Nabi Elisa
oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.
1) Elisa kembali ke Gilgal, pada saat
ada kelaparan di negeri itu (ay 38 bdk. 2Raja 8:1).
2) Rombongan
nabi duduk di depan Elisa (ay 38b).
a)
Ini pasti
dilakukan untuk mendengar Firman Tuhan. Sekalipun mereka lapar secara jasmani,
tetapi mereka tetap mau mendengar Firman Tuhan. Bandingkan dengan banyak orang
yang karena krismon, justru meninggalkan Tuhan / gereja.
b)
Kelaparan
/ problem seharusnya mempererat persekutuan.
Pulpit Commentary: “Religious
fellowship. The famine has not sufficed to break up the little community, but
has drawn the members of it - as trial should always do - closer together. They
have a common table. They ‘dwell together in unity’ (Ps. 133:1). ... God’s
people are sometimes brought into difficulty enough, but the effect should only
be to strengthen the bonds of brotherly love” [= Persekutuan
agamawi. Bahaya kelaparan itu tidak cukup untuk memecah masyarakat kecil ini,
tetapi telah mendekatkan anggota-anggotanya lebih dekat satu sama lain, seperti
yang seharusnya selalu dilakukan oleh pencobaan. Mereka mempunyai meja bersama.
Mereka ‘diam bersama-sama dengan rukun / dalam kesatuan’ (Maz 133:1). ... Umat
Allah kadang-kadang dibawa kedalam keadaan yang cukup sukar, tetapi akibatnya
seharusnya hanyalah memperkuat ikatan kasih persaudaraan] - hal 90.
3) Elisa menyuruh bujangnya memasak
sesuatu untuk makanan rombongan nabi itu (ay 38c).
Lalu ada seorang yang keluar untuk
mengumpulkan sayur-sayuran, pohon sulur-suluran liar dan labu liar, yang lalu
diiris-irisnya dan dimasukkan ke dalam kuali masakan itu (ay 39). Tetapi
ternyata ada sesuatu yang beracun dari apa yang ia ambil, sehingga meracuni
rombongan nabi itu (ay 40).
Ada beberapa hal yang bisa kita pelajari
dari sini:
a) Ini mengajar kita untuk menugaskan
orang yang tepat bagi tugas apapun. Orang yang ditugaskan di sini memang rajin,
tetapi tidak mempunyai pengertian tentang apa yang bisa dimakan dengan aman dan
apa yang beracun. Lebih-lebih kalau kita menugaskan seseorang dalam pelayanan,
apalagi pelayanan Firman Tuhan!
b) Kata-kata ‘sebab mereka tidak mengenalnya’ [NIV: ‘though no one knew what they were’ (= sekalipun tidak seorangpun
tahu apa itu)] pada akhir ay 39 menunjukkan kesembronoan mereka. Kalau
mereka tidak mengenalnya, seharusnya mereka tidak memakannya. Mungkin ini
disebabkan karena mereka kelaparan.
Di sini saya ingin memberikan beberapa
kutipan dari Pulpit Commentary:
·
“We may learn
two lessons. (1) The danger of being deceived by appearances. Things often
are not what they seem. The most plausible errors are those which bear a
superficial resemblance to great truths. ... (2) The best intentions may
lead to sad mistakes. ... The person who gathered the gourds thought them
innocuous, but they produced their poisonous effects all the same. ‘Sincerity’
does not exonerate us from the consequences of our actions; ... Poisonous
principles are as harmful in their influence when promulgated in ignorance as
when diffused with the fullest knowledge of their deadly character” [= Kita bisa
mempelajari 2 pelajaran. (1) Bahaya penipuan oleh penampilan. Hal-hal
sering tidak seperti penampilannya. Kesalahan-kesalahan yang paling terlihat
benar, adalah kesalahan-kesalahan yang mempunyai kemiripan luar dengan
kebenaran-kebenaran besar. ... (2) Maksud / tujuan yang terbaik bisa membawa
pada kesalahan-kesalahan yang menyedihkan. ... Orang yang mengumpulkan labu itu
mengiranya tidak berbahaya, tetapi labu itu tetap menghasilkan effek
beracunnya. ‘Ketulusan’ tidak membebaskan kita dari konsekwensi tindakan kita;
... Prinsip-prinsip beracun sama berbahayanya dalam pengaruhnya pada waktu
disebarkan dalam ketidaktahuan seperti pada waktu disebarkan dengan pengetahuan
sepenuhnya tentang sifat mematikan mereka] - hal 90.
·
“One poisonous
ingredient had destroyed the value of much wholesome food. It did not require
that all the elements in the pottage should be rendered deadly. It is enough
that this one was. Through it the whole mixture was rendered deadly. It is not
uncommon to defend a system by pointing to the numerous truths which it
contains. But one vital error blended with these truths may give the whole a
fatal quality” (= Satu campuran beracun telah merusak nilai dari
makanan sehat yang banyak itu. Tidak dibutuhkan bahwa semua elemen dalam kuali
itu harus mematikan. Adalah cukup kalau yang satu ini mematikan. Melalui yang
satu itu seluruh masakan menjadi mematikan. Merupakan sesuatu yang umum untuk
mempertahankan suatu sistim / ajaran dengan menunjuk pada banyak kebenaran yang
dikandungnya. Tetapi satu kesalahan yang vital dicampur dengan
kebenaran-kebenaran ini bisa memberikan kepada seluruhnya suatu kwalitet yang
fatal) - hal 90.
·
“It is well when
there is timely discovery of evil. It is better when, as here, those who have
made the discovery resolve to partake no more of the poisoned dish. ‘They could
not eat thereof.’ But many, in moral things, who know, who at least have been
warned, that there is ‘death in the pot,’ go on eating of it. There is death in
the intoxicating pot, yet many will not refrain” (= Adalah baik
pada waktu bahaya itu diketahui tepat pada waktunya. Adalah lebih baik pada
waktu, seperti di sini, mereka yang telah mengetahui hal itu memutuskan untuk
tidak lagi ambil bagian dari makanan beracun itu. ‘Dan tidak tahan mereka
memakannya’. Tetapi banyak orang, dalam hal moral, yang tahu, yang setidaknya
telah diperingati, bahwa ada ‘maut dalam kuali’, tetapi terus memakannya. Ada
maut dalam kuali yang memabukkan / beracun, tetapi banyak orang tidak mau
menahan diri) - hal
90.
Penerapan:
Dalam hal jasmani banyak orang tahu
bahwa rokok, esctasy, dsb, itu merusak / meracuni tubuh, tetapi mereka tetap
menggunakannya. Dalam hal rohani ada banyak orang yang sudah diberi tahu
tentang kesesatan suatu gereja, tetapi tetap mau pergi ke sana.
·
“What they put
into the pot tended to produce death rather than to strengthen life. Every day
men are afflicted through the gross ignorance of themselves and others. Through
ignorance men are everywhere putting ‘death in the pot,’ in a material sense.
The cook, the doctor, the brewer, the distiller, how much death do they bring
into the ‘pot’ of human life! Through ignorance, too, men are everywhere
putting ‘death in the pot’ in a spiritual sense. Calvinistic dogmas,
unauthorized priestly assumptions, etc., how much death do they bring into the
spiritual ‘pot’ of life!” (= Apa yang mereka masukkan ke dalam kuali cenderung
menghasilkan kematian dari pada menguatkan kehidupan. Setiap hari orang-orang
menderita karena ketidaktahuan tentang diri mereka sendiri dan orang lain.
Melalui ketidaktahuan dimana-mana manusia memasukkan ‘maut dalam kuali’ secara
materi. Koki, dokter, pembuat minuman / bir, penyuling / pembuat alkohol, betapa
banyak kematian yang mereka masukkan ke dalam ‘kuali’ kehidupan manusia.
Melalui ketidaktahuan juga manusia dimana-mana memasukkan ‘maut dalam kuali’
secara rohani. Dogma-dogma Calvinistic, anggapan-anggapan imam-imam yang
tidak mempunyai otoritas, dsb, betapa banyak kematian yang mereka masukkan ke
dalam ‘kuali’ rohani dari kehidupan) - hal 84.
Catatan: orang ini pasti orang Arminian
extrim, segolongan dengan Pdt. Jusuf B. S. dan Guy Duty. Kita sebaiknya
menyaring kebodohannya, dan mengambil kebenaran ucapannya.
4) Elisa lalu melemparkan tepung ke
dalam kuali itu, dan makanan itu lalu bisa dimakan dengan aman (ay 41). Ini
jelas merupakan suatu mujijat.
Ada seseorang dari Baal-Salisa datang
membawa roti hulu hasil / hasil pertama bagi Elisa (ay 42). Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan:
1) Dari cerita ini kelihatannya
kelaparan dalam ay 38 masih terus berlangsung sampai saat ini. Jadi
ay 38-41 dan ay 42-44 saatnya berdekatan.
Tetapi sekalipun ada pada masa
kelaparan, orang ini membawa persembahan yang harus diberikannya. Bandingkan
dengan banyak orang yang pada waktu krismon, atau mengalami problem uang,
berhenti memberi persembahan persepuluhan.
Pulpit Commentary: “He
did not conceive that ‘dearth in the land’ freed him from the obligation of the
firstfruits. Would that every Christian had as high and conscientious a
standard in religious giving!” (= Ia tidak membayangkan bahwa ‘kelaparan
di negeri itu’ membebaskannya dari kewajiban dalam hal hasil pertama. Andaikata
setiap orang kristen mempunyai standard yang tinggi dan teliti dalam pemberian
agamawi!) - hal 91.
2) Seharusnya hukum Taurat memberikan
peraturan bahwa hasil pertama itu harus diberikan kepada imam.
Bil 18:13 - “Hulu hasil
dari segala yang tumbuh di tanahnya yang dipersembahkan mereka kepada Tuhan adalah juga bagianmu;
setiap orang yang tahir dari seisi rumahmu boleh memakannya”.
Ul 18:4-5 - “Hasil pertama
dari gandummu, dari anggurmu dan minyakmu, dan bulu guntingan pertama dari
dombamu haruslah kauberikan kepadanya. Sebab dialah yang dipilih
oleh Tuhan, Allahmu, dari segala
sukumu, supaya ia senantiasa melayani Tuhan
dan menyelenggarakan kebaktian demi namaNya, ia dan anak-anaknya”.
Catatan: kalau saudara membaca kontex dari ayat-ayat
ini, maka akan terlihat dengan jelas bahwa kata ‘mu’ dalam Bil 18:13 dan
kata ‘dia’ / ‘ia’ dalam Ul 18:4-5 (yang saya garisbawahi) menunjuk kepada
imam.
Tetapi karena pada saat itu tidak ada
imam yang benar di Israel, kecuali imam-imam dari patung anak lembu (bdk.
1Raja 12:31), maka orang ini lalu mengalihkan persembahannya kepada Elisa
dan rombongan nabi itu.
Pulpit Commentary: “It
is clear that the more pious among the Israelites not only looked to the
prophets for religious instruction (ver. 23), but regarded them as having
inherited the position of the Levitical priests whom Jeroboam’s innovations had
driven from the country. The firstfruits of corn, wine, and oil were assigned
by the Law (Numb. 18:13; Deut. 18:4,5) to the priests” [= Adalah jelas
bahwa orang-orang yang lebih saleh di antara orang Israel tidak hanya memandang
kepada nabi-nabi untuk pengajaran agama (ay 23), tetapi menganggap mereka
sebagai pewaris posisi dari imam-imam Lewi, yang oleh pembaharuan yang
dilakukan Yerobeam, telah diusir dari negeri itu. Hasil pertama dari jagung,
anggur, dan minyak ditetapkan oleh hukum Taurat bagi imam-imam (Bil 18:13 Ul 18:4,5)] - hal 70.
Pulpit Commentary: “The
religious dues were ordinarily paid to priests and Levites, but in the state of
religion in Israel, this good man thought that he kept the spirit of the Law
best by bringing his loaves and corn to Elisha and his pupils” (= Kewajiban
pembayaran agama biasanya diberikan kepada imam-imam dan orang-orang Lewi,
tetapi dalam keadaan agama di Israel, orang saleh ini berpikir bahwa ia
memelihara / mentaati dengan sebaik-baiknya arti sebenarnya dari hukum Taurat
dengan membawa roti dan jagungnya kepada Elisa dan murid-muridnya) - hal 91.
Penerapan:
Persembahan persepuluhan harus
diberikan kepada gereja bukan kepada para
church / persekutuan / sekolah theologia / korban bencana alam / orang
miskin dsb (Ul 12:5-6
Mal 3:10a). Tetapi kalau gereja saudara sesat, alihkanlah
persembahan saudara kepada gereja lain yang benar. Andaikata sama sekali
tidak ada gereja yang benar, barulah saudara boleh mengalihkannya kepada para church / persekutuan / sekolah
theologia, tetapi tentu saja harus dipilih yang nggenah.
3) Pemeliharaan
pelayan Tuhan.
Pulpit Commentary: “The
prophet provided for. It was a time of famine. ‘But they that fear the Lord
shall not want any good thing.’ Elisha received a thank offering from the
people - ‘bread of the firstfruits, twenty loaves of barley, and full ears of
corn.’ The objection to a paid ministry has no warrant in the Word of God. Old
Testament and New alike encourage provision for the wants of God’s ministers.
Jesus said, ‘The labourer is worthy of his hire.’ Paul said, ‘They
that preach the gospel should live of the gospel.’ It is impracticable and
inconvenient that men should be preachers of the gospel, with all the
preparation which that work requires, and pastors of the flock, with all the
attention which this requires, and at the same time be burdened with the toil
and anxiety of providing for their own temporal support and that of their
families, if they have them” (= Sang nabi dipelihara. Itu adalah masa kelaparan. ‘Tetapi
mereka yang takut kepada Tuhan tidak akan kekurangan sesuatupun yang baik’.
Elisa menerima persembahan syukur dari umat Israel - roti hulu hasil, 20 roti
jelai, serta gandum baru. Keberatan terhadap pelayanan yang dibayar tidak
mempunyai dasar dalam Firman Allah. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
sama-sama menganjurkan pemeliharaan untuk kebutuhan pelayan-pelayan Allah.
Yesus berkata: ‘Seorang pekerja patut mendapat upahnya’. Paulus berkata:
‘Mereka yang memberitakan Injil harus hidup dari Pemberitaan Injil itu’.
Adalah tidak praktis dan menyusahkan / menyukarkan bahwa seseorang harus
memberitakan Injil, dengan semua persiapan yang dibutuhkan oleh pekerjaan itu,
dan menggembalakan jemaat, dengan semua perhatian yang dibutuhkan, dan pada
saat yang sama dibebani dengan kerja keras dan kekuatiran untuk kebutuhan
sementara mereka dan kebutuhan keluarga mereka, jika mereka mempunyainya) - hal 79.
Catatan: Kutipan pertama dari
Maz 34:10-11, kutipan kedua dari Luk 10:7, kutipan ketiga dari 1Kor 9:14.
4) Roti
yang diberikan itu hanya sedikit.
Istilah ‘20 roti jelai’ dalam bahasa Inggris diterjemahkan ‘twenty loaves of barley bread’ (istilah ‘loaves’ menunjuk pada bentuk roti tawar
pada umumnya yang berbentuk seperti mobil station), dan ini bisa menimbulkan
kesan bahwa roti yang diberikan itu cukup banyak, padahal sebetulnya tidak
demikian.
Pulpit Commentary: “The
‘loaves’ of the Israelites were cakes or rolls, rather than ‘loaves’ in the
modern sense of the word. Each partaker of a meal usually had one for himself.
Naturally, twenty ‘loaves’ would be barely sufficient to twenty men” (= ‘loaves’
bagi orang Israel adalah potongan roti kecil dan tipis atau roti tipis yang
digulung, dan bukannya ‘loaves’ dalam arti modern. Setiap orang yang ikut makan
biasanya mendapat satu untuk dirinya sendiri. Tentu saja 20 ‘loaves’ hampir
tidak cukup untuk 20 orang) - hal 70.
Jadi jelas bahwa untuk 100 orang jumlah
itu sangat tidak memadai (bdk. ay 43a).
5) Elisa tidak egois, ia tidak
mengambil semua roti itu untuk dirinya sendiri, tetapi membaginya untuk semua.
Pulpit Commentary: “In
that time of famine he might have thought it prudent to store up for himself
the supply of food he had received. But no. He trusts God for the future. His
first thought is of others who were hungry round about him. ‘Give unto the
people, that they may eat.’ There is need for more of this unselfishness,
considerateness, thoughtfulness. How many of those who have abundance forget to
think of those who are in want!” (= Dalam masa kelaparan ia bisa berpikir
bahwa adalah bijaksana untuk menyimpan bagi dirinya sendiri persediaan makanan
yang telah ia terima. Tetapi tidak. Ia percaya kepada Allah untuk masa depan.
Yang pertama ia pikirkan adalah orang-orang lain yang lapar di sekitarnya.
‘Berikanlah itu kepada orang-orang ini, supaya mereka makan’. Dibutuhkan lebih
banyak ketidak-egoisan, sikap penuh perhatian seperti ini. Betapa banyak dari
mereka yang mempunyai berlimpah-limpah lupa untuk memikirkan mereka yang ada
dalam kekurangan) -
hal 79.
6) Elisa bernubuat (ay 43b) dan lalu
melakukan mujijat, sehingga roti itu cukup untuk makan mereka semua, dan bahkan
masih ada sisanya (ay 44).
Kiranya Tuhan memberkati firmanNya dalam diri saudara.
-AMIN-
email us at : gkri_exodus@lycos.com