Eksposisi Injil Matius
oleh: Pdt. Budi
Asali MDiv.
1) Arti yang salah dari kata-kata ‘jangan menghakimi’:
a) Yesus melarang adanya pengadilan.
Penafsiran ini jelas salah karena
bertentangan dengan bagian-bagian Kitab Suci di bawah ini:
·
Kel
18:13-26 dimana Musa dan sejumlah orang menjadi hakim.
·
1Raja
3:16-28 dimana Salomo menjadi hakim.
·
pemberian
Undang-Undang untuk pengadilan seperti dalam Kel 21:12-dst.
·
Roma 13:1-5
- “(1) Tiap-tiap orang harus takluk
kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak
berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah.
(2) Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan
siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya. (3) Sebab jika
seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah, hanya jika ia
berbuat jahat. Maukah kamu hidup tanpa takut terhadap pemerintah? Perbuatlah
apa yang baik dan kamu akan beroleh pujian dari padanya. (4) Karena pemerintah
adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah
akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah
hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat. (5)
Sebab itu perlu kita menaklukkan diri, bukan saja oleh karena kemurkaan Allah,
tetapi juga oleh karena suara hati kita”.
b) Kita tidak boleh melakukan siasat
gerejani.
Jaman sekarang ini kita
mungkin sudah tidak lagi pernah mendengar tentang adanya gereja yang
menjalankan siasat gerejani, dan kata-kata ‘jangan
menghakimi’ ini sering
dipakai oleh pendeta / majelis untuk tidak melakukan siasat gerejani. Tetapi
ini jelas merupakan penggunaan yang salah, karena bertentangan dengan:
Mat 18:15-17 - “‘Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah
empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali.
Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas
keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. Jika ia
tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia
tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak
mengenal Allah atau seorang pemungut cukai”.
1Kor 5:1-2,9-13 - “(1) Memang orang mendengar, bahwa ada percabulan di
antara kamu, dan percabulan yang begitu rupa, seperti yang tidak terdapat
sekalipun di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, yaitu bahwa ada
orang yang hidup dengan isteri ayahnya. (2) Sekalipun demikian kamu sombong.
Tidakkah lebih patut kamu berdukacita dan menjauhkan orang yang melakukan hal
itu dari tengah-tengah kamu? ... (9) Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu,
supaya kamu jangan bergaul dengan orang-orang cabul. (10) Yang aku maksudkan
bukanlah dengan semua orang cabul pada umumnya dari dunia ini atau dengan semua
orang kikir dan penipu atau dengan semua penyembah berhala, karena jika
demikian kamu harus meninggalkan dunia ini. (11) Tetapi yang kutuliskan kepada
kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan orang, yang sekalipun menyebut
dirinya saudara, adalah orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah,
pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali
makan bersama-sama. (12) Sebab dengan wewenang apakah aku menghakimi mereka,
yang berada di luar jemaat? Bukankah kamu hanya menghakimi mereka yang berada
di dalam jemaat? (13) Mereka yang berada di luar jemaat akan dihakimi Allah.
Usirlah orang yang melakukan kejahatan dari tengah-tengah kamu”.
Kedua text ini jelas
mengatakan bahwa dalam hal-hal tertentu siasat gerejani harus dilakukan!
William Hendriksen: “Luke
6:37 has been used at times as an excuse for laxity in exercising church
discipline, but in the light of its context, and also of Matt. 18:15-18 and
John 20:23, such use of this passage is without any justification” (=
Lukas 6:37 kadang-kadang digunakan sebagai suatu alasan untuk tidak
melakukan disiplin gerejani, tetapi dalam terang dari kontexnya, dan juga dari
Mat 18:15-18 dan Yoh 20:23, penggunaan seperti itu dari text ini
tidak dapat dibenarkan)
- ‘The Gospel of Luke’, hal 355.
c) Kita harus membutakan diri terhadap
kesalahan orang lain; kita tidak boleh menilai orang lain ataupun mengkritik /
menegur orang lain.
Secara sadar atau tidak,
ada banyak sekali orang kristen ataupun hamba Tuhan yang mengambil penafsiran
ini. Ini terlihat pada waktu mereka menggunakan kata-kata ‘jangan menghakimi’ ini terhadap orang yang mencela suatu ajaran sesat atau
seorang nabi palsu.
Orang-orang ini tidak
menyadari bahwa pada waktu mereka mengatakan kata-kata ‘jangan menghakimi’
kepada seseorang, mereka sendiri sudah menghakimi orang itu!
Alasan yang sering
dikemukakan untuk melarang menghakimi secara total:
1. Itu tidak kasih. Ini salah, karena
kita menilai seseorang bisa dengan tujuan meluruskan orang itu dari kesalahan /
kesesatannya, dan juga untuk menolong supaya orang lain tidak ikut dengan
kesesatan tersebut.
2. Kita tidak boleh bertengkar, kita
harus cinta damai. Ini salah, karena:
·
kalau
kita membiarkan kesesatan dengan alasan cinta damai, kita tidak mencintai
orang-orang yang bisa menjadi korban kesesatan itu.
·
menyatakan
kesalahan / kesesatan seseorang tidak berarti harus bertengkar. Tetapi kalau
toh terpaksa bertengkar, karena orang yang ditegur tidak mau bertobat, perlu
kita ketahui bahwa kebenaran lebih berharga dari pada perdamaian, dan perdamaian
harus rela dikorbankan demi kebenaran. Dalam Yak 3:17 dikatakan: “Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni,
selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan
buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik”. Perhatikan bahwa ‘murni’ mendahului ‘pendamai’, dan karena itu kebenaran harus lebih
diutamakan dari perdamaian.
Pada waktu Martin Luther melihat adanya
begitu banyak ajaran dan praktek yang salah dari gereja Roma Katolik pada saat
itu, apakah ia tetap memelihara perdamaian? Tidak, tetapi sebaliknya ia
memakukan 95 thesisnya di pintu gereja Wittenberg, dan ini akhirnya menimbulkan
perpecahan dalam gereja! Beranikah saudara menyalahkan Martin Luther dan
menganggapnya sebagai orang yang tidak cinta damai?
Thomas Manton: “If
the chiefest care must be for purity, then peace may be broken in truth’s
quarrel. It is a zealous speech of Luther that rather heaven and earth should
be blended together in confusion than one jot of truth perish” (= Jika
perhatian yang paling utama adalah untuk kemurnian, maka damai boleh
dihancurkan dalam pertengkaran kebenaran. Merupakan suatu ucapan yang bersemangat
dari Luther bahwa lebih baik langit dan bumi bercampur aduk menjadi satu dari
pada satu titik kebenaran binasa) - hal 316.
Calvin, dalam komentarnya tentang Ef
5:11, berkata:
“But rather than the truth of God shall not remain
unshaken, let a hundred worlds perish” (= Dari pada kebenaran Allah
tergoncangkan, lebih baik seratus dunia binasa).
3. Kita tidak maha tahu. Sekalipun
kita memang tidak maha tahu, tetapi Allah telah memberi kita Kitab Suci /
Firman Tuhan, yang salah satu fungsinya adalah ‘menyatakan kesalahan’.
2Tim 3:16-17 - “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat
untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan
dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia
kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik”.
Jadi, dengan belajar Kitab
Suci kita bisa tahu mana yang benar dan mana yang salah / sesat. Mengatakan ‘kita tidak tahu’ seringkali bukan merupakan perwujudan dari kerendahan
hati, tetapi justru merupakan perwujudan dari suatu sikap tegar tengkuk, yang
sekalipun sudah diberi tahu tetapi tetap tidak mau tahu!
4. Hanya Allah yang berhak menghakimi
(Yak 4:12 Ro 12:17-20).
Ayat-ayat ini digunakan out
of context, karena Ro 12:17-20 itu diberikan dalam kontext yang melarang
balas dendam, dan Yak 4:12 dalam kontext orang yang menyalahkan orang lain
berdasarkan pemikirannya sendiri, bukan berdasarkan Firman Tuhan. Jadi, semua
ini tidak bisa diterapkan kepada orang yang menilai orang lain betul-betul
berdasarkan Kitab Suci / Firman Tuhan.
Saya berpendapat bahwa kita
boleh menilai, menyalahkan, dan mengecam seseorang, karena:
a. Yesus sendiri mengecam dan mengutuk
orang-orang Farisi, ahli-ahli Taurat, orang-orang Saduki, dan ajarannya (Mat
5:20-48 Mat 6:1-18 Mat 15:1-14 Mat 16:1-12 Mat 21:45 Mat 22:29 Mat
23:1-36).
b. Paulus juga mengutuk para nabi
palsu (Gal 1:6-9), dan memarahi jemaat Korintus karena mereka sabar
terhadap nabi-nabi palsu (2Kor 11:4). Ia juga menyetujui kecaman terhadap
orang Kreta dan memerintahkan Titus untuk menegur mereka (Tit 1:12-13),
mengecam Himeneus, Filetus dan Aleksander (1Tim 1:20 2Tim 2:17,18
2Tim 4:14).
c. Yohanes mengecam Diotrefes (3Yoh
9-10).
d. Dalam Yoh 7:24 Yesus berkata: “Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak,
tetapi hakimilah dengan adil”.
Dengan kata-kata
ini, Yesus jelas membolehkan kita untuk menghakimi / menilai orang lain asal
kita melakukannya dengan adil, dengan memperhatikan fakta-fakta secara
keseluruhan.
e. Kitab Suci juga memberikan perintah
atau larangan berkenaan dengan nabi-nabi palsu, seperti:
·
2Yoh 10-11
- “Jikalau seorang datang kepadamu dan ia tidak
membawa ajaran ini, janganlah kamu menerima dia di dalam rumahmu dan janganlah
memberi salam kepadanya. Sebab barangsiapa memberi salam kepadanya, ia mendapat
bagian dalam perbuatannya yang jahat”.
·
Tit 3:10
- “Seorang bidat yang sudah satu dua kali
kaunasihati, hendaklah engkau jauhi”.
Bagaimana bisa melaksanakan hal ini
kalau kita tidak lebih dulu membentuk pandangan bahwa seseorang itu memang
adalah nabi palsu?
f. Dalam Kitab Suci juga ada
ayat-ayat yang menyuruh kita menguji segala sesuatu / pengajar-pengajar,
seperti:
·
1Tes 5:21
- “Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik”.
Bagaimana kita
bisa memegang yang baik, kalau tidak menilai lebih dulu mana yang baik dan mana
yang buruk, dan lalu membuang yang buruk?
·
1Yoh 4:1-3 - “Saudara-saudaraku
yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu,
apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul
dan pergi ke seluruh dunia. Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh
yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari
Allah, dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh
itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan
datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia”.
g. Larangan menghakimi ini
(Mat 7:1-5) disusul dengan larangan untuk memberikan barang kudus kepada
anjing atau mutiara kepada babi (Mat 7:6). Bagaimana kita bisa mentaati
larangan dalam Mat 7:6 ini, kalau kita tidak lebih dulu membentuk suatu
pandangan bahwa seseorang itu adalah anjing / babi, yang tidak layak diberi
mutiara / barang yang kudus? Juga Mat 7:15 menyuruh berhati-hati terhadap
nabi-nabi palsu. Bagaimana kita bisa mentaati peringatan / perintah ini kalau
kita tidak membentuk suatu pandangan bahwa seseorang itu adalah nabi palsu.
Lebih-lebih Mat 7:15 itu dilanjutkan dengan Mat 7:16, yang mengatakan
bahwa dari buahnya kita mengenal pohonnya. Karena itu, jelas bahwa kita boleh
memastikan bahwa suatu pohon itu jelek, kalau kita melihat buah yang jelek.
h. Ay 3-5 yang berbunyi: “(3) Mengapakah engkau melihat selumbar di mata
saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? (4)
Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan
selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. (5) Hai orang
munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan
jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.’”, tidak berarti kita harus mendiamkan
kesalahan orang lain, tetapi bahwa kita harus mengoreksi diri sendiri lebih
dulu sebelum mengoreksi orang lain.
Bertentangan dengan banyak orang jaman
sekarang yang menganggap bahwa kita sama sekali dilarang untuk menghakimi,
hampir semua penafsir mengatakan bahwa kita harus menghakimi!
Pulpit Commentary: “Men
must be judged by us also. We have to decide whether we will give them our
confidence, our friendship; whether we will admit them into the family circle,
into the society, into the Church. To decline to judge men is to neglect one of
the most serious duties and most weighty obligation of our life” (= Kita juga
harus menghakimi manusia. Kita harus memutuskan apakah kita akan memberikan
mereka kepercayaan kita, persahabatan kita; apakah kita akan menerima mereka ke
dalam lingkungan keluarga, ke dalam masyarakat, ke dalam Gereja. Menolak untuk
menghakimi manusia berarti mengabaikan salah satu kewajiban yang paling serius
dan penting dari hidup kita) - ‘The Gospel According to Luke’, hal 159.
Calvin: “this
passage is altogether misapplied by those persons who would desire to make that
moderation, which Christ recommends, a pretence for setting aside all
distinction between good and evil. We are not only permitted, but are even
bound, to condemn all sins; unless we choose to rebel against God himself,
- nay, to repeal his laws, to reverse his decisions, and to overturn his
judgment-seat. It is his will that we should proclaim the sentence which he
pronounces on the actions of men: only we must preserve such modesty towards
each other, as to make it manifest that he is the only Lawgiver and Judge, (Isa
33:22)” [= text ini disalahgunakan oleh orang-orang yang ingin
membuat penghakiman terbatas / tak berlebihan yang dinasehatkan Kristus sebagai
suatu alasan untuk menyingkirkan semua perbedaan antara baik dan jahat. Kita
bukan hanya diijinkan, tetapi bahkan diharuskan, untuk mengecam semua dosa;
kecuali kita memilih untuk memberontak terhadap Allah sendiri, - tidak,
mencabut hukum-hukumNya, membalik keputusan-keputusanNya, dan membalik takhta
penghakimanNya. Merupakan kehendakNya bahwa kita menyatakan hukuman yang Ia umumkan
terhadap tindakan-tindakan manusia: hanya kita harus menjaga kerendahan hati
satu terhadap yang lain, sehingga menjadi nyata bahwa Ia adalah satu-satunya
Pemberi hukum dan Hakim (Yes 33:22)] - hal 346-347.
2) Arti yang benar dari kata-kata ‘jangan menghakimi’:
Larangan menghakimi ini kelihatannya
ditujukan kepada para ahli Taurat dan orang Farisi, dan / atau orang-orang yang
segolongan dengan mereka, yang:
a) Menganggap diri sendiri benar.
D. Martyn Lloyd-Jones memberi contoh
penghakiman yang salah yang dimaksudkan oleh Yesus, yaitu orang Farisi yang
berdoa di Bait Suci yang berkata: “Ya Allah, aku
mengucap syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan
perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut
cukai ini” (Luk 18:11). Di belakang penghakiman yang salah ada ‘self-righteous spirit’ (= roh yang menganggap diri sendiri benar).
Karena itu Yesus menambahkan Mat 7:3-5 / Luk 6:41-42.
D. Martyn Lloyd-Jones: “What
is this spirit that condemns? It is a self-righteous spirit. Self is always at
the back of it, and it is always a manifestation of self-righteousness, a
feeling of superiority, and a feeling that we are all right while others are
not. That then leads to censoriousness, and a spirit that is always ready to
express itself in a derogatory manner. And then, accompanying that, there is
the tendency to despise others, to regard them with contempt. I am not only
describing the Pharisees, I am describing all who have the spirit of the
Pharisee” (= Apakah roh yang menghukum ini? Itu adalah roh yang
merasa dirinya sendiri benar. Diri sendiri / si aku selalu ada di belakangnya,
dan itu selalu merupakan manifestasi dari perasaan bahwa dirinya sendiri benar,
suatu perasaan superior / lebih tinggi, dan suatu perasaan bahwa kita benar
sementara orang lain tidak. Itu lalu membawa kepada sikap suka mengkritik, dan
suatu roh / semangat yang selalu siap untuk menyatakan dirinya sendiri dengan
cara yang merendahkan orang lain. Dan lalu, bersama-sama dengan itu, di sana
ada kecenderungan untuk menghina orang lain, memandang orang lain dengan jijik.
Saya bukan hanya menggambarkan orang Farisi, saya menggambarkan semua yang
mempunyai roh orang Farisi) - ‘Studies in the Sermon
on the Mount’, hal 167.
b) Terlalu gampang dan cepat
menyalahkan orang lain sebelum mengetahui seluruh persoalannya lebih dulu. Bdk.
Yoh 7:24 - “Janganlah menghakimi
menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil”.
c) Menegur / mengecam dengan kemarahan
yang tak terkendali, tanpa kasih / belas kasihan.
Bandingkan dengan Yohanes dan Yakobus
yang ingin menurunkan api dari langit ke atas orang-orang Samaria
(Luk 9:51-56). Pulpit Commentary (hal 159) mengatakan bahwa
penghakiman seperti ini mempunyai kecenderungan untuk menghancurkan dari pada memperbaiki.
d) Membesar-besarkan kesalahan orang
lain.
e) Mempunyai sikap hyper-critical /
terlalu kritis, yang biasanya selalu mencari-cari kesalahan orang, dan merasa
senang pada saat bisa menemukan dan mengecam kesalahan orang lain.
D. Martyn Lloyd-Jones: “a
very vital part of this spirit is the tendency to be hypercritical. Now there
is all the difference in the world between being critical and being
hypercritical. ... The man who is guilty of judging, in the sense in which our
Lord uses the term here, is the man who is hypercritical, which means that he
delights in criticism for its own sake and enjoys it. I am afraid I must go
further and say that he is a man who approaches anything which he is asked to
criticize expecting to find faults, indeed, almost hoping to find them. ...
Love ‘hopeth all things’, but this spirit hopes for the worst; it gets a
malicious, malign satisfaction in finding faults and blemishes” (= suatu
bagian vital dari roh ini adalah kecenderungan untuk menjadi terlalu kritis.
Ada perbedaan yang sangat besar antara kritis dan terlalu kritis. ... Orang
yang dipersalahkan tentang penghakiman, dalam arti yang digunakan oleh Tuhan
kita di sini, adalah orang yang terlalu kritis, yang berarti bahwa ia
menyenangi kritik demi kritik itu sendiri dan menikmatinya. Saya harus
meneruskan dan berkata bahwa ia adalah orang yang mendekati segala sesuatu,
untuk mana ia diminta untuk mengkritik, sambil mengharapkan bahwa ia akan
menemukan kesalahan-kesalahan. ... Kasih ‘mengharapkan segala sesuatu’, tetapi
roh ini mengharapkan yang terburuk; ia mendapatkan kepuasan yang jahat dan
membahayakan dalam menemukan kesalahan-kesalahan dan cacat-cacat) - ‘Studies
in the Sermon on the Mount’, hal 167.
D. Martyn Lloyd-Jones: “If
ever we know the feeling of being rather pleased when we hear something
unpleasant about another, that is this wrong spirit. If we are jealous, or
envious, and then suddenly hear that the one of whom we are jealous or envious
has made a mistake and find that there is an immediate sense of pleasure within
us, that is it” (= Jika kita pernah mengetahui perasaan senang pada
waktu kita mendengar sesuatu yang tidak menyenangkan tentang orang lain, maka
inilah roh yang salah itu. Jika kita cemburu atau iri hati, dan lalu tiba-tiba
kita mendengar bahwa orang terhadap siapa kita cemburu atau iri hati itu telah
membuat kesalahan dan kita mendapatkan bahwa di dalam diri kita langsung ada
perasaan gembira, maka itulah roh itu) - ‘Studies
in the Sermon on the Mount’, hal 168.
3) Mengapa kita tidak boleh
menghakimi?
Catatan: tentu saja yang saya maksud dengan ‘tidak menghakimi’ di sini adalah ‘tidak
menghakimi secara salah’.
a) Kita sendiri mempunyai banyak
kesalahan, bahkan mungkin kesalahan yang lebih besar (ay 3-5). Bdk.
Ro 2:1-3 - “Karena itu, hai
manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak
bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu
sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama.
Tetapi kita tahu, bahwa hukuman Allah berlangsung secara jujur atas mereka yang
berbuat demikian. Dan engkau, hai manusia, engkau yang menghakimi mereka yang
berbuat demikian, sedangkan engkau sendiri melakukannya juga, adakah engkau
sangka, bahwa engkau akan luput dari hukuman Allah?”.
b) Orang yang menghakimi / menghukum akan dihakimi / dihukum;
balasan ini bisa datang dari manusia dan / atau dari Allah.
Ada orang yang keberatan terhadap kata
‘dihakimi’ / ‘dihukum’, karena mereka berpendapat bahwa orang kristen tidak bisa
dihakimi / dihukum. Untuk menjawab ini maka Lloyd-Jones mengatakan bahwa ada 3
macam penghakiman dari Allah kepada kita:
1. Penghakiman akhir jaman yang
menentukan kita masuk surga atau neraka.
Orang kristen yang sejati pasti lulus
dalam penghakiman ini. Penebusan Kristus membuat mereka pasti diampuni dan
masuk surga. Tetapi masih ada 2 penghakiman lain, yang mempengaruhi orang
kristen!
2. Penghakiman / penghukuman dalam
arti menghajar (Ibr 12:5-11).
3. Penghakiman untuk menentukan
pahala.
2Kor 5:10 - “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya
setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang
dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat”.
D. Martyn Lloyd-Jones lalu menyimpulkan:
“Though we are Christians, and are justified by faith,
and have an assurance of our salvation, and know we are going to heaven, we are
yet subject to this judgment here in this life, and also after this life” (= Sekalipun
kita adalah orang-orang Kristen, dan dibenarkan oleh iman, dan mempunyai
keyakinan keselamatan, dan tahu bahwa kita akan pergi ke surga, tetapi kita
menjadi sasaran penghakiman ini di sini dalam kehidupan ini, dan juga setelah
kehidupan ini) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’,
hal 176.
c) Penghakiman yang kita lakukan akan
menjadi standard penghakiman terhadap diri kita sendiri.
Ay 2: “Karena dengan penghakiman yang kamu pakai
untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur,
akan diukurkan kepadamu”.
D. Martyn
Lloyd-Jones: “The second reason
for not judging is that, by so doing, we are not only produce judgment for
ourselves, we even set the standard of our own judgment” (= Alasan kedua untuk tidak menghakimi adalah bahwa dengan melakukan itu
kita bukan hanya menghasilkan penghakiman terhadap diri kita sendiri, tetapi
kita bahkan menetapkan standard penghakiman kita sendiri) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’,
hal 176.
Calvin mengatakan bahwa ini berarti
bahwa orang yang murah hati akan diperlakukan dengan murah hati. Tetapi Calvin
juga mengingatkan bahwa juga sering terjadi bahwa orang kristen yang murah hati
justru diperlakukan dengan jelek, difitnah dan sebagainya. Kalau ini terjadi
maka harus dingat 2 hal:
1. Tidak ada orang kristen yang bisa
melakukan semua ini dengan sempurna. Semua orang pernah melakukan penghakiman
yang salah, sehingga kalau mereka mengalami penghakiman yang salah, mereka
tetap layak mendapatkannya.
2. Suatu saat Tuhan akan memunculkan
kebenaran mereka.
4) Cara memberikan kritikan / teguran
yang benar.
a) Kita harus mempunyai motivasi yang
benar, yaitu kasih.
Kalau kita mau mengkritik /
menegur tetapi dalam hati kita tidak ada kasih maka sebaiknya kita membatalkan
rencana untuk menegur itu. Kalau kita menegur dengan motivasi kasih maka kita
akan menegur untuk kebaikan orang yang kita tegur. Teguran yang diberikan hanya
untuk melampiaskan kejengkelan jelas tidak diberikan dengan kasih.
b) Kritikan baru boleh diberikan
setelah kita mengetahui duduk perkaranya dengan benar / jelas. Bdk.
Yoh 7:24 - “Janganlah menghakimi
menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil.’”. Jadi, jangan mengkritik hanya karena
saudara mendengar kabar angin, atau pada waktu saudara hanya tahu sebagian dari
fakta-fakta yang ada.
c) Kritikan baru boleh diberikan
setelah saudara mengintrospeksi diri saudara sendiri (ay 3-5).
·
Adanya
dosa dalam diri kita bisa menyebabkan kita ‘melihat’ dosa-dosa yang sebetulnya
tidak pernah ada pada diri orang yang kita tegur. Misalnya: kalau saudara benci
/ sentimen pada seseorang, maka segala yang orang itu lakukan akan saudara
rasakan sebagai sesuatu yang salah. Saudara harus membereskan dosa saudara ini
dulu, dan kalau saudara sudah bisa mengasihi orang itu, maka saudara mungkin
akan melihat bahwa banyak (bahkan mungkin semua) kesalahan orang itu sebetulnya
tidak pernah ada.
Illustrasi: Orang melihat tetangganya menjemur
pakaian yang masih kotor, padahal sebetulnya kaca jendelanya sendiri, melalui
mana ia melihat jemuran tetangganya, yang kotor.
·
Pada waktu
saudara introspeksi mungkin saudara lalu melihat bahwa saudara pernah melakukan
dosa-dosa tertentu di masa lalu terhadap mana saudara sudah bertobat. Ini tidak
perlu dan tidak boleh menyebabkan saudara takut untuk menegur. Ay 5
menunjukkan bahwa kalau balok di mata kita itu sudah dikeluarkan, maka
kita boleh mengeluarkan selumbar dari mata saudara kita.
d) Pada waktu mengkritik, saudara
harus menunjukkan kesalahan orang itu dengan jelas / specific, bukan secara
samar-samar / kabur / tidak jelas. Kalau saudara menyatakannya secara
samar-samar, maka orang itu tidak tahu tindakan apa yang menyebabkan ia menjadi
batu sandungan sehingga ia tidak bisa mengubah tindakannya. Jadi, sebutkan
tindakan apa yang menyebabkan ia menjadi batu sandungan.
Misalnya:
·
jangan
menegur seseorang dengan kata-kata ‘kamu
itu menjengkelkan’.
Ini tidak jelas, dan tidak memungkinkan orang itu untuk bertobat / memperbaiki
dirinya. Saudara harus menegur dengan jelas, misalnya: ‘kamu itu menjengkelkan, karena kalau berhutang tidak
pernah membayar’, atau
‘kamu itu menjengkelkan, karena selalu
tidak menepati janji’.
·
jangan
menegur seorang pengkhotbah dengan mengatakan ‘khotbahmu jelek’.
Saudara harus memberi tahu ‘jelek dalam
hal apa’? Tidak ada
arahnya? Tidak sistimatis? Tidak ada penerapan? Tidak ada pendalaman?
·
jangan
menegur seorang pengurus dengan mengatakan ‘kamu
tidak becus jadi pengurus’.
Saudara harus menjelaskan ‘dalam hal apa
dia tidak becus’.
Tidak becus karena acara yang dibuat tidak menarik? Tidak becus dalam
mengakrabkan anggota-anggota pengurus yang lain? Tidak becus dalam menggerakkan
anggota-anggota pengurus yang lain untuk bekerja?
e) Kritikan harus diberikan dengan
cara yang tepat dan pada saat yang tepat.
1. Cara yang tepat tergantung situasi
dan kondisi; bisa berupa teguran yang keras atau yang lemah lembut, bisa
langsung atau melalui orang lain atau bahkan melalui surat (tetapi jangan
melalui surat kaleng, karena ini bertentangan dengan Mat 18:15).
2. Saat yang tidak tepat juga sangat
penting (Amsal 15:23 25:11).
Kalau kita menegur orang
pada saat orang itu sedang marah atau sedang sangat sedih, itu tentu salah.
1) Barang kudus dan mutiara (barang
berharga). Apa artinya? Ada 2 penafsiran:
a) Perjamuan kudus. Jadi, yang
dimaksud dengan ‘barang kudus’ dan ‘mutiara’ adalah roti dan anggur dalam Perjamuan Kudus. Ini tidak boleh diberikan
kepada ‘anjing’ / ‘babi’ yang diartikan sebagai orang yang
belum kristen. Penafsiran ini tidak bisa dibenarkan karena ay 6b ada
kata-kata ‘diinjak-injak’
dan ‘mengoyak’ yang menjadi kehilangan artinya kalau ‘barang kudus’ dan ‘mutiara’ diartikan demikian.
b) Firman Tuhan / Injil. Dari kedua
istilah yang digunakan oleh Yesus ini, kita harus tahu betapa tingginya kita
harus menilai Firman Tuhan / Injil! Jangan sedikitpun punya perasaan
merendahkan terhadap Firman Tuhan / Injil, kalau saudara tidak mau disebut
sebagai babi dan anjing!
2) Babi dan anjing. Ada 2 pandangan
lagi tentang babi dan anjing ini:
a) Orang-orang non Yahudi.
Ini jelas adalah penafsiran
dari orang-orang Yahudi abad-abad pertama. Mereka menganggap Injil / Firman Tuhan
hanya boleh diberitakan kepada orang Yahudi. Ini tentu bertentangan dengan
Mat 28:19 dan Kis 1:8, yang jelas memerintahkan kita untuk
memberitakan Injil kepada semua bangsa.
b) Orang-orang yang tidak menghargai
Injil dan lalu menghina / menghujat injil atau membuatnya sebagai lelucon /
bahan guyonan. Terhadap orang-orang seperti ini penginjilan harus dihentikan.
Injil adalah sesuatu yang
kudus / berharga. Memang Injil harus diberitakan kepada orang jahat / yang
belum percaya, tetapi kalau mereka menghinanya, kita harus berhenti dalam
memberitakan Injil. Jelas bahwa tidak semua orang yang tidak percaya bisa
dianggap sebagai anjing / babi. Hanya mereka yang menghinanya bisa dianggap
seperti itu.
Karena itu kalau saudara
tetap ‘bertekun’ dalam memberitakan Injil sekalipun orang yang saudara injili
itu membuatnya sebagai guyonan dan ejekan, sadarilah bahwa itu bukanlah
ketekunan dalam memberitakan Injil, tetapi dosa!
William Hendriksen: “Christ’s
disciples must not endlessly continue to bring the gospel message to those who
scorn it. To be sure, patience must be exercised, but there is a limit. ...
Staying on and on in the company of those who ridicule the Christian religion
is not fair to other fields that are waiting to be served” (= Murid-murid Kristus tidak boleh terus menerus membawa
berita Injil kepada mereka yang memandang rendah / mencemoohkannya. Jelas bahwa
kita harus sabar, tetapi ada batasnya. ... Tinggal terus menerus dalam kumpulan
orang-orang yang mengejek / mentertawakan / mencemoohkan agama Kristen
merupakan sikap yang tidak adil terhadap ladang-ladang lain yang sedang
menunggu untuk dilayani)
- hal 359-360.
Hendriksen juga menunjukkan
beberapa fakta yang penting berkenaan dengan hal ini, yaitu:
·
Herodes
telah cukup banyak mendengar dari Yohanes Pembaptis (Mark 6:20), dan karena itu
Yesus tidak mau berbicara sepatah katapun kepadanya (Luk 23:9).
·
Yesus
menginstruksikan murid-muridNya untuk tidak tinggal terlalu lama di
tempat-tempat yang menolak pemberitaan Injil mereka (Mat 10:14,23). Ini dituruti
oleh Paulus (Kis 13:45-46 Kis
18:5-6 Kis 28:23-28).
·
Yesus
memberikan perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah (Luk 13:6-9)
yang jelas menunjukkan bahwa kesabaran Allah bukanlah tanpa batas.
·
Tit 3:10-11
- “(10) Seorang bidat yang sudah satu dua
kali kaunasihati, hendaklah engkau jauhi. (11) Engkau tahu bahwa orang yang
semacam itu benar-benar sesat dan dengan dosanya menghukum dirinya sendiri”.
·
Amsal 29:1
- “Siapa bersitegang leher, walaupun
telah mendapat teguran, akan sekonyong-konyong diremukkan tanpa dapat
dipulihkan lagi”.
3) Tuhan sendiri juga akan ‘mentaati’
Mat 7:6 ini, dengan menarik Injil / FirmanNya dari orang-orang yang tidak
menghargainya.
Yoh 12:35-36 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘Hanya sedikit waktu lagi terang ada di
antara kamu. Selama terang itu ada padamu, percayalah kepadanya, supaya
kegelapan jangan menguasai kamu; barangsiapa berjalan dalam kegelapan, ia tidak
tahu ke mana ia pergi. (36) Percayalah kepada terang itu, selama terang itu ada
padamu, supaya kamu menjadi anak-anak terang.’ Sesudah berkata demikian, Yesus
pergi bersembunyi dari antara mereka”.
Yes
55:6 - “Carilah
TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepadaNya selama Ia dekat!”.
Karena itu bertobatlah
secepatnya, dan hargailah Firman Tuhan!
-AMIN-
email us at : gkri_exodus@lycos.com