Eksposisi Injil Matius
oleh: Pdt. Budi
Asali MDiv.
Kalau dalam Mat 5:21-48 Tuhan
Yesus menyerang ajaran ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, maka
dalam Mat 6:1-18 Tuhan Yesus menyerang praktek / kehidupan dari
ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Ajaran mereka yang salah menimbulkan
praktek / kehidupan yang salah, dan kedua-duanya diserang oleh Tuhan Yesus.
Schema / bagan Matius 6:1-18:
Mat 6:1 - thema.
Mat 6:2-4 ® contoh pertama: tentang memberi sedekah.
Mat 6:5-6 ® contoh kedua: tentang berdoa.
Mat 6:7-15 - tentang doa.
Mat 6:16-18 ® contoh ketiga: tentang berpuasa.
Jadi Mat 6:7-15 agak menyimpang
dari fokus seluruh teks, dan karena itu akan dibahas secara terpisah dalam
pelajaran yang akan datang, sedangkan dalam pelajaran ini hanya akan dibahas
Mat 6:1-6,16-18.
Ay 1: “‘Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di
hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh
upah dari Bapamu yang di sorga”.
1) Penekanan: jangan melakukan
perbuatan baik untuk pamer!
Kata-kata ‘supaya
dilihat’ dalam bahasa
Yunaninya adalah Theathenai (= to be seen / untuk dilihat). Kata ‘theater’ berasal dari kata Yunani tersebut.
Jadi, kita tidak boleh menjadikan dunia ini sebagai suatu theater /
tempat pertunjukan untuk memamerkan kebaikan kita.
2) Kata-kata ‘kewajiban
agama’ dalam bahasa
Yunani adalah DIKAIOSUNE, yang seharusnya berarti ‘kebenaran’.
NASB:
‘righteousness’ (= kebenaran).
NIV:
‘acts of righteousness’ (=
tindakan-tindakan kebenaran).
3) Apakah Mat 6:1 ini
bertentangan dengan Mat 5:16 - “Demikianlah
hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu
yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.’”?
Mat 6:1 tidak
bertentangan dengan Mat 5:16 karena Mat 6:1 melarang melakukan
perbuatan baik di depan manusia dengan motivasi untuk kemuliaan diri sendiri.
Sedangkan Mat 5:16 menyuruh untuk menunjukkan perbuatan baik di depan
manusia dengan motivasi supaya Tuhan dipermuliakan.
4) Mat 6:1 ini tidak berarti ‘jangan pamer supaya kamu mendapat upah’.
Mat 6:1 hanya
mengajarkan bahwa kalau kita memamerkan perbuatan baik kita maka kita tidak
akan mendapatkan upah. Upah / pahala adalah sesuatu yang aneh. Kalau kita
melakukan sesuatu yang baik dengan tujuan untuk mendapatkan upah / pahala, kita
justru tidak akan mendapat upah / pahala. Tetapi kalau kita melakukan sesuatu
yang baik tanpa tujuan untuk mendapatkan upah / pahala, kita justru akan
mendapatkannya.
Ay 2-4: “(2) Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah
engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di
rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku
berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. (3) Tetapi jika
engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat
tangan kananmu. (4) Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka
Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.’”.
1) Contoh pertama ini mengecam
tindakan ‘memamerkan
pemberian sedekah’ dan ini bisa terlihat dari:
a) Kata-kata ‘Janganlah
engkau mencanangkan hal itu’ (ay 2).
NASB: ‘do not sound a trumpet before you’ (= janganlah membunyikan
terompet di depanmu).
NIV: ‘do not announce it with trumpets’ (= janganlah mengumumkannya
dengan terompet).
Apakah peniupan terompet
itu betul-betul dilakukan oleh orang-orang Farisi, atau itu hanya sekedar
merupakan ‘karikatur’ dari Tuhan Yesus tentang orang-orang Farisi, tidak
terlalu jadi soal. Bagaimanapun juga, arti bagian ini jelas, yaitu: tidak boleh
pamer!
b) Tindakan seperti itu disebut
sebagai tindakan ‘orang munafik’ (ay 2).
Kata yang diterjemahkan ‘orang munafik’ dalam bahasa Yunaninya adalah HUPOCHRITAI, yang arti sebenarnya
adalah aktor / pemain sandiwara. Jadi, orang yang memamerkan kebaikannya oleh
Tuhan Yesus disebut sebagai aktor / pemain sandiwara. Kelihatannya mereka
menolong orang, tetapi tujuan mereka adalah supaya mereka dipuji orang. Ini
jelas merupakan suatu sandiwara.
c) Kata-kata
‘Jangan
diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu’ (ay 3).
Ini bisa diartikan bahwa
terhadap orang yang paling dekatpun kita tidak boleh pamer.
Calvin: “By
this expression he means that we ought to be satisfied with having God for our
only witness” (= Dengan ungkapan ini Ia memaksudkan bahwa kita harus
puas dengan mempunyai Allah sebagai satu-satunya saksi).
Tetapi, bahwa Tuhan Yesus
menggunakan istilah ‘tangan kiri’ yang adalah anggota tubuh kita
sendiri, menunjukkan bahwa sebetulnya bukan saja terhadap orang yang dekat saja
kita tidak boleh pamer, tetapi terhadap diri kita sendiripun kita tak boleh
pamer. Pamer terhadap diri sendiri bisa dilakukan dengan mengingat-ingat
kebaikan yang pernah dilakukan lalu memuji diri sendiri dan sebagainya (bdk.
Luk 18:12).
John Stott: “We
are not to be self-conscious in our giving, for our self-consciousness will
readily deteriorate in self-righteousness” (= Kita tidak boleh sadar akan diri
sendiri dalam memberi, karena kesadaran akan diri sendiri akan dengan mudah
memburuk menjadi sikap menganggap benar diri sendiri).
John Stott: “Christian
giving is to be marked by self sacrifice and self forgetfulness, not by self
congratulation” (= Pemberian Kristen harus ditandai dengan pengorbanan
diri sendiri dan pelupaan diri sendiri, bukan dengan pemberian selamat kepada
diri sendiri).
2) Ay 3-4 tidak boleh
dimutlakkan. Jadi, bagian ini tidak berarti bahwa kalau kita mau memberi uang
pada seorang pengemis, kita harus menunggu sampai pukul 12 malam dimana tidak
ada seorangpun bisa melihat pemberian sedekah itu. Ingat, penekanan bagian ini
adalah tidak boleh pamer dengan tujuan supaya dipuji. Jadi, bukan
perahasiaannya yang ditekankan, tetapi motivasi ingin dipujinya.
3) Kalau seseorang memberi sedekah
dengan motivasi pamer, apa yang terjadi?
Ay 2: ‘mereka sudah
mendapat upahnya’.
Kata-kata ‘mereka sudah
mendapat’ dalam bahasa
Yunaninya adalah APECHOUSIN (APECHO) yang merupakan istilah perdagangan dan
artinya adalah ‘sudah menerima sepenuhnya (bukan hanya
menerima uang muka) dan memberikan tanda terima untuk itu’.
NASB: ‘they have their reward in full’ (= mereka mendapatkan
pahala mereka sepenuhnya).
NIV: ‘they have received their reward in full’ (= mereka telah
menerima pahala mereka sepenuhnya).
Jadi, pujian manusia yang
mereka dapatkan adalah upah / pahala mereka sepenuhnya, sehingga selanjutnya
tidak ada lagi upah / pahala dari Allah.
4) Sebaliknya, kalau seseorang memberi
sedekah secara tersembunyi (bukan untuk pamer), maka ia akan mendapat upah /
pahala dari Allah. Tidak ada manusia yang tahu kebaikannya, tetapi Allah tahu
dan akan memberinya upah / pahala. Upah / pahala dari Allah bisa diberikan di
surga, tetapi bisa juga dalam hidup di dunia berupa kepuasan, damai, sukacita
dan sebagainya.
Ay 5-6: “(5) ‘Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti
orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah
ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku
berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. (6) Tetapi jika
engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada
Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang
tersembunyi akan membalasnya kepadamu”.
Penekanan dari contoh kedua ini adalah:
jangan berdoa dengan tujuan pamer.
Jadi, bagian ini tidak berarti bahwa:
·
kita
tidak boleh berdoa sambil berdiri pada waktu ada di tempat ibadah / gereja
(bdk. ay 5).
·
kita
tidak boleh berdoa di tikungan jalan raya (bdk. ay 5).
·
kalau mau
berdoa harus di dalam kamar dan pintu harus ditutup (bdk. ay 6).
·
kalau
berdoa tidak boleh diketahui orang lain sama sekali.
Dari kehidupan Tuhan Yesus kita melihat
bahwa:
¨
Ia tidak
selalu berdoa dalam kamar (bdk. Mark 1:35
Mat 26:36-46).
¨
Ia
kadang-kadang berdoa di depan banyak orang (bdk. Luk 3:21 Luk 23:34 Yoh 11:41-42).
Ingat bahwa bagian ini tidak mengajar
dimana kita boleh / tidak boleh berdoa, juga tidak menekankan perahasiaan doa,
tetapi menekankan bahwa kita tidak boleh memamerkan doa dengan tujuan supaya
dipuji manusia.
Penerapan:
*
kalau
tidak ada orang, kita tidak berdoa waktu makan. Tetapi kalau ada orang-orang
kristen di sekitar kita, kita lalu berdoa waktu mau makan.
*
senang
memimpin doa di depan banyak orang, supaya bisa menunjukkan ‘kehebatannya’
dalam berdoa.
*
pada
waktu memimpin doa, membuat kalimat-kalimat indah, supaya dianggap hebat. Kalau
orang yang memimpin doa ini memang seseorang yang berjiwa puitis, dan doanya
menunjukkan hal itu, itu tentu tidak salah. Jadi sekali lagi saya tekankan,
yang dipersoalkan dalam larangan ini adalah motivasi pamernya.
Ay 16-18:
“(16) ‘Dan apabila kamu berpuasa,
janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya,
supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. (17) Tetapi apabila engkau
berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, (18) supaya jangan dilihat
oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada
di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan
membalasnya kepadamu.’”.
1) Bagian ini menunjukkan bahwa orang
Kristen harus berpuasa. Ini bisa terlihat dari:
a) ‘kebenaran’ / ‘kewajiban
agama’ (ay 1)
diberi 3 contoh yaitu memberi sedekah (ay 2-4), berdoa (ay 5-6),
berpuasa (ay 16-18). Kalau memberi sedekah itu diharuskan, berdoa juga
diharuskan, bisakah kita bayangkan bahwa contoh yang ke 3, yaitu berpuasa,
tidak diharuskan dan bahkan tidak perlu dilakukan?
b) Dalam Mat 6:2,5,16 kata ‘apabila’ terjemahan Inggrisnya adalah ‘when’ (= pada waktu), bukan ‘if’ (= jika). Kalau digunakan ‘if you fast’ / ‘jika engkau berpuasa’ maka itu berarti bahwa Tuhan Yesus
menganggap bahwa belum tentu orang-orang yang diajar itu akan berpuasa.
Tetapi penggunaan ‘when you
fast’ / ‘pada waktu engkau
berpuasa’ menunjukkan
bahwa Tuhan Yesus menganggap bahwa mereka pasti akan berpuasa.
Apa yang sampai saat ini
tidak saya mengerti adalah: kapan dan untuk apa kita harus berpuasa. Ada banyak
khotbah, pengajaran, dan buku yang membahas hal ini, tetapi menurut saya
semuanya tidak bisa memberikan dasar Kitab Suci yang meyakinkan.
2) Contoh ketiga ini menekankan bahwa
kita tidak boleh memamerkan puasa.
Cara orang-orang Yahudi
memamerkan puasa adalah dengan membuat mukanya suram / mengubah air muka dengan
sengaja (mungkin supaya orang yang melihatnya lalu bertanya sehingga mereka
bisa menjelaskan). Tuhan Yesus memerintahkan mereka melakukan ay 17. Ini
bukan sesuatu yang aneh tetapi sesuatu yang mereka lakukan sehari-hari.
3) Kalau mereka berpuasa untuk pamer,
mereka mendapat upah sepenuhnya berupa pujian manusia, tidak ada lagi upah dari
Allah.
3 hal di atas tadi (memberi sedekah,
berdoa, berpuasa) hanya contoh. Tentu saja dalam semua perbuatan baik
kita tidak boleh pamer. Misalnya:
·
dalam
melakukan pelayanan.
·
dalam
memberitakan Injil.
·
dalam
belajar Firman Tuhan.
·
dalam
ketaatan terhadap Firman Tuhan.
·
khususnya
dalam memberi persembahan di gereja.
Karena itu kalau saudara
memberikan persembahan, janganlah menuliskan nama terang, tetapi pakailah kode
/ nama samaran. Sedangkan untuk gereja, janganlah menuliskan nama terang dari
orang yang memberikan persembahan dalam warta tertulis / lisan. Sekalipun
orangnya menuliskan nama terang, pada warta tertulis / lisan, tuliskan
singkatan saja!
Sekalipun sebetulnya bukan
perahasiaannya yang ditekankan, tetapi motivasi pamernya, tetapi kalau hal itu
diketahui oleh orang-orang, itu dengan mudah bisa memicu kesombongan dalam diri
saudara. Mungkin karena itulah, sekalipun penekanannya adalah pada motivasi
pamernya, tetapi perahasiaannya tetap diberikan dalam ketiga contoh ini
(ay 3-4,6,18). Jadi, kecuali ada tujuan positif, maka rahasiakanlah semua
perbuatan baik saudara!
-AMIN-
email us at : gkri_exodus@lycos.com