Nabi Elisa
oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.
1) Raja
Aram sedang berperang dengan Israel (ay 8).
Pulpit Commentary: “Benhadad,
after the miracle wrought upon his favourite Naaman, had abundant reason to
know that Israel was the people of God, and enjoyed special Divine protection
and superintendence. Had he been truly wise, he would have laid aside his
hostile designs against that nation, and have made it his endeavour to
cultivate friendly relations with them, and, if possible, secure their
alliance. But true wisdom is a plant of rare growth, while its counterfeit,
cunning, is a weed that grows rankly at all times and everywhere” (= Benhadad,
setelah mujijat yang dikerjakan pada orang kesayangannya yaitu Naaman,
mempunyai banyak alasaan untuk mengetahui bahwa Israel adalah umat Allah, dan
bahwa mereka menikmati perlidungan dan pengawasan ilahi yang khusus. Seandainya
ia betul-betul adalah orang yang bijaksana, ia akan menyingkirkan rencana
permusuhannya terhadap bangsa itu, dan mengusahakan hubungan yang bersahabat dengan
mereka, dan jika mungkin, memastikan persekutuan dengan mereka. Tetapi hikmat
yang benar merupakan tanaman yang langka, sementara hikmat yang palsu, yaitu
kelicikan, merupakan rumput liar yang bertumbuh dengan subur pada setiap saat
dan di setiap tempat)
- hal 126.
2) Elisa berulang kali menggagalkan
rencana raja Aram.
a) Raja Aram berunding dengan
pegawai-pegawainya dan membuat rencana penghadangan (ay 8b).
b) Elisa mengetahui hal itu, tentu
dari Tuhan, dan lalu memberitahu raja Israel (ay 9).
Pulpit Commentary: “Elisha
did not suffer his hostile feeling towards Jehoram (ch. 3:13; 5:18; 6:32) to
interfere with his patriotism. When disaster threatened his country, he felt it
incumbent on him to warn even an ungodly king” [= Elisa tidak
membiarkan perasaan bermusuhannya terhadap Yoram (pasal 3:13; 5:18; 6:32) untuk
mencampuri kepatriotannya. Pada waktu bencana mengancam negaranya, ia merasa
berkewajiban untuk memperingatkan bahkan seorang raja yang jahat] - hal 120.
c) Ay 10: raja Yoram mentaati nasehat
Elisa, dan ini tentu saja membuat rencana raja Aram gagal.
d) Ini membuat raja Aram marah, dan
mengira bahwa dalam kalangannya ada pengkhianat (ay 11).
e) Tetapi seorang pegawainya berkata
bahwa Elisalah yang memberitahu raja Israel tentang rencana penghadangan
tersebut (ay 12).
Pulpit Commentary: “How
the Syrian Lord knew this, or whether he merely made a shrewd guess, we cannot
say. Elisha’s miraculous gifts had, no doubt, become widely known to the Syrian
through the cure of Naaman’s leprosy; and the lord, who may possibly have been
Naaman himself, concluded that a man who could cure a leper could also read a
king’s secret thoughts without difficulty” (= Kita tidak tahu bagaimana orang Aram
itu mengetahui hal ini, atau apakah ia semata-mata menebak dengan cerdik. Tak
diragukan lagi, karunia melakukan mujijat dari Elisa telah diketahui secara
meluas di kalangan orang Aram, melalui penyembuhan kusta Naaman; dan orang
ini, yang mungkin adalah Naaman sendiri, menyimpulkan bahwa seseorang yang
bisa menyembuhkan seorang kusta juga bisa membaca pemikiran rahasia raja tanpa
kesukaran) - hal 121.
Catatan: kata-kata yang saya garisbawahi itu
sekedar merupakan dugaan yang tidak mempunyai dasar.
1) Raja Aram menyuruh untuk
menyelidiki dimana Elisa berada, dan lalu menyuruh untuk menangkapnya (ay
13-14).
Ini sebetulnya merupakan tindakan bodoh
dari Benhadad. Seharusnya ia berpikir sebagai berikut: kalau tadi berulangkali
Elisa bisa mengetahui rencananya, mengapa kali ini tidak bisa?
Pulpit Commentary: “What
had frustrated his efforts previously? Not human strength; not human wisdom or
sagacity; but Divine omniscience. God had enabled Elisha to show the King of
Israel the words which he spake in the secrecy of his bedchamber. Why should he
not grant him a foreknowledge of the new design? Or why should he not enable
the prophet in some other way to frustrate it? There are ten thousand ways in
which God can bring the counsels of men to no effect, whenever he pleases.
Benhadad ought to have known that it was God, not merely the prophet, against
whom he was contending, and that it would be impossible to outwit the Source of
wisdom, the Giver of all knowledge and understanding” (= Apa yang
telah menggagalkan usahanya sebelum ini? Bukan kekuatan manusia; bukan hikmat
atau kecerdikan / kecerdasan manusia; tetapi kemahatahuan ilahi. Allah telah
memampukan Elisa untuk menunjukkan kepada raja Israel kata-kata yang ia katakan
dalam kerahasiaan di kamar tidurnya. Mengapa Ia tidak memberinya pengetahuan
lebih dulu tentang rencana yang baru ini? Atu mengapa Ia tidak memampukan sang
nabi dengan suatu cara yang lain untuk menggagalkan rencana baru itu? Ada
10.000 cara dengan mana Allah bisa menggagalkan rencana manusia, kapanpun Ia
menghendakinya. Benhadad seharusnya tahu bahwa adalah Allah, dan bukannya
semata-mata sang nabi, terhadap siapa ia sedang berjuang, dan adalah mustahil
untuk memperdayakan / mengecoh Sang Sumber dari hikmat, Sang Pemberi dari semua
pengetahuan dan pengertian) - hal 126.
Pulpit Commentary lalu memberi banyak
contoh dimana Allah menggagalkan rencana manusia:
a) Orang-orang jaman menara Babel
digagalkan usahanya untuk berkumpul, bersatu, dan membangun menara ‘yang puncaknya sampai ke langit’.
b) Ishak digagalkan usahanya untuk
memberikan berkat kepada Esau, yang bukan merupakan pilihan Allah.
Pulpit Commentary tentang 2Raja 6: “Isaac
sought to outwit God, and frustrate his preference of Jacob over Esau (Gen.
25:23), by giving his special blessing to his firstborn; but God blinded him,
and caused him to be himself outwitted by Rebekah and Jacob, so that he gave
the blessing where he had not intended to give it (Gen. 27:27-29)” [= Ishak
berusaha untuk memperdayakan / mengecoh Allah, dan menggagalkan pemilihanNya
terhadap Yakub di atas Esau (Kej 25:23), dengan memberikan berkat
khususnya kepada anak sulungnya; tetapi Allah membutakannya, dan menyebabkan
dirinya sendiri diperdayakan / dikecoh oleh Ribka dan Yakub, sehingga ia
memberikan berkatnya dimana ia tidak bermaksud untuk memberikannya
(Kej 27:27-29)] -
hal 126.
c) Firaun digagalkan dalam rencananya
untuk menahan Israel di Mesir.
d) Yunus digagalkan rencananya untuk
melawan perintah Allah untuk pergi ke Niniwe.
e) Herodes digagalkan rencananya untuk
membunuh Yesus.
Penerapan:
Pikirkan ini sebelum / pada waktu
saudara membuat suatu perencanaan. Kalau itu tidak sesuai kehendak / rencana
Allah, dan tetap saudara lakukan, maka itu bisa menghancurkan saudara! Jadi
buatlah rencana yang sesuai kehendak Tuhan, yang betul-betul bertujuan untuk
kemuliaan Tuhan!
2) Pada waktu bangun pagi dan melihat
pengepungan tentara Aram, maka bujang Elisa menjadi takut (ay 15). Mengapa ia
menjadi takut sedangkan Elisa tidak? Karena ia tidak percaya / melihat
kehadiran Allah bersama mereka, sedangkan Elisa beriman akan hal itu.
Elisa lalu berkata: ‘Jangan takut,
sebab lebih banyak yang menyertai kita dari pada yang menyertai mereka’. Lalu ia berdoa supaya Tuhan
membukakan mata bujangnya, dan bujangnya lalu melihat pasukan malaikat yang
mengelilingi mereka (ay 16-17).
Pulpit Commentary: “There
is no reason to believe that Elisha saw the angels that compassed him round,
with his bodily eyes. But he knew that they were there. He was sure that God
would not desert him in his peril, and had such a confident faith in ‘the
doctrine of angels,’ that it was as if he could see them” (= Tidak ada
alasan untuk percaya bahwa Elisa melihat malaikat-malaikat yang mengepung /
mengelilinginya, dengan mata jasmaninya. Tetapi ia tahu bahwa mereka ada di
sana. Ia yakin bahwa Allah tidak akan meninggalkannya dalam bahaya, dan ia
mempunyai iman yang begitu yakin pada ‘doktrin tentang malaikat-malaikat’,
sehingga seakan-akan ia melihat mereka) - hal 127.
Bdk. Maz 34:8 - “Malaikat TUHAN
berkemah di sekeliling orang-orang yang takut akan Dia, lalu meluputkan mereka”.
2Taw 32:7-8 - “’Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Janganlah
takut dan terkejut terhadap raja Asyur serta seluruh laskar yang menyertainya,
karena yang menyertai kita lebih banyak dari pada yang menyertai dia.
Yang menyertai dia adalah tangan manusia, tetapi yang menyertai kita adalah
TUHAN, Allah kita, yang membantu kita dan melakukan peperangan kita.’ Oleh
kata-kata Hizkia, raja Yehuda itu, rakyat mendapat kepercayaannya kembali”.
Pulpit Commentary: “It is
generally supposed that the reference is here to angels ‘that excel in
strength;’ they are in truth the body-guard of the good. ... But to see them we
must have our spiritual eyes open as the prophet’s eyes were now. Faith in the
wonderful resources which Heaven has provided for the good will dispel all
fear” (= Pada umumnya dianggap bahwa ini berkenaan dengan
malaikat-malaikat ‘yang hebat dalam kekuatan’; mereka betul-betul merupakan
pengawal dari orang saleh. ... Tetapi untuk melihat mereka kita harus membuka
mata rohani kita seperti mata sang nabi sekarang. Iman pada sumber yang indah
yang telah disediakan surga untuk orang saleh akan menghilangkan semua rasa
takut) - hal 137.
Pulpit Commentary: “Thus
men under similar circumstances receive different impressions. The event which
overwhelms one with alarm inspires another with hope and heroism. The reason of
this is that some have eyes to see only the evil in things, others to see the
good as well” (= Demikianlah manusia yang ada dalam keadaan yang mirip
/ sama menerima kesan yang berbeda. Peristiwa yang membanjiri seseorang dengan
rasa takut, mengilhami orang yang lain dengan pengharapan dan kepahlawanan.
Alasan dari hal ini adalah bahwa sebagian orang mempunyai mata untuk hanya
melihat bencana dalam hal-hal di sekitarnya, sedangkan yang lain mempunyai mata
yang juga melihat kebaikan dalam hal-hal itu) - hal 140.
Penerapan:
Berapa dari saudara yang merasakan
kehadiran Allah dalam bahaya, problem, penderitaan, atau bahkan dalam gereja?
3) Orang-orang Aram lalu turun untuk
mendatangi Elisa, dan Elisa berdoa supaya Tuhan membutakan mata mereka (ay 18).
Pulpit Commentary: “Not
literal blindness, or they could not have followed Elisha’s lead, and marched a
distance of twelve miles to Samaria; but a state of confusion and bewilderment,
in which ‘seeing they saw, but did not perceive’ (compare the ‘blindness’ of
the men of Sodom, in Gen. 19:11)” [= Bukan kebutaan hurufiah, atau mereka
tidak akan bisa mengikuti pimpinan Elisa, dan berjalan sejauh 12 mil ke Samaria;
tetapi suatu keadaan kacau dan bingung, dalam mana ‘mereka melihat dan melihat
tetapi tidak mengerti’ (bandingkan dengan kebutaan orang-orang Sodom, dalam Kej
19:11)] - hal 122.
4) Elisa lalu berkata kepada mereka: ‘Bukan ini jalannya dan bukan ini kotanya. Ikutlah aku,
maka aku akan mengantarkan kamu kepada orang yang kamu cari’, dan Elisa lalu memimpin orang-orang
Aram itu ke kota Samaria (ay 19).
Sekarang mari kita bahas kata-kata
Elisa dalam ay 19 itu. Apakah ini merupakan suatu dusta? Ada
pandangan-pandangan yang berbeda tentang hal ini.
a) Ada yang menganggap bahwa Elisa
memang berdusta, atau kata-katanya sendiri sudah merupakan dusta, atau
setidaknya kata-kata itu dimaksudkan untuk mendustai.
Pulpit Commentary: “This
was clearly ‘an untruthful statement’ (Keil), if not in the letter, yet in the
intent. Elisha meant the Syrian to understand him to say, ‘This is not the way
which ye ought to have taken if ye wanted to capture the Prophet Elisha, and
this is not the city (Dothan) where you were told that he was to be found.’ And
so the Syrians understood him. In the morality of the time, and, indeed, in the
morality of all times up to the present, it has been held to be justifiable to
deceive a public enemy” [= Ini jelas merupakan ‘pernyataan yang tidak benar’
(Keil), jika bukannya secara hurufiah, maka tentu dalam maksud / tujuannya.
Elisa bermaksud supaya orang-orang Aram itu mengerti kata-katanya sebagai
berikut: ‘Ini bukanlah jalan yang harus kauambil jika engkau ingin menangkap
nabi Elisa, dan ini bukanlah kota (Dotan) dimana kamu diberitahu bahwa ia akan
ditemukan’. Dan demikianlah orang-orang Aram itu mengerti dia. Dalam moral
jaman itu, dan bahkan dalam moral dari setiap saat sampai sekarang ini, dianggap
sebagai sesuatu yang bisa dibenarkan untuk menipu musuh masyarakat] - hal 122.
Matthew Poole: “There
is indeed some ambiguity in his speech, and an intention to deceive them, which
hath ever been esteemed lawful in the state of war, as appears from the use of
stratagems” [= Di sana memang ada arti ganda dalam kata-katanya, dan
suatu maksud untuk menipu mereka, yang dalam keadaan perang dianggap sah
menurut hukum, seperti yang terlihat pada penggunaan tipu daya / muslihat (dalam perang)] - hal 728.
Catatan: Saya tidak setuju dengan kata-kata
kedua penafsir di atas ini, yang mengijinkan dusta / penipuan terhadap musuh!
Siasat perang berbeda dengan penipuan / dusta. Tentang dusta kepada orang
brengsek / musuh, perhatikan kata-kata R. L. Dabney di bawan ini.
Robert L. Dabney: “...
God, and not the hearer, is the true object on whom any duty of veracity
terminates. God always has the right to expect truth from me, however unworthy
the person to whom I speak” (= ... Allah, dan bukan pendengarnya, merupakan obyek /
tujuan yang benar terhadap siapa kewajiban kejujuran ditujukan. Allah selalu
mempunyai hak untuk mengharapkan kebenaran dari aku, tidak peduli betapa tidak
berharganya orang kepada siapa aku berbicara) - ‘Lectures in
Systematic Theology’, hal 425.
Keil & Delitzsch (hal 326)
juga menyebut kata-kata Elisa ini sebagai ‘Elisha’s
untruthful statement’ (= pernyataan Elisa yang tidak benar).
b) Ada yang menganggap bahwa Elisa
tidak berdusta, dan sama sekali tidak salah.
John Murray: “As
we study Elisha’s statement, however, it is just as difficult to find untruth
in what Elisha said. Let it be granted that the Syrians understood Elisha’s
words in a way entirely different from Elisha’s intent, does it follow that Elisha
spoke untruth? Elisha was under no obligation to inform them that he was the
man whom they sought. ... Furthermore, when Elisha said, ‘This is not the city’
how are we to know precisely what he intended? He may have meant, ‘This is not
the city in which you will find the man whom you seek’. Apparently he was
outside the city when he addressed them and he did not intend to re-enter the
city. ... If there was deception in what Elisha said, it would have been more
of deception to have said ‘This is the city’. ... Again, when he said, ‘Follow
me, and I will bring you to the man ye seek’, he carried this into effect,
though not with the result which the Syrians envisaged or might have envisaged.
... how can we say that Elisha had spoken an untruth? Elisha did bring them to
the city in which they found the man whom they sought” (= Tetapi jika
kita mempelajari pernyataan Elisa, adalah sama sukarnya untuk mendapatkan
ketidakbenaran dalam apa yang Elisa katakan. Anggaplah saja bahwa orang-orang
Aram itu mengerti kata-kata Elisa dengan cara yang sepenuhnya berbeda dengan
maksud Elisa, apakah itu membuktikan bahwa Elisa mengatakan ketidakbenaran?
Elisa tidak mempunyai kewajiban untuk memberitahu mereka bahwa ia adalah orang
yang mereka cari. ... Selanjutnya, pada waktu Elisa berkata: ‘bukan ini
kotanya’ bagaimana kita bisa tahu secara tepat apa yang ia maksudkan? Ia bisa
bermaksud: ‘Ini bukanlah kota dimana kamu akan menemukan orang yang kamu cari’.
Jelas bahwa ia ada di luar kota pada waktu ia mengatakan hal itu kepada mereka
dan ia tidak bermaksud untuk masuk kembali ke kota itu. ... Jika ada dusta /
penipuan dalam apa yang Elisa katakan, maka akan lebih menipu lagi jika ia
berkata: ‘Inilah kota itu’ (karena pada saat itu mereka ada di luar kota). Juga pada
waktu ia berkata, ‘Ikutlah aku, maka aku akan mengantarkan kamu kepada orang
yang kamu cari’, ia melaksanakan hal ini, sekalipun tidak seperti yang
dibayangkan oleh orang-orang Aram itu. ... bagaimana kita bisa mengatakan bahwa
Elisa telah mengatakan ketidakbenaran? Elisa memang membawa mereka ke kota
dimana mereka menemukan orang yang mereka cari) - ‘Principles
of Conduct’, hal 142-143.
Catatan: ay 14 mengatakan bahwa
orang-orang Aram itu mengepung kota Dotan, dan karena itu mereka memang masih
di luar kota. Lalu ay 18 mengatakan bahwa mereka turun mendatangi dia,
mungkin maksudnya mereka turun untuk akan memasuki kota itu. Dengan demikian
mereka masih di luar kota, sehingga Elisa tidak bisa disalahkan pada waktu ia
mengatakan ‘bukan ini kotanya’.
1) Setelah sampai di Samaria, Elisa
berdoa supaya Tuhan membuka mata mereka, dan mereka mendapati diri mereka ada
di tengah-tengah musuh (ay 20).
2) Raja Israel lalu bertanya kepada
Elisa, yang ia sebut sebagai ‘bapak’ [NIV: ‘my father’ (bapaku)], apakah ia boleh membunuh mereka atau tidak
(ay 21).
Matthew Poole: “My
father: now he gives him this title of reverence and affection, because of a
great and present benefit he received from him; though otherwise he hated him,
and would not hearken to his counsel” (= ‘Bapaku’: sekarang ia memberi Elisa
gelar kehormatan dan kasih, karena manfaat yang besar yang baru ia terima dari
dia; sekalipun jika tidak demikian ia membencinya dan tidak mau mendengarkan
nasehatnya) - hal 728.
3) Elisa melarangnya untuk membunuh
mereka dan bahkan menyuruhnya untuk menjamu mereka (ay 22).
Keil & Delitzsch: “The
object of the miracle would have been frustrated if the Syrians had been slain.
For the intention was to show the Syrians that they had to do with a prophet of
the true God, against whom no human power could be of any avail, that they
might learn to fear the Almighty God” (= Tujuan dari mujijat akan gagal jika
orang-orang Aram itu dibantai. Karena tujuannya adalah untuk menunjukkan kepada
orang-orang Aram bahwa mereka harus berurusan dengan nabi dari Allah yang
benar, terhadap siapa tidak ada kekuatan manusia yang bisa berhasil, sehingga
mereka belajar untuk takut kepada Allah yang mahakuasa) - hal 327.
Pulpit Commentary: “There
was also, perhaps, a further political object. By sparing the prisoners and
treating them with kindness, it might be possible to touch the heart of the
King of Syria, and dispose him towards peace” (= Di sana
mungkin juga ada tujuan politik yang lebih jauh. Dengan tak membunuh orang
tahanan dan memperlakukan mereka dengan kebaikan, itu mungkin menyentuh hati
dari raja Aram, dan mencondongkan dia kepada damai) - hal 122.
Pulpit Commentary: “The
magnanimous kindness extinguished the flames and paralyzed the arms of revenge,
so that they came no more into the land of Israel. This is the Divine way, nay,
the only way, of conquering our enemies. Evil can only be overcome by good. The
most glorious victory over an enemy is to turn him into a friend” (= Kebaikan
yang besar memadamkan nyala api dan melumpuhkan lengan pembalasan dendam,
sehingga mereka tidak memasuki negeri Israel lagi. Ini merupakan cara ilahi,
tidak, ini merupakan satu-satunya cara untuk mengalahkan musuh-musuh kita.
Kejahatan hanya bisa dikalahkan dengan kebaikan. Kemenangan yang paling mulia
atas seorang musuh adalah membalikkannya menjadi seorang sahabat) - hal 138.
Bdk. Ro 12:18-21 - “Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam
perdamaian dengan semua orang! Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu
sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab
ada tertulis: Pembalasan itu adalah hakKu. Akulah yang akan menuntut
pembalasan, firman Tuhan. Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika
ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api
di atas kepalanya. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah
kejahatan dengan kebaikan!”.
Catatan: Clarke mengatakan (entah dari mana ia
tahu hal ini) bahwa apa yang terjadi dalam ay 24 dimana raja Aram
menyerang lagi, terjadi lebih dari satu tahun setelah peristiwa ini.
Sebelum belajar mengasihi musuh yang benar-benar adalah musuh,
belajarlah untuk mengasihi sesama saudara seiman dalam gereja ini, yang tidak
menyenangkan atau menjengkelkan bagi saudara. Maukah saudara? Tuhan memberkati
saudara.
-AMIN-
email us at : gkri_exodus@lycos.com