Eksposisi Injil Matius
oleh: Pdt. Budi
Asali MDiv.
Ay
1: “Ketika
Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk,
datanglah murid-muridNya kepadaNya”.
Kata-kata ‘naiklah Ia ke atas bukit’ dalam ay 1 ini kelihatannya
bertentangan dengan bagian paralelnya, yaitu Luk 6:17 yang berbunyi: ‘Lalu Ia turun ... pada suatu tempat yang datar’.
Bagaimana mengharmoniskan 2 bagian yang
kelihatannya bertentangan / kontradiksi ini?
Calvin berpendapat bahwa Luk 6:17-19
terpisah dari Luk 6:20-dst.
John Stott mengatakan bahwa mungkin ‘tempat datar’ itu terletak di bukit. Matius menyoroti secara global dan
karena itu ia berkata ‘naiklah Ia ke atas
bukit’; sedangkan
Lukas menyoroti bagian / daerah yang lebih kecil, sehingga ia berkata ‘turun ke tempat yang datar’.
penyorotan
Matius
penyorotan
Lukas
tempat
datar
Bukit
Ilustrasi: Tanggal 12 Nopember 2001 ada pesawat Amerika
jatuh di New York, menimpa pemukuman yang padat penduduk. Malam itu saya
menonton 2 channel TV cable. CNN mengatakan bahwa ada 4 rumah yang terbakar,
sedangkan Fox News mengatakan bahwa sedikitnya ada 12 rumah yang terbakar.
Rasanya kedua berita ini bertentangan. Tetapi besoknya segala sesuatu menjadi
jelas, karena dikatakan bahwa 4 rumah terbakar total / hancur total, dan 12
rumah rusak (damaged). Jadi CNN mengatakan 4 rumah, karena hanya
menyoroti rumah-rumah yang terbakar hebat, sedangkan Fox News mengatakan
sedikitnya 12 rumah, karena menyoroti seadanya rumah yang terbakar, tak peduli
terbakar banyak ataupun sedikit. Juga tentang korban dalam pesawat, malam itu
sebentar dikatakan bahwa jumlah penumpang 246 orang + 9 awak pesawat, sebentar
lagi dikatakan 251 penumpang + 9 crew pesawat, sebentar lagi kembali 246
penumpang + 9 awak pesawat. Besoknya semua menjadi jelas, karena dikatakan ada
5 bayi yang dipangku orang tuanya dalam pesawat terbang yang jatuh itu. Rupanya
waktu mengatakan 246 penumpang, mereka tidak menghitung bayi-bayi (mungkin bayi
naik pesawat tanpa ticket?). Jadi apa yang kelihatannya kontradiksi, ternyata
hanya merupakan berita yang berbeda karena sudut pandang / penekanan yang
berbeda. Sebetulnya tidak ada kontradiksi!
Ay
2: “Maka
Yesuspun mulai berbicara dan mengajar mereka, kataNya:”.
Tuhan Yesus mulai mengajar. Jelas
sekali bahwa Yesus sangat menekankan pengajaran Firman Tuhan.
Bdk. Mark 1:37-38 - “waktu menemukan Dia mereka berkata: ‘Semua orang mencari
Engkau.’ JawabNya: ‘Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang
berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku
telah datang.’”.
Karena itu gereja / hamba Tuhan / orang
Kristen yang baik juga harus menekankan pengajaran Firman Tuhan. Perwujudannya:
·
Firman
Tuhan, dan bukannya puji-pujian, harus mendapatkan tempat yang terutama dalam
kebaktian. Jangan melakukan rapat, latihan koor, dan apapun juga yang lain pada
jam Kebaktian / Pemahaman Alkitab.
·
Gereja /
Pendeta harus mengadakan Pemahaman Alkitab, yang betul-betul menggali dan
membahas Kitab Suci. Salah satu hal yang bisa dijadikan penentu bagus atau
tidaknya gereja tersebut, adalah berapa persentase dari jemaat yang hadir dalam
Pemahaman Alkitab.
·
Orang
kristen harus mencari Firman Tuhan, baik melalui kebaktian, Pemahaman Alkitab,
Saat Teduh, buku-buku rohani, dan juga dari Alkitab langsung (Bible Reading).
Ay 3:
“‘Berbahagialah
orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan
Sorga”.
1) Arti dari kata ‘berbahagialah’.
a) Kata ‘bahagia’ di sini tidak menunjuk pada ‘perasaan
bahagia’ yang terasa
dalam hati kita. Kalau kata ‘bahagia’ memang menunjuk pada perasaan bahagia
dalam hati kita, bagaimana mungkin bisa ada ay 4 yang berbunyi: “Berbahagialah
orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur”? Disamping itu terjemahan yang
sebenarnya bukan ‘berbahagialah’, tetapi ‘blessed’ (=
diberkatilah) seperti dalam KJV/RSV/NIV/NASB. Memang ada yang menterjemahkan ‘happy’
(= berbahagialah) seperti Good News Bible, tetapi ini merupakan terjemahan yang
kurang tepat.
b) Juga kata ‘berbahagialah’ / ‘diberkatilah’ ini tidak menunjuk pada kebahagiaan /
keadaan diberkati menurut ukuran dunia / jasmani, seperti kaya, sukses, sehat
dan sebagainya. Mengapa? Karena kalau demikian bagaimana bisa dikatakan
‘Berbahagialah / diberkatilah orang yang dianiaya / dicela / difitnah’ seperti
dalam Mat 5:10-11?
c) Kata ‘berbahagialah’ / ‘diberkatilah’ di sini menunjuk pada kebahagiaan /
keadaan diberkati dalam pandangan Tuhan. Jadi, dalam pandangan Tuhan
orang-orang seperti dalam Mat 5:3-12 adalah orang yang berbahagia /
diberkati. Bisa saja pandangan Tuhan ini bertentangan dengan pandangan manusia.
Jadi bisa saja kita miskin, gagal, menderita, dianiaya, lemah dsb, tetapi dalam
pandangan Tuhan kita berbahagia / diberkati. Sebaliknya bisa saja kita kaya,
berkedudukan tinggi, sukses, dsb, tetapi dalam pandangan Tuhan kita celaka /
terkutuk.
Bdk. Luk 6:24-26 - “Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam
kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu. Celakalah kamu, yang sekarang
ini kenyang, karena kamu akan lapar. Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa,
karena kamu akan berdukacita dan menangis. Celakalah kamu, jika semua orang
memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah
memperlakukan nabi-nabi palsu.’”.
Kalau kita melihat cerita
tentang Lazarus dan orang kaya (Luk 16:19-31), yang mana dari mereka yang
berbahagia / diberkati menurut pandangan manusia? Pasti orang kayanya. Tetapi
yang mana yang berbahagia / diberkati dalam pandangan Tuhan? Jelas Lazarusnya!
Tetapi awas! Ini tidak
berarti bahwa semua orang yang miskin, gagal, menderita pasti berbahagia /
diberkati dalam pandangan Tuhan! Adalah mungkin untuk menjadi miskin, gagal,
menderita, dsb, dan sekaligus celaka / terkutuk dalam pandangan Tuhan. Contoh:
orang yang miskin, menderita dsb, tetapi tetap tidak percaya / ikut Tuhan.
Juga tidak berarti bahwa
orang yang kaya, sukses, berkedudukan tinggi pasti celaka / terkutuk dalam
pandangan Tuhan. Bisa saja seseorang kaya, sukses, berkedudukan tinggi, dan
sekaligus berbahagia / diberkati dalam pandangan Tuhan. Contoh: Abraham, Daud,
dan sebagainya.
Renungkan: apakah saudara
ingin menjadi orang yang berbahagia / diberkati dalam pandangan manusia atau
dalam pandangan Tuhan?
Arti tentang kata ‘berbahagialah’ / ‘diberkatilah’ ini harus kita camkan dalam sepanjang
pelajaran tentang ‘Ucapan Bahagia’ dalam Mat 5:3-12 ini.
2) ‘Miskin
di hadapan Allah’.
a) ‘Miskin’.
Ada beberapa kata bahasa Yunani
yang berarti ‘miskin’:
·
PENES
atau PENICHROS yang artinya adalah ‘miskin tetapi masih mempunyai sesuatu’.
·
PTOCHOS
yang artinya adalah ‘miskin dalam arti sama sekali tidak punya apa-apa’. Dalam
Luk 16:20 kata ‘pengemis’ yang ditujukan kepada Lazarus itu dalam bahasa
Yunaninya adalah PTOCHOS. Bacalah Luk 16:20-21 untuk mendapat gambaran
tentang PTOCHOS itu.
Luk 16:20-21 - “Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh
dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, dan ingin
menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan
anjing-anjing datang dan menjilat boroknya”.
Ia bukan hanya tidak
mempunyai rumah, tetapi juga tidak mempunyai uang untuk membeli makanan atau
obat / perban untuk mengobati / membalut luka-lukanya.
Pulpit Commentary:
*
“PTOCHOS, in
classical and philosophical usage, implies a lower degree of poverty than PENES
(2Cor 9:9)” [= PTOCHOS, dalam penggunaan klasik dan filosofis,
menunjukkan tingkat kemiskinan yang lebih rendah dari PENES (2Kor 9:9)].
*
“The PENES may
be so poor that he earns his bread by daily labour; but the PTOCHOS is so poor
that he only obtains his living by begging ... The PENES has nothing
superfluous, the PTOCHOS has nothing at all” (= Orang yang PENES adalah orang yang
miskin sehingga ia mendapatkan roti / makanannya melalui kerja keras setiap
hari; tetapi orang yang PTOCHOS adalah orang yang begitu miskin sehingga ia
hanya mendapatkan penghidupannya melalui pengemisan ... Orang yang PENES tidak
mempunyai apapun secara berlebihan, orang yang PTOCHOS sama sekali tidak
mempunyai apapun).
Dalam Luk 21:1-4
terdapat cerita tentang seorang janda miskin yang memberikan seluruh uangnya
kepada Tuhan.
Luk 21:1-4 - “(1) Ketika Yesus mengangkat mukaNya, Ia melihat
orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan. (2)
Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua peser ke dalam peti
itu. (3) Lalu Ia berkata: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin
ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu. (4) Sebab mereka semua
memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari
kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya.’”.
Dalam Luk 21:2 ada
kata ‘miskin’ dan demikian juga dalam Luk 21:3, tetapi dalam Luk 21:2
digunakan kata Yunani PENICHROS dan dalam Luk 21:3 digunakan kata Yunani
PTOCHOS. Mengapa berbeda? Karena dalam Luk 21:2 sekalipun ia miskin, ia masih
mempunyai uang sedikit, jadi digunakan kata PENICHROS. Tetapi setelah uangnya
dipersembahkan semua, ia tidak mempunyai apa-apa lagi, sehingga dalam
Luk 21:3 digunakan kata PTOCHOS.
Kata ‘miskin’ yang
digunakan dalam Mat 5:3 adalah PTOCHOS!
b) Kata-kata ‘di hadapan Allah’ salah terjemahan.
NIV/NASB: in spirit (= dalam roh).
Jadi jelaslah bahwa yang
dimaksud dengan ‘miskin’ dalam Mat 5:3 ini bukanlah ‘miskin dalam hal
jasmani / uang’.
Dalam persoalan ini, dalam
dunia ini ada 3 golongan manusia:
1. Orang yang merasa dirinya baik
(‘kaya dalam roh’) seperti:
a. Orang Farisi dalam Luk 18:9-12
(perumpamaan Yesus tentang 2 orang yang berdoa di Bait Allah).
Luk 18:9-12 - “Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya
benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan
ini: ‘Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah
Farisi dan yang lain pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa
dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepadaMu, karena aku tidak
sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah
dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku
memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku”.
Perhatikan bahwa dalam
doanya bukan saja ia merendahkan orang-orang lain yang ia anggap berdosa /
jahat, tetapi ia juga ‘memamerkan’ kebaikan / kesalehannya kepada Tuhan!
b. Jemaat Laodikia.
Wah 3:17 - “Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah
memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau
tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang”.
Apakah saudara merasa diri
saudara baik / lebih baik dari orang lain? Ingat bahwa Mat 5:3 yang
berbunyi “Berbahagialah
orang yang miskin dalam roh, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” secara implicit menunjukkan “Celakalah
orang yang kaya dalam roh (yang merasa diri baik) karena merekalah yang empunya
neraka (akan pergi ke neraka)”.
2. Orang yang merasa diri berdosa
tetapi toh masih merasa dirinya mempunyai kebaikan. Ini adalah miskin dalam
arti PENES / PENICHROS bukan PTOCHOS! Jadi golongan ini belum bisa dikatakan
berbahagia! Mungkin ini adalah golongan orang yang paling banyak terdapat di
gereja. Mereka merasa diri sebagai orang berdosa, tetapi mereka juga merasa
diri lumayan baik, karena mereka masih mau pergi ke gereja, memberi
persembahan, melayani Tuhan, tidak melakukan hal-hal yang maksiat, dan
sebagainya. Mereka tidak merasa diri sebagai hitam legam, tetapi sebagai
abu-abu atau putih berbintik-bintik. Apakah saudara termasuk golongan ini?
3. Orang yang merasa dirinya penuh
dosa dan sama sekali tidak bisa berbuat baik.
Pulpit Commentary: “Christ here affirms the blessedness of those who are in
their spirit absolutely devoid of wealth. It cannot mean that they are this in
God’s opinion, for in God’s opinion all are so. It means therefore, that they
are this in their own opinion” (= Di sini Kristus menegaskan keadaan
diberkati dari orang-orang, yang dalam roh mereka sama sekali tidak mempunyai
kekayaan. Ini tidak bisa diartikan bahwa mereka adalah seperti itu dalam
pandangan Allah, karena dalam pandangan Allah semua adalah demikian. Karena
itu, itu berarti bahwa mereka adalah demikian dalam pandangan mereka sendiri).
Jadi, orang yang termasuk
golongan ini adalah orang yang menyadari sepenuhnya bahwa hidupnya hanyalah
dosa, dosa, dan dosa. Ia tidak menganggap diri sebagai putih, abu-abu, putih
berbintik-bintik, tetapi sebagai hitam legam.
Kalau saudara adalah orang
yang merasa diri baik / saleh / suci, atau lumayan baik, maka coba perhatikan
gambaran Firman Tuhan di bawah ini tentang keadaan manusia di hadapan Allah.
Yes 64:6a - “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala
kesalehan kami seperti kain kotor”.
Perhatikan bahwa Yesaya
bukan mengatakan ‘segala dosa kami
seperti kain kotor’.
Ia juga tidak mengatakan ‘sebagian
kesalehan kami seperti kain kotor’. Ia mengatakan ‘segala kesalehan
kami seperti kain kotor’.
Kalau kesalehan kita
digambarkan seperti ‘kain kotor’ di hadapan Allah, bagaimana dengan
dosa kita?
Yeh 36:17 - “‘Hai anak manusia, waktu kaum Israel tinggal di tanah
mereka, mereka menajiskannya dengan tingkah laku mereka; kelakuan mereka sama
seperti cemar kain di hadapanKu”.
Dosa / kejahatan kita
digambarkan seperti ‘cemar kain’. Apakah ‘cemar kain’ itu? NIV menterjemahkannya:
‘a woman’s monthly
uncleanness’ (= kenajisan
bulanan dari seorang perempuan).
Bandingkan
juga dengan Im 15:20,24
- “(20) Segala sesuatu yang ditidurinya
selama ia cemar kain menjadi najis. Dan segala sesuatu yang didudukinya
menjadi najis juga. ... (24) Jikalau seorang laki-laki tidur dengan perempuan
itu, dan ia kena cemar kain perempuan itu, maka ia menjadi najis selama
tujuh hari, dan setiap tempat tidur yang ditidurinya menjadi najis juga”.
Untuk kata ‘cemar kain’ yang pertama (ay 20) NIV menterjemahkan ‘her period’ (= masa datang
bulannya), sedangkan untuk kata ‘cemar kain’ yang kedua (ay 24) NIV menterjemahkan ‘her
monthly flow’ (= aliran bulanannya).
Jadi
Kitab Suci menggambarkan kesalehan kita seperti kain kotor, dan menggambarkan dosa
/ kejahatan kita seperti cairan yang dikeluarkan oleh seorang perempuan pada
saat mengalami datang bulan!
Kalau
saudara adalah orang yang menganggap diri saudara suci atau lumayan baik,
renungkan bagian ini!
Contoh orang yang termasuk
PTOCHOS:
·
Rasul
Paulus.
Ro 7:18-19 - “Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam
aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada
di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku
kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku
kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat”.
1Tim 1:15 - “Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya:
‘Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa,’ dan di
antara mereka akulah yang paling berdosa”.
Merupakan sesuatu yang aneh
bahwa pada saat Paulus belum bertobat, ia menganggap dirinya bisa mentaati
hukum Taurat tanpa cacat.
Fil 3:4-6 - “(4) Sekalipun aku juga ada alasan untuk menaruh percaya
pada hal-hal lahiriah. Jika ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada
hal-hal lahiriah, aku lebih lagi: (5) disunat pada hari kedelapan, dari bangsa
Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum
Taurat aku orang Farisi, (6) tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang
kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat”.
Tetapi setelah ia bertobat,
dan tumbuh dalam pengertian Firman Tuhan dan kekudusan, ia justru merasa
dirinya penuh dengan dosa.
·
Pemungut
cukai dalam Luk 18:13 - “Tetapi
pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke
langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang
berdosa ini”.
·
Anak
bungsu / terhilang.
Luk 15:17-19 - “Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya
orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati
kelaparan. Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya:
Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak
lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan
bapa”.
3) ‘Karena merekalah yang empunya Kerajaan
Sorga’.
Inilah alasan mengapa
golongan ini disebut berbahagia: mereka adalah pemilik kerajaan Sorga. Tetapi mengapa
mereka disebut sebagai pemilik kerajaan surga?
a) Karena orang seperti ini tidak akan
berusaha masuk surga dengan usahanya sendiri. Dia akan mengemis pengampunan
kepada Tuhan (bdk. Luk 18:13-14). Sebaliknya, orang yang merasakan dirinya
baik / lumayan akan berusaha masuk surga dengan usahanya / perbuatan baiknya
sendiri. Ini tidak mungkin berhasil, karena Kitab Suci memang tidak pernah
mengajarkan keselamatan karena perbuatan baik! Jadi, orang-orang seperti ini
justru akan masuk neraka!
b) Kristus juga berkata bahwa Ia
datang untuk memanggil orang berdosa bukan orang benar.
Mat 9:10-13 - “Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah
banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan
murid-muridNya. Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka
kepada murid-murid Yesus: ‘Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut
cukai dan orang berdosa?’ Yesus mendengarnya dan berkata: ‘Bukan orang sehat
yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah
arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan,
karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.’”.
Kata-kata Yesus ini tidak
berarti bahwa dalam dunia ini ada orang-orang yang benar dan ada orang-orang
yang berdosa. Tidak, Kitab Suci mengatakan bahwa semua orang berdosa
(Ro 3:10-12,23), tetapi ada yang sekalipun berdosa tetapi menganggap
dirinya baik / benar, dan ada yang menyadari dirinya berdosa. Yesus datang
bukan untuk kelompok pertama tetapi untuk kelompok kedua!
4) Cara menjadi PTOCHOS.
a) Berdoalah dengan tekun
supaya Tuhan membukakan mata saudara sehingga saudara bisa melihat dosa-dosa
saudara. Salah satu fungsi Roh Kudus adalah menyadarkan kita dari dosa.
Yoh 16:8 - “Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan
dosa, kebenaran dan penghakiman”.
Tanpa pekerjaan Roh Kudus
kita tidak mungkin menjadi PTOCHOS!
Banyak orang berdoa meminta
berkat, kesembuhan, bahkan karunia-karunia, tetapi tidak banyak yang meminta
pencelikan terhadap dosa.
b) Jangan membandingkan diri dengan
orang lain.
Dengan membandingkan diri
dengan orang yang jahat kita akan merasa diri kita baik (bdk. Luk 18:11 - orang
Farisi itu merasa diri baik karena ia membandingkan dirinya dengan pemungut
cukai dan orang-orang berdosa yang lain). Standard hidup kita adalah Firman
Tuhan / kehidupan Tuhan Yesus, bukan kehidupan orang lain.
Illustrasi: seorang murid yang mendapat nilai 4
bisa saja merasa nilainya bagus, kalau ia membandingkan dengan murid yang lebih
bodoh, yang mendapat nilai 2.
c) Belajarlah Firman Tuhan!
·
Satu hal
yang perlu dicamkan adalah: saudara harus menggabungkan point no a) dan point
no c) ini. Hanya berdoa untuk meminta Roh Kudus mencelikkan mata kita terhadap
dosa-dosa kita, tetapi tidak mau belajar Firman Tuhan, tidak akan menjadikan
kita PTOCHOS. Mengapa? Karena cara Roh Kudus mencelikkan mata kita adalah
dengan menggunakan Firman Tuhan. Sebaliknya, kalau kita hanya belajar Firman
Tuhan tetapi tidak berdoa untuk meminta pencelikan terhadap dosa-dosa kita dari
Roh Kudus, mungkin sekali kita akan menjadi semacam ahli-ahli Taurat /
orang-orang Farisi, yang hanya melihat kesalahan orang-orang lain, tetapi
merasa dirinya benar (self-righteous person).
·
Firman
Tuhan menunjukkan dosa-dosa kita (Ro 3:20 2Tim 3:16). Dan juga, makin kita mengerti Firman Tuhan,
makin kita akan diperhadapkan dengan Allah yang maha suci sehingga kita makin
akan merasa penuh dosa.
d) Bandingkan Firman Tuhan dengan diri
saudara sendiri, jangan dengan orang lain. Firman Tuhan harus menjadi cermin,
bukan kaca spion! Memang kalau kita sudah membandingkan Firman Tuhan
dengan diri kita, tentu kita juga boleh membandingkannya dengan orang lain,
karena kita harus saling memperhatikan dan mendorong dalam perbuatan baik (Ibr
10:24-25).
e) Jangan mencari alasan / kambing
hitam untuk menutupi dosa saudara atau membenarkan kesalahan saudara! Bdk.
Kej 3:12-13
1Sam 15:13-15,20-21. Salah satu cara mencari kambing hitam yang
saat ini banyak terdapat, khususnya dalam kalangan Kharismatik dan Pentakosta,
adalah dengan melemparkan kesalahan kepada roh zinah, roh dusta, roh marah, dan
sebagainya. Dalam menghadapi ajaran seperti ini perlu diingat bahwa Adam dan
Hawa juga jatuh karena serangan setan, dan setan memang disalahkan dan dihukum,
tetapi Adam dan Hawa juga! Jadi, kalau mereka hanya menyalahkan roh dusta, roh
zinah dsb, tetapi tidak menekankan bahwa orang yang berdusta dan berzinah itu
harus bertobat, maka itu berarti mereka hanya mencari kambing hitam.
Makin saudara menutupi dosa
dan mempertahankan dosa-dosa saudara, makin keras hati saudara. Tetapi makin
saudara mentaati Firman Tuhan, makin peka saudara terhadap dosa saudara!
Ay
4: “Berbahagialah
orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur”.
1) ‘Berdukacita’.
a) Harus diartikan berhubungan dengan ay 3.
Ini adalah sambungan dari
ay 3, dan karena itu harus ditafsirkan berhubungan dengan ay 3nya. Jadi,
yang dimaksud dengan dukacita, bukanlah sembarang dukacita, tetapi dukacita
karena kesadaran akan dosa. Jadi Mat 5:4 tidak boleh dipisahkan dari
Mat 5:3. Kalau saudara sadar bahwa diri saudara penuh dengan dosa, tetapi
saudara tidak berdukacita karenanya, saudara bukan orang Kristen! Celakalah
saudara!
b) Arti sebetulnya bukan ‘berdukacita’, tetapi ‘berkabung’.
Kata ‘berduka cita’
(PENTHEO) arti sebenarnya adalah ‘to
mourn’ (= berkabung). Bdk. Mark 16:10 dan Kej 37:34 (Septuaginta
/ LXX). Jadi tidak cukup sekedar sedih, tetapi harus sangat sedih!
Apakah saudara sangat sedih
karena dosa-dosa saudara? Apakah saudara sangat sedih karena setiap
dosa saudara atau hanya karena dosa-dosa tertentu saja?
Kalau saudara betul-betul
mengasihi Allah, dan saudara sadar bahwa setiap dosa menyakiti Allah dan
setiap dosa menyebabkan Kristus menderita dan disalibkan sampai mati,
maka saudara seharusnya akan sangat sedih karena setiap dosa
saudara.
c) Contoh orang yang berkabung karena dosa:
·
Rasul
Paulus dalam Ro 7:24 - “Aku, manusia
celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?”.
·
Daud
dalam Maz 51 (baca seluruh Maz 51, yang merupakan doa pengakuan dosa
Daud setelah disadarkan dari dosa perzinahan dan pembunuhan yang ia lakukan).
·
Pemungut
cukai dalam Luk 18:13.
2) ‘akan
dihibur’.
Orang-orang yang berkabung
karena dosa-dosanya ini ‘akan dihibur’, artinya mereka akan diampuni sehingga mereka akan bersukacita
kembali.
Ro 7:24-25 - “Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari
tubuh maut ini? Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita”.
Maz 51:9,10,16 - “Bersihkanlah aku dari pada dosaku dengan hisop, maka aku
menjadi tahir, basuhlah aku, maka aku menjadi lebih putih dari salju! Biarlah
aku mendengar kegirangan dan sukacita, biarlah tulang yang Kauremukkan
bersorak-sorak kembali! ... Lepaskanlah aku dari hutang darah, ya Allah,
Allah keselamatanku, maka lidahku akan bersorak-sorai memberitakan
keadilanMu!”.
Luk 18:14 - “Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya
sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab
barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan
diri, ia akan ditinggikan.’”.
Bagian ini secara implicit
tidak membenarkan orang yang berkabung secara berlarut-larut karena dosanya.
Kita harus membawa dosa-dosa itu kepada Kristus, meminta pengampunan dariNya,
percaya bahwa Ia pasti mau mengampuni dosa kita itu, merasakan penghiburan dari
pengampunan tersebut, dan bersukacita kembali!
Ay 5: “Berbahagialah orang yang lemah lembut,
karena mereka akan memiliki bumi”.
A) ‘Lemah
lembut’.
1) Arti yang salah:
·
seperti
‘putri Solo’.
·
weakness (= kelemahan).
Seseorang berkata: “Meekness is not weakness” (= Kelembutan
bukanlah kelemahan)!
2) Kata ‘lemah lembut’ dalam bahasa Yunaninya adalah PRAUS, yang merupakan suatu kata
yang sukar sekali untuk diterjemahkan. William Barclay memberikan 3 hal untuk
menjelaskan arti PRAUS ini:
a) Ia mengatakan bahwa Aristotle
sering mendefinisikan suatu sifat di antara dua sifat yang extrim. Misalnya:
murah hati terletak diantara pelit / kikir dan boros.
PRAUS terletak diantara ‘marah yang berlebih-lebihan’ dan ‘tidak
pernah marah’. Jadi,
orang yang PRAUS bukannya tidak pernah marah, juga bukannya marah yang berlebihan,
tetapi selalu marah pada saat yang tepat. Perlu diingat bahwa marah belum tentu
merupakan dosa. Musa disebut sebagai orang yang lemah lembut (Bil 12:3), tetapi
ia pernah marah (Kel 32:19).
Bil 12:3 - “Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya,
lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi”.
Kel 32:19 - “Dan ketika ia dekat ke perkemahan itu dan melihat anak
lembu dan melihat orang menari-nari, maka bangkitlah amarah Musa;
dilemparkannyalah kedua loh itu dari tangannya dan dipecahkannya pada kaki
gunung itu”.
Demikian juga dengan Tuhan
Yesus. Ia menyebut diriNya lemah lembut (Mat 11:29), tetapi berulang-ulang
Ia marah (Mat 23:13-36 Yoh
2:13-17 Mark 3:5).
Mat 11:29 - “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah padaKu, karena
Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan”.
Mark 3:5 - “Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan
marah Ia memandang sekelilingNya kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang
itu: ‘Ulurkanlah tanganmu!’ Dan ia mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya
itu”.
Yoh 2:13-17 - “Ketika hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat, Yesus
berangkat ke Yerusalem. Dalam Bait Suci didapatiNya pedagang-pedagang lembu,
kambing domba dan merpati, dan penukar-penukar uang duduk di situ. Ia membuat
cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing
domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkanNya ke tanah dan
meja-meja mereka dibalikkanNya. Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata:
‘Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah BapaKu menjadi tempat
berjualan.’ Maka teringatlah murid-muridNya, bahwa ada tertulis: ‘Cinta untuk
rumahMu menghanguskan Aku.’”.
Kemarahan yang bersifat
egois / selfish anger (misalnya kalau
kita marah karena ada orang berbuat salah kepada kita), jelas adalah kemarahan
yang salah. Tetapi kemarahan yang terjadi pada waktu kita melihat orang lain
ditindas (bdk. 1Sam 11:6), atau pada saat kita melihat suatu dosa, atau
pada saat kita melihat adanya ajaran sesat (Wah 2:2 2Kor 11:4), jelas merupakan
kemarahan yang benar.
1Sam 11:6 - “Ketika Saul mendengar kabar itu, maka berkuasalah Roh
Allah atas dia, dan menyala-nyalalah amarahnya dengan sangat”.
Perhatikan bahwa Roh Allah berkuasa
atas Saul, tetapi ia menjadi sangat marah, karena ada penindasan terhadap
orang-orang Yabesy-Gilead.
Wah 2:2 - “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun
ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat,
bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang
sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta”.
Jemaat gereja Efesus ini
dipuji oleh Tuhan, karena mereka tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat /
rasul-rasul palsu.
2Kor 11:4 - “Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang
memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau
memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau
Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima”.
Sebaliknya, jemaat Korintus
dikecam oleh Paulus karena mereka sabar saja pada waktu ada pengajar-pengajar
sesat.
b) Kata PRAUS juga digunakan terhadap
binatang yang sudah dijinakkan / dikuasai sehingga tunduk sepenuhnya kepada pemilik
/ majikannya. Jadi dalam arti yang kedua ini orang yang PRAUS adalah orang
dikuasai / tunduk sepenuhnya kepada Tuhan.
Penerapan:
Kalau saudara mendengar
Firman Tuhan yang ‘menyerang’ hidup saudara, apalagi kalau ‘mengurangi’
penghasilan saudara, apakah saudara mau tunduk?
c) Dalam bahasa Yunani, PRAUS sering
dikontraskan dengan sombong. Jadi PRAUS mengandung arti ‘rendah hati’.
Bdk. Maz 37:11 - “Tetapi orang-orang yang rendah hati akan
mewarisi negeri dan bergembira karena kesejahteraan yang berlimpah-limpah”.
Kerendahan hati timbul
karena pengenalan yang benar tentang diri sendiri. Karena itu Mat 5:3
(kenal diri sendiri sebagai orang penuh dosa) harus terjadi sebelum Mat 5:5
(rendah hati) bisa terjadi.
3) Tiap orang Kristen harus mempunyai
sifat PRAUS ini, karena PRAOTES (kata bendanya) adalah salah satu dari 9 hal
yang merupakan buah Roh Kudus (Gal 5:22-23 - ‘kelemah-lembutan’).
B) ‘Memiliki bumi’.
Ini
salah terjemahan. Terjemahan yang benar adalah ‘mewarisi bumi’.
1) Arti yang salah:
a) Ajaran Saksi Yehovah yang
mengatakan bahwa nanti hanya 144.000 orang yang akan masuk surga, sedangkan
sisanya akan tinggal di bumi yang disempurnakan. Ajaran ini bertentangan dengan
2Pet 3:9-12 dan Wah 21:1, yang jelas menunjukkan bahwa bumi / alam
semesta akan dihancurkan pada waktu Kristus datang kedua kalinya.
2Pet 3:10-13 - “Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri. Pada hari
itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia
akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan
hilang lenyap. Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian,
betapa suci dan salehnya kamu harus hidup yaitu kamu yang menantikan dan
mempercepat kedatangan hari Allah. Pada hari itu langit akan binasa dalam api
dan unsur-unsur dunia akan hancur karena nyalanya. Tetapi sesuai dengan
janjiNya, kita menantikan langit yang baru dan bumi yang baru, di mana terdapat
kebenaran”.
Wah 21:1 - “Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru,
sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan
lautpun tidak ada lagi”.
b) Memiliki bumi berarti kita akan
jadi kaya (theologia kemakmuran).
2) Arti yang benar: Ada beberapa
kemungkinan:
a) Kita / orang kristen memang
memiliki bumi dalam arti tertentu.
1. Di dalam Kristus, kita memiliki
segala sesuatu (1Kor 3:21,22
2Kor 6:10).
2. Sekalipun ditinjau secara materi /
duniawi orang dunia mempunyai banyak dan orang Kristen mempunyai sedikit tetapi
ada hal-hal yang perlu kita ingat:
·
Untuk
orang dunia:
*
bukan ia yang
memiliki harta, tetapi hartanya yang memiliki / menguasai dia (menjadi dewa).
*
ia tidak
mempunyai damai; semua miliknya sia-sia.
·
Sedang
untuk orang Kristen, William Hendriksen berkata:
“They may possess only a small portion of
this earth or of earthly goods, but a small portion with God’s blessing resting
upon it is more than the greatest riches without God’s blessing” (= Mereka
mungkin hanya mempunyai sebagian kecil dari bumi ini atau dari harta duniawi,
tetapi sebagian kecil disertai berkat Allah di atasnya adalah lebih banyak dari
pada kekayaan yang terbesar tanpa berkat Allah).
b) Yang dimaksud dengan ‘bumi’ adalah ‘langit dan bumi yang baru’ (Wah 21:1).
c) ‘Memiliki
/ mewarisi bumi’
berarti ‘diberkati oleh Tuhan’.
Dari mana bisa muncul arti seperti
ini? Kata bahasa Yunani yang diterjemahkan ‘bumi’ adalah gh (GE), yang mempunyai bermacam-macam arti yaitu: earth (= bumi), land (= tanah / negeri / daratan), country (= negeri), region (= daerah / wilayah), soil (= tanah), ground (= tanah). Jadi, sekalipun bisa
diterjemahkan ‘bumi’, tetapi bisa juga diterjemahkan ‘tanah’ / ‘negeri’. Tuhan berjanji untuk memberikan tanah Kanaan
kepada Abraham (Kej 12:1-3,7). Selama ratusan tahun janji itu
diulang-ulang kepada bangsa Israel. Akhirnya kata-kata ‘memiliki /
mewarisi tanah’
menjadi suatu ungkapan yang artinya ‘menerima berkat Tuhan’ atau ‘diberkati oleh Tuhan’. Karena itu istilah ‘mewarisi
bumi’ atau ‘mewarisi negeri’ muncul berulang-ulang, seperti dalam Maz 25:13 Maz 37:9,11,22,29,34 Yes 57:13. Bacalah ayat-ayat
tersebut maka saudara akan melihat dengan jelas bahwa istilah ‘mewarisi bumi
/ negeri’ memang bisa
diartikan ‘diberkati oleh Tuhan’.
Ay 6:
“Berbahagialah
orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan”.
A) ‘Lapar
dan haus’.
1) Ini adalah kata kiasan yang artinya
‘rindu’ / ‘ingin sekali’ (bdk. Maz 42:2,3
Maz 63:2).
2) Ini adalah pertanda dari kehidupan
yang sehat; sebaliknya, ‘tidak lapar / haus’ menunjukkan mati / sakit.
3) ‘Lapar dan haus’ pasti ada
wujudnya, yaitu mencari makan / minum.
4) ‘Lapar dan haus’ terjadi setiap
hari; dan kalau orang yang lapar dan haus itu tidak mendapatkan yang diingini,
maka orangnya akan menderita.
B) ‘Kebenaran’.
1) Ini adalah hal rohani, bukan materi
/ duniawi.
2) ‘Kebenaran’ yang dimaksud di sini bukanlah
‘kebenaran secara hukum / legal’ (justification) seperti dalam
Ro 9:30-10:4, melainkan ‘kebenaran secara moral’ atau ‘kesucian’.
C) ‘Lapar
dan haus akan kebenaran’.
1) Orang yang disebut berbahagia adalah
orang yang rindu pada hal-hal rohani.
Banyak orang hanya
rindu pada hal-hal duniawi / materi seperti sex, uang, kekuasaan, kedudukan,
hiburan, makanan / minuman dan lain-lain. Kitab Suci justru memperingatkan kita
terhadap hal-hal tersebut (Luk 21:34-36).
2) Orang yang berbahagia adalah orang
yang rindu pada kesucian.
Sadar akan dosa
(Mat 5:3) dan sedih karena dosa (Mat 5:4) tidak cukup! Harus disertai
dengan keinginan untuk menjadi suci (Mat 5:6). Kerinduan pada kesucian ini
tidak terpisahkan dari kebencian pada dosa. Apakah saudara membenci semua dosa?
Kalau saudara rindu pada kesucian dan benci pada dosa, itu merupakan pertanda
bahwa rohani saudara hidup / sehat; tetapi kalau saudara tidak rindu pada
kesucian dan saudara mencintai dosa, itu pertanda bahwa rohani saudara mati /
sakit.
3) Kerinduan pada kesucian / kebencian
pada dosa itu harus ada wujudnya, yaitu:
·
Mencari
Firman Tuhan (Pemahaman Alkitab, Saat Teduh), karena Firman Tuhan merupakan
alat Tuhan untuk menyucikan kita (Yoh 15:3 Yer 23:29a).
·
Berdoa
supaya Tuhan menolong saudara dalam kelemahan saudara (Mat 26:41).
·
Menjauhi
pencobaan (bdk. Mat 6:13a). Adalah aneh kalau kita berdoa sesuai dengan
kalimat ini, tetapi kita justru mendekati pencobaan.
Apakah 3 hal yang merupakan
wujud dari keinginan untuk suci ini ada pada saudara? Kalau tidak ada, mungkin
saudara sebetulnya tidak rindu untuk suci!
4) Kerinduan untuk suci dan 3 wujudnya
di atas harus ada tiap hari. Dan kalau tak dituruti, saudara akan menderita.
Apakah saudara merasa
menderita kalau saudara tidak bisa datang dalam Pemahaman Alkitab? Saudara
mungkin sukar untuk melewatkan 1 hari tanpa makanan jasmani, tetapi bagaimana 1
hari kalau tanpa makanan rohani? Apakah saudara ‘menderita’ atau ‘tenang-tenang’
saja?
D) ‘Akan
dipuaskan’.
Artinya:
1) Akan mendapatkan kesucian (secara
bertahap).
Mengapa kesucian saudara
tidak bertumbuh? Mungkin karena saudara tidak betul-betul rindu pada kesucian.
Kalau saudara betul-betul rindu, saudara pasti akan bertumbuh!
2) Akan bersukacita.
Tiap orang Kristen yang
sungguh-sungguh pasti akan bersukacita pada waktu mendengar Firman Tuhan. Dan
pada waktu ia mentaatinya ia juga akan merasakan sukacita (Yes 48:18).
Ay 7:
“Berbahagialah orang yang murah hatinya,
karena mereka akan beroleh kemurahan”.
A) Orang yang murah hati.
1) Arti murah hati / merciful.
Ada 3 unsur yang harus ada:
a) Kemampuan untuk melihat penderitaan
orang lain dari sudut orang itu sehingga bisa ikut merasakan penderitaannya.
b) Adanya rasa kasihan / simpati pada
orang yang menderita itu.
Kamus Webster mengatakan
bahwa kata bahasa Inggris ‘sympathy’ berasal dari kata bahasa Yunani
SYMPATHEIA yang berasal dari dua kata bahasa Yunani yaitu SYN (= bersama-sama
dengan) dan PATHOS (= feeling /
perasaan).
Jadi, ‘simpati’ artinya
adalah ‘merasa bersama-sama dengan orang yang menderita’. Ini tentu baru bisa
terjadi kalau no 1 di atas sudah ada.
c) Adanya tindakan menolong.
Rasa kasihan yang tidak
diikuti tindakan menolong, sama sekali tidak berguna (Yak 2:15-16 1Yoh 3:18).
2) Contoh ‘orang’ yang murah hati.
a) Allah sendiri.
Ia melihat diri kita dari
sudut kita (Maz 103:14), Ia kasihan pada kita, Ia menolong kita. Dalam
diri Allah terdapat:
·
Kasih
Karunia / Grace / CHARIS: ini
menangani dosa.
·
Kemurahan
hati / Mercy / ELEOS: ini menangani
penderitaan akibat dosa.
b) Orang Samaria yang murah hati dalam
Luk 10:30-37.
Kata ‘belas kasihan’ dalam
Luk 10:37 dalam bahasa Yunaninya adalah ELEOS (= kemurahan hati / mercy).
c) ‘Domba-domba’ dalam
Mat 25:34-40; jadi, ‘murah hati’ itu adalah ciri dari ‘domba’.
3) Tindakan ‘murah hati’ yang salah.
Kalau kita tahu bahwa
pertolongan / tindakan kita itu akan membawa akibat yang jelek untuk orang yang
kita tolong itu, maka tindakan ‘murah hati’ itu adalah salah.
Contoh:
·
memberi
uang kepada orang yang malas / tidak mau bekerja (2Tes 3:10 Amsal 3:27,28).
·
meminjami
uang / kendaraan yang jelas akan dipakai untuk hal-hal yang berdosa seperti
rokok, berzinah, dan sebagainya.
·
mengantar
orang sakit ke dukun.
·
orang tua
/ guru / majikan yang tidak menindak anak / murid / pegawai yang salah. Ingat
bahwa kasih / kemurahan hati harus disertai dengan kebenaran (1Yoh 3:18).
Juga jangan lupa bahwa Allah kita adalah Allah yang tegas dalam mendidik
anak-anaknya (Ibr 12:5-11).
4) Bagaimana bisa menjadi murah hati?
a) Harus sudah mengalami kemurahan
Allah (bdk. Ef 4:32-5:2).
Yesus mengecam orang yang
sudah mendapat kemurahan tetapi tidak mau bermurah hati (Mat 18:23-35).
b) Harus mengalami penderitaan (Ibr
2:18 Ibr 4:15 2Kor 1:3-6).
Tanpa ini kita tidak akan
bisa mengerti penderitaan orang lain.
Seseorang mengatakan:
“God does not comfort us to make us comfortable, but to
make us comforters” (= Allah tidak menghibur kita untuk membuat kita merasa
nyaman, tetapi untuk membuat kita menjadi penghibur).
c) Harus tahu / mengerti kebenaran /
Firman Tuhan.
Tanpa ini kita akan
melakukan tindakan ‘murah hati’ yang salah.
B) Orang yang murah hati akan beroleh
kemurahan.
Bdk. Mat 6:14 - “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu
yang di sorga akan mengampuni kamu juga”.
Kita harus berhati-hati
dalam menafsirkan ayat-ayat seperti ini. Ayat-ayat ini tidak berarti bahwa kita
mendapat kemurahan / pengampunan dari Allah karena kita sudah bermurah hati /
mengampuni orang lain. Ini jelas salah karena ini mengajarkan ‘salvation by works / ‘keselamatan karena
perbuatan baik’ yang bertentangan dengan Ef 2:8-9 Ro 9:15-16,18.
Arti yang benar: Imanlah
yang menyebabkan kita diampuni / mendapat kemurahan. Tetapi iman itu harus
dibuktikan dengan perbuatan (Yak 2:17,26) dan kemurahan hati / mengampuni
orang adalah salah satu perbuatan baik. Jadi, kita tidak bisa disebut beriman
kalau kita tidak mempunyai kemurahan hati atau tidak mau mengampuni orang, dan
karena kita tidak beriman, kita juga tidak akan mendapat kemurahan /
pengampunan. Sebaliknya, kalau kita mempunyai kemurahan hati / mau mengampuni
orang, itu membuktikan kebenaran iman kita, sehingga kitapun akan mendapat
kemurahan / pengampunan.
Ay 8: “Berbahagialah
orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah”.
A) ‘Orang
yang suci hatinya’.
1) ‘Suci’.
Kata ‘suci’ ini dalam
bahasa Yunani adalah KATHAROS dan kata ini digunakan untuk menggambarkan:
·
pakaian
yang sudah dicuci.
·
jagung /
gandum yang sudah bersih.
·
tentara
pilihan.
·
susu /
anggur yang tidak dicampur dengan air.
·
logam
murni.
Jadi, artinya sebetulnya
adalah murni (pure), tanpa kotoran /
campuran. Dan memang dalam KJV: ‘Blessed
are the pure in heart: for they shall see God’ (= Diberkatilah mereka
yang murni hatinya: karena mereka akan melihat Allah).
RSV/NIV/NASB juga menterjemahkan ‘pure’ (= murni).
2) Macam-macam kekotoran yang bisa ada
dalam hati kita:
·
kemunafikan
(Mat 15:8 Mat 23:25-28).
·
motivasi-motivasi
yang salah (Kis 5:1-11 Mat
6:1,2,5,16).
·
kesombongan.
·
semua dosa-dosa
lain dalam hati seperti rencana jahat, cinta uang, iri hati, kebencian,
egoisme, keinginan-keinginan duniawi, percabulan, kekuatiran, kemalasan,
ketamakan, sifat kikir, dsb.
3) Hati yang suci merupakan sesuatu
yang penting karena hal itu mempengaruhi seluruh kehidupan kita
(Mat 15:18-19
Maz 24:4 Amsal 4:23).
4) Bagaimana bisa memiliki hati yang
suci?
a) Beriman kepada Kristus (Kis
15:9 Ibr 9:13-14 Tit 1:15).
Tanpa langkah pertama dan
terutama ini, maka langkah-langkah selanjutnya di bawah ini tidak ada gunanya.
b) Belajar Firman Tuhan (Ro 3:20 2Tim 3:16 Yer 23:29 Yoh
15:3).
c) Introspeksi (Amsal 4:23).
Tanpa ini, pengertian
Firman Tuhan tidak ada gunanya.
d) Doa pengakuan dosa (Maz
51:9,11,12 1Yoh 1:9).
e) Doa supaya Tuhan membuat hati kita
menjadi suci (Maz 86:11-12
Maz 119:36,80).
B) ‘mereka
akan melihat Allah’
(bdk. Ibr 12:14).
Artinya:
1) ‘Melihat Allah’ di surga setelah
kita mati (1Kor 13:12 1Yoh 3:2).
Memang setiap orang akan
melihat Allah setelah mati (Wah 1:7
Ro 14:10-12 Fil
2:10-11 Wah 6:15-17). Yang
dimaksud oleh Mat 5:8 ini tentu saja ‘melihat Allah’ dalam arti yang positif.
2) ‘Melihat Allah’ di dunia ini, pada
waktu kita masih hidup.
Artinya: orang yang murni /
suci hatinya akan merasakan kehadiran Allah, merasa Allah dekat dengan dia,
merasakan penyertaan Allah dan mengalami persekutuan yang indah dengan Allah.
Contoh: Yuri Gagarin (kosmonot Uni Soviet)
pergi ke ruang angkasa dan tidak melihat Allah, lalu berkata Allah tidak ada.
Anehnya, kontras dengan hal itu, Jim Irwin, seorang astronout Amerika Serikat,
yang juga pergi ke ruang angkasa dan bahkan mendarat di bulan dengan Apollo 16,
justru merasakan hadirat Tuhan di bulan.
Penerapan:
Apakah saudara tidak
‘melihat Allah’ dalam kehidupan saudara sehari-hari? Kalau tidak, itu
menunjukkan bahwa ada banyak kekotoran dalam hati saudara! Bertobatlah, dan
buanglah semua kekotoran itu, dan saudara akan ‘melihat Allah’ dalam kehidupan
saudara saat ini!
Ay 9:
“Berbahagialah orang yang membawa damai,
karena mereka akan disebut anak-anak Allah”.
A) ‘Orang
yang membawa damai’.
1) Kata ‘damai’ dalam bahasa Yunani
adalah EIRENE, dan dalam bahasa Ibrani adalah Shalom.
Kata ini tidak sekedar berarti ‘tidak bertengkar’, tetapi juga harus ada
hubungan yang benar / baik.
Illustrasi: Amerika Serikat dan Rusia memang
tidak perang, tetapi tidak berarti ada damai di antara mereka.
2) Kata-kata ‘orang yang membawa
damai’ seharusnya lebih tepat diterjemahkan ‘orang-orang yang mengusahakan
damai’ (peacemakers).
Yang tidak termasuk
‘mengusahakan damai’:
·
mengadu
domba, memecah belah, memfitnah dan sebagainya.
·
hanya
melerai suatu perkelahian, tanpa betul-betul mendamaikannya.
·
membiarkan
suatu persoalan / kesalahan supaya tidak gegeran.
Ini sering terjadi di dalam
gereja dimana pendeta, karena tidak mau gegeran, lalu membiarkan suatu
kesalahan begitu saja, Tindakan semacam ini akan menimbulkan gegeran /
kekacauan yang lebih besar di kemudian hari.
Mengusahakan damai berarti
mengusahakan hubungan yang benar / baik. Ini kadang-kadang harus dicapai dengan
gegeran dulu (untuk membereskan persoalan / kesalahan).
3) Cara mengusahakan damai.
a) Kita sendiri juga harus berdamai
dengan orang-orang di sekitar kita (Ro 12:18 Ibr 12:14a).
b) Kita harus mendamaikan orang dengan
orang, dan juga mendamaikan mereka dengan Allah dengan cara memberitakan Injil
kepada mereka. Ingat bahwa dosalah yang menyebabkan adanya pertengkaran antar
manusia (Kej 3:12). Juga Injil disebut sebagai Injil damai sejahtera (Ef
6:15). Kalau orang-orang itu bertobat, sehingga dosa mereka dibereskan, maka
lebih besar kemungkinan bagi mereka untuk berdamai.
B) ‘karena
mereka akan disebut anak-anak Allah’.
1) Ini tak boleh diartikan bahwa kalau
kita mendamaikan orang maka kita menjadi anak-anak Allah. Penafsiran semacam
ini mengarah pada ajaran sesat ‘salvation by works’ (= keselamatan
karena perbuatan baik), dan bertentangan dengan Yoh 1:12 yang mengatakan
bahwa kita bisa menjadi anak-anak Allah karena iman kepada Yesus.
2) Orang-orang yang mengusahakan damai
disebut anak-anak Allah artinya ‘mirip dengan Allah’ dan ‘mereka melakukan apa
yang dilakukan Allah’.
Perhatikan beberapa hal di
bawah ini yang menunjukkan hubungan ‘Allah’ dengan ‘damai’:
·
Allah
disebut Allah damai sejahtera (1Tes 5:23
Ibr 13:20).
·
Allah
disebut sebagai sumber damai sejahtera (Ro 15:33 2Kor 13:11).
·
Mengusahakan
damai adalah pekerjaan Allah (Ef 2:14-16
Kol 1:20).
Jadi, bukankah wajar kalau
orang yang mengusahakan damai disebut anak-anak Allah? Mereka mirip dengan
Allah dan mereka melakukan apa yang Allah lakukan.
Ay 10-12: “Berbahagialah
orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya
Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya
dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah,
karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang
sebelum kamu.’”.
Adalah sesuatu yang menarik bahwa
ay 9 (tentang mengusahakan damai) langsung disambung dengan ay 10-12
(tentang penganiayaan terhadap orang Kristen). Memang, sekalipun kita berusaha
mendamaikan orang, khususnya kalau kita berusaha mendamaikan orang dengan
Allah, akan ada banyak orang akan memusuhi / menganiaya kita.
A) Penderitaan / penganiayaan.
1) Alasan
Yesus memberikan bagian ini.
Calvin: “It
is evident from other passages, that they foolishly imagined the kingdom of
Christ to be filled with wealth and luxuries” (= Adalah
jelas dari bagian-bagian yang lain, bahwa mereka secara tolol membayangkan bahwa
Kerajaan Kristus dipenuhi dengan kekayaan dan kemewahan).
Karena itu Kristus memberikan ayat-ayat
ini sebagai peringatan: ikut Yesus tidak berarti jalannya mulus, tetapi
sebaliknya penuh dengan penderitaan!
2) Yang disebut berbahagia bukanlah
seadanya orang yang menderita. Ada orang-orang yang menderita karena dosa. Ini
tentu tidak disebut berbahagia (1Pet 2:20 1Pet 4:15). Ada juga orang-orang yang menderita karena
mereka mengira mereka taat pada Tuhan, tetapi sebetulnya tidak. Ini bisa
terjadi karena kurang / tidak mengerti Firman Tuhan. Misalnya: orang yang
membolos dari pekerjaan untuk melayani Tuhan, sehingga akhirnya dipecat dari
pekerjaannya dan menderita karenanya. Ini tetap adalah menderita karena dosa,
sekalipun dosanya tidak disengaja / tidak disadari.
3) Yang disebut berbahagia adakah
orang yang menderita karena:
a) Kebenaran (ay 10).
Orang yang
lapar dan haus akan kebenaran (Mat 5:6), justru akan menderita karena
kebenaran!
b) Kristus (ay 11).
Memang orang-orang yang
percaya kepada Kristus, betul-betul mengikut Kristus dan berusaha hidup sesuai
kehendak Tuhan, pasti akan mengalami penderitaan (Mat 10:16,25,34-36 Yoh 15:18-25 Kis 14:22 Fil 1:29 2Tim 3:12).
Luther: “The
Church is the community of those who are persecuted and martyred for the
gospel’s sake” (= Gereja adalah kumpulan dari mereka yang dianiaya dan
dibunuh secara syahid demi Injil).
Calvin: “We
can not be Christ’s soldiers on any other condition than to have the greater
part of the world rising in hostility against us, and pursuing us even to
death. The state of the matter is this. Satan, the prince of the world, will
never cease to fill his followers with rage, to carry on hostilities against
the members of Christ” (= Kita tidak bisa menjadi tentara Kristus dengan kondisi
lain selain mendapatkan sebagian besar dari dunia memusuhi kita, dan mengejar
kita bahkan sampai mati. Persoalannya adalah seperti ini. Setan, penguasa dunia
ini, tidak akan pernah berhenti mengisi pengikut-pengikutnya dengan kemarahan,
untuk mengadakan permusuhan terhadap anggota-anggota Kristus).
B) Macam-macam penderitaan.
Ay 11 dan
Luk 6:22 menunjukkan bahwa penderitaan itu bisa ada dalam berbagai bentuk,
yaitu: dicela, difitnah, dianiaya, dikucilkan, dibenci, ditolak. Ini tentu
tidak lengkap. Bisa saja kita dipecat dari pekerjaan, dicerai oleh istri /
suami (bdk. 1Kor 7:15), dipenjarakan, dan bahkan dibunuh. Makin kita
mendekati akhir jaman / kedatangan Kristus yang keduakalinya, maka makin hebat
penganiayaan terhadap orang Kristen (Mat 24:9,21,22). Karena itu, kalau
kita tidak mau untuk berlatih untuk menderita / berkorban bagi Kristus mulai
sekarang, nanti pada saat ada penganiayaan besar, kita pasti tidak akan kuat!
C) Sikap menghadapi penderitaan /
penganiayaan.
1) Sikap yang salah:
·
kasihan pada
diri sendiri (self pity).
·
marah /
benci / membalas dendam.
·
susah /
sedih.
·
pura-pura
menikmati penderitaan.
·
berkompromi
dengan dosa / lari ke dalam dosa / menjauhi Tuhan.
·
menjadi
suam dalam kerohanian.
·
menjadi
takut terhadap serangan setan, sehingga mengambil keputusan untuk tidak terlalu
giat dalam mengikuti Tuhan, dengan tujuan supaya setan tidak terlalu
menyerangnya.
2) Sikap yang benar: bersuka cita dan
bergembira (ay 12 bdk. 1Pet 4:13).
Mengapa bersukacita /
bergembira? Bukan karena penderitaan itu sendiri! Tetapi karena:
a) Upah yang besar di surga
(ay 10b,12a
Ibr 11:24-26
Ro 8:18 2Kor 4:17).
b) Penderitaan itu membuktikan
kemurnian iman kita (1Pet 4:14).
Yesus juga dianiaya, dan
demikian juga nabi-nabi Perjanjian Lama (ay 12b), dan rasul-rasul juga.
Kalau kita tidak dianiaya, jelas ada sesuatu yang tidak beres dengan iman kita.
c) Kita menderita karena orang yang
kita cintai yaitu Kristus sendiri (ay 11 Kis 5:41).
Polycarp, murid rasul
Yohanes yang pada tahun 155 / 156 M. mengalami kematian syahid dengan
jalan dibakar hidup-hidup, sebelum pembakaran itu menyatakan kata-kata ini:
“86 years have I served Christ, and he has
done me no wrong. How can I blaspheme my King who has saved me?” (= 86 tahun
aku telah melayani Kristus, dan Ia tidak pernah berbuat salah kepadaku.
Bagaimana aku bisa menghujat Rajaku yang telah menyelamatkanku?).
“O Lord God Almighty, the Father of thy
well beloved and well blessed son, by whom we have received the knowledge of
thee .... I thank thee that thou hast graciously thought me worthy of this
day and of this hour” (= ‘Ya Tuhan Allah yang mahakuasa, Bapa dari AnakMu yang
kekasih Yesus Kristus, melalui siapa kami telah menerima pengenalan terhadapMu
... Aku bersyukur kepadaMu bahwa Engkau dengan begitu baik telah
menganggapku layak untuk hari ini dan jam / saat ini).
d) Kita bisa memberi teladan yang
menguatkan orang-orang Kristen yang lain. Ay 12 menunjukkan bahwa
nabi-nabi itu bisa menjadi teladan bagi kita. Kalau kita menderita karena
Kristus / kebenaran dan kita tetap bisa bersukacita, kita juga bisa menjadi
teladan yang menguatkan iman orang-orang Kristen yang lain.
D) Kalau sampai sekarang saudara belum
pernah menderita barang sedikitpun karena Kristus / kebenaran, maka
perhatikanlah Luk 6:26 - “Celakalah kamu jika semua orang memuji kamu; karena
secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu”.
Leon Morris (Tyndale):
William Hendriksen: “When
everybody speaks well of you it must be that you are a deceitful, servile
flatterer” (= Kalau setiap orang berbicara baik tentang kamu /
memuji kamu, itu pasti karena kamu adalah seorang penjilat yang mau merendahkan
diri dan bersifat penipu).
Contoh: Bambang Noorsena (Gereja Orthodox
Syria) berulangkali menyatakan kebanggaannya karena ia diterima oleh
tokoh-tokoh ‘orang seberang’ (padahal ‘orang seberang’ itu tidak bertobat /
percaya kepada Yesus), dan ia mengecam orang kristen yang tidak diterima oleh
‘orang seberang’. Ia juga mengatakan bahwa dengan sistim penyampaian seperti
yang ia lakukan, sekalipun ia tidak mengkompromikan kepercayaannya, tetapi bisa
terjadi ‘agree in disagreement’ (=
setuju di dalam ketidaksetujuan).
Perlu dipertanyakan mengapa ia bisa
diterima oleh ‘orang seberang’ padahal mereka tidak bertobat / percaya kepada
Yesus? Jelas karena ajaran yang ia beritakan adalah Kitab Suci / Injil yang
sudah disesuaikan dengan telinga ‘orang seberang’ itu.
Misalnya ia
berkata: kalau berbicara kepada orang Islam sebutlah Bapa sebagai Wujutulah (= the existence of God / keberadaan Allah), Anak sebagai Kalimatulah (= Firman Allah), Roh Kudus
sebagai Rohulah (= Roh Allah),
maka pasti tidak ada batu sandungan. Bandingkan sikap kompromi Bambang Noorsena
ini dengan:
¨ Yesus sendiri, rasul-rasul, dan
orang-orang kristen abad pertama (bahkan nabi-nabi dalam Perjanjian Lama). Pada
waktu mereka memberitakan Injil / Firman Tuhan, saya tidak melihat bahwa
orang-orang yang menolak mereka lalu ‘setuju di dalam ketidak-setujuan’.
Sebaliknya mereka memusuhi, memfitnah, dan tidak jarang menganiaya dan membunuh
pemberita Injil / Firman Tuhan tersebut. Mengapa? Karena berbeda dengan apa
yang dilakukan oleh Bambang Noorsena, mereka ini tidak mengkompromikan Injil /
Firman Tuhan tersebut.
¨
kata-kata Paulus dalam 2Kor 4:2 dan
1Kor 1:22-23. Paulus tetap memberitakan salib, sekalipun itu adalah batu
sandungan!
Bandingkan juga dengan:
*
Yoh 15:18-20a
- “Jikalau
dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari
pada kamu. Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai
miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu
dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu. Ingatlah apa yang telah Kukatakan
kepadamu: Seorang hamba tidaklah lebih dari tuannya. Jikalau mereka telah
menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu”.
*
Mat 10:21-28
- “Orang akan menyerahkan saudaranya untuk dibunuh,
demikian juga seorang ayah akan anaknya. Dan anak-anak akan memberontak terhadap
orang tuanya dan akan membunuh mereka. Dan kamu akan dibenci semua orang
oleh karena namaKu; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya
akan selamat. Apabila mereka menganiaya kamu dalam kota yang satu, larilah ke
kota yang lain; karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sebelum kamu selesai
mengunjungi kota-kota Israel, Anak Manusia sudah datang. Seorang murid tidak
lebih dari pada gurunya, atau seorang hamba dari pada tuannya. Cukuplah bagi
seorang murid jika ia menjadi sama seperti gurunya dan bagi seorang hamba jika
ia menjadi sama seperti tuannya. Jika tuan rumah disebut Beelzebul, apalagi
seisi rumahnya. Jadi janganlah kamu takut terhadap mereka, karena tidak ada
sesuatupun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatupun yang
tersembunyi yang tidak akan diketahui. Apa yang Kukatakan kepadamu dalam gelap,
katakanlah itu dalam terang; dan apa yang dibisikkan ke telingamu, beritakanlah
itu dari atas atap rumah. Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat
membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama
kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka”.
Renungkan kedua text di atas ini. Kalau
Bambang Noorsena bisa tidak dimusuhi dengan sistim pemberitaan yang ia gunakan,
bukankah ia menjadi hamba / murid yang lebih tinggi dari Tuan / Gurunya?
Tetapi William Hendriksen juga
memberikan tambahan yang penting untuk menjaga keseimbangan. Ia berkata:
“If a person is unpopular, he should ask himself, ‘Is
this because I am loyal to my Lord ... or is it because I have failed to reveal
a Christlike character?’” (= Jika seseorang tidak populer, ia harus bertanya
kepada dirinya sendiri: ‘Apakah ini disebabkan karena aku setia kepada Tuhanku
... atau apakah ini disebabkan karena aku telah gagal untuk menyatakan karakter
yang menyerupai Kristus?’).
-AMIN-
email us at : gkri_exodus@lycos.com