Eksposisi Injil Matius
oleh: Pdt. Budi
Asali MDiv.
1) Lagi-lagi di sini Tuhan Yesus tidak
menentang hukum Taurat, tetapi menentang penafsiran (dan praktek) dari
orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat tentang hukum Taurat
Ay 33: “Kamu telah mendengar pula yang difirmankan
kepada nenek moyang kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu
di depan Tuhan”.
Dalam hukum Taurat / Perjanjian Lama
tidak ada ayat yang bunyinya persis seperti itu. Tetapi ada beberapa ayat yang
kalau digabungkan berbunyi seperti itu. Ayat-ayat itu adalah:
·
Im 19:12
- “Janganlah kamu bersumpah dusta demi
namaKu, supaya engkau jangan melanggar kekudusan nama Allahmu; Akulah TUHAN”.
·
Bil 30:2
- “Apabila seorang laki-laki bernazar
atau bersumpah kepada TUHAN, sehingga ia mengikat dirinya kepada suatu janji,
maka janganlah ia melanggar perkataannya itu; haruslah ia berbuat tepat seperti
yang diucapkannya”.
·
Ul 23:21
- “‘Apabila engkau bernazar kepada TUHAN,
Allahmu, janganlah engkau menunda-nunda memenuhinya, sebab tentulah TUHAN,
Allahmu, akan menuntutnya dari padamu, sehingga hal itu menjadi dosa bagimu”.
·
Pkh 5:3-4
- “Kalau engkau bernazar kepada Allah,
janganlah menunda-nunda menepatinya, karena Ia tidak senang kepada orang-orang
bodoh. Tepatilah nazarmu. Lebih baik engkau tidak bernazar dari pada bernazar
tetapi tidak menepatinya”.
Sekalipun demikian, yang dibicarakan /
dibetulkan di sini oleh Yesus bukanlah hukum Tauratnya sendiri, tetapi
penafsiran / ajaran ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi tentang hukum
Taurat. Lagi-lagi terjemahan salah dari Kitab Suci Indonesia yang menggunakan
istilah ‘difirmankan’ seolah-olah menunjukkan bahwa Yesus
menentang Perjanjian Lama. Tetapi dalam terjemahan yang benar tidak terlihat
hal itu.
KJV: ‘Again, ye have heard that it hath
been said by them of old time, Thou shalt not forswear thyself, but shalt
perform unto the Lord thine oaths’ (= Lagi, engkau
telah mendengar bahwa telah dikatakan oleh mereka dari jaman dulu,
Engkau tidak boleh bersumpah palsu, tetapi engkau harus melakukan bagi Tuhan
sumpahmu).
NIV: “Again, you have heard that it was said to the
people long ago, ‘Do not break your oath, but keep the oaths you have made to
the Lord.’” (= Lagi, engkau telah mendengar bahwa dikatakan kepada
orang-orang jaman dulu, ‘Jangan melanggar sumpahmu, tetapi peganglah sumpah
yang telah engkau buat terhadap Tuhan’).
2) Kalau dalam ay 21-26 Yesus
meluruskan penafsiran ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi tentang hukum ke
6 (Jangan membunuh), dan dalam ay 27-32 Yesus meluruskan penafsiran
ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi tentang hukum ke 7 (Jangan berzinah),
maka dalam ay 33-37 ini Ia membicarakan sumpah yang berhubungan dengan
hukum ke 3 (Jangan menyebut nama Tuhan Allahmu dengan sembarangan / sia-sia).
Calvin: “God
condemned in the law not only acts of perjury, but lightness in swearing, which
lessens the reverence for his name. The man who perjures himself is not the
only person who takes the name of God in vain, (Ex. 20:7.) He does so, who idly
and contemptuously pronounces the name of God on trivial occasions, or in
ordinary conversation” [= Allah
menyalahkan / mengecam dalam hukum Taurat bukan hanya tindakan sumpah palsu,
tetapi peremehan sumpah, yang mengurangi hormat / takut kepada namaNya. Orang
yang bersumpah palsu bukan hanya satu-satunya orang yang menggunakan nama Allah
dengan sia-sia, (Kel 20:7). Ia juga melakukannya, jika ia mengucapkan nama
Allah secara tak berarti dan menghina pada peristiwa-peristiwa yang remeh, atau
dalam percakapan sehari-hari] - hal 293.
Penerapan:
Jangan terbiasa mengucapkan kata-kata
seruan seperti ‘Ya Allah’, ‘Masya-allah’, atau seperti yang dilakukan oleh
orang-orang Barat, yaitu ‘My God’, ‘Jesus Christ’, dan sebagainya. Ini termasuk
pelanggaran hukum ketiga, karena menyebut nama Allah secara sembarangan /
sia-sia! Juga jangan menggunakannya sekedar untuk lelucon atau percakapan yang
tidak berguna! Ini merupakan dosa yang sekalipun sudah sering dibicarakan,
tetapi tetap sering diremehkan dan dilanggar oleh banyak orang-orang kristen
yang bahkan termasuk aktivist gereja! Ingat
bahwa sikap saudara terhadap nama Allah merupakan sikap saudara terhadap Allah
sendiri!
3) Ajaran dan praktek dari ahli-ahli
Taurat dan orang-orang Farisi pada saat itu berkenaan dengan sumpah.
Calvin: “The
Jews had circuitous or indirect ways of swearing; and when they swore by
heaven, or by earth, or by the altar, (Mat. 23:18,) they reckoned it to be next
to nothing” [= orang-orang Yahudi
mempunyai jalan memutar atau tidak langsung dalam bersumpah; dan pada waktu
mereka bersumpah demi surga, atau demi bumi, atau demi mezbah, (Mat 23:18),
mereka menganggapnya sebagai hampir tidak berarti apa-apa] - hal 294.
Pulpit Commentary: “The
Jews, it seems, thought lightly of oaths which did not contain the sacred Name
of God; they used such oaths constantly and heedlessly” (= Kelihatannya orang-orang Yahudi menganggap ringan
sumpah yang tidak mencakup nama yang kudus dari Allah; mereka menggunakan
sumpah-sumpah seperti itu secara terus menerus dan dengan sembrono /
sembarangan) - hal
177.
Bdk. Mat 23:16-22 - “(16) Celakalah kamu, hai pemimpin-pemimpin buta, yang
berkata: Bersumpah demi Bait Suci, sumpah itu tidak sah; tetapi
bersumpah demi emas Bait Suci, sumpah itu mengikat. (17) Hai kamu orang-orang
bodoh dan orang-orang buta, apakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci yang
menguduskan emas itu? (18) Bersumpah demi mezbah, sumpah itu tidak sah;
tetapi bersumpah demi persembahan yang ada di atasnya, sumpah itu mengikat.
(19) Hai kamu orang-orang buta, apakah yang lebih penting, persembahan atau
mezbah yang menguduskan persembahan itu? (20) Karena itu barangsiapa bersumpah
demi mezbah, ia bersumpah demi mezbah dan juga demi segala sesuatu yang
terletak di atasnya. (21) Dan barangsiapa bersumpah demi Bait Suci, ia
bersumpah demi Bait Suci dan juga demi Dia, yang diam di situ. (22) Dan
barangsiapa bersumpah demi sorga, ia bersumpah demi takhta Allah dan juga demi
Dia, yang bersemayam di atasnya”.
Kata-kata ‘itu tidak sah’ terjemahannya
kurang tepat.
KJV/RSV: ‘it
is nothing’ (= itu bukan apa-apa).
NIV: ‘it means
nothing’ (= itu tidak berarti apa-apa).
NASB: ‘that is
nothing’ (= itu bukan apa-apa).
Penerapan:
Jaman ini, orang juga sering mencari
jalan memutar untuk menghindari penggunaan nama Allah dalam sumpah. Misalnya
berkata ‘sumpah mati’. Bahkan kadang-kadang orang berusaha untuk menghindari
penggunaan kata ‘sumpah’. Misalnya: dengan mengatakan ‘sumprit’, atau
mengubahnya menjadi ‘saya berjanji’, atau dengan sekedar mengangkat tangan
kanannya, dsb. Sebetulnya semua ini sama saja, dan tetap adalah dosa, kalau hal
ini dilakukan dengan sembarangan!
4) Ajaran Yesus berkenaan dengan
sumpah.
a) Yesus tidak melarang sumpah secara
mutlak!
Sepintas lalu, ay 34a yang berbunyi: “Tetapi
Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah”, melarang sumpah secara mutlak. Dan
Barclay (hal 161) mengatakan bahwa ada 2 golongan yaitu Essenes (suatu sekte
Yahudi) dan Quakers yang secara mutlak tidak mau bersumpah. Dan jelas bahwa
jaman sekarangpun ada banyak orang kristen yang beranggapan bahwa sumpah
dilarang secara mutlak. Tetapi saya berpendapat bahwa sebetulnya sumpah tidak
dilarang secara mutlak.
Calvin: “Many
have been led by the phrase, ‘not at all,’ to adopt the false notion, that
every kind of swearing is condemned by Christ” (= Banyak orang telah dibimbing oleh ungkapan ‘janganlah
sekali-kali’ untuk mengambil maksud yang salah, bahwa setiap jenis sumpah
dikecam oleh Kristus)
- hal 294.
Calvin berpendapat bahwa kata-kata
Yesus dalam ay 34a ini tidak boleh dipisahkan dari kata-kata selanjutnya,
yang menunjukkan sumpah yang bagaimana yang Ia maksud, yaitu sumpah demi
langit, demi bumi, demi Yerusalem, demi kepalamu (ay 34-36), yang oleh
orang-orang Yahudi dianggap remeh / tak berarti. Jadi, yang dilarang adalah
sumpah sembarangan.
Pulpit Commentary: “How,
then, can we explain this absolute prohibition here? In that our Lord is not
here thinking at all formal and solemn oaths, but of oaths as the outcome of
impatience and exaggeration” (=
Lalu bagaimana kita bisa menjelaskan larangan mutlak di sini? Dengan mengatakan
bahwa di sini Tuhan kita tidak berpikir tentang semua sumpah yang formal /
resmi dan khidmat, tetapi tentang sumpah-sumpah sebagai akibat / hasil dari
ketidak-sabaran dan tindakan melebih-lebihkan) - hal 165.
Pulpit Commentary: “our
Lord’s prohibition applies only to rash, idle oaths, such as were common among
the Jews” (= Larangan Tuhan kita
hanya berlaku untuk sumpah yang sembarangan dan kosong, seperti yang banyak
terdapat di antara orang-orang Yahudi) - hal 177.
Adam Clarke: “Be
not much in oaths, although one should swear concerning things that are true;
for in much swearing it is impossible not to profane” (= Jangan banyak bersumpah, sekalipun dalam hal yang
benar; karena dalam banyak bersumpah adalah tidak mungkin untuk tidak
meremehkan hal-hal yang keramat) - hal 75.
Calvin: “His
statement amounts to this, that there are other ways of ‘taking the name of God
in vain,’ besides perjury; and, therefore, that, we ought to refrain from
allowing ourselves the liberty of unnecessary swearing: for, when there are
just reasons to demand it, the law not only permits, but expressly commands us
to swear” (= Arti pernyataanNya
menjadi begini: bahwa ada cara-cara lain untuk ‘menyebut nama Allah dengan
sembarangan / sia-sia’ disamping sumpah palsu; dan karena itu, kita harus
menahan diri kita sendiri dari kebebasan bersumpah secara tidak perlu: karena,
pada waktu di sana ada alasan-alasan yang benar yang menuntut sumpah, hukum
Taurat bukan hanya mengijinkan, tetapi secara jelas memerintahkan kita untuk
bersumpah) - hal 295.
Alasan-alasan yang menunjukkan bahwa
sumpah tidak mungkin dilarang secara mutlak:
1. Perjanjian Lama mengijinkan, bahkan
mengharuskan sumpah, dalam hal-hal tertentu.
Ul 6:13 - “Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu; kepada Dia
haruslah engkau beribadah dan demi namaNya haruslah engkau bersumpah”.
Kel 22:7-8 - “Apabila seseorang menitipkan kepada temannya uang atau
barang, dan itu dicuri dari rumah orang itu, maka jika pencuri itu terdapat, ia
harus membayar ganti kerugian dua kali lipat. Jika pencuri itu tidak terdapat, maka
tuan rumah harus pergi menghadap Allah untuk bersumpah, bahwa ia tidak
mengulurkan tangannya mengambil harta kepunyaan temannya”.
Kel 22:10-11 - “Apabila seseorang menitipkan kepada temannya seekor
keledai atau lembu atau seekor domba atau binatang apapun dan binatang itu
mati, atau patah kakinya atau dihalau orang dengan kekerasan, dengan tidak ada
orang yang melihatnya, maka sumpah di hadapan TUHAN harus menentukan di
antara kedua orang itu, apakah ia tidak mengulurkan tangannya mengambil
harta kepunyaan temannya, dan pemilik harus menerima sumpah itu, dan yang lain
itu tidak usah membayar ganti kerugian”.
Bil 5:11-28 - “TUHAN berfirman kepada Musa: ‘Berbicaralah kepada orang
Israel dan katakanlah kepada mereka: Apabila isteri seseorang berbuat serong
dan tidak setia terhadap suaminya, dan laki-laki lain tidur dan bersetubuh
dengan perempuan itu, dengan tidak diketahui suaminya, karena tinggal rahasia
bahwa perempuan itu mencemarkan dirinya, tidak ada saksi terhadap dia, dia
tidak kedapatan, dan apabila kemudian roh cemburu menguasai suami itu, sehingga
ia menjadi cemburu terhadap isterinya, dan perempuan itu memang telah
mencemarkan dirinya, atau apabila roh cemburu menguasai suami itu, sehingga ia
menjadi cemburu terhadap isterinya, walaupun perempuan itu tidak mencemarkan
dirinya, maka haruslah orang itu membawa isterinya kepada imam. Dan orang itu
harus membawa persembahan karena perempuan itu sebanyak sepersepuluh efa tepung
jelai, yang ke atasnya tidak dituangkannya minyak dan yang tidak dibubuhinya
kemenyan, karena korban itu ialah korban sajian cemburuan, suatu korban
peringatan yang mengingatkan kepada kedurjanaan. Maka haruslah imam menyuruh
perempuan itu mendekat dan menghadapkannya kepada TUHAN. Lalu imam harus
membawa air kudus dalam suatu tempayan tanah, kemudian harus memungut debu yang
ada di lantai Kemah Suci dan membubuhnya ke dalam air itu. Apabila imam sudah
menghadapkan perempuan itu kepada TUHAN, haruslah ia menguraikan rambut
perempuan itu, lalu meletakkan korban peringatan, yakni korban sajian
cemburuan, ke atas telapak tangan perempuan itu, sedang di tangan imam haruslah
ada air pahit yang mendatangkan kutuk. Maka haruslah imam menyumpah
perempuan itu dengan berkata kepadanya: Jika tidak benar ada laki-laki yang
tidur dengan engkau, dan jika tidak engkau berbuat serong kepada kecemaran,
padahal engkau di bawah kuasa suamimu, maka luputlah engkau dari air pahit yang
mendatangkan kutuk ini; tetapi jika engkau, padahal engkau di bawah kuasa
suamimu, berbuat serong dan mencemarkan dirimu, oleh karena orang lain dari
suamimu sendiri bersetubuh dengan engkau - dalam hal ini haruslah imam
menyumpah perempuan itu dengan sumpah kutuk, dan haruslah imam berkata kepada
perempuan itu - maka TUHAN kiranya membuat engkau menjadi sumpah kutuk di
tengah-tengah bangsamu dengan mengempiskan pahamu dan mengembungkan perutmu,
sebab air yang mendatangkan kutuk ini akan masuk ke dalam tubuhmu untuk
mengembungkan perutmu dan mengempiskan pahamu. Dan haruslah perempuan itu
berkata: Amin, amin. Lalu imam harus menuliskan kutuk itu pada sehelai kertas
dan menghapusnya dengan air pahit itu, dan ia harus memberi perempuan itu minum
air pahit yang mendatangkan kutuk itu, dan air itu akan masuk ke dalam badannya
dan menyebabkan sakit yang pedih. Maka haruslah imam mengambil korban sajian
cemburuan dari tangan perempuan itu lalu mengunjukkannya ke hadapan TUHAN, dan
membawanya ke mezbah. Sesudah itu haruslah imam mengambil segenggam dari korban
sajian itu sebagai bagian ingat-ingatannya dan membakarnya di atas mezbah,
kemudian memberi perempuan itu minum air itu. Setelah terjadi demikian, apabila
perempuan itu memang mencemarkan dirinya dan berubah setia terhadap suaminya,
air yang mendatangkan sumpah serapah itu akan masuk ke badannya dan menyebabkan
sakit yang pedih, sehingga perutnya mengembung dan pahanya mengempis, dan
perempuan itu akan menjadi sumpah kutuk di antara bangsanya. Tetapi apabila
perempuan itu tidak mencemarkan dirinya, melainkan ia suci, maka ia akan bebas
dan akan dapat beranak.’”.
1Raja 8:31-32 - “Jika seseorang telah berdosa kepada temannya, lalu
diwajibkan mengangkat sumpah dengan mengutuk dirinya, dan dia datang
bersumpah ke depan mezbahMu di dalam rumah ini, maka Engkaupun kiranya
mendengarkannya di sorga dan bertindak serta mengadili hamba-hambaMu, yakni
menyatakan bersalah orang yang bersalah dengan menanggungkan perbuatannya
kepada orang itu sendiri, tetapi menyatakan benar orang yang benar dengan
memberi pembalasan kepadanya yang sesuai dengan kebenarannya”.
Dan Yesus tidak mungkin bertentangan
dengan Perjanjian Lama (bdk. Mat 5:17-19).
2. Ibr 6:13-17 - “Sebab ketika Allah memberikan janjiNya kepada Abraham, Ia
bersumpah demi diriNya sendiri, karena tidak ada orang yang lebih tinggi dari
padaNya, kataNya: ‘Sesungguhnya Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah
dan akan membuat engkau sangat banyak.’ Abraham menanti dengan sabar dan dengan
demikian ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya. Sebab manusia bersumpah
demi orang yang lebih tinggi, dan sumpah itu menjadi suatu pengokohan baginya,
yang mengakhiri segala bantahan. Karena itu, untuk lebih meyakinkan mereka
yang berhak menerima janji itu akan kepastian putusanNya, Allah telah mengikat
diriNya dengan sumpah”.
3. Pada waktu Yesus diadili oleh
Sanhedrin, dan Ia disuruh berbicara di bawah sumpah, Ia bukannya menegur mereka
yang menyuruhNya bersumpah, tetapi sebaliknya Ia mau menjawab, padahal tadinya
Ia tidak mau berbicara.
Mat 26:63-64 - “Tetapi Yesus tetap diam. Lalu kata Imam Besar itu
kepadaNya: ‘Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah Engkau
Mesias, Anak Allah, atau tidak.’ Jawab Yesus: ‘Engkau telah
mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan
melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas
awan-awan di langit.’”.
4. Dalam Wah 10:5-6 malaikat
bersumpah.
Wah 10:5-6 - “Dan malaikat yang kulihat berdiri di atas laut dan di
atas bumi, mengangkat tangan kanannya ke langit, dan ia bersumpah
demi Dia yang hidup sampai selama-lamanya, yang telah menciptakan langit
dan segala isinya, dan bumi dan segala isinya, dan laut dan segala isinya,
katanya: ‘Tidak akan ada penundaan lagi!”.
5. Paulus sering bersumpah.
Ro 1:9 - “Karena Allah, yang kulayani dengan segenap hatiku dalam
pemberitaan Injil AnakNya, adalah saksiku, bahwa dalam doaku aku selalu
mengingat kamu”.
Ro 9:1 - “Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak
berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus”.
1Kor 15:31 - “Saudara-saudara, tiap-tiap hari aku berhadapan dengan
maut. Demi kebanggaanku akan kamu dalam Kristus Yesus, Tuhan kita, aku katakan,
bahwa hal ini benar”.
2Kor 1:23 - “Tetapi aku memanggil Allah sebagai saksiku - Ia mengenal
aku -, bahwa sebabnya aku tidak datang ke Korintus ialah untuk menyayangkan
kamu”.
Gal 1:20 - “Di hadapan Allah kutegaskan: apa yang kutuliskan
kepadamu ini benar, aku tidak berdusta”.
Fil 1:8 - “Sebab Allah adalah saksiku betapa aku dengan kasih mesra
Kristus Yesus merindukan kamu sekalian”.
Betul-betul tidak terbayangkan bahwa
Paulus, yang adalah rasul yang begitu saleh, bisa berulang kali bersumpah kalau
sumpah memang dilarang secara mutlak.
Semua ini menunjukkan bahwa sumpah tidak
dilarang secara mutlak. Dalam pengadilan, atau dalam hal-hal yang penting
lainnya, kita boleh bersumpah. Yang dilarang adalah bersumpah secara
sembarangan, untuk hal-hal yang tidak penting, sekalipun hal yang dikatakan itu
merupakan kebenaran. Hal ini ditekankan lagi secara lebih khusus dalam ay 37.
Ay 37: “Jika
ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa
yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat”.
Bdk. Yak 5:12 - “Tetapi yang terutama, saudara-saudara, janganlah kamu
bersumpah demi sorga maupun demi bumi atau demi sesuatu yang lain. Jika ya,
hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak, supaya kamu
jangan kena hukuman”.
Calvin menganggap bahwa dalam
ay 37 ini Kristus memberikan obat, yaitu dengan menyuruh orang untuk
berkata jujur / tidak berdusta. Saya tidak setuju dengan penafsiran Calvin di
sini, karena kontext, dan kalimat terakhir dari ay 37 menunjukkan bahwa yang
ditentang di sini adalah sumpah secara sembarangan. Jadi kata-kata ‘Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika
tidak, hendaklah kamu katakan: tidak’, bukan ditujukan untuk menekankan kejujuran, tetapi
untuk melarang sumpah sembarangan. Jadi kalau ‘ya’, katakanlah ‘ya’, bukan
‘sumpah ya’.
Pulpit Commentary: “here
the question is not of truthfulness, but of fervency in asseveration” (= di sini persoalannya bukanlah kebenaran, tetapi
semangat dalam penegasan)
- hal 165.
Penerapan:
Apakah saudara sering bersumpah pada
waktu saudara ingin kata-kata saudara dipercaya oleh orang lain, sekalipun itu
bukan menyangkut sesuatu yang penting?
Beberapa komentar tentang orang yang
gampang untuk bersumpah:
·
Pulpit
Commentary: “It betrays a consciousness, too, on the swearer’s part
that he is not to be believed in his bare word” [= Juga, itu menyingkapkan suatu kesadaran pada pihak si
penyumpah bahwa ia tidak dipercaya dalam kata-katanya semata-mata (tanpa
sumpah)] - hal 205.
·
William
Hendriksen: “It is characteristic of certain individuals who are
aware that their reputation for veracity is not exactly outstanding that the
more they lie the more they will also assert that what they are saying is
‘gospel truth.’ They are in the habit of interlacing their conversations with
oaths” (= Merupakan ciri dari
individu-individu tertentu yang sadar bahwa reputasi mereka untuk kejujuran
tidak terlalu menonjol, dimana makin mereka berdusta makin mereka menegaskan
bahwa apa yang mereka katakan adalah ‘kebenaran injil’. Mereka terbiasa untuk
menjalin percakapan mereka dengan sumpah) - hal 308.
·
Adam
Clarke: “A common swearer is constantly perjuring himself: such a
person should never be trusted”
(= Seseorang yang biasa bersumpah secara terus menerus bersumpah palsu: orang
seperti itu tidak pernah boleh dipercaya) - hal 75.
b) Sumpah demi hal-hal lain selain Allah,
tetap merupakan sumpah, yang harus dianggap mengikat, dan tidak boleh
diremehkan / dianggap tidak ada.
Ay 34-36:
“(34)
Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah
sekali-kali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah,
(35) maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kakiNya, ataupun demi
Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar; (36) janganlah juga engkau
bersumpah demi kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau
menghitamkan sehelai rambutpun”.
1. Ini tidak berarti bahwa kita tidak
boleh bersumpah demi langit, bumi dan sebagainya.
Yesus mengucapkan kata-kata ini karena
orang-orang Yahudi pada saat itu memandang remeh sumpah demi langit, bumi dsb
(pokoknya sumpah yang tidak mencakup nama Allah).
Calvin: “It
is a mistake to explain these words as meaning, that such forms of swearing are
condemned by God only. The reasons which he brings forward tend rather to the
opposite view, that we swear by the name of God even when we name the heaven,
and the earth: because there is no part of the world on which God has not
engraved the marks of his glory”
(= Adalah salah untuk menjelaskan bahwa kata-kata ini artinya adalah bahwa
hanya bentuk-bentuk sumpah seperti itu yang dikecam oleh Allah. Alasan yang Ia
kemukakan justru cenderung untuk berarti sebaliknya, yaitu bahwa kita bersumpah
demi nama Allah bahkan pada saat kita menyebut langit / surga, dan bumi: karena
tidak ada bagian dalam alam semesta dimana Allah tidak mengukirkan tanda-tanda
/ ciri-ciri kemuliaanNya)
- hal 295.
Calvin: “Heaven
is called in Scripture (Isa. 66:1) the throne of God: not that he dwells in
heaven alone, but to teach men to raise their minds upwards, whenever they
think of him, and not to form any low or earthly conceptions of him. Again, the
earth is called his footstool, (v. 35) to inform us, that he fills all things,
and that no extent of space can contain him. The holiness of Jerusalem (v. 35)
depended on his promise. It was the holy city, (Isa. 52:1:) because God had
selected it to be the seat and residence of his empire. When men swear by their
head, (v. 36,) they bring forward their life, which is a remarkable gift of
God, as a pledge of their sincerity”
[= Langit / surga disebut dalam Kitab Suci (Yes 66:1) sebagai takhta
Allah: bukan bahwa Ia tinggal di dalam surga saja, tetapi untuk mengajar
manusia untuk mengangkat pikiran mereka ke atas, kapanpun mereka berpikir
tentang Dia, dan tidak membentuk konsep yang rendah atau duniawi tentang Dia.
Juga, bumi disebut tumpuan kakiNya (ay 35) untuk memberi tahu kita, bahwa
Ia memenuhi segala sesuatu, dan bahwa tidak ada tempat yang bisa menampung Dia.
Kekudusan Yerusalem (ay 35) tergantung pada janjiNya. Itu adalah kota
kudus (Yes 52:1), karena Allah telah memilihnya untuk menjadi kedudukan
dan tempat tinggal dari kekaisaranNya. Pada waktu orang bersumpah demi kepala
mereka (ay 36), mereka mengajukan hidup / nyawa mereka, yang merupakan
karunia yang hebat / luar biasa dari Allah, sebagai jaminan dari ketulusan /
kejujuran mereka] -
hal 296.
Yes 66:1 - “Beginilah firman TUHAN: Langit adalah takhtaKu dan bumi
adalah tumpuan kakiKu; rumah apakah yang akan kamu dirikan bagiKu, dan tempat
apakah yang akan menjadi perhentianKu?”.
Bdk. 1Raja 8:27 - “Tetapi benarkah Allah hendak diam di atas bumi? Sesungguhnya
langit, bahkan langit yang mengatasi segala langitpun tidak dapat memuat
Engkau, terlebih lagi rumah yang kudirikan ini”.
Tetapi, kalau kita memang boleh
bersumpah demi sesuatu yang bukan Allah (langit, bumi dsb), lalu bagaimana
dengan Ul 6:13 yang berbunyi: “Engkau
harus takut akan TUHAN, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi
namaNya haruslah engkau bersumpah”. Bukankah ayat ini kelihatannya menunjukkan bahwa kita hanya
boleh bersumpah demi nama Allah / Tuhan?
Calvin mengatakan bahwa Ul 6:13 tidak
boleh diartikan seakan-akan kita hanya boleh bersumpah demi nama Tuhan. Pada
waktu Ul 6:13 itu mengatakan bahwa kita harus bersumpah harus demi nama Tuhan, maksudnya
kita tidak boleh bersumpah demi nama dewa / berhala / allah lain!
Memang, dalam Ul 6:13 itu, ‘nama Tuhan’ bukannya dikontraskan dengan ‘segala
sesuatu yang lain’,
tetapi dengan ‘dewa / berhala / allah
lain’. Jadi yang
dilarang oleh ayat itu hanyalah bersumpah demi dewa / berhala / allah lain,
bukannya demi hal-hal lain seperti langit, bumi, dan sebagainya. Pandangan ini
didukung oleh Ul 4:26, yang menunjukkan bahwa Musa bersumpah demi langit
dan bumi!
Ul 4:26 - “maka aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi
terhadap kamu pada hari ini, bahwa pastilah kamu habis binasa dengan segera
dari negeri ke mana kamu menyeberangi sungai Yordan untuk mendudukinya; tidak
akan lanjut umurmu di sana, tetapi pastilah kamu punah”.
Tetapi Calvin (hal 296) menentang cara
bersumpah dari orang-orang Katolik, yang bersumpah demi malaikat, atau orang-orang
suci yang sudah mati, karena menurut dia ini merupakan pendewaan terhadap
malaikat / orang-orang suci tersebut.
2. Sumpah demi langit, bumi, kepala
dsb, tetap merupakan sumpah yang mengikat, dan tidak boleh diremehkan /
dianggap tidak ada.
Jadi berbeda dengan praktek dari
orang-orang Yahudi pada saat itu, yang menganggap ada sumpah yang mengikat dan
ada yang tidak berarti apa-apa (Mat 23:16-22), maka Yesus mengatakan bahwa
semua sumpah mengikat, bahkan pada saat nama Allah tidak digunakan.
Pulpit Commentary: “Neither
by heaven, etc. Our Lord further defines what he means by an oath. It does not
mean only expression in which God’s Name is mentioned, but any expression
appealing to any object at all, whether this be supraterrestrial, terrestrial,
national, or personal. Although God’s Name is omitted in such cases, from a
feeling of reverence, its omission does not prevent the asseveration being an
oath” [= ‘Baik demi langit /
surga, dsb’. Tuhan kita menjelaskan lebih lanjut apa yang Ia maksudkan dengan
suatu sumpah. Itu tidak hanya berarti ungkapan-ungkapan dalam mana Nama Allah
disebutkan, tetapi seadanya pernyataan yang menyebut seadanya obyek (sebagai
saksi), apakah yang di atas bumi, yang berkenaan dengan bumi, nasional, atau
pribadi. Sekalipun Nama Allah dihapuskan dalam kasus-kasus itu, karena rasa
takut, penghapusan tersebut tidak menghalangi pernyataan yang ditekankan itu
sebagai suatu sumpah]
- hal 165.
Pulpit Commentary: “The
principle underlying all this is that men should see God in everything. That
the creature cannot be separate from the Creator. Therefore that calling any
creature to witness is virtually calling God” (= Prinsip yang melandasi semua ini adalah bahwa manusia
harus melihat Allah dalam segala sesuatu. Bahwa ciptaan tidak bisa dipisahkan
dari sang Pencipta. Karena itu pemanggilan seadanya ciptaan sebagai saksi
sebetulnya merupakan pemanggilan terhadap Allah) - hal 218.
5) Bagaimana mengobati penyakit ‘suka
bersumpah’?
a) Sadari bahwa itu merupakan dosa.
Kalau saudara tidak menganggap ‘sumpah
gampangan’ itu sebagai dosa, tentu saudara tidak akan berusaha membuang hal itu
dari hidup saudara. Jadi, kesadaran dosa ini mutlak penting!
b) Berusahalah membuang dosa itu,
sekalipun sudah menjadi kebiasaan (Yak 5:12).
Thomas Manton: “Thy
custom will not excuse thee; if it be thy custom to sin, it is God’s custom to
destroy sinners” (= Kebiasaanmu tidak akan memaafkan kamu; kalau itu
merupakan kebiasaanmu untuk berdosa, maka adalah kebiasaan Allah untuk
menghancurkan orang-orang berdosa).
c) Berbicaralah
jujur senantiasa.
Banyak orang sering berdusta sehingga
tidak bisa dipercaya dan supaya ia bisa dipercaya, ia lalu bersumpah. Tetapi
kalau kita selalu jujur kepada siapapun, kita akan dipercaya sekalipun tidak
bersumpah. Dengan demikian, sumpah itu tak akan dibutuhkan lagi untuk
meyakinkan orang.
Memang kalau selama ini saudara sudah
dikenal sebagai orang yang sering berdusta, dan mulai saat ini saudara
mengambil keputusan untuk berbicara jujur, maka tentu saja orang-orang di
sekitar saudara tidak akan cepat-cepat percaya. Tetapi bertekunlah dalam
kejujuran itu, maka lambat laun orang-orang itu akan mempercayai saudara.
Barclay: “Isocrates,
the great Greek teacher and orator, said, ‘A man must lead a life which will
gain more confidence in him than ever an oath can do.’ Clement of Alexandria
insisted that Christians must lead such a life and demonstrate such a character
that no one will ever dream of asking an oath from them” (= Isocrates, guru dan orator Yunani yang terkenal,
berkata: ‘Seseorang harus hidup sehingga mendapatkan keyakinan dalam dirinya
lebih dari pada yang bisa didapatkan oleh sumpah’. Clement of Alexandria
bersikeras bahwa orang-orang Kristen harus hidup sedemikian rupa dan
mendemonstrasikan suatu karakter sedemikian rupa sehingga tidak seorangpun akan
pernah bermimpi untuk menyuruh mereka bersumpah) - hal 160.
d) Jangan peduli kalau saudara tidak
dipercaya, sekalipun saudara mengatakan kebenaran. Tidak perlu menyakinkan
orang itu dengan jalan bersumpah. Kalau orang itu tidak mau percaya,
biarkanlah ia tidak percaya!
Adam Clarke:
“The best way is to have as little to
do as possible with oaths. An oath will not bind a knave nor a liar; and an
honest man needs none, for his character and conduct swear for him” (= Cara yang terbaik adalah bersumpah sesedikit mungkin.
Suatu sumpah tidak akan mengikat seorang bangsat / yang tidak jujur ataupun
seorang pendusta; dan seseorang yang jujur tidak membutuhkannya, karena
karakter dan tingkah lakunya bersumpah untuknya) - hal 74.
-AMIN-
email us at : gkri_exodus@lycos.com