Eksposisi Kitab Keluaran
oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.
KELUARAN
22:25-31
Ay 25-27:
Golongan III
yang diperhatikan oleh Tuhan, dan yang Tuhan inginkan supaya kita perhatikan,
adalah orang miskin.
Ada beberapa
hal yang bisa kita pelajari dari bagian ini:
1) Ada umat Tuhan yang miskin (ay 25).
Hal ini bukan hanya ada dalam Perjanjian Lama, tetapi
juga ada dalam Perjanjian Baru (bdk. Kis 2:45b
4:35b 6:1 Ro 15:26
2Kor 8:2 Wah 2:9).
Bahkan, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru
berkata bahwa dalam kalangan umat Tuhan selalu ada orang miskin (Ul
15:11 Yoh 12:8).
Ini jelas bertentangan dengan ajaran Theologia Kemakmuran
yang mengajarkan bahwa orang kristen harus kaya!
2) Bolehkah orang kristen meminjam uang?
a) Satu-satunya
ayat Kitab Suci yang bisa digunakan untuk melarang orang kristen meminjam uang
adalah Ro 13:8. Tetapi para penafsir menganggap bahwa ayat ini tidak
melarang secara mutlak, dan mereka menggunakan ayat-ayat seperti Kel 22:25 Maz 37:26 Mat 5:42 Luk 6:35
sebagai dasar bahwa orang kristen boleh meminjam uang.
Catatan: saya berpendapat bahwa ayat-ayat yang menyuruh kita meminjami orang
miskin tidak berarti bahwa orang kristen boleh meminjam. Sama seperti adanya
hukum yang menyuruh seorang budak mentaati tuan yang kejam (1Pet 2:18),
tidak berarti bahwa tuan boleh bersikap kejam kepada budaknya]
Dan menurut John Murray, Ro 13:8 itu artinya
adalah: jangan membiarkan hutang tak terbayar (bdk. Maz 37:21 - tak
membayar hutang adalah ciri orang fasik).
b) Kalau
memang Ro 13:8 tak melarang secara mutlak untuk meminjam uang, maka
meminjam hanya bisa dipersalahkan karena itu dianggap sebagai tindakan yang
memalukan. Tetapi dalam hal ini kita harus membedakan antara:
·
tindakan
meminjam yang memalukan.
Contoh: ‘hobby’ meminjam, terus menerus tutup lubang / gali lubang. Ini jelas
salah karena merupakan suatu kebiasaan yang dianggap jelek dan memalukan, dan
ini bisa merusakkan kesaksian hidup orang kristen!
Karena itu, kalau saudara mempunyai hobby seperti ini,
bertobatlah!
·
tindakan
meminjam yang tidak memalukan.
Contoh:
*
meminjam karena
tidak membawa (bukan tidak punya) uang.
*
beli barang
secara kredit, asal tidak melampaui kemampuan.
*
pinjam uang di
bank, untuk bekerja / berdagang dsb.
Harus diakui bahwa memalukan atau tidak memalukan,
ditentukan berdasarkan pandangan umum di tempat itu, dan jelas bahwa standard
ini bisa berbeda antara tempat yang satu dengan tempat yang lain, antara jaman
yang satu dengan jaman yang lain.
c) Pada
segi yang lain juga perlu kita perhatikan bahwa Tuhan berjanji untuk mencukupi
kebutuhan hidup anak-anakNya yang taat kepadaNya (Mat 6:25-34), dan bahkan
dikatakan bahwa anak-anak Tuhan tak akan perlu meminjam uang (Ul 28:12b).
Jadi, kalau kita sampai terpaksa meminjam, apalagi
berulang-ulang meminjam, maka bisa dipastikan ada sesuatu yang tidak beres
dalam hidup kita (dosa). Karena itu kalau hal itu menimpa kita, kita harus
mengintrospeksi / memeriksa diri kita sendiri dan bertobat dari segala dosa
yang kita temukan.
Catatan: ada banyak orang yang hidupnya tidak cukup karena mereka tidak memberi
persembahan perpuluhan. Mereka tidak memberi dengan alasan bahwa gaji mereka
tak mencukupi kehidupan mereka. Tetapi sebetulnya, kebalikannyalah yang benar!
Justru karena mereka tak memberi persembahan perpuluhan, maka Tuhan tak
mencukupi kebutuhan mereka sehingga mereka terpaksa meminjam.
Karena itu, kalau hidup saudara tak cukup, dan saudara
selama ini tidak memberi persembahan perpuluhan, bertobatlah! Dan dengan iman,
berikanlah persembahan perpuluhan saudara! Tetapi ingat, jangan memberi dengan
tujuan supaya saudara dicukupi! Ini adalah motivasi yang salah! Berikanlah karena
itu adalah perintah Tuhan, dan berikanlah dengan hati yang betul-betul
mengasihi Tuhan, maka Ia pasti akan mencukupi kebutuhan hidup saudara (bukan
menjadikan saudara kaya)!
3) Pada
saat ada orang yang mau meminjam dari saudara, saudara harus melihat apa alasan
yang menyebabkan orang itu mau meminjam dari saudara.
Ada orang yang menafsirkan bahwa Mat 5:42 berarti
bahwa kita harus meminjamkan kepada seadanya orang yang mau meminjam dari kita.
Tetapi saya tak setuju dengan penafsiran ini karena:
a) Ini
jelas tidak bijaksana, karena hal itu pasti akan dimanfaatkan oleh orang-orang
jahat, sehingga setiap orang kristen yang mau tunduk kepada Tuhan pasti akan
bangkrut.
b) Amsal 3:27
mengatakan: “Janganlah menahan kebaikan dari pada
orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya”.
Ayat ini secara implicit
menunjukkan adanya orang-orang yang tidak berhak menerima kebaikan kita!
c) Ay 25
maupun Mat 5:42 ada dalam kontex yang menekankan kasih, dan karena itu, jelas
bahwa kita harus meminjamkan karena kita mengasihi orang yang mau meminjam itu.
Karena itu, kalau pinjaman yang kita berikan itu ternyata bukannya membawa
kebaikan tetapi justru membawa kejelekan bagi orang itu, jelas kita justru
tidak boleh meminjami dia!
Macam-macam alasan yang salah untuk meminjam:
·
orangnya punya
hobby meminjam. Kita justru tidak boleh meminjami orang seperti ini, untuk
mendidik dia sehingga membuang kebiasaan jeleknya!
·
orangnya tidak
punya uang / miskin karena malas bekerja. Paulus mengatakan bahwa orang seperti
ini tidak usah makan (2Tes 3:10), dan karena itu jelas tak boleh dipinjami
dengan harapan supaya ia bertobat dari kemalasannya.
·
orang yang
meminjam untuk hal-hal yang bukan termasuk kebutuhan yang penting, atau untuk
berfoya-foya dsb.
Catatan: perlu saudara ingat bahwa kebutuhan tiap orang bisa berbeda. Apa yang
bagi saudara bukan merupakan kebutuhan, bagi orang lain bisa merupakan
kebutuhan!
·
orang itu
meminjam untuk hal yang salah seperti: untuk beli rokok, berjudi, minuman
keras, ganja / morfin, ecstasy, atau untuk pergi ke pelacuran dsb. Kalau
saudara meminjami orang ini untuk hal-hal seperti itu, saudara membantunya
untuk berbuat dosa dan menyakiti hati Tuhan!
·
orang itu
meminjam dengan rencana tidak membayar. Ini bisa kita lihat dari reputasinya.
Kalau ia memang terkenal sebagai orang yang selalu tidak membayar hutang (awas,
jangan terlalu cepat percaya pada gossip), maka tentu saja kita boleh menolak
untuk meminjaminya (kecuali itu untuk sesuatu yang betul-betul mendesak / urgent), bukan hanya untuk melindungi
diri kita sendiri, tetapi juga untuk mempertobatkan dia.
4) Kita
harus mau meminjami orang miskin yang betul-betul membutuhkan (ay 25
bdk. Ul 15:7-11 Amsal 3:27-28).
Biasanya kita lebih senang meminjamkan uang kepada
orang kaya, karena:
·
pasti dibayar,
atau setidaknya, kemungkinan dibayar lebih besar dari pada kalau kita meminjami
orang miskin.
·
kita bisa
menarik bunga.
·
lain kali kita
bisa minta tolong kepadanya.
Tetapi meminjamkan seperti ini adalah peminjaman yang
bersifat egois! Sedangkan peminjaman kepada orang miskin dalam ay 25 itu
adalah peminjaman yang berdasarkan kasih. Yesus mengajar kita untuk berbuat
baik kepada orang yang tidak bisa membalas kebaikan kita, maka Tuhanlah yang
nanti akan membalas kebaikan kita itu (bdk. Luk 14:12-14 6:35).
Ingat bahwa Firman Tuhan bukan hanya menganjurkan,
tetapi mengharuskan kita untuk meminjami orang miskin yang betul-betul
membutuhkan. Karena itu, kalau kita tidak mau meminjami, kita berdosa! Karena
itu, janganlah mencari-cari alasan untuk tidak meminjami, seperti:
¨
ada banyak
orang seperti dia, bahkan yang lebih membutuhkan uang dari dia.
Ingat bahwa bukan semua orang miskin di dunia ini
merupakan tanggung jawab saudara, tetapi hanya orang miskin di sekitar
saudara, apalagi dalam gereja saudara!
¨
kebutuhan orang
itu terlalu banyak, dan saudara toh tidak mampu untuk memberi sebanyak itu.
Kalau saudara hanya bisa menolong sebagian dari kebutuhannya, maka lakukanlah
itu. Biarlah ia mendapatkan sisanya dari orang lain!
5) Kita
tidak boleh menarik bunga (ay 25 bdk. Im 25:35-37), tetapi ini hanya
berlaku kalau dipenuhi 2 hal yaitu:
·
orang itu
adalah saudara seiman kita (ay 25: salah seorang dari umatKu).
·
orang itu
miskin (ay 25: orang yang miskin di antaramu).
Ada beberapa hal yang bisa dibahas:
a) Dalam
Ul 23:19-20 dikatakan bahwa dari sesama orang Israel, mereka tidak boleh
menarik bunga, sedangkan dari orang asing mereka boleh menarik bunga. Memang,
kasih kepada saudara seiman, harus lebih ditekankan dari pada kasih kepada
orang kafir (bdk. Gal 6:10).
Tetapi tetap ada keanehan, karena dalam Im 19:34
dikatakan bahwa mereka harus memperlakukan orang asing seperti orang Israel.
Mengapa di sini diperlakukan secara berbeda? Mungkin ‘harus memperlakukan
secara sama’ tidaklah berarti sama secara mutlak, tetapi hanya berarti bahwa
mereka harus diperlakukan dengan adil, tanpa diskriminasi dsb.
b) Meminjamkan
tanpa bunga, menunjukkan adanya pengorbanan dalam menolong, dan adanya
pengorbanan dalam menolong menunjukkan adanya kasih! Kalau saudara ingin
melihat bagaimana jemaat abad I berkorban dalam menolong jemaat lain yang
miskin, bacalah Kis 2:44-45 dan 2Kor 8:1-5.
c) Ada
orang-orang yang menaruh uangnya di bank, dan hidupnya betul-betul tergantung
dari bunga uang itu. Kalau mereka harus menarik uang mereka dari bank dan
meminjamkannya tanpa bunga kepada orang miskin, maka mereka sendiri tidak punya
nafkah sama sekali. Dalam kasus seperti ini saya berpendapat bahwa mereka boleh
meminjamkan uang dengan bunga.
Alasan saya:
·
ini tetap
menolong orang miskin itu, karena kalau ia meminjam dari orang lain, maka
mungkin sekali ia harus membayar bunga yang lebih tinggi.
·
dalam
2Kor 8:12 dikatakan bahwa kita harus memberikan berdasarkan apa yang ada
pada kita, bukan berdasarkan apa yang tidak ada pada kita.
d) Kalau
orang itu meminjam untuk bekerja / berdagang dsb, dan penghasilannya
memungkinkannya untuk memberi bunga, maka kita boleh menarik bunga, karena
dalam hal ini ia tidak tergolong orang miskin seperti dalam ay 25 itu.
6) Ay 26-27
membicarakan tentang orang yang memberikan pinjaman dengan tanggungan (gadai).
Tentang barang yang dijadikan tanggungan / gadai itu,
Tuhan memberikan beberapa peraturan:
a) Kalau
tanggungan itu adalah ‘jubah’, maka harus dikembalikan kepada pemiliknya
sebelum matahari terbenam, karena jubah itu ia butuhkan sebagai selimut pada
waktu ia tidur (ay 26-27 Ul 24:12-13). ‘Jubah’ di sini mewakili semua
barang yang merupakan kebutuhan dari orang itu. Jadi, bagian ini menunjukkan
bahwa kasih kita kepada orang itu harus lebih ditekankan dari pada rasa takut
akan tidak dibayar (karena tanggungan sudah dikembalikan).
b) Orang yang meminjamkan uang itu tidak
boleh mengambil:
·
lembu betina
(Ayub 24:3).
·
kilangan / batu
kilangan (Ul 24:6).
‘Lembu betina’ dan ‘kilangan / batu kilangan’ mewakili
semua barang yang dipakai oleh peminjam dalam mencari nafkah. Mengapa ini tidak
boleh diambil sebagai jaminan? Karena ini adalah sumber penghasilan dari orang
yang meminjam. Kalau itu diambil, maka ia mungkin akan bertambah miskin, dan
makin tidak bisa membayar hutangnya.
c) Orang
yang meminjamkan uang tidak boleh memilih semaunya sendiri barang yang akan
dijadikan tanggungan / gadai. Biarlah orang yang mau meminjam uang itulah yang
memilihkan barang yang akan ia gadaikan (Ul 24:10-11). Peraturan ini diberikan
jelas untuk mencegah perlakukan yang sewenang-wenang terhadap orang miskin!
7) Kesimpulan
dari ay 25-27: kita tidak boleh mencari untung dari kemiskinan /
penderitaan orang lain. Pada saat melihat orang yang miskin / menderita, yang
seharusnya kita pikirkan adalah ‘bagaimana kita bisa menolong mereka’, dan
bukannya ‘bagaimana kita bisa mendapat untung’.
Penerapan:
Apakah saudara sering / pernah membeli barang dengan
harga dibawah standard karena orangnya butuh uang? Ini sesuatu yang biasa
dilakukan, dan tidak ada orang dunia yang akan menyalahkan kalau saudara juga
melakukannya. Tetapi ini termasuk ‘mencari keuntungan dari penderitaan /
kemiskinan orang lain’ yang jelas bertentangan dengan ajaran Kitab Suci hari
ini, dan juga bertentangan dengan ajaran Tuhan Yesus, khususnya pada
Mat 7:12 dan Mat 22:39!
Ay 28-31:
1) Ay 28: ada 2 perintah / larangan:
a) Jangan
mengutuki Allah.
·
Ada yang
mengatakan bahwa kata Ibrani ELOHIM yang disini diterjemahkan ‘Allah’,
seharusnya diterjemahkan ‘Hakim-hakim’.
Alasannya: ay 28b melarang menyumpahi / mengutuki
seorang pemuka. Sedangkan ‘Allah’ dan ‘pemuka’ tidak terlalu cocok
untuk digabungkan dalam 1 ayat.
Saya tidak setuju dengan penafsiran itu dan saya
berpendapat bahwa kata ELOHIM itu tetap harus diterjemahkan ‘Allah’ karena baik
Amsal 24:21, Mat 22:21, maupun 1Pet 2:17 juga menekankan kewajiban
kita baik kepada Tuhan maupun kepada raja / kaisar. Jadi tidak ada yang aneh
kalau Kel 22:28 memberikan kewajiban kita kepada Allah dan pemuka.
·
Hukuman bagi
orang yang mengutuki Allah adalah hukuman mati (Im 24:10-16,23).
b) Jangan
menyumpahi seorang pemuka.
·
Kata
‘menyumpahi’ oleh NIV diterjemahkan ‘curse’
(= mengutuk).
·
Kitab Suci
memang mengajar kita untuk tunduk dan menghormati orang-orang yang memegang
otoritas:
*
dalam keluarga,
kepada suami / orang tua (Ef 5:22 6:1).
*
dalam negara,
kepada pemerintah (Ro13:1-2 1Pet
2:13,17).
*
dalam gereja,
kepada pejabat gereja (Kis 23:1-5
1Tim 5:17 Ibr 13:17).
·
Ini tentu tidak
berarti bahwa kita:
*
harus tunduk
secara mutlak (bdk. Kis 5:29).
*
tidak boleh
menegur mereka (dalam Kitab Suci, baik nabi-nabi, rasul-rasul, maupun Yesus
sendiri, berulang kali menegur pemegang otoritas yang salah).
2) Ay 29-30:
a) Allah menuntut
hasil pertama, yaitu:
·
anak sulung (ay
29b). Tetapi ini harus ditebus (Kel 13:13b).
·
anak sulung
dari ternak (ay 30).
Kalau itu adalah binatang haram, maka anaknya harus
ditebus atau dibunuh (Kel 13:13a). Tetapi kalau itu adalah binatang halal,
maka harus dipersembahkan kepada Tuhan (Im 22:27).
·
hasil I dari
tanah. Ini harus dipersembahkan kepada Tuhan (ay 29a).
b) Ay 29
memperingatkan: jangan lalai dalam mempersembahkan.
NIV: hold back
(= menahan).
KJV / RSV / NASB: delay
(= menunda).
Jadi, kita tidak boleh menahan / menunda persembahan
yang memang seharusnya kita berikan kepada Tuhan.
Penerapan:
Apakah saudara sering menahan / menunda dalam
memberikan persembahan persepuluhan?
c) Ay 30: hari
ke 8.
Ini mungkin disebabkan karena kelahiran menyebabkan najis
selama 7 hari. Karena itu, bayi laki-laki juga baru boleh disunat pada hari ke
8 (Im 12:1-3).
3) Ay 31: larangan memakan daging ternak
yang diterkam oleh binatang buas
a) Mengapa
dilarang? Pada umumnya para penafsir beranggapan bahwa larangan ini disebabkan
karena adanya darah yang masih tertinggal dalam daging binatang yang diterkam
binatang buas (bdk. Im 17:13 19:26).
Calvin tidak setuju dengan pandangan ini dengan
alasan: hukuman untuk orang yang memakan darah berbeda dengan hukuman untuk
orang yang memakan daging bangkai / daging binatang yang diterkam oleh binatang
buas (Im 17:10,15).
Tetapi saya tetap beranggapan bahwa larangan ini
disebabkan karena adanya darah dalam daging itu.
Alasan saya:
·
kalau alasannya
bukan itu, maka tidak ada alasan yang lain.
·
kontex
Im 17:10-16, yang mula-mula berbicara tentang larangan makan darah, lalu
disambung dengan larangan makan daging bangkai / binatang yang diterkam
binatang buas, menunjukkan bahwa larangan makan daging bangkai / binatang yang
diterkam binatang buas adalah karena adanya darah dalam daging itu.
·
tentang hukuman
yang berbeda, saya anggap itu wajar, karena orang yang makan darah,
terang-terangan melihat darah itu, sedangkan orang yang makan daging bangkai /
binatang yang diterkam binatang buas, tidak melihat darah itu.
b) Daging itu
harus dilemparkan kepada anjing (ay 31b).
Ada 2 penafsiran tentang arti kata ‘anjing’ di sini:
·
betul-betul
berarti anjing (hurufiah).
·
artinya: orang
asing (bdk. Ul 14:21).
c) ’Orang
kudus’ (ay 31).
Kata ‘kudus’ berarti ‘berbeda dengan / terpisah dari’.
Karena orang Israel adalah orang kudus, maka dalam hal makanpun mereka harus
berbeda dengan orang kafir.
Penerapan:
Bagaimana dengan saudara? Sebagai orang kristen,
saudarapun juga adalah orang kudus (1Pet 2:9). Tetapi, apakah hidup
saudara berbeda dengan orang dunia? (bdk. Ro 12:2). Dalam hal apa saudara
masih sama seperti orang dunia? Dalam berdusta? Datang terlambat? Tidak
menepati janji? Marah / benci / dendam? Iri hati? Tamak / cinta uang?
Percabulan / perzinahan? Caci maki / kata-kata kotor? Maukah saudara bertobat
dari hal-hal itu dan berusaha untuk hidup berbeda dengan dunia?
-AMIN-