ... Tidak, Lazarus tidak diijinkan untuk mencelupkan
ujung jarinya dalam air untuk memberikan tetesan penyejuk kepada lidah yang
disiksa oleh api. Tidak setetes air surgawipun bisa menyeberangi jurang itu.
Maka, lihatlah orang berdosa, surga adalah istirahat, istirahat yang sempurna -
tetapi tidak ada istirahat di neraka; itu merupakan pekerjaan berat dalam api,
tetapi tidak ada kesenangan, tidak ada damai, tidak ada tidur, tidak ada ketenangan;
yang ada adalah angin topan selama-lamanya, badai yang kekal, angin ribut yang
tidak henti-hentinya. Dalam penyakit yang terburuk, ada istirahat, kekejangan
dari penderitaan, tetapi lalu istirahat yang tenang. Tetapi tidak ada istirahat
dalam siksaan neraka) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol
III, ‘The Parables of Our Lord’, hal 421.
Charles Haddon Spurgeon: “Heaven
is the place of sweet communion with God ... There is no communion with God in
hell. There are prayers, but they are unheard; there are tears, but they are
unaccepted; there are cries for pity, but they are all an abomination unto the
Lord” (= Surga adalah tempat persekutuan yang manis dengan
Allah ... Tidak ada persekutuan dengan Allah dalam neraka. Di sana ada doa-doa,
tetapi mereka tidak dijawab; ada air mata, tetapi tidak diterima; ada jeritan
untuk belas kasihan, tetapi semuanya merupakan sesuatu yang menjijikkan bagi
Tuhan) - ‘A
Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol III, ‘The Parables
of Our Lord’, hal 421.
Charles Haddon Spurgeon: “heaven’s
blessings cannot cross from the celestial regions to the infernal prison-house.
No, it is sorrow without relief, misery without hope, and here is the pang of
it - it is death without end” (= berkat-berkat surgawi tidak bisa
menyeberang dari daerah surgawi ke rumah penjara neraka. Tidak, itu adalah
kesedihan tanpa keringanan, kesengsaraan tanpa pengharapan, dan inilah
kepedihannya - itu adalah kematian tanpa akhir) - ‘A Treasury of Spurgeon on
the Life and Work of Our Lord’, Vol III, ‘The Parables of Our Lord’,
hal 422.
Charles Haddon Spurgeon: “There
is only one thing that I know of in which heaven is like hell - it is eternal.
‘The wrath to come, the wrath to come, the wrath to come,’ for ever and for
ever spending itself, and yet never being spent” (=
Hanya ada satu hal yang saya ketahui dimana surga itu seperti neraka, yaitu
bahwa itu bersifat kekal. ‘Murka yang akan datang, murka yang akan datang,
murka yang akan datang’ untuk selama-lamanya dan selama-lamanya menghabiskan
dirinya sendiri, tetapi tidak pernah habis) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of
Our Lord’, Vol III, ‘The Parables of Our Lord’, hal 422.
Kalau ada saudara yang belum sungguh-sungguh
percaya kepada Kristus, renungkanlah kata-kata Spurgeon yang mengerikan ini,
dan cepatlah datang kepada Kristus sebelum terlambat!
d) Hubungan semua ini dengan ajaran
Andereas Samudera.
Sekarang saya akan menyimpulkan point
a) - c) yang telah saya bahas di atas, dan menghubungkannya dengan ajaran
Andereas Samudera.
Kesimpulan
/ ringkasan dari point-point di atas ini adalah sebagai berikut:
·
Sheol / Hades kadang-kadang menunjuk pada kuburan /
keadaan kematian, dan kadang-kadang menunjuk pada neraka. Sheol / Hades tidak
pernah menunjuk pada tempat penantian.
·
Firdaus selalu menunjuk pada surga, tidak pernah
menunjuk pada tempat penantian.
·
orang mati akan langsung masuk ke surga atau neraka, dan
keadaan ini merupakan keadaan yang tetap, tidak bisa berubah.
Dengan
demikian dimana ada tempat bagi ajaran Andereas Samudera, yang memungkinkan
penginjilan terhadap orang yang sudah mati, pertobatan orang mati itu, dsb?
Ini sesuai dengan:
·
Luk 23:43 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga
engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.’”.
·
Luk 23:46 - “Lalu
Yesus berseru dengan suara nyaring: ‘Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu.’
Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawaNya”.
Catatan: kata ‘nyawa’
dalam ayat ini seharusnya adalah ‘roh’.
Dengan demikian jelaslah bahwa pada saat Yesus mati, Ia tidak
turun kemana-mana, baik ke neraka, kerajaan maut ataupun tempat penantian,
tetapi naik ke surga! Karena itu penginjilan oleh Yesus di dunia orang mati,
jelas merupakan omong kosong!
Tetapi, kalau demikian, bagaimana dengan kata-kata ‘turun ke dalam Kerajaan
Maut’ dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli?
Hal-hal yang perlu diketahui tentang kalimat ‘turun ke dalam neraka /
kerajaan maut’ ini:
a) Ayat-ayat
Kitab Suci yang sering dipakai (secara salah) sebagai dasar dari doktrin
ini:
1. Ef 4:9
- “Bukankah ‘Ia telah naik’ berarti, bahwa Ia juga
telah turun ke bagian bumi yang paling bawah?”.
‘Bagian bumi yang paling
bawah’ sering diartikan sebagai HADES.
Tetapi penafsiran ini sangat meragukan karena dalam Ef 4:9 ini Paulus
hanya berargumentasi bahwa Kristus bisa naik (ke surga) karena Ia telah turun
/ berinkarnasi (bdk. Yoh 3:13 - “Tidak ada seorangpun yang
telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu
Anak Manusia”). Jadi ‘bagian bumi yang paling
bawah’ harus diartikan sekedar sebagai ‘bumi’ (seperti dalam Maz 139:15). Dengan demikian
Ef 4:9 berarti: ‘Kristus bisa naik ke surga karena Ia sudah berinkarnasi’. Karena itu Ef 4:9 ini sebetulnya sama sekali tidak
berbicara tentang turunnya Kristus ke HADES / neraka.
Dengan demikian jelas bahwa Ef 4:8 - “Itulah sebabnya kata nas: ‘Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa
tawanan-tawanan; Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia.’”, tidak bisa diartikan untuk
menunjuk kepada pembebasan orang-orang percaya jaman Perjanjian Lama dari Hades,
seperti yang dikatakan oleh Andereas Samudera.
Ef 4:8 ini adalah kutipan dari Maz 68:19. Maz 68
adalah nyanyian kemenangan. Paulus mengutip dan menerapkannya kepada Kristus
karena kenaikan Kristus ke surga memang adalah suatu kemenangan.
2. 1Pet 3:18-20.
Di depan sudah saya bahas bahwa arti ayat ini adalah bahwa Roh Ilahi Yesus (Logos) memberitakan
Injil melalui Nuh, pada jaman sebelum air bah, kepada orang-orang yang hidup
pada saat itu. Jadi, orang-orang itu masih hidup pada saat diinjili, tetapi
pada waktu Petrus menuliskan suratnya ini, mereka sudah mati dan karena itu
disebutkan sebagai ‘roh-roh yang di dalam penjara’.
Jadi, ayat ini tidak mengajarkan
bahwa Yesus turun ke Hades / dunia orang mati dan melakukan penginjilan
terhadap orang mati!
3. Maz 16:10
- “sebab Engkau tidak menyerahkan aku ke
dunia orang mati, dan tidak membiarkan Orang KudusMu melihat kebinasaan”.
Kata ‘menyerahkan’
merupakan terjemahan yang salah.
RSV: ‘give ... up’ (= menyerahkan). Ini sama salahnya!
KJV: ‘leave’ (= meninggalkan).
NIV/NASB: ‘abandon’ (= meninggalkan).
Catatan: kesalahan yang sama juga terjadi
dalam Kis 2:27, yang merupakan kutipan dari Maz 16:10 ini. Tetapi anehnya
dalam Kis 2:31b, yang juga merupakan kutipan dari Maz 16:10,
terjemahan Kitab Suci Indonesia benar.
Orang-orang tertentu menafsirkan bahwa Maz 16:10 / Kis 2:27 menunjukkan bahwa ‘Roh / jiwa Kristus ada di neraka / HADES sebelum kebangkitanNya’. Tetapi ini jelas merupakan penafsiran yang salah, karena apa yang diajarkan oleh ayat ini hanyalah bahwa ‘Kristus tidak dibiarkan dalam kuasa maut / kuburan’. Bandingkan dengan Kis 2:27-31 dan Kis 13:34-35 dimana Maz 16:10 ini dikutip untuk membuktikan kebangkitan Kristus. Jadi, kata SHEOL dalam Maz 16:10 dan kata Hades dalam Kis 2:31 (kedua-duanya diterjemahkan ‘dunia orang mati’), kedua-duanya harus diartikan sebagai ‘kuburan’ atau ‘keadaan kematian’. Baik dalam Maz 16:10 maupun Kis 2:31, NIV menterjemahkan dengan kata ‘grave’ (= kuburan).
Jadi lagi-lagi terlihat bahwa ayat inipun tidak ada hubungannya
dengan turunnya Kristus ke HADES / neraka.
b) Ada
bermacam-macam penafsiran tentang kata-kata ‘turun ke HADES / kerajaan maut’
dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli ini:
1. Berdasarkan
arti dari kata HADES di atas, dimana HADES bisa menunjuk pada ‘keadaan kematian’ atau ‘kuburan’, maka ada orang
yang beranggapan bahwa ‘turun ke HADES’ berarti ‘turun ke dalam keadaan
kematian’ atau ‘turun ke kuburan’.
Keberatan terhadap penafsiran ini:
Penafsiran ini tak cocok dengan kontex dari 12 Pengakuan
Iman Rasuli. Dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli itu sudah dikatakan bahwa Kristus ‘menderita di bawah
pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan’. Kalau kalimat selanjutnya yaitu ‘turun ke dalam neraka /
kerajaan maut’ diartikan sebagai ‘turun ke dalam keadaan
kematian’ atau ‘turun ke kuburan’, maka ini merupakan suatu pengulangan yang tidak perlu.
Lebih dari itu, kalimat yang tadinya sudah jelas, sekarang diulangi secara
kabur / tidak jelas.
2. Ada
juga yang beranggapan bahwa Kristus benar-benar turun ke neraka untuk mengalami
siksaan neraka untuk menebus dosa kita.
Keberatan terhadap penafsiran ini:
·
antara kematian dan
kebangkitanNya, tubuh Kristus ada dalam kuburan dan roh / jiwaNya ada di surga
(Luk 23:43,46). Karena itu, baik tubuh maupun jiwa / roh dari manusia
Yesus Kristus tidak mungkin turun ke neraka untuk mengalami siksaan neraka
tersebut.
·
sesaat sebelum kematianNya,
Yesus berkata ‘Sudah
selesai’ (Yoh 19:30). Ini
menunjukkan bahwa penderitaan aktifNya untuk menanggung hukuman dosa umat
manusia sudah selesai. Kalau ternyata Ia masih harus turun ke neraka dan
memikul hukuman kita lagi di dalam neraka, maka seharusnya tadi Ia berteriak ‘Belum selesai’, bukannya ‘Sudah selesai’.
3. Roma
Katolik:
Sesudah mati, Kristus pergi ke LIMBUS PATRUM (= tempat
penantian dimana orang-orang suci jaman Perjanjian Lama menantikan kebangkitan
Kristus), menyampaikan Injil kepada mereka dan lalu membawa mereka ke surga.
Dasar Kitab Suci yang dipakai adalah Maz 107:16 Zakh 9:11.
Keberatan terhadap ajaran ini:
·
ayat-ayat itu ditafsirkan out
of context (= keluar dari kontexnya). Bacalah seluruh kontex dari ayat-ayat
itu dan saudara akan melihat bahwa baik Maz 107:16 maupun Zakh 9:11 menunjuk
pada pembebasan / pertolongan yang Allah lakukan terhadap orang yang tadinya
mengalami penderitaan sebagai hukuman dosa mereka. Jadi, ayat-ayat ini sama
sekali tak ada hubungannya dengan Kristus turun ke neraka / Hades / Limbus
Patrum.
·
orang suci jaman Perjanjian
Lama itu adalah orang percaya; lalu mengapa mesti diinjili lagi?
·
ini bertentangan dengan
2Raja 2:11 yang menyatakan bahwa Elia naik ke surga, bukan pergi ke Limbus Patrum.
·
apa perlunya Kristus pergi
ke sana? Kalau hanya untuk membebaskan mereka, Kristus tidak perlu pergi ke
sana. Ia bisa membebaskan mereka dari surga (bandingkan dengan cerita tentang
perwira dan Yesus dalam Mat 8:7-10, dimana perwira itu percaya bahwa tanpa
datang ke rumahnyapun Yesus bisa menyembuhkan hambanya yang sakit
itu).
4. Lutheran:
‘Turun ke HADES’ dianggap sebagai tahap pertama dari
pemuliaan Kristus. Kristus turun ke HADES untuk menyelesaikan kemenanganNya
atas setan dan untuk menyampaikan hukuman mereka.
Keberatan terhadap ajaran ini:
·
tidak ada dasar Kitab
Sucinya.
·
pemuliaan Kristus baru
dimulai pada saat Kristus bangkit.
·
agak sukar membayangkan
bahwa kata ‘turun’ bisa menunjuk pada ‘pemuliaan Kristus’.
5. The
church of England:
Tubuh Kristus ada di kuburan, tetapi roh / jiwaNya pergi ke
HADES, atau, lebih khusus lagi, ke Firdaus, tempat penantian dari roh
orang-orang benar dan memberi penjelasan tentang kebenaran.
Keberatan terhadap ajaran ini:
·
tak ada dasar Kitab Sucinya.
·
orang benar yang sudah mati
tak perlu diajar lagi.
·
Firdaus bukanlah tempat
penantian orang benar, tetapi Firdaus jelas adalah surga. Ini sudah saya
bahas di depan.
6. Calvin:
‘Turun ke neraka’ menunjukkan penderitaan rohani yang dialami oleh
Kristus. Calvin berkata bahwa 12 Pengakuan Iman Rasuli itu mula-mula
menunjukkan penderitaan Kristus yang terlihat oleh manusia (yaitu menderita,
disalibkan, mati, dikuburkan), dan setelah itu 12 Pengakuan Iman Rasuli itu
melanjutkan dengan menunjukkan penderitaan Kristus secara rohani, yang tidak
terlihat oleh manusia. Ini terjadi pada saat Ia berteriak: ‘ELI, ELI, LAMA
SABAKHTANI?’ (Mat 27:46).
Dengan demikian jelas bahwa Calvin tidak mempercayai
bahwa antara kematian dan kebangkitanNya, Kristus betul-betul turun ke neraka
atau HADES atau tempat manapun. Antara kematian dan kebangkitanNya, roh / jiwa
dari manusia Yesus pergi ke surga (sesuai dengan kata-kataNya dalam
Luk 23:43,46), sedangkan tubuh manusia Yesus ada di kuburan.
7. Ada
juga orang Reformed yang menganggap bahwa ‘turun ke neraka / Kerajaan Maut’
berarti bahwa Yesus ada dalam kuasa maut sampai hari yang ke 3.
‘Westminster Confession of Faith’, chapter VIII, 4 berbunyi sebagai berikut:
“... was crucified, and
died, was buried, and remained under the power of death, yet saw no
corruption. On the third day He arose from the dead ...” (= ... disalibkan, dan
mati, dan dikuburkan, dan tetap ada di bawah kuasa kematian, tetapi tidak
menjadi rusak / busuk. Pada hari ketiga Ia bangkit dari antara orang mati
...).
Sama seperti penafsiran Calvin, pandangan yang inipun
tidak mempercayai bahwa Yesus betul-betul turun ke neraka / HADES.
Saya sendiri condong pada pandangan Calvin.
Ada satu ayat yang kelihatannya menentang apa yang saya ajarkan,
yaitu bahwa antara kematian dan kebangkitanNya Yesus naik ke surga. Ayat itu
adalah Yoh 20:17, dimana setelah kebangkitanNya, Yesus berkata kepada
Maria: “Janganlah
engkau memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa”.
Ini dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa antara
kematian dan kebangkitanNya, Yesus tidak / belum naik ke surga.
Penjelasan tentang ayat ini:
·
Yoh 20:17 ini tidak
boleh ditafsirkan bertentangan dengan Luk 23:43,46 yang jelas menunjukkan bahwa
antara kematian dan kebangkitanNya, Yesus naik ke surga.
·
Adalah sesuatu yang tidak
masuk akal kalau Yesus melarang Maria memegang (dalam arti menyentuh) Dia,
karena dalam Mat 28:9 dan Yoh 20:27 Ia mengijinkan diriNya untuk dipegang.
Karena itu, kata ‘memegang’ dalam
Yoh 20:17 seharusnya diartikan ‘memegang erat-erat / menahan / nggandoli’. Bandingkan dengan terjemahan NASB yang mengatakan ‘Stop
clinging to Me’ (= berhentilah berpegang teguh kepadaKu), dan juga
terjemahan NIV yang mengatakan ‘Do not hold on to Me’ (= jangan
berpegang erat-erat kepadaKu).
·
Selanjutnya, kata-kata ‘Aku belum pergi kepada
Bapa’ dalam Yoh 20:17a itu, tidak
menunjuk ke belakang pada saat antara kematian dan kebangkitan Yesus, tetapi
menunjuk ke depan pada hari kenaikanNya ke surga. Ini terlihat dengan jelas dari
Yoh 20:17b yang berbunyi ‘sekarang Aku akan pergi kepada BapaKu dan Bapamu, kepada
AllahKu dan Allahmu’, kata ‘pergi’ ini jelas menunjuk pada kenaikanNya ke surga.
Jadi kesimpulannya, arti dari Yoh 20:17 adalah:
janganlah nggandoli / menahan Aku; Aku tidak bisa selama-lamanya di bumi ini,
karena Aku harus pergi kepada Bapa / naik ke surga.
Rupa-rupanya Yesus tahu akan isi hati Maria yang begitu
mencintai Dia, sehingga ingin menahan Dia terus menerus dan tidak mau berpisah
lagi dengan Yesus. Tetapi Yesus tahu bahwa Ia tidak bisa selama-lamanya bersama
dengan Maria secara jasmani, karena Ia harus naik ke surga. Karena itulah Ia
lalu mengucapkan Yoh 20:17 ini.
Dengan demikian jelaslah bahwa Yoh 20:17 ini tidak
bisa dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa antara kematian dan kebangkitanNya
Yesus tidak / belum naik ke surga.
2Kor 5:10 - “Sebab
kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh
apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya
ini, baik ataupun jahat”.
Perhatikan kata-kata yang saya
garis bawahi itu, yang diterjemahkan secara berbeda oleh Kitab Suci bahasa
Inggris.
KJV: ‘in his body’ (= dalam
tubuhnya).
RSV/NIV/NASB: ‘in the body’
(= dalam tubuh).
Dalam bahasa Yunani memang
digunakan kata SOMA, yang artinya adalah ‘tubuh’.
Ini ayat
yang sangat jelas dan kuat dalam persoalan ini. Penghakiman Kristus nanti
tergantung hanya pada apa yang dilakukan seseorang dalam hidupnya / dalam
tubuhnya, bukan pada apa yang dilakukannya setelah ia mati / ada di luar
tubuhnya.
Jadi, seandainya
penginjilan terhadap orang mati itu memungkinkan untuk dilakukan, dan seandainya
orang mati itu bisa bertobat dan percaya kepada Yesus, itu tetap tidak akan
diperhitungkan dalam penghakiman akhir jaman. Yang diperhitungkan hanyalah
tindakan-tindakannya selama ia berada dalam tubuhnya.
Hal ini terlihat dengan jelas dari cerita
tentang Lazarus dan orang kaya dalam Luk 16:19-31. Dalam cerita itu jelas
sekali bahwa orang kaya itu menyesal, tetapi penyesalan itu sama sekali tidak
berguna, karena itu merupakan tindakan yang terjadi setelah kematiannya / di
luar tubuh!
Illustrasi: kalau seseorang menghadapi ujian,
maka ia mempunyai waktu untuk belajar dan mempersiapkan diri untuk menghadapi
ujian tersebut. Kalau ternyata ia menyia-nyiakan kesempatan itu, dan baru
menyesal akan kemalasannya, dan mulai rajin belajar setelah ujian, maka
penyesalan dan kerajinannya itu tidak akan mempengaruhi nilai ujiannya, karena
semua itu terjadi setelah ujian. Apa yang mempengaruhi nilai ujiannya hanyalah
apa yang ia lakukan sebelum ujian!
‘Masa
belajar’ bagi kita
adalah hidup yang sekarang ini. Apapun yang kita lakukan dalam hidup ini
mempengaruhi hidup yang akan datang. Tetapi apapun yang kita lakukan setelah
kita mati, tidak akan mempengaruhi ‘nilai ujian’ kita!
Charles Hodge: “According
to the Scriptures and the faith of the Church, the probation of man ends at
death” (= Menurut Kitab Suci dan iman Gereja, masa percobaan /
ujian manusia berakhir pada kematian) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 725.
Louis Berkhof: “It (Scripture)
also invariably represents the coming final judgment as determined by the
things that were done in the flesh, and never speaks of this as dependent in
any way on what occurred in the intermediate state” [=
Itu (Kitab Suci) juga selalu menunjukkan / menggambarkan
bahwa penghakiman akhir yang mendatang itu ditentukan oleh hal-hal yang dilakukan
dalam daging, dan tidak pernah berbicara tentang hal ini sebagai tergantung
dengan cara apapun pada apa yang terjadi dalam intermediate state (keadaan
antara kematian dan kebangkitan)] - ‘Systematic Theology’, hal 693.
Calvin: “it is an indubitable doctrine
of Scripture, that we obtain not salvation in Christ except by faith; then
there is no hope left for those who continue to death unbelieving” (= merupakan suatu doktrin
/ ajaran yang sudah pasti dari Kitab Suci, bahwa kita tidak mendapat
keselamatan dalam Kristus kecuali oleh iman; maka tidak ada pengharapan yang
tersisa untuk mereka yang terus tidak percaya sampai mati) - hal 113.
Mari kita menyoroti beberapa ayat:
a) Yeh 3:18
- “Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau
pasti dihukum mati! - dan engkau tidak memperingatkan dia atau tidak berkata
apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, supaya
ia tetap hidup, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku
akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu”.
Bagian akhir ayat ini diterjemahkan
secara lebih baik dan lebih hurufiah oleh NIV: ‘I will hold you accountable for
his blood’ (= Aku akan menganggap engkau bertanggung jawab untuk
darahnya).
Kalau memang orang bisa mendengar Injil setelah mati,
mengapa Yeh 3:18 itu mengatakan:
·
bahwa orang itu mati
dalam kesalahan / dosa?
·
bahwa Tuhan akan menuntut
pertanggungan jawab tentang darah orang itu kepada kita yang tidak
memperingatkan orang itu?
b) Ro 2:12 - “Sebab
semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat; dan
semua orang yang berdosa di bawah hukum Taurat akan dihakimi oleh hukum Taurat”.
Kalau orang yang tidak mempunyai
hukum Taurat dikatakan ‘akan binasa tanpa hukum Taurat’ (artinya ia tidak akan dihakimi
berdasarkan hukum Taurat, tetapi dihakimi berdasarkan suara hati / hati nurani
mereka - bdk. Ro 2:14-15. Tetapi mereka tetap akan binasa), maka bisalah
disimpulkan bahwa orang yang tidak mempunyai Injil atau tidak pernah mendengar
Injil akan binasa tanpa Injil (artinya mereka tidak akan dihakimi berdasarkan
Injil, tetapi mereka tetap akan binasa).
c) Ro 10:13-15 - “Sebab,
barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana
mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana
mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia.
Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya?”.
Text ini memberikan suatu
rangkaian: orang yang berseru kepada Tuhan akan selamat, tetapi bagaimana bisa
berseru kalau tidak percaya, dan bagaimana bisa percaya kalau tidak pernah
mendengar, dan bagaimana bisa mendengar kalau tidak ada yang memberitakan?
Kalau rangkaian ini dibalik, maka akan didapatkan: kalau tidak ada yang
memberitakan, maka orangnya tidak bisa mendengar. Kalau orangnya tidak
mendengar, ia tidak bisa percaya. Kalau ia tidak percaya, ia tidak bisa
berseru. Dan kalau ia tidak berseru maka ia tidak bisa selamat. Jadi kalau
tidak ada yang memberitakan Injil kepadanya, ia tidak bisa selamat!
Jadi, semua ayat-ayat di atas ini menunjukkan
bahwa orang yang tidak pernah mendengar Injil akan mati dalam dosanya. Dan 3
ayat ini merupakan jawaban saya atas kata-kata sembrono dari Andereas Samudera
di bawah ini.
Andereas Samudera: “Mereka yang kukuh mengatakan bahwa Injil hanya untuk orang hidup saja dan tak ada kesempatan lagi bagi mereka di alam maut, tak bisa mendukung pendapatnya dengan satu ayatpun!” - ‘Dunia Orang Mati’, hal 50.
Ayub 7:9-10 - “Sebagaimana awan lenyap dan
melayang hilang, demikian juga orang yang turun ke dalam dunia orang mati
tidak akan muncul kembali. Ia tidak lagi kembali ke rumahnya, dan tidak dikenal
lagi oleh tempat tinggalnya”.
Pengkhotbah 9:5-6 - “Karena
orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi orang yang mati tak
tahu apa-apa, tak ada upah lagi bagi mereka, bahkan kenangan kepada mereka
sudah lenyap. Baik kasih mereka, maupun kebencian dan kecemburuan mereka sudah
lama hilang, dan untuk selama-lamanya tak ada lagi bahagian mereka dalam
segala sesuatu yang terjadi di bawah matahari”.
Kedua ayat di atas ini jelas sekali
bertentangan dengan pandangan bahwa roh orang mati masih bisa gentayangan dalam
dunia ini, merasuk orang hidup dan sebagainya, seperti yang diajarkan oleh
Andereas Samudera.
Maz 88:11-13 - “Apakah Kaulakukan keajaiban
bagi orang-orang mati? Masakan arwah bangkit untuk bersyukur kepadaMu? Sela.
Dapatkah kasihMu diberitakan di dalam kubur, dan kesetiaanMu di tempat kebinasaan?
Diketahui orangkah keajaiban-keajaibanMu dalam kegelapan, dan keadilanMu di
negeri segala lupa?”.
Yes 38:18-19 - “Sebab
dunia orang mati tidak dapat mengucap syukur kepadaMu, dan maut tidak dapat
memuji-muji Engkau; orang-orang yang turun ke liang kubur tidak menanti-nanti
akan kesetiaanMu. Tetapi hanyalah orang yang hidup, dialah yang mengucap syukur
kepadaMu, seperti aku pada hari ini; seorang bapa memberitahukan kesetiaanMu
kepada anak-anaknya”.
Kedua ayat di atas ini menunjukkan
bahwa tidak mungkin ada penginjilan terhadap orang mati.
Tetapi rupa-rupanya ayat-ayat ini
sudah diantisipasi oleh Andereas Samudera, dan ia memberikan jawaban terhadap 3
dari 4 ayat di atas.
a) Tentang
Ayub 7:9-10.
Andereas Samudera:
“Kitab Ayub
adalah kitab tertua dari kumpulan Alkitab kita. Kitab ini sudah ada sebelum
Musa mulai menuliskan kelima kitab Tauratnya. Jaman Ayub hidup, belum pernah
terjadi mujizat-mujizat kebangkitan orang mati seperti jaman Elia dan Elisa.
Jangan heran bila Ayub membuat pernyataan tentang dunia orang mati seperti ini:
Ayub 7:9-10 - Sebagaimana awan lenyap dan melayang hilang,
demikian juga orang yang turun ke dalam dunia orang mati tidak akan muncul
kembali. Ia tidak lagi kembali ke rumahnya, dan tidak dikenal lagi oleh tempat
tinggalnya.
Ayat ini sering jadi
pedoman bagi mereka-mereka yang menolak kenyataan bahwa orang-orang mati suka
datang menampakkan diri kepada orang hidup, terutama kepada kerabat dekatnya.
Kitab Ayub pasti ditulis
oleh seorang penulis yang melihat di dunia roh, karena ia tahu dengan tepat apa
yang terjadi di atas sana, ketika Tuhan bercakap-cakap dengan Setan untuk
mengikhtiarkan malapetaka Ayub yang berturut-turut. Tetapi Ayub sendiri tak
menyadari apa yang terjadi di atas sana. Akibatnya ia bertele-tele dan
berbantah-bantah dengan ketiga temannya: Elifas, Bildad dan Zofar, sampai
berpasal-pasal, yakni dari pasal 4 sampai dengan pasal 37 - tiga puluh empat
pasal banyaknya - berbicara tentang nasibnya, perbuatan Allah, tuduh-menuduh
dan membela dirinya berlarut-larut.
Pada akhirnya ketika Tuhan
menampakkan diriNya di dalam badai di hadapan Ayub, (Ayub pasal 38 sd. 42), terpaksa
Ayub menarik semua perkataannya.
Ayub 42:1-6 - Maka jawab Ayub kepada TUHAN: ‘Aku tahu, bahwa Engkau
sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal. FirmanMu:
Siapakah dia yang menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan? Itulah sebabnya,
tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat ajaib bagiku
dan yang tidak kuketahui. FirmanMu: Dengarlah, maka Akulah yang akan
berfirman; Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberitahu Aku. Hanya dari
kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri
memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan
menyesal aku duduk dalam debu dan abu. (garis bawah dari Andereas Samudera)
Jadi nyata bahwa penulis
kitab Ayub menuliskan kisah seorang yang menderita karena tindakan-tindakan di
alam roh yang dikerjakan setan atas persetujuan Allah dan menggambarkan
bagaimana reaksi orang itu bila tak tahu apa yang terjadi di alam roh. Kata-kata
Ayub tentang dunia roh bukan referensi yang dapat anda pakai untuk mengenal
alam roh dengan benar. Akhirnya Ayub mengaku di hadapan Tuhan bahwa ia
telah bercerita tentang hal-hal yang ia sendiri tak ketahui dan mencabut semua
perkataannya dihadapan Allah. Kalau Ayub mencabutnya, jangan sekali-kali
anda memegangnya sebagai pedoman! Pasti salah juga!” - ‘Dunia Orang Mati’, hal 102-103.
Jawaban balik dari saya:
1. Ada kemungkinan bahwa Kitab Ayub
ditulis oleh Ayub sendiri.
Andereas Samudera secara
sembarangan membedakan Ayub dan penulis kitab Ayub, dengan alasan bahwa Ayub
tidak tahu apa yang terjadi di alam roh, sedangkan penulis kitab Ayub itu
mengetahui semua itu. Tetapi tidak mungkinkah bahwa Ayub sendiri, yang
mula-mula memang tidak tahu akan apa yang terjadi antara Tuhan dan setan,
belakangan mengetahui hal itu atau diberi tahu oleh Tuhan tentang hal itu dan
lalu menuliskannya?
Memang harus diakui bahwa para
penafsir tidak bisa memastikan siapa penulis kitab Ayub ini, dan bahkan ada
yang memastikan bahwa penulisnya bukanlah Ayub sendiri. Tetapi ada juga yang
menganggap bahwa Ayublah penulis kitab Ayub ini, seperti yang ditunjukkan oleh
kutipan-kutipan di bawah ini.
Barnes’ Notes: “Lowth, Magee, Prof. Lee. and many others,
regard it as the work of Job himself. ... Herder ... supposes that it was
written by some ancient Idumean, probably Job himself” (= Lowth, Magee, Prof. Lee. dan banyak
yang lain, menganggapnya sebagai pekerjaan Ayub sendiri. ... Herder ...
menganggap bahwa kitab ini ditulis oleh seorang Idumea kuno, mungkin Ayub
sendiri) - hal
xv-xvi (Introduction).
Albert Barnes sendiri (penulis dari
Barnes’ Notes) setelah membahas panjang lebar tentang siapa penulis dari kitab
Ayub ini, akhirnya menyimpulkan sebagai berikut:
“It
seems to me, therefore, that by this train of remarks, we are conducted to a
conclusion attended with as much certainty as can be hoped for in the nature of
the case, that the work was composed by Job himself in the period of rest and
prosperity which succeeded his trials” (= Karena itu, terlihat bagi saya, bahwa oleh sederetan komentar /
pernyataan ini, kita dipimpin pada suatu kesimpulan yang disertai dengan
kepastian sebanyak yang bisa diharapkan dalam kasus seperti itu, bahwa
pekerjaan / kitab itu disusun / ditulis oleh Ayub sendiri pada masa istirahat /
ketenangan dan kemakmuran yang terjadi setelah pencobaan-pencobaannya) - hal xxvii (Introduction).
Pulpit Commentary: “The most ingenious of the conjectures put
forward is that of Dr. Mill and Professor Lee, who think that Job himself put
the discourses into a written form, ... the theory of Dr. Mill and Professor
Lee, though unproved, is probably the nearest approach to the truth that can be
made at the present day” (=
Dugaan yang paling cerdik yang diajukan adalah dugaan dari Dr. Mill dan
Profesor Lee, yang menganggap bahwa Ayub sendiri yang menjadikan
pembicaraan-pembicaraan itu ke dalam suatu bentuk tulisan, ... teori dari Dr.
Mill dan Profesor Lee, sekalipun tidak dibuktikan, mungkin merupakan pendekatan
yang paling dekat dengan kebenaran yang bisa dibuat pada jaman ini) - hal xvi (Introduction).
Matthew Poole: “The penman of this book is not certainly
known, ... But most probably it was either, 1. Job himself, who was most
capable of giving this exact account; who as in his agony he wished that his
words and carriage were written in a book, chap. 19:23,24, so possibly, when he
was delivered from it, he satisfied his own and others’ desires therein. Only
what concerns his general character, chap. 1:1, and the time of his death,
chap. 42:16,17, was added by another hand; the like small additions being made
in other books of Scripture” [=
Penulis dari kitab ini tidak diketahui dengan pasti, ... Tetapi yang paling
memungkinkan adalah bahwa ia adalah 1. Ayub sendiri, yang paling mampu
untuk memberikan laporan / cerita yang tepat / persis / seksama; yang pada
waktu ada dalam penderitaannya berharap bahwa kata-kata dan sikapnya dituliskan
dalam sebuah kitab (19:23,24), dan karena itu mungkin sekali pada waktu ia
sudah dibebaskan darinya, ia memuaskan keinginan dirinya sendiri maupun orang
lain dalam hal itu. Hanya apa yang berkenaan dengan sifat-sifatnya secara umum
(1:1), dan saat kematiannya (42:16,17), ditambahkan oleh tangan / penulis yang
lain; tambahan-tambahan kecil yang serupa juga dibuat dalam kitab-kitab lain
dari Kitab Suci] -
hal 921.
2. Kata-kata Ayub dalam
Ayub 7:9-10 merupakan suatu hukum yang bersifat umum.
Ayub 7:9-10 - “Sebagaimana awan lenyap dan melayang
hilang, demikian juga orang yang turun ke dalam dunia orang mati tidak akan
muncul kembali. Ia tidak lagi kembali ke rumahnya, dan tidak dikenal lagi oleh
tempat tinggalnya”.
Kata-kata seperti ini ia ucapkan
beberapa kali, seperti dalam:
·
Ayub 10:21
- “sebelum aku pergi, dan tidak kembali
lagi, ke negeri yang gelap dan kelam pekat”.
NIV: ‘before I go to the place of no return’ (= sebelum aku pergi ke tempat
yang tidak memungkinkan kembali).
·
Ayub 14:12,14
- “demikian juga manusia berbaring dan tidak
bangkit lagi, sampai langit hilang lenyap, mereka tidak terjaga, dan tidak
bangun dari tidurnya. ... Kalau manusia mati, dapatkah ia hidup lagi?
Maka aku akan menaruh harap selama hari-hari pergumulanku, sampai tiba
giliranku”.
·
Ayub
16:22 - “Karena sedikit jumlah
tahun yang akan datang, dan aku akan menempuh jalan, dari mana aku tak akan
kembali lagi”.
NIV: ‘Only a few years will pass before I go on the journey of no return’
(= Hanya beberapa tahun akan berlalu sebelum aku pergi dalam perjalanan yang
tidak memungkinkan untuk kembali).
Semua kata-kata di atas itu ia
ucapkan hanya sebagai hukum yang bersifat umum, dan karena itu maka
kata-kata itu tidak boleh dihubungkan dengan kebangkitan orang mati, yang
merupakan suatu perkecualian. Mengapa? Karena kalau bagian yang bersifat
perkecualian dihubungkan dengan ayat-ayat yang berlaku secara umum, maka pasti
terjadi kekacauan. Misalnya Ibr 9:27 mengatakan: “manusia ditetapkan untuk mati hanya satu
kali saja”. Ini
merupakan hukum yang bersifat umum, atau dengan kata lain, pada umumnya berlaku
hukum ini. Ayat ini tidak cocok dengan orang mati yang dibangkitkan, yang tentu
saja suatu hari akan mati lagi (untuk keduakalinya). Apakah Andereas Samudera
berani mengatakan bahwa penulis surat Ibrani itu juga tidak pernah mendengar
tentang kebangkitan orang mati?
3. Kata-kata Ayub dalam
Ayub 7:9-10 tidak berarti bahwa Ayub tidak mempercayai kebangkitan orang
mati.
Karena kata-kata Ayub dalam
Ayub 7:9-10 itu hanyalah merupakan hukum yang bersifat umum, maka itu sama
sekali tidak berarti bahwa Ayub tidak mempercayai bahwa Allah bisa
membangkitkan orang mati.
Bandingkan dengan kata-kata Ayub di
bawah ini:
·
Ayub 9:5-10
- “Dialah yang memindahkan gunung-gunung
dengan tidak diketahui orang, yang membongkar-bangkirkannya dalam murkaNya;
yang menggeserkan bumi dari tempatnya, sehingga tiangnya bergoyang-goyang; yang
memberi perintah kepada matahari, sehingga tidak terbit, dan mengurung
bintang-bintang dengan meterai; yang seorang diri membentangkan langit, dan
melangkah di atas gelombang-gelombang laut; yang menjadikan bintang Biduk,
bintang Belantik, bintang Kartika, dan gugusan-gugusan bintang Ruang Selatan; yang
melakukan perbuatan-perbuatan besar yang tidak terduga, dan keajaiban-keajaiban
yang tidak terbilang banyaknya”.
Ini menunjukkan bahwa Ayub
mempercayai kemahakuasaan Allah, sehingga bisa melakukan perbuatan-perbuatan besar
yang tidak terduga dan keajaiban-keajaiban yang tidak terbilang banyaknya.
Masakan ia tidak percaya bahwa Allah bisa membangkitkan orang mati?
·
Ayub 19:26-27
- “Juga sesudah kulit tubuhku sangat rusak,
tanpa dagingkupun aku akan melihat Allah, yang aku sendiri akan melihat memihak
kepadaku; mataku sendiri menyaksikanNya dan bukan orang lain. Hati sanubariku
merana karena rindu”.
Ini jelas menunjukkan kepercayaan
Ayub terhadap kebangkitan orang mati! Memang mungkin sekali yang dimaksud di
sini adalah kebangkitan orang mati pada akhir jaman. Tetapi kalau Ayub
bisa percaya bahwa pada akhir jaman Allah bisa membangkitkan orang mati,
mungkinkah ia tidak percaya bahwa pada saat itupun Allah bisa membangkitkan
orang mati?
4. Seseorang
tidak harus melihat dahulu baru bisa percaya!
Andereas Samudera mengatakan bahwa
Ayub tidak mempercayai kebangkitan orang mati, karena pada jamannya hal itu
belum pernah terjadi. Apakah orang yang imannya begitu hebat seperti Ayub
harus melihat dahulu baru percaya, sama seperti Tomas (bdk. Yoh 20:24-29)?
Dalam persoalan ini perlu diingat
bahwa Abraham, yang jelas juga hidup sebelum ada kebangkitan orang mati, bahkan
mungkin sekali sebelum jaman Ayub, bisa percaya akan kebangkitan orang mati,
seperti yang dikatakan dalam Ibr 11:17-19 - “Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia,
yang telah menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal,
walaupun kepadanya telah dikatakan: ‘Keturunan yang berasal dari Ishaklah yang
akan disebut keturunanmu.’ Karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa
membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari sana
ia seakan-akan telah menerimanya kembali”.
Berbeda dengan Ayub 19:26-27
yang menunjukkan kepercayaan Ayub pada kebangkitan orang mati pada akhir
jaman, maka Ibr 11:17-19 menunjukkan kepercayaan Abraham bahwa Allah
bisa membangkitkan orang mati pada saat itu. Apakah Ayub tidak bisa beriman
seperti Abraham?
Bahkan Elia sendiri, yang merupakan
orang pertama yang membangkitkan orang mati, sebetulnya juga tidak pernah tahu
ada orang mati dibangkitkan. Mengapa ia bisa berdoa, bahkan saya yakin ia bisa
berdoa dengan iman, untuk anak yang mati itu dan meminta supaya Allah
membangkitkannya (1Raja 17:20-21)? Demikian juga dengan banyak orang lain
yang melakukan mujijat yang belum pernah terjadi sebelumnya, seperti Musa
membelah Laut Merah, Musa mengeluarkan air dari batu karang, Yosua merobohkan
tembok Yerikho, Yosua menghentikan matahari, dan sebagainya. Mereka melakukan
semua itu dengan iman. Mereka bisa beriman padahal sebelumnya belum pernah
terjadi hal seperti itu. Mengapa bisa demikian? Karena memang seperti yang
dikatakan Ibr 11:1 - “Iman
adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala
sesuatu yang tidak kita lihat”.
Jadi sekalipun Ayub hidup pada
jaman dimana kebangkitan orang mati belum pernah terjadi, itu tidak harus
diartikan bahwa Ayub tidak mempercayai kebangkitan orang mati. Karena itu,
Ayub 7:9-10 dan ayat-ayat lain yang serupa yang telah saya kutip di atas, tidak
menunjukkan bahwa Ayub tidak mempercayai kebangkitan orang mati.
5. Seseorang
tidak harus melihat dahulu baru kata-katanya bisa benar.
Andereas Samudera menganggap bahwa
kata-kata Ayub itu salah karena pada jaman Ayub belum pernah ada kebangkitan orang
mati. Dengan kata lain, kalau seseorang belum pernah melihat sesuatu maka
kata-katanya tentang sesuatu itu pasti salah. Ini jelas omong kosong, karena
ada banyak penulis Kitab Suci yang menuliskan tentang hal-hal yang belum pernah
dilihatnya / dialaminya, tetapi karena ia menuliskan di bawah pengilhaman Roh
Kudus, maka kata-katanya pasti benar.
Misalnya:
·
2Pet 3:10-13
maupun Ibr 1:10-12 berbicara tentang kehancuran seluruh alam semesta pada akhir
jaman (kiamat), dan juga tentang pembaharuan semua itu menjadi langit dan bumi
yang baru. Padahal baik Petrus maupun penulis surat Ibrani belum pernah melihat
/ mengalami kiamat tersebut. Apakah itu berarti bahwa kata-kata mereka pasti
salah?
·
1Tes
4:14-17 berbicara tentang kedatangan Yesus yang keduakalinya. Padahal Paulus
belum pernah melihat / mengalami hal itu. Apakah itu berarti bahwa kata-katanya
pasti salah?
6. Apakah Ayub mencabut kata-kata
dalam Ayub 7:9-10 itu?
Untuk ini ada beberapa hal yang
perlu diketahui:
a. Ayub tidak mencabut semua
perkataannya.
Andereas Samudera mengatakan
sebanyak 2 x bahwa Ayub mencabut semua perkataannya, padahal:
·
Ayub
/ Kitab Suci tidak pernah mengatakan bahwa Ayub mencabut semua
perkataannya. Andereas Samudera sendiri yang secara kurang ajar menambahi kata ‘semua’ (perhatikan 2 x kata ‘semua’ yang
saya cetak dengan huruf besar dari kata-kata Andereas Samudera di atas),
padahal dalam Ayub 42:6 itu hanya dikatakan: ‘aku mencabut perkataanku’ (Catatan: inipun terjemahannya meragukan,
bandingkan dengan point b. di bawah). Andereas Samudera seharusnya
memperhatikan ancaman dalam Wah 22:18-19 bagi orang yang menambahi Firman
Tuhan!
·
di antara
kata-kata Ayub dalam sepanjang kitab Ayub, ada kata-kata yang luar biasa
hebatnya atau kata-kata yang pasti benar, seperti:
*
Ayub 13:15a
- “Lihatlah, Ia hendak membunuh aku, tak ada
harapan bagiku”.
Ini salah terjemahan!
KJV: ‘Though he slay me, yet will I trust in him’ (= Sekalipun Ia
membunuh aku, tetapi aku akan percaya kepadaNya).
*
Ayub 14:5
- “Jikalau hari-harinya sudah pasti, dan
jumlah bulannya sudah tentu padaMu, dan batas-batasnya sudah Kautetapkan,
sehingga tidak dapat dilangkahinya”. Ini menunjukkan bahwa umur manusia ditetapkan oleh
Tuhan, dan ini sesuai dengan Maz 39:5-6
dan Mat 6:27.
*
Ayub 19:25-26
- “Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan
akhirnya Ia akan bangkit di atas debu. Juga sesudah kulit tubuhku sangat rusak,
tanpa dagingkupun aku akan melihat Allah”.
*
Ayub
26:6-7 - “Dunia orang mati
terbuka di hadapan Allah, tempat kebinasaanpun tidak ada tutupnya. Allah
membentangkan utara di atas kekosongan, dan menggantungkan bumi pada kehampaan”.
*
Ayub 28:28
- “tetapi kepada manusia Ia berfirman:
Sesungguhnya, takut akan Tuhan, itulah hikmat, dan menjauhi kejahatan itulah
akal budi.’”. Ini
sesuai dengan Amsal 1:7 dan Amsal 14:16.
Karena itu jelaslah bahwa Ayub
tidak mungkin mencabut semua perkataannya.
b. Terjemahan Ayub 42:6 dalam
Kitab Suci Indonesia ini perlu diragukan.
Ayub 42:6 - “Oleh sebab itu aku mencabut
perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu”.
Kata ‘perkataanku’
sebetulnya tidak pernah ada dalam bahasa aslinya, dan demikian juga dalam terjemahan
bahasa Inggris; dan kata ‘mencabut’ diterjemahkan secara berbeda-beda
oleh Kitab Suci bahasa Inggris.
NASB: ‘Therefore I retract, And I repent in dust and ashes’ (=
Karena itu aku mencabut / menarik kembali, Dan aku bertobat dalam debu
dan abu).
KJV: ‘Wherefore I abhor myself, and repent in dust and ashes’ (=
Karena itu aku jijik pada diriku sendiri, dan bertobat dalam debu dan
abu).
RSV/NIV: ‘therefore I despise myself, and repent in dust and ashes’
(= karena itu aku menganggap rendah / hina diriku sendiri, dan bertobat
dalam debu dan abu).
Keil & Delitzsch: ‘Therefore I am sorry, and I repent
in dust and ashes’ (= Karena itu aku menyesal, dan aku bertobat
dalam debu dan abu) - hal 381.
Barnes’ Notes: “‘Wherefore I abhor myself.’ I see that I
am a sinner to be loathed and abhorred. Job, though he did not claim to be
perfect, had yet unquestionably been unduly exalted with the conception of his
own righteousness, and in the zeal of his argument, and under the excitement of
his feelings when reproached by his friends, had indulged in indefensible
language respecting his own integrity. He now saw the error and folly of this,
and desired to take the lowest place of humiliation. Compared with a pure and
holy God, he saw that he was utterly vile and loathsome, and was not unwilling
now to confess it. ‘And repent.’ Of the spirit which I have evinced; of the
language used in self-vindication; of the manner in which I have spoken of God.
Of the general sentiments which he had maintained in regard to the divine
administration as contrasted with those of his friends he had no occasion to
repent, for they were correct (ver. 8)” [= ‘Karena itu aku benci kepada diriku sendiri’. Aku melihat bahwa aku
adalah orang berdosa yang terhadap siapa aku harus jijik dan benci. Ayub,
sekalipun tidak mengclaim sebagai
orang yang sempurna, tetapi tak diragukan telah terlalu meninggikan diri dengan
konsep tentang kebenarannya sendiri, dan dalam semangatnya untuk
berargumentasi, dan di bawah gejolak perasaannya pada waktu dicela oleh
teman-temannya, telah menuruti hatinya dalam kata-kata yang tidak bisa
dipertahankan tentang kelurusannya. Sekarang ia melihat kesalahan dan kebodohan
dari hal ini, dan ingin mengambil tempat yang paling rendah. Dibandingkan
dengan Allah yang murni dan kudus, ia melihat bahwa ia sepenuhnya kotor dan
menjijikkan, dan sekarang ia mau mengakuinya. ‘Dan bertobat’. Bertobat dari
sikap yang telah aku tunjukkan; dari kata-kata yang aku gunakan untuk
mempertahankan diri; dari cara dalam mana aku berbicara tentang Allah. Tentang
perasaan umum yang telah ia pertahankan berkenaan dengan pemerintahan ilahi
yang bertentangan dengan pandangan teman-temannya, ia tidak mempunyai alasan
untuk bertobat, karena kata-katanya itu benar (ay 8)] - hal 269.
Pulpit Commentary: “He does not retract what he has said
concerning his essential integrity, but he admits that his words have been
overbold, and his attitude towards God one unbefitting a creature” (= Ia tidak menarik apa yang telah ia
katakan mengenai kelurusannya yang hakiki, tetapi ia mengakui bahwa
kata-katanya terlalu berani, dan sikapnya terhadap Allah tidak cocok dengan
sikap seorang makhluk ciptaan) - hal 662-663.
c. Ayub 42:7-8 menunjukkan bahwa Tuhan
menganggap benar kata-kata Ayub!
Andereas Samudera membacakan Ayub
42 mulai ayat 1, tetapi secara kurang ajar dan tidak bertanggung jawab ia telah
memotong pembacaan textnya sampai dengan Ayub 42:6 saja, padahal text
selanjutnya, yaitu Ayub 42:7-8, menunjukkan bahwa kata-kata Ayub dianggap
benar oleh Tuhan, dan karena itu tidak mungkin ia cabut kembali.
Ayub 42:7-8 - “Setelah TUHAN mengucapkan firman itu
kepada Ayub, maka firman TUHAN kepada Elifas, orang Teman: ‘MurkaKu menyala
terhadap engkau dan terhadap kedua sahabatmu, karena kamu tidak berkata
benar tentang Aku seperti hambaKu Ayub. Oleh sebab itu, ambillah tujuh ekor
lembu jantan dan tujuh ekor domba jantan dan pergilah kepada hambaKu Ayub, lalu
persembahkanlah semuanya itu sebagai korban bakaran untuk dirimu, dan baiklah hambaKu
Ayub meminta doa untuk kamu, karena hanya permintaannyalah yang akan Kuterima,
supaya Aku tidak melakukan aniaya terhadap kamu, sebab kamu tidak berkata
benar tentang Aku seperti hambaKu Ayub.’”.
Tentang kata-kata yang
digaris-bawahi ini perhatikan kata-kata Albert Barnes dan Pulpit Commentary di
bawah ini.
Barnes’ Notes: “This must be understood comparatively.
God did not approve of all that Job had said, but the meaning is, that his
general views of his government were just” (= Ini harus dimengerti dalam perbandingan. Allah tidak membenarkan
semua kata-kata Ayub, tetapi maksudnya adalah bahwa pandangannya tentang
pemerintahanNya secara umum adalah benar) - hal 270.
Pulpit Commentary: “Job had, on the whole, spoken what was
right and true of God, and is acknowledged by God as his true servant. The
‘comforters,’ consciously or unconsciously, had spoken what was false” (= Secara keseluruhan Ayub telah
mengatakan apa yang benar tentang Allah, dan diakui oleh Allah sebagai hambaNya
yang benar. Para ‘penghibur’, secara sadar atau tidak, telah mengatakan apa
yang salah) - hal
663.
d. Ayub 42:3 memang menunjukkan
penyesalan Ayub akan kata-kata salah yang ia ucapkan, dan boleh dikatakan ini ia
ucapkan untuk menyetujui atau mengaminkan kata-kata Tuhan dalam Ayub 38:2.
Tetapi berdasarkan Ayub 42:7-8 yang sudah saya tunjukkan di atas, jelas
bahwa ia bukannya menyesali semua kata-katanya, tetapi mungkin hanya:
·
kata-katanya
yang bersifat membenarkan diri sendiri (seperti dalam Ayub 27:5 31:1-35).
·
kata-katanya
yang menuduh bahwa Allah tidak adil (seperti dalam Ayub 19:6-7 27:2).
·
kata-katanya
yang menuduh bahwa Allah membencinya (seperti dalam Ayub 13:24 16:13 19:11
30:20-23).
e. Tentang kata-kata Ayub dalam
Ayub 7:9-10 yang sekarang sedang kita persoalkan, saya tidak melihat dasar
apapun untuk mengatakan bahwa kata-kata ini ditarik kembali oleh Ayub! Dan ayat
itu menunjukkan bahwa roh orang mati tidak bisa gentayangan di dunia ini, dan
ini jelas-jelas bertentangan dengan ajarannya Andereas Samudera. Untuk
jelasnya, saya berikan lagi Ayub 7:9-10 -
“Sebagaimana awan lenyap dan
melayang hilang, demikian juga orang yang turun ke dalam dunia orang mati
tidak akan muncul kembali. Ia tidak lagi kembali ke rumahnya, dan tidak dikenal
lagi oleh tempat tinggalnya”.
b) Tentang
Maz 88:11-13.
Andereas Samudera:
“Daud dalam
sakit payahnya berseru-seru dan bertanya kepada Tuhan:
Maz 88:11-13 - Apakah Kaulakukan keajaiban bagi orang-orang
mati? Masakan arwah bangkit untuk bersyukur kepadaMu? Sela. Dapatkah kasihMu
diberitakan di dalam kubur, dan kesetiaanMu di tempat kebinasaan? Diketahui
orangkah keajaiban-keajaibanMu dalam kegelapan, dan keadilanMu di negeri segala
lupa?
Pada
jaman Daud, tidak ada mujizat kebangkitan orang mati terjadi,
juga tak ada tukang panggil arwah yang buka praktek karena semua dibasmi oleh
Saul, atau sedikitnya tidak ada yang berani terang-terangan memanggil arwah
karena dilarang keras oleh Hukum Taurat. Pengetahuan dunia orang mati sedikit
sekali yang dikenal oleh Daud. Pengetahuan tentang dunia orang mati itu baru
datang setelah Tuhan Yesus memberitahukannya kepada manusia. Jadi Daud
mengungkapkan kata-kata dalam Mazmur itu sebagai pertanyaan kepada Tuhan, bukan
suatu pemberitahuan untuk anda jadikan pegangan. ‘Dapatkah kasihMu
diberitakan di dalam kubur, dan kesetiaanMu di tempat kebinasaan?’.
Kira-kira seribu tahun kemudian baru pertanyaan ini dijawab oleh Tuhan Yesus:
Yoh
5:25-29 - Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya saatnya akan tiba dan sudah
tiba, bahwa orang-orang mati akan mendengar suara Anak Allah, dan mereka yang
mendengarnya, akan hidup. Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam diriNya
sendiri, demikian juga diberikanNya Anak mempunyai hidup dalam diriNya sendiri.
Dan Ia telah memberikan kuasa kepadaNya untuk menghakimi, karena Ia adalah Anak
Manusia. Janganlah kamu heran akan hal itu, sebab saatnya akan tiba, bahwa
semua orang yang di dalam kuburan akan mendengar suaraNya, dan mereka yang
telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi
mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum.” - ‘Dunia Orang Mati’, hal 104-105.
Jawaban balik dari saya:
1. Siapa bilang yang menulis Mazmur ini
adalah Daud? Perhatikan Maz 88:1, yang menunjukkan bahwa penulisnya bernama
Heman.
2. Ini bukan pertanyaan kepada Tuhan,
tetapi argumentasi dalam doa.
Sekalipun kata-kata pemazmur ini ada
dalam bentuk pertanyaan, tetapi ia sama sekali tidak memaksudkannya sebagai
pertanyaan kepada Tuhan. Sebaliknya, ia menggunakan kata-kata ini sebagai
argumentasi supaya Tuhan menolong dia, yang sudah ada dalam keadaan sakit berat
(baca sendiri ay 2-10).
Perhatikan sekali lagi text itu.
Maz 88:11-13 - “(11) Apakah Kaulakukan keajaiban bagi
orang-orang mati? Masakan arwah bangkit untuk bersyukur kepadaMu? Sela. (12)
Dapatkah kasihMu diberitakan di dalam kubur, dan kesetiaanMu di tempat
kebinasaan? (13) Diketahui orangkah
keajaiban-keajaibanMu dalam kegelapan, dan keadilanMu di negeri segala lupa?”.
·
Sama
dengan ayat dalam kitab Ayub di atas, maka yang dikatakan pemazmur dalam ay 11
juga merupakan hal yang bersifat umum, dan tidak boleh dihubungkan dengan
kebangkitan orang mati, yang merupakan suatu perkecualian.
Calvin tentang Maz 88:11-13:
“it is a more seasonable
time to succour men, whilst in the midst of danger they are as yet crying, than
to raise them up from their graves when they are dead. He reasons from what
ordinarily happens; it not being God’s usual way to bring the dead out
of their graves to be witnesses and publishers of his goodness. ... He speaks
only of the ordinary manner in which help is extended by God, who has
designed this world to be as a stage on which to display his goodness towards
mankind” [= merupakan waktu yang
lebih cocok untuk menolong manusia pada waktu mereka masih sedang berteriak di
tengah-tengah bahaya, dari pada membangkitkan mereka dari kubur mereka pada
saat mereka sudah mati. Ia (pemazmur) berargumentasi
dari apa yang umumnya terjadi; karena bukan merupakan cara yang umum / biasa
bagi Allah untuk membangkitkan orang-orang mati dari kubur mereka untuk
menjadi saksi-saksi dan pemberita-pemberita kebaikanNya. ... Ia (pemazmur) berbicara hanya tentang cara yang umum
dimana pertolongan diberikan oleh Allah, yang telah merencanakan dunia ini
sebagai panggung untuk menunjukkan kebaikanNya kepada umat manusia] - hal 414-415.
·
Kata-katanya
dalam ay 12-13 berhubungan dengan sudut pandangnya. Di sini ia tidak
menyoroti kekekalan, tetapi hanya menyoroti kehidupan yang sekarang ini.
Charles Haddon Spurgeon: “True the souls of departed saints render
glory to God, but the dejected Psalmist’s thoughts do not mount to heaven but
survey the gloomy grave: he stays on this side of eternity, where in the grave
he sees no wonders and hears no songs” (= Adalah benar bahwa jiwa-jiwa dari orang-orang kudus yang mati
memberikan kemuliaan bagi Allah, tetapi pikiran dari pemazmur yang sedih tidak
naik ke surga tetapi melihat kubur yang suram / muram: ia tinggal di sebelah
sini dari kekekalan, dimana dalam kubur ia tidak melihat keajaiban dan tidak
mendengar nyanyian)
- hal 5.
Jadi maksud semua ini adalah: kalau
Engkau membiarkan aku mati, Tuhan, aku tidak akan bangkit lagi, dan aku tidak
lagi bisa bersyukur ataupun memberitakan kasih / kesetiaan / keajaiban /
keadilanMu. Karena itu jangan biarkan aku mati.
3. Siapa yang mengatakan bahwa
kata-kata Yesus dalam Yoh 5:25-29 itu dimaksudkan untuk menjawab kata-kata
pemazmur dalam Maz 88:11-13?
Kalau ayat-ayat Kitab Suci
dihubung-hubungkan secara sembarangan / tanpa dasar, maka bisa timbul segala
macam kekacauan. Misalnya kalau kita menghubungkan Yoh 13:27,
Mat 27:5 dan Mat 25:21, maka kita mendapatkan:
“Dan sesudah Yudas menerima roti itu, ia
kerasukan Iblis. Maka Yesus berkata kepadanya: ‘Apa yang hendak kauperbuat,
perbuatlah dengan segera.’”.
“Maka iapun melemparkan uang perak itu ke
dalam Bait Suci, lalu pergi dari situ dan menggantung diri”.
“Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik
sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia
dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara
yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu”.
Jadi, Yesus sendiri yang menyuruh
Yudas Iskariot untuk menggantung diri, dan setelah itu Ia memuji tindakan itu
sebagai baik dan setia, dan memasukkan Yudas Iskariot ke surga!
c) Tentang
Pengkhotbah 9:5-6.
Andereas Samudera:
“Juga hati-hati
sekali mempergunakan kata-kata Salomo dalam mengenal dunia roh. Waktu Tuhan
berbicara kepadanya dalam mimpi di Gibeon, antara lain Ia berfirman:
1Raja 3:11-12 - Jadi berfirmanlah Allah kepadanya: ‘Oleh karena
engkau telah meminta hal yang demikian dan tidak meminta umur panjang atau
kekayaan atau nyawa musuhmu, melainkan pengertian untuk memutuskan hukum, maka
sesungguhnya Aku melakukan sesuai dengan permintaanmu itu, sesungguhnya Aku
memberikan kepadamu hati yang penuh hikmat dan pengertian, sehingga sebelum
engkau tidak ada seorangpun seperti engkau, dan sesudah engkau takkan bangkit
seorangpun seperti engkau ...’
Salomo adalah seorang yang
penuh hikmat dan pengertian, tak seorangpun sesudah dia akan bangkit lagi
seperti dia, kata Firman Tuhan! Tetapi ketika Yesus Kristus datang kedunia, Ia
sendiri berkata: Mat 12:42 - ... dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari
pada Salomo! Bagaimana Alkitab anda ini? Satu kali ia berkata takkan bangkit
seorangpun seperti Salomo, di lain pihak ia bilang ada lagi yang lebih besar
dari Salomo! Ketahuilah, Alkitab tak berbuat curang kepada anda. Salomo memang
orang paling bijak di bawah kolong langit ini. Tetapi Tuhan Yesus bukan berasal
dari bawah kolong langit ini. Ia datang dari atasnya langit! Bila anda membaca
kitab-kitab Salomo, pelajari hal-hal penting untuk hidup pergaulan anda dengan
sesama dan dengan Tuhan, anda dapat belajar banyak darinya, tetapi bila sampai
kedaerah alam roh, Salomo tidak lagi dapat diandalkan sebagai guru yang benar.
Hal-hal di atas langit ia tak tahu banyak. Kita harus belajar dari Dia yang
datang dari alam roh yang Mahakudus itu. Perhatikan contohnya dalam ayat
berikut.
Pengkhotbah
9:5-6 - Karena orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi
orang yang mati tak tahu apa-apa, tak ada upah lagi bagi mereka, bahkan
kenangan kepada mereka sudah lenyap. Baik kasih mereka, maupun kebencian dan
kecemburuan mereka sudah lama hilang, dan untuk selama-lamanya tak ada lagi
bahagian mereka dalam segala sesuatu yang terjadi di bawah matahari.
Kata Salomo orang mati tak
tahu apa-apa: kasih, kebencian, cemburu mereka sudah hilang! Tetapi Tuhan Yesus
mengungkapkan cerita lain di alam maut. Orang kaya yang mati setelah Lazarus,
ternyata merasa menderita di alam maut, dan ia mengekspresikan penderitaannya
kepada bapa Abraham di atas sana. Jadi masih ada perasaan-perasaan di alam
maut! Ketika harapannya agar Lazarus turun ketempatnya untuk memberi setetes
air membasahi lidahnya tak terkabul, ia minta agar Lazarus dikirim kembali
kedunia untuk memberitahu saudara-saudaranya agar tidak turun ke alam maut itu.
Jadi masih ada pikiran-pikiran baik, masih ada kasih persaudaraan dan
pengharapan di alam maut. Jadi kalau Salomo bilang bahwa orang mati tak ada
bahagiannya lagi dalam segala sesuatu di bawah matahari, ia hanya memandang itu
dari segi badaniah saja. Memang orang mati tak bisa apa-apa lagi di antara
orang hidup secara badani. Kenyataan bahwa roh orang mati dapat mempengaruhi
orang hidup, tak terselidiki oleh Salomo, karena ia tak memiliki jenis urapan
yang diperlukan untuk mengenal dunia orang mati. Urapan Salomo adalah urapan
hikmat untuk manusia dibawah kolong langit!” - ‘Dunia
Orang Mati’, hal 105-107.
Andereas Samudera:
“Jadi kitab
Salomo, Mazmur dan kitab Ayub tak dapat dijadikan referensi yang tepat untuk
menyelidiki dunia orang mati” - ‘Dunia
Orang Mati’, hal 107.
Jawaban balik dari saya:
1. Pengkhotbah 1:1
hanya mengatakan: “Inilah perkataan Pengkhotbah, anak Daud, raja di Yerusalem”. Tidak dikatakan bahwa penulisnya
adalah Salomo. Memang ada pro dan kontra tentang apakah penulisnya adalah
Salomo atau bukan. Pulpit Commentary setelah membahas pro dan kontra ini secara
panjang lebar, akhirnya menyimpulkan: “From these premises it must be concluded
that the Solomonic authorship cannot be maintained, and that the book belongs
to a much later epoch than that of Solomon” (= Dari alasan-alasan ini harus disimpulkan bahwa pandangan yang
mengatakan bahwa pengarangnya adalah Salomo tidak bisa dipertahankan, dan
bahkan kitab ini ditulis pada jaman setelah Salomo) - hal xii.
2. Dari
kata-kata Andereas Samudera di atas, kelihatannya bukan cuma Tuhan Yesus yang
lebih besar dari Salomo. Andereas Samudera juga lebih besar dari Salomo, karena
ia tahu apa yang Salomo tidak tahu. Dan Andereas Samudera bukan berasal dari
atasnya langit. Dan kalau Andereas Samudera juga lebih besar dari Salomo, maka
kata-kata dari 1Raja 3:12 (‘sebelum engkau tidak ada seorangpun seperti engkau, dan sesudah engkau
takkan bangkit seorangpun seperti engkau’) itu tetap salah.
3. Sebetulnya
apa artinya kata-kata ‘sebelum engkau tidak ada seorangpun seperti engkau, dan sesudah engkau
takkan bangkit seorangpun seperti engkau’ dalam 1Raja 3:12?
Ungkapan seperti ini sering digunakan
dalam Perjanjian Lama, seperti dalam Kel 10:14 Kel 11:6 Ul
34:10 2Raja 18:5 2Raja 23:25 2Taw 1:12 2Taw 9:9
Yes 43:10
Yeh 16:16
Yoel 2:2 dan sebagainya. Mari kita soroti 2 diantaranya, yaitu
2Raja 18:5 dan 2Raja 23:25.
Dalam 2Raja 18:5 ada pujian untuk kesalehan raja
Hizkia, dimana dikatakan bahwa: ‘di antara semua raja-raja
Yehuda, baik yang sesudah dia maupun yang sebelumnya, tidak ada lagi yang sama
seperti dia’. Tetapi anehnya, dalam
2Raja 23:25 ungkapan yang sama dikatakan tentang raja Yosia - “Sebelum dia tidak ada raja
seperti dia yang berbalik kepada TUHAN dengan segenap hatinya, dengan segenap
jiwanya dan dengan segenap kekuatannya, sesuai dengan segala Taurat Musa; dan
sesudah dia tidak ada bangkit lagi yang seperti dia”.
Kalau kita mau menafsirkan apa adanya, maka 2 ayat ini
akan bertentangan. Jadi, rupanya ungkapan ini dipakai bukan dalam arti
hurufiah, tetapi hanya untuk menekankan saja. Dalam kasus raja Hizkia dan Yosia
maksudnya adalah bahwa kedua raja itu mempunyai kesalehan yang luar biasa;
sedangkan dalam kasus Salomo dalam 1Raja 3:11-12 itu maksudnya adalah
bahwa Salomo adalah orang yang sangat berhikmat. Kalau ia memang adalah
orang yang paling berhikmat, mengapa pada akhir hidupnya kerohaniannya
berantakan (1Raja 11)?
Tetapi kalaupun kita menganggap bahwa 1Raja 3:12 itu
betul-betul menunjukkan bahwa Salomo adalah orang yang paling berhikmat, tidak
ada yang aneh kalau Yesus lalu mengatakan bahwa Ia lebih besar dari Salomo,
karena Ia memang adalah Allah dan manusia.
4. Andereas
Samudera adalah orang yang merendahkan Kitab Suci / Firman Tuhan! Untuk
menunjukkan hal ini saya mengutip ulang kata-kata Andereas Samudera: “Bila anda membaca kitab-kitab Salomo, pelajari hal-hal penting
untuk hidup pergaulan anda dengan sesama dan dengan Tuhan, anda dapat belajar banyak
darinya, tetapi bila sampai kedaerah alam roh, Salomo tidak lagi dapat
diandalkan sebagai guru yang benar. Hal-hal di atas langit ia tak tahu banyak.
Kita harus belajar dari Dia yang datang dari alam roh yang Mahakudus itu” - ‘Dunia Orang Mati’, hal 106.
Ada 2 hal yang perlu disoroti dari kata-katanya ini:
a. Kata-kata Andereas Samudera tentang Ayub, Daud
dan Salomo betul-betul merendahkan Kitab Suci. Kalau apa yang mereka tuliskan
itu semua salah, karena mereka tidak mengenal dunia roh, lalu bagian mana dari
Kitab Suci yang bisa kita percayai? Kata-kata Andereas Samudera ini
secara otomatis juga sangat merendahkan pengilhaman Roh Kudus yang menguasai
dan memimpin penulis Kitab Suci dalam menuliskan Firman Tuhan! Apakah Andereas
Samudera menganggap bahwa Kitab Suci itu hanyalah pikiran dari manusia yang
menuliskannya?
Perlu diketahui bahwa ada perbedaan antara kitab Ayub
dengan kitab Pengkhotbah / Mazmur. Kitab Ayub sebagian besar berisikan
pembicaraan antara Ayub dan teman-temannya, dan Kitab Suci hanya mencatat
secara akurat kata-kata mereka, tanpa memberikan persetujuan terhadap kata-kata
itu. Jadi kata-kata mereka bisa benar ataupun salah. Tetapi kitab Mazmur dan
Pengkhotbah berisikan ajaran, bukan pembicaraan. Dan ini datang dari Tuhan,
bukan sekedar dari orangnya. Karena itu, ini pasti benar. Bandingkan dengan 2
ayat di bawah ini:
·
2Pet 1:20-21 - “Yang terutama harus kamu
ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan
menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak
manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah”.
·
1Kor 2:13
- “Dan karena kami menafsirkan hal-hal
rohani kepada mereka yang mempunyai Roh, kami berkata-kata tentang
karunia-karunia Allah dengan perkataan yang bukan diajarkan kepada kami oleh
hikmat manusia, tetapi oleh Roh”.
b. Andereas
Samudera seolah-olah meninggikan Yesus tetapi merendahkan Kitab Suci.
Saya tahu ada banyak nabi palsu dari golongan Liberal,
yang mempunyai kemunafikan yang serupa dengan Andereas Samudera dalam persoalan
ini.
Kita tidak bisa meninggikan Yesus dan pada saat yang sama
merendahkan Kitab Suci, karena Kitab Suci adalah Firman Tuhan sendiri!
Mungkinkah kita bisa menghormati seseorang tetapi merendahkan kata-katanya?
John Murray memberikan komentar tentang seorang teman
sejawatnya yang bernama E. J. Young, yang memang bertekun mempertahankan
otoritas Kitab Suci mati-matian, dengan kata-kata sebagai berikut: “He knew nothing of an
antithesis between devotion to the Lord and devotion to the Bible. He revered
the Bible because he revered the Author” (= Ia tidak
mengenal pertentangan antara kesetiaan / pembaktian diri terhadap Tuhan dan
kesetiaan / pembaktian diri terhadap Alkitab. Ia menghormati Alkitab karena ia
menghormati Pengarangnya) - ‘In the Beginning’, hal 9.
Kata-kata ini pasti tidak cocok sama sekali untuk
Andereas Samudera.
5. Kata-kata
dari Pengkhotbah 9:5-6 itu tidak salah.
Pengkhotbah 9:5-6 - “Karena orang-orang yang hidup tahu bahwa
mereka akan mati, tetapi orang yang mati tak tahu apa-apa, tak ada upah lagi bagi mereka, bahkan kenangan kepada mereka sudah
lenyap. Baik kasih mereka, maupun kebencian dan kecemburuan mereka sudah lama
hilang, dan untuk selama-lamanya tak ada lagi bahagian mereka dalam segala
sesuatu yang terjadi di bawah matahari”.
Mengapa saya katakan tidak salah?
Karena, sama seperti ayat dari kitab Mazmur di atas, maka dalam ayat ini
penulis kitab Pengkhotbah ini memang membatasi pengamatannya hanya pada
dunia ini.
Barnes’ Notes: “The last clause of v. 6 indicates that
the writer confines his observations on the dead to their portion in, or
relation to, this world” [=
Anak kalimat terakhir dari ay 6 (lihat bagian yang saya garis bawahi) menunjukkan bahwa sang penulis membatasi
pengamatannya tentang orang mati pada bagian mereka dalam dunia ini atau
berhubungan dengan dunia ini] - hal 107.
Bahwa penulis kitab Pengkhotbah sering
berbicara / menulis sambil membatasi pengamatannya pada dunia ini saja terlihat
ayat-ayat yang saya kutip di bawah ini:
·
Pengkhotbah 1:2
- “Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah,
kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia”.
·
Pengkhotbah 1:14
- “Aku telah melihat segala perbuatan yang
dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan
dan usaha menjaring angin”.
·
Pengkhotbah
4:2-3 - “Oleh sebab itu aku
menganggap orang-orang mati, yang sudah lama meninggal, lebih bahagia dari pada
orang-orang hidup, yang sekarang masih hidup. Tetapi yang lebih bahagia dari
pada kedua-duanya itu kuanggap orang yang belum ada, yang belum melihat
perbuatan jahat, yang terjadi di bawah matahari”.
·
Pengkhotbah
5:14 - “Sebagaimana ia keluar
dari kandungan ibunya, demikian juga ia akan pergi, telanjang seperti ketika ia
datang, dan tak diperolehnya dari jerih payahnya suatupun yang dapat dibawa
dalam tangannya”.
·
Pengkhotbah
9:10 - “Segala sesuatu yang
dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak
ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati
[Ibrani: SHEOL; NIV: ‘grave’ (=
kuburan)], ke mana engkau akan pergi”.
Tetapi kadang-kadang penulis kitab
Pengkhotbah ini juga berbicara / menulis sambil melihat pada kekekalan,
seperti:
¨
Pengkhotbah 11:9
- “Bersukarialah, hai pemuda, dalam
kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu, dan turutilah keinginan
hatimu dan pandangan matamu, tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini
Allah akan membawa engkau ke pengadilan!”.
¨
Pengkhotbah 12:1-7
- “Ingatlah akan Penciptamu pada masa
mudamu, sebelum tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang
kaukatakan: ‘Tak ada kesenangan bagiku di dalamnya!’, sebelum matahari dan
terang, bulan dan bintang-bintang menjadi gelap, dan awan-awan datang kembali
sesudah hujan, pada waktu penjaga-penjaga rumah gemetar, dan orang-orang kuat
membungkuk, dan perempuan-perempuan penggiling berhenti karena berkurang
jumlahnya, dan yang melihat dari jendela semuanya menjadi kabur, dan
pintu-pintu di tepi jalan tertutup, dan bunyi penggilingan menjadi lemah, dan suara
menjadi seperti kicauan burung, dan semua penyanyi perempuan tunduk, juga orang
menjadi takut tinggi, dan ketakutan ada di jalan, pohon badam berbunga,
belalang menyeret dirinya dengan susah payah dan nafsu makan tak dapat
dibangkitkan lagi - karena manusia pergi ke rumahnya yang kekal dan
peratap-peratap berkeliaran di jalan, sebelum rantai perak diputuskan dan
pelita emas dipecahkan, sebelum tempayan dihancurkan dekat mata air dan roda
timba dirusakkan di atas sumur, dan debu kembali menjadi tanah seperti
semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya”.
Berkenaan dengan Pengkhotbah 9:5-6
itu, penulis kitab Pengkhotbah ini tidak mungkin betul-betul mempunyai
pandangan bahwa tidak ada upah bagi orang mati (lihat bagian yang saya cetak
miring dari Pengkhotbah 9:5-6 di atas), karena:
*
dalam
Pengkhotbah 3:17 ia berkata: “Berkatalah
aku dalam hati: ‘Allah akan mengadili baik orang yang benar maupun yang
tidak adil, karena untuk segala hal dan segala pekerjaan ada waktunya.’”.
*
ia
sendiri mengakhiri kitab Pengkhotbah itu dengan kata-kata “Akhir kata dari segala yang didengar
ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintahNya,
karena ini adalah kewajiban setiap orang. Karena Allah akan membawa setiap
perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi,
entah itu baik, entah itu jahat” (Pengkhotbah 12:13-14).
6. Andereas Samudera berkata bahwa kebangkitan orang mati baru terjadi pada jaman Elia, dan karena itu maka kata-kata Ayub, Daud, dan Salomo tidak bisa dipakai untuk mengerti dunia roh / alam roh. Kalau demikian, mengapa Andereas Samudera sendiri menggunakan Im 20:27 dan Ul 18:9-14 untuk mengatakan bahwa arwah bisa merasuk orang hidup ataupun dipanggil untuk dimintai petunjuk? Bukankah kedua text tersebut dituliskan oleh Musa, yang juga hidup sebelum jaman Elia? Dan karena itu bukankah kata-katanya juga tidak bisa dipakai untuk mengerti dunia roh / alam roh? Dari sini terlihat sekali ketidak konsistenan Andereas Samudera, yang menerapkan standard ganda!
d) Tentang
Yes 38:18-19.
Andereas Samudera tidak
mengantisipasi ayat ini, dan saya menantangnya untuk melakukannya.
Andereas Samudera mengatakan bahwa
Ayub tidak mengetahui apa yang terjadi di dunia roh, tetapi penulis kitab Ayub mengetahuinya,
dan itu membuktikan bahwa ia adalah orang yang mengenal dunia roh (‘Dunia Orang
Mati’, hal 102). Kalau kata-kata Andereas Samudera ini sekarang dihubungkan
dengan Yesaya, maka Yesaya harus dianggap sebagai orang yang mengenal dunia
roh, karena Yesaya mendapatkan penglihatan tentang Tuhan.
Yes 6:1-3 - “Dalam
tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi
dan menjulang, dan ujung jubahNya memenuhi Bait Suci. Para Serafim berdiri
di sebelah atasNya, masing-masing mempunyai enam sayap; dua sayap dipakai untuk
menutupi muka mereka, dua sayap dipakai untuk menutupi kaki mereka dan dua
sayap dipakai untuk melayang-layang. Dan mereka berseru seorang kepada seorang,
katanya: ‘Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh
kemuliaanNya!’”.
Tetapi Yesaya yang mengenal dunia
roh ini ternyata menuliskan: “Sebab dunia orang mati tidak dapat
mengucap syukur kepadaMu, dan maut tidak dapat memuji-muji Engkau; orang-orang
yang turun ke liang kubur tidak menanti-nanti akan kesetiaanMu. Tetapi
hanyalah orang yang hidup, dialah yang mengucap syukur kepadaMu, seperti aku
pada hari ini; seorang bapa memberitahukan kesetiaanMu kepada anak-anaknya” (Yes 38:18-19).
Memang kata-kata ini sebetulnya
diucapkan oleh Hizkia (Yes 38:9), tetapi lalu dicatat oleh Yesaya, dan
Yesaya tidak menyalahkannya / meralatnya. Dan baik Yesaya maupun Hizkia hidup
setelah jaman Elia dan Elisa, sehingga mereka tentu sudah tahu tentang
kebangkitan orang mati yang dilakukan oleh Elia dan Elisa.
Penginjilan tidak akan berhasil tanpa doa. Kalau kita
harus memberitakan Injil kepada orang mati, berarti kita juga harus mendoakan
orang mati.
Bandingkan dengan 1Yoh 5:16 - “Kalau
ada seorang melihat saudaranya berbuat dosa, yaitu dosa yang tidak mendatangkan
maut, hendaklah ia berdoa kepada Allah dan Dia akan memberikan hidup kepadanya,
yaitu mereka, yang berbuat dosa yang tidak mendatangkan maut. Ada dosa yang mendatangkan
maut: tentang itu tidak kukatakan, bahwa ia harus berdoa”.
Ayat ini mengatakan bahwa kalau ada
seorang yang melakukan dosa yang membawa maut (mungkin yang dimaksud
adalah dosa menghujat Roh Kudus yang tidak bisa diampuni - bdk.
Mat 12:31-32), maka kita tidak perlu berdoa untuk orang itu. Lalu
bagaimana mungkin sekarang kita harus berdoa untuk orang yang sudah ada di
dalam maut?
Serangan ini rupanya sudah
diperhitungkan oleh Andereas Samudera, yang memberikan jawaban sebagai berikut:
a) Orang harus percaya sekarang,
karena kalau baru percaya kepada Yesus di dunia orang mati, maka sekalipun ia
diselamatkan tetapi ia tidak mendapatkan pahala apapun.
Andereas Samudera:
“Mendengar
bahwa di alam maut Injil masih diberitakan, ada orang berpikir begini: Kalau
begitu selama hidup di dunia ini tak usah bertobat, hidup saja menurut hawa nafsu
sepuas-puasnya lalu nanti bertobat di alam maut saja, bukankah lebih untung?
Tidak, sama sekali tidak untung! Sebaliknya orang bodoh saja yang mau demikian.
Sementara kita hidup di dunia, Ia memanggil kita masuk ke dalam KerajaanNya
untuk bekerja dalam kebun anggurNya. Ada upah menantikan anda dan saya.
Mahkota-mahkota tersedia di surga. Kemuliaan sebagai pengantin Anak Domba
disediakan bagi anda yang bekerja dalam kuasa Roh Kudusnya di atas muka bumi
ini. Barang siapa yang menang akan didudukkanNya di atas takhtaNya di surga
(Wah 3:21). Mereka yang diselamatkan dari alam maut, tidak dapat disebut
sebagai pemenang-pemenang, tetapi sekedar sebagai puntung yang diselamatkan
dari api neraka. Mana anda pilih, jadi pengantin Anak Domba itu atau sekedar beroleh
selamat dari api neraka?” - ‘Dunia Orang
Mati’, hal 67.
Andereas Samudera:
“Bila
seseorang mendengar Injil dan membuka hatinya, ia menerima anugerah keselamatan
dari Allah. Ia menerima meterai tanda jaminan bahwa ia lolos dari api neraka.
Bila ia mati segera setelah menerima Yesus, Ia tetap akan diselamatkan dan
dibawa malaikat ke sorga. Tapi jelas ia tak akan menerima pahala apapun di
surga karena tak sempat melayani Kerajaan Tuhan Yesus. Bila ia tidak mati
tetapi hidup panjang umur di bumi, ia boleh masuk pelayanan Kerajaan Kristus
dan mengumpulkan pahalanya untuk kerajaan Seribu Tahun kelak. Mereka yang tak
sempat mendengar Injil lalu mati, mungkin di alam maut mendengar Injil dan
diselamatkan, tetapi ia tak mempunyai kesempatan untuk mengerjakan apa-apa bagi
Kerajaan Yesus. Jadi ia hanya menerima anugerah keselamatan tetapi tidak
mendapat kesempatan untuk menerima anugerah kemuliaan seorang hamba Tuhan” - ‘Dunia Orang Mati’, hal 100-101.
b) Kita
harus tetap memberitakan Injil sekarang, karena itu merupakan pekerjaan
terhormat dan karena Yesus hendak mendirikan kerajaanNya di antara orang-orang
hidup.
Andereas Samudera:
“Bila orang
mati di alam maut masih boleh mendengar Injil dan dapat diselamatkan, buat apa
susah-susah kita sekarang mengabarkan Injil? Bukankah di sana orang-orang itu
akan menyesal sendiri dan akan dengan lebih mudah menerima Tuhan Yesus sebagai
Juruselamat bila Injil itu diberitakan kepada mereka?
Bagi kita yang sudah
diselamatkan olehNya, sekarang tugas memberitakan Injil adalah tugas
kehormatan, ‘a privilege’. Allah telah menyediakan tugas kehormatan ini bagi
anda sejak sebelum dunia dijadikan. Ia ingin anda menjadi penyambung lidah
Allah untuk menyampaikan berita baik yang berabad-abad tersimpan di dalam lubuk
hati Allah ini. Manusia telah terkesan amat dalam bahwa Allah itu keras dan
kejam karena hukuman-hukumanNya kepada orang berdosa di masa Perjanjian Lama.
Kini Ia ingin seluruh ciptaan di alam roh juga, bahwa Allah kita yang sejati
itu tidak demikian. Ia amat lembut dan penuh kasih dan anugerah! ... Sungguh
berbahagialah anda yang mengetahui bahwa menjadi Pengabar Injil adalah menjadi
pelayan kehormatan yang membawa anugerah, tanpa sedikitpun harus dikejar-kejar
perasaan bersalah. Anda diberi kehormatan dari sang Bapa sendiri karena
pekerjaan pemberitaan Injil ini, sekalipun akan disertai dengan aniaya. ...
Jadi mengapa kita tetap harus memberitakan Injil sementara hidup di dunia ini?
Pertama-tama karena itu
adalah pekerjaan terhormat yang disediakan bagi anda oleh Bapa agar anda
beroleh kehormatan dari padaNya. Kedua karena Yesus hendak mendirikan
kerajaanNya di atas muka bumi ini di antara orang-orang yang hidup. Itu
sebabnya Ia memberi otoritas besar sekali kepada GerejaNya di atas bumi. Anda
yang memberitakan Injil sekarang akan ikut memerintah bersama Dia kelak dalam
Kerajaan Seribu Tahun.” - ‘Dunia Orang Mati’, hal
98-99.
Jawaban balik dari saya:
·
dalam persoalan pertobatan
/ penerimaan Yesus sebagai Juruselamat.
Dengan ajaran yang umum saja, dimana dikatakan bahwa pertobatan hanya bisa terjadi dalam hidup ini, masih ada banyak orang yang ingin menunda pertobatan, atau bahkan sama sekali tidak mau bertobat, karena mereka ingin menikmati keduniawian dan dosa. Contoh: pemuda kaya yang datang kepada Yesus (Mat 19:16-24). Apalagi kalau mereka mempercayai ajaran Andereas Samudera yang mengatakan bahwa dalam dunia orang mati masih ada kesempatan untuk bertobat. Sudah pasti mereka tidak akan bertobat sekarang. Mereka tidak akan peduli dengan keadaan tanpa pahala di surga.
·
dalam persoalan penginjilan
juga tidak berbeda dengan dalam persoalan pertobatan.
Dengan ajaran yang umum saja, banyak sekali orang Kristen
yang menunda penginjilan, dengan alasan malu, takut, sungkan, dan sebagainya.
Apalagi kalau orang-orang kristen mempercayai ajaran Andereas Samudera; sudah
pasti mereka akan makin tidak memberitakan Injil.
Kesimpulan:
Sekalipun jawaban Andereas Samudera dalam persoalan ini
tidak salah, dan dengan demikian sifat urgent / mendesak dari pertobatan
dan penginjilan itu tidak hilang total, tetapi bagaimanapun sifat urgent
/ mendesak dari pertobatan dan penginjilan akan sangat berkurang.
Ayat-ayat tersebut adalah ayat-ayat di bawah ini:
·
Im 20:6 - “Orang yang berpaling
kepada arwah atau kepada roh-roh peramal, yakni yang berzinah dengan bertanya
kepada mereka, Aku sendiri akan
menentang orang itu dan melenyapkan dia dari tengah-tengah bangsanya”.
·
Ul 18:9-12 - “Apabila engkau sudah masuk
ke negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, maka janganlah engkau
belajar berlaku sesuai dengan kekejian yang dilakukan bangsa-bangsa itu. Di
antaramu janganlah didapati seorangpun yang mempersembahkan anaknya laki-laki
atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api, ataupun seorang yang menjadi
petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir, seorang
pemantera, ataupun seorang yang bertanya kepada arwah atau kepada roh
peramal atau yang meminta petunjuk kepada orang-orang mati. Sebab setiap
orang yang melakukan hal-hal ini adalah kekejian bagi TUHAN, dan oleh karena
kekejian-kekejian inilah TUHAN, Allahmu, menghalau mereka dari hadapanmu”.
·
Yes 8:19-20
- “Dan apabila orang berkata kepada kamu: ‘Mintalah
petunjuk kepada arwah dan roh-roh peramal yang berbisik-bisik dan komat-kamit,’
maka jawablah: ‘Bukankah suatu bangsa patut meminta petunjuk kepada allahnya?
Atau haruskah mereka meminta petunjuk kepada orang-orang mati bagi orang-orang
hidup?’ ‘Carilah pengajaran dan kesaksian!’ Siapa yang tidak berbicara
sesuai dengan perkataan itu, maka baginya tidak terbit fajar”.
Sekarang perhatikan bagaimana Andereas Samudera
menghindari serangan dari ayat-ayat ini.
Andereas Samudera:
“Ul 18:10-14 - Di antaramu janganlah didapati seorangpun yang .......
bertanya kepada arwah atau kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk kepada
orang-orang mati. Sebab setiap orang yang melakukan hal-hal ini adalah kekejian
bagi TUHAN ...........
Perhatikan bahwa yang dilarang oleh Tuhan adalah meminta
petunjuk dan bertanya kepada arwah, jadi tidaklah menjadi masalah
bila anda memberi petunjuk atau memerintah kepada arwah. Sama
halnya dengan setan-setan, kita tidak diijinkan untuk meminta petunjuk atau bertanya
/ mendapat petunjuk dari setan, tetapi tak jadi masalah bila kita mengusir,
memerintah setan keluar dari tubuh seseorang ataupun berbicara kepadanya,
karena Tuhan Yesus sendiripun berbicara dengan setan-setan, sebelum mengusir
mereka, waktu ia dicobai di padang gurun dan dalam kejadian di Gadara” - ‘Dunia Orang Mati’, hal 33-35.
Jawaban balik dari saya:
a) Orang
mati justru lebih tahu dibandingkan dengan orang hidup.
Ini terlihat dari cerita tentang Lazarus dan orang kaya
(Luk 16:19-31), dimana orang kaya yang sudah mati itu, tanpa diberitahu,
sudah tahu akan banyak hal, seperti:
·
ia tahu bahwa ia tidak
mungkin akan keluar dari neraka itu selama-lamanya, dan karena itu ia tidak
meminta itu kepada Abraham.
·
ia tahu bahwa saudara-saudaranya
yang masih hidup itu sangat membutuhkan Injil, dan kalau mereka tidak
mendapatkannya dan tidak bertobat, maka mereka akan menyusulnya ke tempat
penyiksaan / neraka tersebut.
·
ia tahu bahwa
saudara-saudaranya yang masih hidup itu belum mengetahui apa yang ia, sebagai
orang yang sudah mati, ketahui. Karena itu ia ingin memberitahu mereka. Ia tahu
bahwa ia sendiri, sebagai orang yang mati dalam dosa, tidak mungkin bisa pergi
kepada saudara-saudaranya untuk memberitakan Injil kepada mereka. Karena itu,
ia meminta supaya Lazarus, yang adalah orang beriman, yang memberitakan Injil
kepada saudara-saudaranya. Perhatikan bahwa arah petunjuk adalah dari orang
mati kepada orang hidup. Andereas Samudera membalik arah petunjuk ini, sehingga
menjadi dari orang hidup kepada orang mati.
Jadi, orang mati dalam Kitab Suci kelihatan pintar / tahu
banyak. Karena itu:
¨
betul-betul mengherankan
bahwa ‘orang mati’nya Andereas Samudera ternyata tidak tahu apa-apa, dan bahkan
bisa dikatakan bodoh sekali. Misalnya kasus orang mati gantung diri, yang lalu
masuk ke tubuh orang yang sedang bergantung-gantung pada alat orthopedi yang
berfungsi untuk meninggikan tubuh, karena mengira bahwa tubuh yang sedang
tergantung itu adalah tubuhnya (‘Dunia Orang Mati’, hal 85).
¨
maka merupakan suatu
kegilaan kalau ada orang hidup memberi petunjuk kepada orang mati.
b) Mengapa
ada hukum yang melarang untuk meminta petunjuk kepada orang mati, tetapi tidak
ada hukum yang melarang untuk memberi petunjuk kepada orang mati?
Mungkin, karena dari dulu ada banyak orang gila / sesat,
yang senang meminta petunjuk dari orang mati. Tetapi tidak pernah ada
orang segila / sesesat Andereas Samudera, sehingga mau memberi petunjuk
kepada orang mati, dan karena itu Kitab Suci tidak pernah memberikan larangan
kepada orang hidup untuk memberi petunjuk kepada orang mati.
Sebagai contoh yang serupa lihat Ul 25:11-12 - “Apabila dua orang berkelahi
dan isteri yang seorang datang mendekat untuk menolong suaminya dari tangan
orang yang memukulnya, dan perempuan itu mengulurkan tangannya dan menangkap
kemaluan orang itu, maka haruslah kaupotong tangan perempuan itu; janganlah
engkau merasa sayang kepadanya”.
Apakah hukum ini menunjukkan bahwa
kalau ada 2 orang perempuan berkelahi, dan lalu suami dari perempuan yang satu
ingin menolong istrinya dengan memukul kemaluan lawan istrinya, ia tidak
bersalah? Tentu saja ia bersalah. Tetapi mengapa hukum itu tidak mengatakan
demikian? Karena tidak pernah terjadi peristiwa seperti itu. Sebaliknya,
peristiwa seperti yang diceritakan dalam hukum itu mungkin sering terjadi, dan
karena itu maka dikeluarkanlah hukum itu.
Ada penafsir yang menafsirkan ayat-ayat di atas bukan
hanya sebagai larangan meminta petunjuk dari orang mati, tetapi sebagai larangan
mengadakan kontak dengan orang mati.
Misalnya, Loraine Boettner yang menggunakan ayat-ayat
tersebut untuk menyerang ajaran Roma Katolik yang berdoa / melakukan
penyembahan kepada Maria ataupun orang-orang suci, karena itu merupakan kontak
dengan orang mati.
Loraine Boettner: “Furthermore, not only do
we have no single instance in the Bible of a living saint worshipping a
departed saint, but all attempts on the part of the living to make any kind of
contact with the dead are severely condemned (Deut. 18:9-12; Ex. 22:18; Lev. 20:6;
Is. 8:19,20)” [= Selanjutnya, bukan
hanya kita tidak mempunyai contoh satupun dalam Alkitab tentang orang kudus
yang masih hidup yang menyembah orang kudus yang sudah mati, tetapi semua usaha
dari orang hidup untuk membuat kontak jenis apapun dengan orang mati dikecam
secara keras (Ul 18:9-12; Kel 22:18; Im 20:6; Yes 8:19,20)] - ‘Roman
Catholicism’, hal 145.
Kalau ada orang yang menanyakan: lalu mengapa Yesus
sendiri mengadakan kontak dengan Musa dan Elia di atas gunung
(Mat 17:1-3)? Dan mengapa kita sendiri mengadakan kontak dengan Yesus,
yang juga sudah mati? Maka saya kira jawabnya mudah, yaitu karena Yesus adalah
Allah dan manusia, dan karena itu Ia berbeda dengan orang biasa. Disamping itu,
sekalipun Ia mati, tetapi Ia lalu bangkit kembali dan hidup selama-lamanya!
c) Tidak
ada kemungkinan bagi orang hidup untuk memberi petunjuk kepada orang yang mati
dalam dosa, karena di atas telah saya jelaskan bahwa orang yang mati dalam
dosa, langsung masuk neraka, dan akan terus ada di neraka sampai selama-lamanya.
d) Andereas
Samudera tetap melakukan pelanggaran terhadap Ul 18:11 itu, karena ia
bertanya kepada arwah.
Perlu saudara perhatikan bahwa Ul 18:11 itu bukan
hanya melarang untuk meminta petunjuk kepada orang-orang mati, tetapi juga
untuk bertanya kepada arwah. Dari kutipan kata-kata Andereas Samudera di
atas, terlihat bahwa ia menyadari akan hal itu. Tetapi anehnya boleh dikatakan
dalam setiap penginjilan terhadap orang mati, ia mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada orang mati itu. Untuk melihat dengan lebih
jelas, saya akan mengutip salah satu penginjilan yang ia lakukan terhadap orang
mati.
Andereas Samudera:
“Hendra pada suatu hari datang minta didoakan karena kepalanya
sangat sakit, seperti mau pecah katanya. Ketika saya bertanya kepadanya:
‘Sejak kapan anda menderita sakit itu?’
‘Sudah dua minggu ini.’
‘Apa yang anda alami dua minggu yang lalu?’
Saya bermimpi ayah saya yang telah meninggal datang kepada
saya.’
‘Ayah meninggal karena apa?’
‘Ia jatuh dari atas genteng.’
Segera setelah saya letakkan tangan atas kepalanya ia jatuh
rebah dalam urapan dan mulai bermanifestasi. Ketika saya bertanya:
‘Kamu roh ayahnya bukan?’
‘I...i...i..ya’ sambil mengangguk.
‘Mengapa kamu masuk kesini?’
‘Saya kesepian sendiri. Saya datang untuk mengajak anak saya menemani
saya!’
‘Anakmu sudah menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamatnya, ia
sekarang telah menjadi anak Allah, bukan anakmu lagi. Kamu mati umur berapa?
Dan bagaimana engkau mati?’
‘Tiga puluh delapan tahun, saya jatuh dari genteng ketika
membetulkan genteng yang rusak dan kepala saya pecah.’” - ‘Dunia Orang Mati’, hal 77-79.
Perhatikan semua bagian yang saya garis bawahi, yang
jelas menunjukkan bahwa Andereas Samudera bertanya kepada ‘roh orang mati’ itu.
Apapun motivasinya dalam bertanya, pokoknya ia bertanya, dan dengan demikian
melanggar Ul 18:11!
Kalau ajaran Andereas Samudera ini memang ada dalam Kitab
Suci atau keluar dari Kitab Suci, mengapa ajaran ini baru keluar sekarang pada
abad ke 21? Perlu diketahui bahwa ajaran tentang penginjilan yang dilakukan
oleh Yesus dalam dunia orang mati memang banyak dianut orang-orang lain, tetapi
ajaran bahwa roh orang mati bisa merasuk orang hidup, bisa kita injili, bisa
bertobat dan diselamatkan, belum pernah saya jumpai dalam buku theologia atau
buku tafsiran manapun! Mengapa selama 20 abad tidak ada orang yang pernah
menemukan ajaran ini? Jelas karena ajaran ini memang tidak pernah diajarkan
oleh ayat Kitab Suci manapun, kecuali kalau ayat-ayat tersebut dibengkokkan
habis-habisan.
email us at : gkri_exodus@lycos.com