Eksposisi Wahyu kepada Yohanes
oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
Ay 1: “Tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Efesus: Inilah firman
dari Dia, yang memegang ketujuh bintang itu di tangan kananNya dan berjalan di
antara ketujuh kaki dian emas itu”.
1) ‘Efesus’.
a) Ini adalah kota yang besar pada
jaman itu, dan bahkan merupakan kota terbesar dari propinsi Asia.
·
William
Barclay:
“Pergamum was the official capital
of the province of Asia but Ephesus was by far its greater city” (=
Pergamus adalah ibukota resmi dari propinsi Asia, tetapi Efesus adalah kota
yang jauh lebih besar) - hal 58.
·
Steve
Gregg (hal 64) mengatakan bahwa kota Efesus mempunyai penduduk kira-kira
250.000 orang. Bandingkan dengan kota Niniwe yang sekalipun penduduknya hanya
120.000 orang sudah disebut sebagai kota yang besar (Yunus 4:11).
Catatan: tetapi kebanyakan
penafsir menganggap bahwa 120.000 orang di Niniwe itu hanyalah bayi-bayinya
saja (sampai usia 3-4 tahun), karena dikatakan mereka tidak bisa membedakan
tangan kanan dari tangan kirinya. Dengan demikian penduduk Niniwe diperkirakan
sebanyak 600.000 orang.
b) Gereja Efesus didirikan dan
dilayani oleh tokoh-tokoh yang hebat-hebat.
Gereja di sini didirikan
oleh Paulus (H. L. Ellison, ‘Daily Bible
Commentary’, hal 457), yang bersama-sama dengan Priskila dan Akwila singgah
di sana dalam perjalanan misionarisnya yang ke 2, pada sekitar tahun 52 M
(Kis 18:19). Paulus lalu meninggalkan Efesus, sedangkan Priskila dan
Akwila tetap di Efesus (Kis 18:20-21). Karena itu ada yang beranggapan
bahwa pendiri gereja Efesus bukan Paulus tetapi Priskila dan Akwila (Ladd, hal
37). Lalu dalam perjalanan misionarisnya yang ketiga, Paulus singgah ke Efesus
lagi dan melayani gereja ini selama kira-kira 3 tahun (bdk.
Kis 19:1-8,10,22
Kis 20:31).
Beasley-Murray: “From the letters of Paul and the book of Acts it is evident
that the apostle had the most notable ministry of his missionary career in this
city” (= Dari surat-surat Paulus dan Kitab Kisah Para Rasul jelas
bahwa sang rasul mempunyai pelayanan yang paling menyolok dari karir
misionarisnya di kota ini) - hal 73.
Selain Paulus, Timotius
juga pernah melayani di sana. Ini didapatkan dari tradisi (cerita turun temurun
dari mulut ke mulut), tetapi juga dari 1Tim 1:3-dst.
Rasul Yohanes juga pernah
tinggal dan melayani di Efesus. Ini tidak diceritakan dalam Kitab Suci, tetapi
hanya dinyatakan oleh tradisi.
Homer Hailey: “Tradition says that after Paul’s death the city became the home
of John for many years” (= Tradisi mengatakan bahwa setelah kematian Paulus kota itu
menjadi rumah Yohanes untuk waktu yang lama) - hal 120.
Leon Morris (Tyndale): “traditions says that John lived there in his old age” (=
tradisi mengatakan bahwa Yohanes tinggal di sana pada masa tuanya) - hal 59.
Robert H. Mounce (hal 86)
bahkan mengatakan bahwa di antara para tokoh yang pernah melayani kota Efesus
ini, rasul Yohanes adalah yang paling dekat dengan kota itu.
Apa perlunya kita tahu bahwa gereja Efesus ini didirikan
dan dilayani oleh tokoh-tokoh yang hebat-hebat itu? Perlunya adalah supaya kita
waspada. Kalau gereja Efesus yang didirikan dan dilayani oleh tokoh-tokoh yang
luar biasa itu saja bisa kehilangan kasih yang semula, dan bahkan akhirnya
dihancurkan oleh Kristus, lebih-lebih gereja kita! Karena itu, tidak peduli
siapa tokoh yang mendirikan dan melayani gereja saudara, jangan lengah dalam
menjaga kasih saudara supaya saudara tidak kehilangan kasih yang semula! Kalau
saudara tidak mau menjaganya dengan sungguh-sungguh, jangan heran kalau gereja
saudara dihancurkan oleh Kristus!
2) ‘Inilah firman dari Dia, yang
memegang ketujuh bintang itu di tangan kananNya dan berjalan di antara ketujuh
kaki dian emas itu’.
a) Ini adalah sebagian dari
penggambaran tentang Kristus dalam Wahyu pasal 1 (yaitu ay 13 dan
ay 20). Perlu diketahui bahwa kepada setiap gereja diberikan sebagian
penggambaran tentang diri Kristus.
·
untuk
gereja Efesus (2:1 diambil dari 1:13,20).
·
untuk
gereja Smirna (2:8b diambil dari 1:17b-18a).
·
untuk
gereja Pergamus (2:12b diambil dari 1:16a).
·
untuk
gereja Tiatira (2:18b diambil dari 1:14b-15a).
·
untuk
gereja Sardis (3:1b diambil dari 1:16a,20a).
·
untuk
gereja Filadelfia (3:7b diambil dari 1:18b).
·
untuk
gereja Laodikia (3:14b diambil dari 1:5a).
b) ‘Inilah firman dari Dia’.
Ini menunjukkan bahwa
rasul Yohanes hanyalah alat Yesus untuk berbicara kepada gereja Efesus ini.
Firmannya datang dari Yesus, bukan dari Yohanes. Sebetulnya ini juga berlaku
pada waktu seorang hamba Tuhan memberitakan Firman Tuhan, tetapi ada
perbedaannya. Dalam kasus rasul Yohanes menulis Kitab Wahyu ini, ada
pengilhaman sehingga tulisannya infallible
dan inerrant (= tidak ada kesalahan),
sedangkan dalam kasus seorang hamba Tuhan berkhotbah, pengilhaman itu tidak
ada, sehingga selalu ada kemungkinan salah.
c) ‘yang memegang ketujuh bintang itu di tangan kananNya’.
·
John
Stott:
“The claim is even stronger here
than the earlier one in the first chapter. He not only ‘has’ the stars; He
‘holds’ them. He not only stands in the midst of the lampstands; He ‘walks
among’ them. He is the divine overseer of the churches” (=
Pernyataan ini lebih kuat di sini dari pada pernyataan dalam pasal satu. Ia
bukan hanya ‘mempunyai’ bintang-bintang itu; Ia ‘memegang’nya. Ia tidak hanya
berdiri di tengah-tengah kaki dian; Ia ‘berjalan di antara’ mereka. Ia adalah
penilik / pengawas ilahi dari gereja-gereja) - hal 23.
Catatan: Wah 1:16
menggunakan kata bahasa Yunani ECHON (= having
/ mempunyai), tetapi Wah 2:1 ini menggunakan kata bahasa Yunani KRATON (= holding / memegang).
·
Adanya
rasul-rasul palsu di Efesus (ay 2) menyebabkan Yohanes menggambarkan
Kristus sebagai ‘memegang ketujuh bintang itu di tangan kananNya dan berjalan di
antara ketujuh kaki dian emas itu’ (ay 1). Hendriksen menganggap bahwa bintang menunjuk pada
pendeta gereja. Jadi menghadapi serangan rasul-rasul palsu, yang jelas
menyerang pendeta, pelayanannya dan gereja, maka Yohanes memberikan suatu
penghiburan bahwa pendeta ada dalam tangan Kristus, dan Kristus hadir dalam
gereja.
d) ‘dan berjalan di antara ketujuh kaki dian emas itu’.
·
William
Barclay:
“This expression tells us of
Christ’s unweary activity in the midst of His Churches. He is not confined to
any one of them; wherever men are met to worship in his name, Christ is
there” (= Pernyataan ini memberitahu kita tentang aktivitas Kristus
yang tak kenal lelah di tengah-tengah gereja-gerejaNya. Ia tidak dibatasi oleh
salah satu dari mereka; dimanapun manusia bertemu untuk berbakti dalam
namaNya, Kristus ada di sana) - hal 62.
Perhatikan adanya kata-kata ‘in his name’ (= dalam namaNya). Ini jelas tidak mencakup kebaktian / pertemuan /
persekutuan yang dilakukan oleh gereja yang sesat. Karena itu kalau saudara
berbakti di gereja yang sesat, yang tidak dihadiri oleh Kristus sendiri, maka
dalam pandangan Tuhan saudara belum berbakti.
·
Robert
H. Mounce menghubungkan bagian ini dengan janji Tuhan kepada bangsa Israel
dalam Im 26:12 yang berbunyi: “Tetapi Aku akan hadir di tengah-tengahmu dan Aku akan
menjadi Allahmu dan kamu akan menjadi umatKu”. Tetapi kata ‘hadir’ dalam Kitab Suci
Indonesia ini salah terjemahan, dan seharusnya adalah ‘berjalan’.
NIV: ‘I will walk among you and be your God, and you will be my
people’ (= Aku akan berjalan di antara kamu dan menjadi Allahmu, dan
kamu akan menjadi umatKu).
KJV, RSV, dan NASB juga
menggunakan ‘walk’ (= berjalan).
Ay 2: “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun
ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang
jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi
yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta”.
1) ‘Aku
tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu’.
a) ‘Aku tahu’.
Homer Hailey: “‘I know’ ... ‘thy works’ (Ephesus, Thyatira, Sardis,
Philadelphia, Laodicea), ‘thy tribulation’ (Smyrna), ‘where thou dwellest’
(Pergamum). The variations are due to differing circumstances. The One in their
midst knows all about each church and each one that makes up the church;
nothing is hidden from His eyes, ‘but all things are naked and laid open before
the eyes of him with whom we have to do’ (Heb. 4:13). Whether it be works,
tribulation, or extremely trying surroundings that test the faith of His
saints, He knows!” [= ‘Aku tahu’ ... ‘pekerjaanmu’ (Efesus, Tiatira, Sardis,
Filadelfia, Laodikia), ‘kesusahanmu’ (Smirna), ‘dimana engkau diam / tinggal’
(Pergamus). Variasi ini disebabkan oleh perbedaan keadaan. Ia yang ada di
tengah-tengah mereka mengetahui segala sesuatu tentang setiap gereja dan setiap
orang yang membentuk gereja itu; tidak ada apapun yang tersembunyi dari
mataNya, ‘tetapi segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia dengan
siapa kita harus berurusan’ (Ibr 4:13). Apakah itu adalah pekerjaan, kesusahan,
atau keadaan sekitar yang sangat berat yang menguji iman dari para orang kudusNya,
Ia tahu!]
- hal 117-118.
Penerapan:
Apakah dalam penderitaan
/ problem yang banyak, berat, dan berlarut-larut, saudara lalu beranggapan
bahwa Tuhan tidak mengetahui hal itu?
H. L. Ellison (Daily
Bible Commentary): “Our
knowledge of ourselves is at best distorted by self-interest, ignorance and
prejudice. We see in part and we know in part. Christ’s knowledge is complete,
objective and constructive” (= Sebaik-baiknya pengetahuan / pengenalan kita tentang diri
kita sendiri, itu tetap disesatkan oleh kesenangan diri sendiri, ketidaktahuan
dan prasangka. Kita melihat sebagian dan kita mengetahui / mengenal sebagian.
Pengetahuan Kristus adalah lengkap, obyektif dan membangun) - hal 457.
b) ‘segala pekerjaanmu’.
·
Kata
‘pekerjaan’ di sini sekalipun juga mencakup pelayanan mereka, tetapi tidak
hanya menunjuk pada pelayanan mereka, melainkan menunjuk pada seluruh aspek
kehidupan mereka.
·
kalau
saudara adalah orang yang hidup benar tetapi selalu disalah-mengerti oleh orang
lain, dan dianggap jahat, maka inilah hiburan bagi saudara: Kristus tahu segala
pekerjaan / kehidupan saudara! Manusia bisa salah mengerti, tetapi Kristus
tidak! Sebaliknya, kalau saudara hidup jahat tetapi saudara pandai bersikap
munafik dan bersandiwara sehingga banyak orang menganggap bahwa saudara adalah
orang baik, maka ingat bahwa Kristus tahu segala pekerjaan / kehidupan saudara!
c) ‘jerih payahmu’.
Leon Morris (Tyndale): “KOPOS signifies labour to the point of weariness” (=
KOPOS menunjukkan pekerjaan sampai lelah) - hal 59.
William Barclay: “The Risen Christ praises their ‘toil’. The word is KOPOS and it
is a favourite New Testament word. Tryphena, Tryphosa and Persis all ‘work
hard’ in the Lord (Romans 16:12). The one thing that Paul claims is that he has
‘worked harder’ than all (1Corinthians 15:10). He fears lest the Galatians slip
back, and his ‘labour’ is in vain (Galatians 4:11). In each case - and there
are many others - the word is either KOPOS or the verb KOPIAN. The special
characteristic of these words is that they describe the kind of toil which
takes everything of mind and sinew that a man can put into it. The Christian
way is not for the man who fears to break sweat. The Christian is to be a
toiler for Christ, and, even if physical toil is impossible, he can still toil
in prayer” [= Kristus yang telah bangkit memuji ‘jerih payah’ mereka. Kata
yang dipakai adalah KOPOS dan itu adalah kata favorit dalam Perjanjian Baru.
Trifena, Trifosa dan Persis semua ‘bekerja keras’ dalam Tuhan (Ro 16:12).
Satu hal yang diklaim oleh Paulus adalah bahwa ia bekerja lebih keras dari
semua (1Kor 15:10). Ia takut orang Galatia akan tergelincir ke belakang, dan
‘jerih payah / susah payah’nya menjadi sia-sia (Gal 4:11). Dalam setiap kasus -
dan ada banyak yang lain - kata yang dipakai adalah KOPOS atau kata kerja
KOPIAN. Karakter khusus dari kata-kata ini adalah bahwa mereka menggambarkan
jenis jerih payah yang menggunakan segala sesuatu dari pikiran dan otot. Jalan
Kristen bukanlah untuk orang yang takut untuk berkeringat. Seorang Kristen
harus berjerih payah untuk Kristus, dan bahkan jika jerih payah secara fisik
tidak mungkin dilakukan, ia masih bisa berjerih payah dalam doa] - hal 62.
Pulpit Commentary: “it denotes the Divine delight in the quality as well as the
quantity of their works. It was strenuous, whole-hearted, earnest. Too many who
work for the Lord do so as if with but one hand, or even with one finger” (= ini
menunjukkan kesenangan Ilahi terhadap kwalitas maupun kwantitas dari pekerjaan
mereka. Itu adalah berat, sepenuh hati, sungguh-sungguh. Banyak orang yang
bekerja untuk Tuhan melakukannya seakan-akan hanya dengan satu tangan, atau
bahkan dengan satu jari) - hal 77.
Penerapan:
Apakah saudara betul-betul
berjerih payah / bekerja keras untuk Kristus? Atau hanya bekerja secara santai?
Atau bahkan tidak pernah bekerja sama sekali? Ingat bahwa Kristus tahu semua
itu! Apakah pada akhir jaman saudara ingin mendengar kata-kata Kristus seperti
yang ada dalam Mat 25:26 - ‘Hai kamu hamba yang jahat dan malas ...’? Bandingkan juga dengan
Luk 19:22.
d) ‘ketekunanmu’.
Kata bahasa Yunani yang
digunakan adalah HUPOMONE, yang telah saya jelaskan dalam pembahasan Wah 1:9.
John Stott (hal 24)
mengatakan bahwa gereja Efesus ini mendapatkan oposisi lokal, karena Efesus
merupakan:
·
tempat
pertemuan dari banyak agama.
·
salah
satu pusat penyembahan kaisar di propinsi itu.
·
pusat
penyembahan kepada Dewi Diana / Artemis (Kis 19:23-40).
Ini menyebabkan gereja /
orang kristen Efesus dibenci oleh banyak orang di sana, dan bahkan diboikot
sehingga kehilangan langganan dalam bisnis, dan bahkan mendapatkan problem
dalam berbelanja. Bahkan mungkin ada penganiayaan secara fisik terhadap orang
kristen di Efesus. Tetapi menghadapi semua itu mereka tetap bertekun!
e) Adam Clarke memperhatikan bahwa
ay 2-3 merupakan pujian dan ay 4 merupakan kecaman, dan lalu
mengatakan bahwa hal-hal yang baik selalu disebut lebih dulu, dan ini
menunjukkan bahwa Allah lebih senang memperhatikan yang baik dari pada yang
jahat dalam diri seseorang / sebuah gereja.
Penerapan:
Bagaimana dengan saudara?
Apakah saudara lebih senang / bersukacita pada waktu mendapatkan hal-hal yang
baik dalam diri seorang kristen dari pada mendapatkan hal-hal yang jahat /
jelek? Ada banyak orang kristen yang merasa senang / bersukacita kalau
mendengar ada hal-hal yang jelek tentang seorang kristen lain. Ini aneh, tetapi
nyata! Mungkin ini menyenangkan, karena dengan demikian mereka merasa dirinya
lebih baik dari orang itu. Jangan menjadi orang seperti itu! Itu jelas lebih
mirip setan dari pada Allah!
2) ‘Aku tahu, bahwa engkau tidak
dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang
menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau
telah mendapati mereka pendusta’.
a) Dalam Kitab Suci ada banyak
peringatan untuk waspada terhadap nabi-nabi palsu.
·
Dalam
Mat 7:15 Tuhan Yesus memperingatkan: “Waspadalah terhadap nabi-nabi
palsu yang datang kepadamu dengan menyamar sebagai domba, tetapi sesungguhnya
mereka adalah serigala yang buas”.
·
1Tes 5:21 - “Ujilah segala sesuatu dan
peganglah yang baik”.
·
1Yoh 4:1 - “Saudara-saudaraku yang
kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah
mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan
pergi ke seluruh dunia”.
Dan khusus untuk gereja
Efesus, pada waktu Paulus meninggalkan mereka, ia sudah memperingatkan akan
munculnya nabi-nabi palsu, dan ia menyuruh tua-tua Efesus untuk berjaga-jaga
terhadap mereka.
Kis 20:28-31a - “Karena
itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang
ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang
diperolehNya dengan darah AnakNya sendiri. Aku tahu, bahwa sesudah aku pergi, serigala-serigala
yang ganas akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan
kawanan itu. Bahkan dari antara kamu sendiri akan muncul beberapa orang,
yang dengan ajaran palsu mereka berusaha menarik murid-murid dari jalan yang
benar dan supaya mengikut mereka. Sebab itu berjaga-jagalah ...”.
Ini jelas mengharuskan tua-tua / majelis ‘menjaga mimbar’
dengan mengawasi setiap pemberitaan Firman Tuhan dalam gereja. Tetapi sekalipun
mereka mengawasi pemberitaan Firman Tuhan dalam gereja, mereka tidak akan bisa
tahu sesat atau tidaknya suatu ajaran kalau mereka tidak belajar Firman Tuhan
dengan rajin dan tekun. Karena itu kalau saudara adalah tua-tua / majelis,
ingatlah bahwa ‘belajar Firman Tuhan’ dan ‘menjaga mimbar’ adalah 2 tugas
saudara yang harus selalu saudara lakukan!
Dan tua-tua Efesus
mentaati perintah Paulus, sehingga mereka berhasil membongkar kepalsuan
rasul-rasul palsu yang masuk ke Efesus.
b) ‘engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat’.
·
Terjemahan.
KJV: ‘thou canst not bear them which are evil’ (= engkau tidak dapat
tahan terhadap mereka / memikul mereka yang jahat).
NASB: ‘you cannot endure evil men’ (= engkau
tidak dapat tahan terhadap orang jahat).
NIV: ‘you cannot tolerate wicked men’ (= engkau tidak dapat menoleransi
orang jahat).
Kata bahasa Yunani yang
dipakai adalah BASTASAI (yang berasal dari kata dasar BASTAZO), yang berarti ‘to bear’ (= bertahan / memikul). A. T.
Robertson mengatakan bahwa ini menunjukkan bahwa orang-orang jahat itu
merupakan suatu beban bagi gereja Efesus.
·
Yang
disebut sebagai ‘orang jahat’ di sini bukan seadanya orang jahat tetapi rasul-rasul palsu /
para pengajar sesat itu. Jadi orang kristen bukannya harus menjauhi seadanya
orang jahat, karena jika demikian siapa yang memberitakan Injil kepada mereka?
Juga perlu diperhatikan bahwa para pengajar sesat ini
disebut sebagai orang jahat. Mengapa? Karena ada banyak orang kristen, yang
sekalipun tahu bahwa pendeta-pendeta tertentu mengajar-kan ajaran sesat, tetapi
tetap bersimpati kepada mereka dengan alasan bahwa hidup mereka saleh, dan
bahkan membanggakan kesalehan nabi-nabi palsu itu! Ini adalah omong kosong
terbesar! Bahwa mereka menyesatkan orang, itu sudah jelas menunjukkan bahwa
mereka adalah orang jahat. Kalaupun dalam hal-hal lain mereka kelihatannya
saleh, itu pasti hanya karena mereka pandai bersandiwara!
·
Perhatikan
bahwa gereja Efesus di sini dipuji karena ketidak-sabarannya terhadap
orang-orang jahat / rasul-rasul palsu itu!
Pujian rasul Yohanes terhadap ketidak-sabaran gereja
Efesus dalam menghadapi rasul-rasul palsu, cocok / sejalan dengan celaan rasul
Paulus terhadap kesabaran orang Korintus dalam menghadapi pengajar sesat.
2Kor 11:4 - “Sebab kamu sabar saja, jika ada seseorang
datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau
memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau
Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima”.
·
Apa
maksudnya mereka tidak dapat sabar / tidak tahan / tidak menoleransi orang
jahat?
Barnes’ Notes: “That is, they had no sympathy with their doctrines or
practices; they were utterly opposed to them. They had lent them no
countenance, but had in every way shown that they had no fellowship with them” (=
Yaitu mereka tidak mempunyai simpati dengan doktrin atau praktek mereka; mereka
sepenuhnya menentang orang-orang itu. Mereka tidak menyetujui / memberi muka
kepada orang-orang itu, tetapi dengan segala cara menunjukkan bahwa mereka
tidak mempunyai persekutuan dengan orang-orang jahat itu) - hal 1552.
Bandingkan dengan 2 ayat
di bawah ini:
*
Tit 3:10
- “Seorang bidat yang sudah satu dua kali kaunasihati, hendaklah
engkau jauhi”.
Jadi jelas bahwa dalam
menghadapi seorang pengajar sesat, kita mempunyai kewajiban untuk menegur /
menasehati dia. Tetapi kalau teguran / nasehat itu tidak dihiraukan, maka kita
harus menjauhi / mengucilkan dia!
*
2Yoh 10-11
- “Jikalau seseorang datang kepadamu dan ia tidak membawa ajaran
ini, janganlah kamu menerima dia di dalam rumahmu dan janganlah memberi salam
kepadanya. Sebab barangsiapa memberi salam kepadanya, ia mendapat bagian dalam
perbuatannya yang jahat”.
·
Perhatikan
beberapa komentar lain di bawah ini tentang sikap tidak sabar dari gereja
Efesus terhadap orang-orang jahat / rasul-rasul palsu itu.
*
Homer
Hailey:
“This attitude toward evil men is
commendable; if they will not be transformed, let them be transferred” (=
Sikap terhadap orang-orang jahat ini patut dipuji; jika mereka tidak mau
diubah, biarlah mereka dipindahkan) - hal 121.
*
Homer
Hailey:
“In an age when we pride ourselves
in tolerance and compromise, this attitude might appear bigoted and intolerant.
Bigoted, no; intolerant, yes, but an intolerance commended by the Lord” (=
Dalam jaman dimana kita membanggakan diri kita sendiri karena toleransi dan
kompromi, sikap ini kelihatannya fanatik dan tidak bertoleransi. Fanatik,
tidak; tidak bertoleransi, ya, tetapi ini adalah sikap tidak bertoleransi yang
dipuji oleh Tuhan) - hal 121.
*
Pulpit
Commentary:
“Their holy intolerance. There is
an intolerance, and there is far too much of it, which is the fruit of conceit,
of spiritual pride, of abject narrowness, of gross ignorance, and blind
bigotry. They in whom it is found are perhaps amongst the very chiefest enemies
of the Church of God, although they loudly boast to belong to its very elect.
The intolerance of such is never holy. But, on the other hand, there is a
tolerance which is a mere giving in to wickedness because we have not enough
zeal for God and righteousness to withstand it. Such people boast of their
broadness, ... Of such people it could never have been said, as is here said of
the Ephesian Church, ‘Thou canst not bear them which are evil’” (=
Ketidak-toleransian yang kudus. Ada ketidak-toleransian, dan ada terlalu banyak
ketidak-toleransian seperti itu, yang merupakan buah dari kesombongan, dari
kesombongan rohani, dari pikiran sempit yang hina, dari ketidaktahuan /
kebodohan yang hebat, dan dari kefanatikan yang buta. Mereka dalam siapa hal
ini ditemukan, mungkin adalah musuh-musuh terbesar / terutama dari gereja
Allah, sekalipun mereka dengan lantang membanggakan bahwa mereka termasuk orang
pilihan. Ketidak-toleransian seperti itu tidak pernah kudus. Tetapi, di sisi
lain, ada toleransi yang sekedar merupakan sikap menyerah / mengalah terhadap
kejahatan, karena kita tidak mempunyai semangat yang cukup untuk Allah dan
kebenaran untuk menahan kejahatan itu. Orang-orang seperti itu membanggakan
pikiran luas mereka, ... Tentang orang seperti itu tidak akan pernah bisa
dikatakan, seperti di sini dikatakan tentang gereja Efesus: ‘Engkau tidak dapat
sabar terhadap orang-orang jahat’) - hal 77.
*
Pulpit
Commentary:
“Woe to the Church that tolerates,
knowingly, impostors in her midst! that lets them remain amongst the true,
though they be false!” (= Celakalah gereja yang secara sadar menoleransi para penipu
di tengah-tengah mereka! yang membiarkan mereka tetap tinggal di antara
orang-orang benar, sekalipun mereka itu palsu!) - hal 78.
*
William
R. Newell:
“To permit men known to be bad to
be in fellowship or even in office, is common today, but is treachery to
Christ” (= Mengijinkan orang yang diketahui sebagai orang jahat ada dalam
persekutuan atau bahkan dalam jabatan, adalah sesuatu yang umum saat ini,
tetapi itu adalah pengkhianatan terhadap Kristus) - hal 37.
·
Apakah
saudara berhubungan dengan seorang nabi palsu, atau mempunyai seorang teman
nabi palsu? Kalau ya, renungkanlah apakah sikap saudara selama ini terhadap dia
sesuai dengan ajaran Kitab Suci yang baru saya uraikan di atas?
c) ‘bahwa engkau telah mencobai
mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian,
bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta’.
·
‘menyebut dirinya rasul’.
Barnes’ Notes: “It cannot be supposed that they claimed to have been of the
number of apostles selected by the Saviour, for that would have been too
absurd; and the only solution would seem to be that they claimed either (1)
that they have been called to that office after the Saviour ascended, as Paul
was; or (2) that they claimed the honour due to this name or office in virtue
of some election to it; or (3) that they claimed to be the successors of the
apostles, and to possess and transmit their authority” [=
Tidak bisa dianggap bahwa mereka mengklaim sebagai salah satu dari rasul yang
dipilih oleh sang Juruselamat, karena itu akan terlalu menggelikan; dan
satu-satunya penyelesaian kelihatannya adalah: atau (1) bahwa mereka dipanggil
kepada jabatan itu setelah sang Juruselamat naik ke surga, sama seperti Paulus;
atau (2) bahwa mereka mengklaim kehormatan yang merupakan hak dari sebutan atau
jabatan ini berdasarkan pemilihan kepada jabatan itu; atau (3) bahwa mereka
mengklaim sebagai pengganti dari rasul-rasul, dan memiliki dan meneruskan /
membawa otoritas mereka] - hal 1553.
Catatan:
*
yang
no 2 dalam kutipan di atas, misalnya seperti Matias (Kis 1:23-26); sedangkan
yang no 3 seperti dalam Gereja Roma Katolik.
*
ada
kemungkinan lain lagi, yaitu bahwa mereka dikatakan menyebut dirinya rasul
palsu, hanya berarti bahwa mereka mengaku sebagai hamba Tuhan / pendeta, tetapi
sebetulnya adalah pengajar sesat.
Penerapan:
Jaman sekarang ada banyak
sekali orang yang mengaku diri / menyebut diri sebagai pendeta. Tetapi tidak
semua mereka adalah pendeta di hadapan Tuhan. Karena itu saudara harus menguji
mereka, dari ajaran ataupun kehidupan mereka.
·
‘pendusta’.
Ini mungkin menunjukkan
bahwa para rasul palsu itu melakukan penyesatan secara sadar dan sengaja. Jadi
mereka tahu bahwa ajaran mereka itu salah / sesat, tetapi mereka tetap
mengajarkannya, mungkin untuk bisa mendapatkan keuntungan dari semua itu.
Memang jelas bahwa dalam dunia ini ada penyesat yang melakukan penyesatan secara
tidak sadar / tidak sengaja (bdk. Yoh 16:2 Ro 10:2). Jadi mereka betul-betul mengira bahwa apa yang
mereka ajarkan itu memang benar. Tetapi jelas juga ada penyesat yang
melakukannya secara sadar dan sengaja! Yang kedua ini jelas hukumannya akan
lebih berat (bdk. Luk 12:47-48).
d) Bahwa gereja Efesus bisa membongkar
penyesatan / kepalsuan rasul-rasul palsu itu, menunjukkan bahwa gereja Efesus
kuat dalam doktrin.
Herman Hoeksema: “the church of Ephesus was
strong in doctrine” (= gereja Efesus kuat dalam doktrin) - hal 51.
Mengapa bisa disimpulkan demikian? Karena penyesatan oleh
nabi palsu boleh dikatakan selalu terjadi dalam persoalan doktrin.
Memang ada penyesatan
dalam persoalan kehidupan praktis, seperti dalam kasus pengikut Nikolaus dalam
Wah 2:6, atau dalam kasus sekte ‘Children
of God’, tetapi inipun biasanya dilandasi oleh pengertian doktrinal yang
salah. Bandingkan ini dengan 1Kor 15:32 - “Kalau hanya berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan manusia saja aku telah berjuang melawan binatang buas
di Efesus, apakah gunanya hal itu bagiku? Jika orang mati tidak dibangkitkan,
maka ‘marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati’”.
Dari ayat ini jelas bahwa
kehidupan praktis yang salah disebabkan oleh pengertian doktrinal yang salah.
Semua ini menyebabkan
sebuah gereja harus kuat dalam doktrin!
Penerapan:
·
Kalau saudara adalah
hamba Tuhan, maulah mengajar hal-hal doktrinal kepada jemaat saudara. Ingat
bahwa perbedaan kristen dengan agama-agama lain atau dengan sekte-sekte sesat
dalam gereja, selalu terletak dalam persoalan doktrinal. Dalam persoalan
kehidupan praktis, kristen yang benar atau sekte-sekte sesat maupun agama-agama
lain, hampir sama ajarannya. Karena itu kalau saudara tidak mau mengajar
doktrin, maka bagi jemaat saudara tidak terlalu jadi soal apakah mereka menjadi
orang kristen atau beragama lain.
·
Kalau saudara adalah
jemaat, maka maulah menerima ajaran yang bersifat doktrinal. Banyak hamba Tuhan
yang sebetulnya mau mengajarkan doktrin, tetapi lalu berhenti karena jemaatnya
tidak menyenangi doktrin! Memang sikap hamba Tuhan yang seperti ini merupakan
sikap yang salah, karena sama seperti orang tua harus memberi makanan yang diperlukan
oleh anaknya atau penting bagi anaknya dan bukannya makanan yang disenangi
oleh anaknya, demikian juga hamba Tuhan seharusnya memberikan apa yang
diperlukan oleh jemaat atau penting bagi jemaat, bukan apa yang disenangi oleh
jemaat! Tetapi kalau saudara sebagai jemaat mau mendengar ajaran doktrinal,
maka itu akan lebih memotivasi para hamba Tuhan untuk mengajarkan ajaran
doktrinal.
Herman Hoeksema: “the church at Ephesus was faithful in discipline. This is
usually connected with doctrinal soundness. ... Christian discipline is the
reaction of the church against every form of evil, both in doctrine and life,
through the preaching of the Word of God as well as through personal admonition
and, ultimately, through excommunication” (= gereja Efesus setia dalam
disiplin. Ini biasanya berhubungan dengan kesehatan doktrinal. ... Disiplin
Kristen merupakan reaksi gereja terhadap setiap bentuk kejahatan, baik dalam
doktrin maupun kehidupan, melalui pemberitaan Firman Allah dan melalui
teguran pribadi dan akhirnya melalui pengucilan) - hal 53.
Ay 3: “Dan engkau tetap sabar dan menderita oleh karena namaKu; dan
engkau tidak mengenal lelah”.
1) ‘engkau tetap sabar dan menderita
oleh karena namaKu’.
Terjemahan Kitab Suci
Indonesia ini agak kacau.
KJV: ‘And hast borne, and hast patience, and for my name's sake hast
laboured’ (= Dan telah bertahan, dan mempunyai kesabaran, dan telah bekerja
demi namaKu).
RSV: ‘I know you are enduring patiently and bearing up for my name's sake’
(= Aku tahu engkau bertahan dengan sabar dan bertahan demi namaKu).
NIV: ‘You have persevered and have endured hardships for my name’ (=
Engkau telah bertekun dan telah menahan penderitaan demi namaKu).
NASB/Lit: ‘and you have perseverance and have
endured for My name's sake’ (= dan engkau mempunyai ketekunan
dan telah bertahan demi namaKu). Ini terjemahan yang paling tepat.
Catatan:
·
Kata
Yunani yang diterjemahkan ‘perseverance’
(= ketekunan) adalah HUPOMONE.
·
Kata
Yunani yang diterjemahkan ‘have endured’
(= telah bertahan) adalah EBASTASAS, yang sama dengan kata BASTASAI dalam
ay 2 di atas, berasal dari kata dasar BASTAZO, yang berarti ‘to bear’ (= bertahan / memikul).
Ada beberapa hal yang
bisa dibahas dari bagian ini:
a) Ada saat untuk sabar / bertahan dan
ada saat untuk tidak sabar / tidak bertahan (Pengkhotbah 3:1-8).
Kalau tadi dalam
ay 2 ada pujian karena ketidaksabaran / sikap tidak tahan terhadap
rasul-rasul palsu, maka sekarang dalam ay 3 ada pujian karena kesabaran /
sikap bertahan terhadap penderitaan yang mereka alami demi Tuhan. Kesabaran /
sikap bertahan di sini sengaja dikontraskan dengan ketidaksabaran / sikap tidak
tahan dalam ay 2 di atas.
John Stott: “There is a deliberate contrast in the statement that although
they could bear trials and tribulations for the sake of Christ’s name (v. 3),
they could not bear the company of these evil men (v. 2)” [= Ada
kontras yang disengaja dalam pernyataan bahwa sekalipun mereka mereka sabar
dalam ujian dan kesusahan demi nama Kristus (ay 3), mereka tidak dapat sabar
terhadap orang-orang jahat ini (ay 2)] - hal 26.
Jadi ada hal-hal terhadap
mana kita tidak boleh sabar, tetapi juga ada hal-hal terhadap mana kita harus
sabar, yaitu pada waktu mengalami penderitaan / penganiayaan demi Kristus!
b) Apa artinya sabar di sini?
Sabar di sini berarti
bahwa mereka tidak menjadi kecewa, marah, bersungut-sungut, lari dari Tuhan,
dsb.
2) ‘dan
engkau tidak mengenal lelah’.
KJV: ‘hast not fainted’ (= tidak menjadi lemah / tak bersemangat).
RSV/NIV/NASB: ‘have not grown weary’ (= tidak menjadi
lelah / bosan).
Dalam mengikut / melayani
Tuhan selalu ada banyak serangan setan / penderitaan. Ada 2 kemungkinan dalam
menghadapi semua itu:
a) Kita sabar dan terus bertekun dalam ikut / melayani
Tuhan.
b) Kita menjadi lelah, bosan, kehilangan semangat.
Yang mana yang cocok
dengan hidup saudara?
Homer Hailey: “A trait of human nature is the tendency to grow faint under
hard work and pressures from without. How often in the advancing years of life
do men and women who formerly were diligent in serving the Lord retire from the
Lord’s work with the plea, ‘I carried the load in my younger years; I am now
passing the work on to those in the vigor and strength of that age.’ But is
there ever a time to grow weary, to retire and let others bear the brunt of
battle and carry the load that should be mine? No, never!” (=
Suatu ciri dari manusia adalah kecenderungan untuk menjadi lemah / takut / tak
bersemangat di bawah pekerjaan berat dan tekanan-tekanan dari luar. Betapa seringnya
dalam masa tuanya laki-laki dan perempuan, yang dulunya rajin dalam melayani
Tuhan, berhenti dari pekerjaan Tuhan dengan alasan: ‘Aku telah membawa beban
pada masa mudaku; sekarang aku menyerahkan pekerjaan itu kepada mereka yang
muda dan kuat’. Tetapi apakah ada saat dimana kita boleh merasa bosan / lelah,
berhenti dan membiarkan orang lain memikul bagian yang terberat dari
pertempuran dan membawa beban yang seharusnya adalah milikku? Tidak, tidak
pernah!)
- hal 121-122.
Ay 4: “Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah
meninggalkan kasihmu yang semula”.
1) ‘Namun
demikian Aku mencela engkau’.
a) Tadi ada pujian, sekarang ada kritikan.
Tuhan bersikap fair;
memuji apa yang baik dan mengkritik apa yang jelek. Kita seringkali melakukan hanya
salah satu saja, baik terhadap anak, pegawai, jemaat, anak sekolah minggu, dsb.
Atau sering juga kita tidak melakukan kedua-duanya.
b) KJV: ‘Nevertheless I have somewhat against thee’ (= Bagaimanapun Aku mempunyai sesuatu yang kecil
/ sedikit terhadap engkau).
Ini salah, karena kata ‘somewhat’ (= sedikit) ini sebetulnya
tidak ada. Terjemahan yang salah ini mengecilkan kesalahan gereja Efesus dalam
persoalan meninggalkan kasih yang semula ini, padahal itu sama sekali bukan
sesuatu dosa yang remeh! Karena itu, kalau saudara sedang meninggalkan kasih
yang semula / pertama, jangan meremehkan keadaan itu!
2) ‘karena
engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula’.
a) Dicela sekalipun ‘baik’.
Sekalipun ada banyak
hal-hal yang sangat baik dalam diri gereja Efesus ini, seperti sikap orthodox,
menjaga kemurnian doktrin, bekerja keras, tidak menjadi lelah / bosan, membenci
kejahatan dsb, tetapi mereka tetap dicela karena meninggalkan kasih yang semula
/ pertama. Karena itu jelaslah bahwa:
·
Kemurnian
doktrinal tidak bisa menggantikan kasih.
George Eldon Ladd: “Doctrinal purity and loyalty can never be a substitute for
love” (= Kemurnian dan kesetiaan doktrinal tidak pernah bisa menjadi
pengganti kasih)
- hal 39.
Adalah sesuatu yang baik
kalau saudara adalah orang yang sangat memperhatikan dan menjaga doktrin,
tetapi pada saat yang sama saudara juga harus memperhatikan dan menjaga kasih
saudara kepada Tuhan.
·
Kebencian
terhadap dosa / kejahatan tidak bisa menggantikan kasih kepada Kristus.
John Stott: “to hate error and evil is not the same as to love Jesus Christ” (=
membenci kesalahan dan kejahatan tidaklah sama dengan mengasihi Yesus Kristus) - hal 29.
Orang yang mengasihi Kristus
pasti membenci kejahatan, tetapi orang yang membenci kejahatan belum tentu
mengasihi Kristus. Sebagai contoh, ada banyak orang yang mengutuk perkosaan
massal tanggal 14 Mei 1998, padahal mereka sama sekali bukan orang kristen, dan
karenanya tentu tidak mengasihi Kristus.
·
pelayanan
yang bagaimanapun giatnya tidak bisa menggantikan kasih.
Pulpit Commentary: “Ere ever he would restore the recreant Peter to his
apostleship, thrice over was the question asked, ‘Lovest thou me?’ as if the
Lord would teach him and all of us that love to himself is the one
indispensable qualification of all acceptable service” (=
Sebelum Ia mengembalikan Petrus yang tidak setia / murtad dari kerasulannya,
tiga kali Ia menanyakan pertanyaan: ‘Apakah engkau mengasihi Aku?’, seakan-akan
Tuhan mengajar dia dan semua kita bahwa kasih kepadaNya adalah satu persyaratan
yang harus ada dalam semua pelayanan yang menyenangkanNya) - hal 79.
b) Bandingkan celaan di sini dengan
Yer 2:1-8! (khususnya perhatikan Yer 2:2b,5)!
Yer 2:2b - “Aku
teringat kepada kasihmu pada masa mudamu, kepada cintamu pada waktu
engkau menjadi pengantin, bagaimana engkau mengikuti Aku di padang gurun, di
negeri yang tiada tetaburannya”.
NIV: ‘I remember the devotion of your youth, how as a bride you loved
me and followed me through the desert, through a land not sown’ (=
Aku mengingat kesetiaan / penyerahan / pembaktian masa mudamu, bagaimana
sebagai mempelai engkau mengasihi Aku dan mengikuti Aku melalui padang
gurun, melalui tanah / negeri yang tidak ditaburi).
Yer 2:5 - “Beginilah
firman TUHAN: Apakah kecurangan yang didapati nenek moyangmu padaKu,
sehingga mereka menjauh dari padaKu, mengikuti dewa kesia-siaan, sampai mereka
menjadi sia-sia?”.
Penerapan:
Kalau saudara sedang
meninggalkan kasih yang semula, tanyakan pertanyaan yang sama terhadap diri
saudara sendiri: apakah kecurangan / kesalahan yang aku dapati pada Allah,
sehingga aku meninggalkan kasihku yang semula kepadaNya?
c) Kasih kepada siapa yang dimaksudkan di sini?
·
Ada
yang menganggap bahwa ini menunjuk kepada kasih kepada sesama manusia.
Beasley-Murray: “the love which had abated was primarily love for fellow men” (=
Kasih yang telah berkurang terutama adalah kasih kepada sesama manusia) - hal 75.
·
Leon
Morris (hal 60) mengatakan bahwa tidak jelas apa yang dimaksud dengan ‘kasih’
di sini. Ada yang mengartikan bahwa ini adalah ‘kasih kepada Kristus’, ada yang
mengatakan bahwa ini adalah ‘kasih kepada sesama saudara seiman’, dan ada juga
yang mengatakan bahwa ini adalah ‘kasih kepada seluruh umat manusia’. Leon
Morris lalu mengatakan bahwa mungkin kasih di sini mencakup ketiga-tiganya.
·
Tetapi
saya berpendapat bahwa penekanan utama di sini adalah kasih kepada Allah /
Kristus.
Barnes’ Notes: “The love here referred to is evidently love to the Saviour” (=
Kasih yang dimaksudkan di sini jelas adalah kasih kepada sang Juruselamat) - hal 1553.
Pulpit Commentary: “Christ is very jealous of our love” (=
Kristus sangat cemburu akan cinta kita) - hal 69.
·
Tetapi
perlu juga diingat bahwa kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama sangat
berhubungan. Kalau kasih kepada Allah berkurang, maka pasti kasih kepada sesama
juga demikian.
Robert H. Mounce (NICNT): “A cooling of personal love for God inevitably results in the
loss of harmonious relationship within the body of believers” (=
Kasih pribadi yang mendingin kepada Allah secara tak terhindarkan menghasilkan
hilangnya hubungan yang harmonis di dalam tubuh orang-orang percaya) - hal 88.
Penerapan:
Untuk memperbaiki
hubungan / persekutuan dalam keluarga ataupun gereja, maka setiap individu
harus memperbaiki kasihnya kepada Tuhan. Ini juga berlaku sebaliknya. Untuk
memperbaiki kasih kepada Tuhan kita harus memperbaiki hubungan dengan sesama.
d) Siapa yang dikatakan meninggalkan
kasih yang semula / pertama ini? Ada 2 pandangan tg hal ini:
1. Kata-kata ini ditujukan kepada
mereka sebagai gereja, bukan sebagai individu.
Herman Hoeksema (hal
58-59) mengatakan bahwa yang kehilangan kasih yang semula bukanlah jemaat /
individu yang tadinya mempunyai kasih yang semula, tetapi gereja
Efesus. Jadi gereja ini bertumbuh dalam hal jumlah, dan orang-orang yang baru
ini tidak mempunyai kasih yang semula seperti jemaat yang lama. Ia berpandangan
demikian karena ia berkata bahwa orang kristen sejati tidak bisa kehilangan
keselamatan. Tetapi saya berpendapat bahwa ‘kehilangan kasih yang semula’ tidaklah sama dengan ‘kehilangan
keselamatan’
/ ‘jatuh dari kasih karunia’!
William Hendriksen
mempunyai pemikiran yang sejalan dengan Hoeksema. Ia berkata bahwa rasul
Yohanes menulis Kitab Wahyu ini lebih dari 40 tahun setelah gereja Efesus
didirikan. Jadi generasi pertama sudah mati, dan lalu muncul generasi kedua,
yang tidak mempunyai kasih yang semula.
Pandangan Hoeksema dan
Hendriksen ini memang memungkinkan. Apalagi kalau dilihat dari Yer 2:1-8,
yang pada ay 2nya berbicara tentang ‘cintamu’, padahal yang dimaksud
adalah ‘cinta nenek moyangmu’. Jadi bagian ini meninjau Israel sebagai suatu
bangsa, yang dahulu mengasihi Tuhan tetapi sekarang tidak. Karena itu adalah
mungkin bahwa dalam kasus gereja Efesus juga diartikan seperti itu.
Kalau ini benar, maka ini
menjadi peringatan bagi setiap gereja yang benar, untuk berjaga-jaga bukan
hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk generasi penerus. Apa yang
harus dilakukan untuk ini?
·
perhatikan
anak-anak sekolah minggu supaya mempunyai guru-guru sekolah minggu yang baik
dan injili. Guru-guru Sekolah Minggu sendiri harus menjaga kerohanian mereka
dan pengajaran mereka, karena secara manusia boleh dikatakan bahwa nasib dari
generasi penerus ada di tangan mereka! Renungkan Mat 18:6 - “Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak
kecil ini yang percaya kepadaKu, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan
diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut”.
·
perhatikan
kerohanian pemuda remaja di gereja.
·
jaga
agar Majelis gereja yang dipilih selalu adalah orang-orang yang rohani,
alkitabiah dan injili. Jangan memilih orang yang kaya tetapi yang rohaninya
brengsek!
·
hati-hati
dalam memilih hamba Tuhan.
·
jaga
supaya dalam gereja selalu terdapat Pemberitaan Injil. Dengan demikian
orang-orang yang baru bisa mendengar Injil dan bertobat.
2. Kata-kata ini ditujukan kepada
mereka sebagai individu. Jadi jemaat Efesus itu sendiri yang meninggalkan kasih
yang semula.
Kebanyakan penafsir
membahas bagian ini dari sudut pandang ke 2 ini. Saya sendiri, sekalipun
menganggap pandangan pertama di atas tetap mempunyai kemungkinan untuk benar,
lebih condong pada pandangan ke 2 ini, karena:
·
dari
surat-surat kepada gereja-gereja yang lain terlihat bahwa Tuhan memperhatikan
individu, dan bukannya hanya gereja secara keseluruhan. Jadi kalau yang salah
hanya sebagian, maka Tuhan juga menegur yang sebagian itu (bdk. 2:14,15,24 3:4).
·
Ay
5 menyuruh mereka untuk:
*
mengingat
betapa dalamnya mereka telah jatuh.
*
bertobat.
*
melakukan
lagi apa yang semula mereka lakukan.
Semua ini rasanya
menunjukkan bahwa yang meninggalkan kasih yang semula / pertama itu adalah diri
mereka sendiri, bukan generasi sebelum mereka.
e) ‘Meninggalkan kasih yang semula / pertama’.
1. Pada waktu Paulus menulis surat
Efesus, gereja Efesus masih berkobar-kobar dalam kasihnya kepada Allah. Ini
ditunjukkan secara implicit oleh
Ef 6:24, dan ini juga diwujudkan dengan kasih kepada sesama orang kudus -
Ef 1:15 (ingat bahwa kasih kepada sesama berhubungan erat dengan kasih
kepada Tuhan). Tetapi sekarang gereja Efesus telah meninggalkan kasih yang
semula / pertama itu. Perhatikan bahwa mereka tidak dikatakan ‘kehilangan’ (pasif) tetapi ‘meninggalkan’ (aktif) kasih yang
semula / pertama itu. Karena itu Allah menyuruh mereka kembali kepada kasih
yang pertama itu.
2. Kalau
sejak lahir seorang kristen tidak pernah mengasihi Allah dengan
sungguh-sungguh, maka ini bukan ‘meninggalkan kasih yang semula’, tetapi ‘suam-suam kuku’ (Wah
3:14-15) dimana Kristus masih ada di luar hidupnya (bdk. Wah 3:20). Dengan
kata lain, orang ini tidak pernah menjadi kristen yang sejati.
Tetapi semua orang kristen sejati pasti pernah mengasihi
Allah dengan sungguh-sungguh, karena:
·
Ro 5:5b mengatakan “kasih Allah telah
dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada
kita”.
Catatan: tentang ‘kasih Allah’ dalam Ro 5:5 ini ada yang menafsirkan bahwa itu
adalah ‘kasih
Allah kepada kita’, tetapi ada juga yang
menafsirkan bahwa itu adalah ‘kasih kita kepada Allah’.
·
kasih adalah ‘buah Roh Kudus’ (Gal 5:22).
Penerapan:
Untuk bisa tahu apakah saudara termasuk orang kristen
sejati yang meninggalkan kasih yang semula, atau orang suam-suam kuku yang
adalah orang kristen KTP, telusurilah jalan hidup saudara selama ini. Kalau
tidak pernah ada saat dimana saudara berkobar-kobar dalam cinta saudara kepada
Tuhan, maka saudara adalah orang suam-suam kuku. Bertobatlah dan terimalah
Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara, sebelum terlambat!
3. Kasih
yang semula / pertama itu mudah memudar.
Thomas Manton: “That of all graces, love
needeth keeping. Why? Because of all graces it is most decaying. Mat.
24:12 Rev. 2:4” (= Bahwa dari semua kasih
karunia, kasih membutuhkan pemeliharaan. Mengapa? Karena dari semua kasih
karunia itu adalah yang paling mudah berkurang / hilang. Mat 24:12 Wah 2:4) - ‘Jude’, hal 344.
Tetapi supaya saudara tidak secara salah dan terlalu
cepat menganggap bahwa kasih saudara kepada Allah sudah memudar, perhatikan
kutipan di bawah ini.
Barnes’ Notes: “Individual Christians
often lose much of their first love. It is true, indeed, that there is often an
appearance of this which does not exist in reality. Not a little of the ardour
of young converts is often nothing more than the excitement of animal feeling,
which will soon die away of course, though their real love may not be
diminished, or may be constantly growing stronger. When a son returns home
after a long absence, and meets his parents and brothers and sisters, there is
a glow, a warmth of feeling, a joyousness of emotion, which cannot be expected
to continue always, and which he may never be able to recall again, though he
may be ever growing in real attachment to his friends and to his home” (= Individu-individu
Kristen sering kehilangan banyak dari kasih pertama mereka. Memang benar bahwa
seringkali kelihatannya terjadi hal ini, padahal sebetulnya tidak. Tidak
sedikit dari semangat / kobaran api / kehangatan emosi dari petobat-petobat
muda yang seringkali tidak lebih dari kegembiraan dari perasaan binatang, yang
tentu saja akan segera lenyap, sekalipun kasih sejati mereka mungkin tidak
berkurang, atau mungkin bertambah kuat secara konstan. Pada saat seorang anak
pulang ke rumah setelah pergi cukup lama, dan bertemu dengan orang tua dan
saudara-saudaranya, di sana ada suatu pijaran / sinar, suatu perasaan yang
hangat, suatu sukacita emosi, yang tidak bisa diharapkan berlangsung
senantiasa, dan yang mungkin tidak akan pernah bisa dihidupkan kembali, sekalipun
ia mungkin terus bertumbuh dalam kasih yang sejati kepada teman-temannya dan
rumahnya) - hal 1553.
4. Hal-hal
yang menyebabkan berkurangnya / hilangnya kasih yang semula.
a. Dosa.
Thomas Manton: “Some times it falleth out
through freeness in sinning. Neglect is like not blowing up the coals; sinning
is like pouring on waters, a very quenching of the Spirit, 1Thes. 5:19” (= Kadang-kadang itu
terjadi karena kebebasan dalam berbuat dosa. Kelalaian adalah seperti tidak
mengipasi arang; berbuat dosa adalah seperti menyiramnya dengan air, tindakan
yang memadamkan Roh, 1Tes 5:19) - ‘Jude’,
hal 345.
Contoh dosa:
·
cinta uang / dunia.
Mat 6:24 - “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika
demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan
setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak
dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon”.
Yak 4:4 - “Hai kamu, orang-orang yang
tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah
permusuh-an dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia
menjadikan dirinya musuh Allah”.
1Yoh 2:15 -
“Janganlah
kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi
dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu”.
2Tim 3:4b - “lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah”. Ini salah terjemahan.
NIV/NASB: ‘lovers of pleasure rather than lovers of
God’ (= pecinta kesenangan dan bukannya pecinta Allah).
·
pelayanan / pekerjaan /
kesibukan yang begitu ditekankan sehingga menyebabkan tak ada waktu untuk
sendirian dengan Tuhan (doa dan belajar Firman Tuhan).
Steve Gregg: “Like Martha, a church may become so engrossed in religious work
that it neglects the ‘one thing needed’ (Luke 10:42)” [=
Seperti Marta, sebuah gereja bisa menjadi begitu asyik dalam pekerjaan agamawi
sehingga mengabaikan ‘satu hal yang diperlukan’ (Luk 10:42)] - hal 65.
Catatan: ‘bagian yang terbaik’
dalam Luk 10:42 diterjemahkan ‘one
thing is needful’ (= satu hal yang diperlukan) oleh RSV.
Kata-kata Steve Gregg ini
memang sangat mungkin. Orang yang terlalu bersemangat dalam pelayanan, sampai
tidak ada waktu untuk belajar Firman dan berdoa, akan kehilangan kasih yang
semula. Dan hal yang menyedihkan adalah bahwa ada banyak (bahkan mungkin
kebanyakan!) hamba Tuhan yang seperti ini!
·
allah lain, yaitu hal-hal
yang dicintai / diutamakan lebih dari Tuhan.
·
occultisme, seperti: tenaga
dalam, hipnotisme, yoga, dsb.
b. Penderitaan
yang hebat, banyak, dan berlarut-larut, khususnya kalau kita tidak
menghadapinya dengan benar.
c. Banyaknya
kejahatan di sekitar kita.
Mat 24:12 - “Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih
kebanyakan orang akan menjadi dingin”.
d. Peperangan mereka melawan kesesatan / nabi palsu.
Ramsey mengatakan bahwa
celaan tentang hilangnya kasih yang semula ini (ay 4) diletakkan setelah
pujian tentang semangat mereka membongkar kepalsuan dari rasul-rasul palsu
(ay 2), tetapi diletakkan sebelum pujian tentang kebencian mereka terhadap
tindakan para pengikut Nikolaus (ay 6), dan ini menunjukkan bahwa
hilangnya kasih yang semula ini berhubungan dengan semangat mereka dalam
membongkar kepalsuan rasul-rasul palsu itu.
James B. Ramsey: “This censure is administered in close connection with the
praise of their zeal in exposing these false apostles, and before the second
ground of praise is mentioned, implying some real connection between this zeal
against false teachers, and their declining love. There is such a connection,
and it should never be forgotten. When any are called to contend earnestly for
the faith, when patience is tried by daring and persistent error, and when at
length the pretensions of the false teachers are exposed, the process is apt to
chafe and embitter the spirit, and success to foster spiritual pride; thus holy
love to Jesus and His people insensibly loses that first fervour with which it
gushes forth in faith’s first view of the cross and the extinguished curse” (=
Celaan / kecaman ini diberikan dalam hubungan yang erat dengan pujian terhadap
semangat mereka dalam menyingkapkan rasul-rasul palsu ini, dan diberikan
sebelum pujian kedua ini disebutkan, menunjukkan adanya hubungan yang nyata
antara semangat menentang guru-guru palsu ini dengan penurunan kasih mereka.
Disana ada hubungan seperti itu, dan itu tidak pernah boleh dilupakan. Pada
waktu seseorang dipanggil untuk berjuang dengan sungguh-sungguh untuk iman,
pada waktu kesabaran diuji oleh kesalahan yang berani dan gigih, dan pada waktu
akhirnya pernyataan palsu dari guru-guru palsu itu tersingkap, proses itu
cenderung / mudah melukai dan memahitkan roh, dan berhasil mengembangkan
kesombongan rohani; sehingga kasih kudus kepada Yesus dan umatNya tanpa
terasa kehilangan gairah / semangat pertamanya yang dipancarkan oleh kasih itu
pada pandangan pertama dari iman terhadap salib dan kutuk yang dipadamkan) - hal 131.
Catatan: Ramsey menganggap bahwa
pujian pertama berhubungan dengan semangat mereka dalam membongkar kepalsuan
rasul-rasul palsu itu, dan ay 3 berhubungan dengan pujian pertama
tersebut, karena penderitaan dalam ay 3 itu disebabkan hal itu. Pujian
kedua berkenaan dengan kebencian terhadap pengikut Nikolaus (ay 6). Jadi
kecaman tentang hilangnya kasih semula terletak setelah pujian pertama, tetapi
sebelum pujian kedua, dan karena itu ia lalu menyimpulkan bahwa kecaman itu
berhubungan dengan pujian pertama itu.
Kata-kata Ramsey di atas
sesuai dengan kata-kata Mounce yang berikut ini.
Robert H. Mounce (NICNT): “Every virtue carries within itself the seeds of its own
destruction” (= Setiap sifat baik / kebajikan membawa dalam dirinya sendiri
benih kehancuran dirinya sendiri) - hal 88.
Memang orang yang kuat
dalam doktrin dan berani / tegas biasanya rawan dalam persoalan kasih!
Sebaliknya orang yang penuh kasih, sabar, biasanya kompromistis / kurang tegas,
atau munafik / suka berdusta, pengecut, dsb.
Penerapan:
Karena itu kalau saudara
menjumpai apapun yang baik dalam diri saudara, maka renungkanlah hal buruk apa
yang ter-cakup dalam hal baik tersebut, dan berusahalah untuk memper-tahankan
hal baiknya dan membuang hal buruknya.
5. Ciri / akibat berkurangnya / hilangnya kasih yang
semula.
Thomas Manton: “Where we love there will
be musing on the object beloved, there will be familiarity and intimateness of
converse. There is not a day can pass but love will find some errand and
occasion to confer with God, either to implore his help or ask his counsel. But
now, when men can pass over whole days and weeks, and never give God a visit,
such strangeness argueth little love. Again, when there is no care of
glorifying God, no plotting and contrivings how we may be most useful for him,
when we do not mourn over sin as we were wont to do, are not so sensible of
offences, have not these meltings of heart, are not so careful to avoid all
occasions of offending God, are not so watchful, so zealous, as we were wont to
be, do not rise up in arms against temptations and carnal thoughts, love is
decayed. Certainly when the sense of our obligation to Christ is warm upon the
heart, sin doth not escape so freely; love will not endure it to live and act
in the heart, Titus 2:11-12, Gen 39:9. But now, as this is worn off, the heart
is not watched, the tongue is not bridled, speeches are idle, yea, rotten and
profane; wrath and envy tyrannise over the soul, all runneth to riot in the
poor neglected heart; yea, further, God’s public worship is performed
perfunctorily, and in a careless, stupid manner; sin confessed without remorse
and sense of the wrong done to God; prayer made for spiritual blessings without
desire of obtaining; wrath deprecated without any fear of the danger;
intercession for others without any sympathy or brotherly love; thanks given
without any conference of holy things is either none at all, or very slight and
careless; hearing without attention; reading without a desire of profit;
singing without any delight or melody of heart. All this is but the just
account of a heart declining in the love of God” [= Dimana kita mengasihi
disana akan ada perenungan tentang obyek yang dikasihi, disana akan ada
keakraban dan keintiman dalam pembicaraan. Tidak ada satu haripun akan berlalu
dimana kasih tidak menemukan pesan / berita dan alasan / kesempatan untuk
berbicara dengan Allah, untuk meminta pertolonganNya atau nasehatNya. Tetapi
sekarang, ketika seseorang bisa melewati beberapa hari dan minggu tanpa pernah
mengunjungi Allah, keanehan seperti itu menunjukkan kasih yang sedikit / kecil.
Juga, pada saat ada ketidakpedulian dalam memuliakan Allah, tidak ada
perencanaan dan usaha / penyusunan tentang bagai-mana kita bisa menjadi paling
berguna untuk Dia, pada saat kita tidak berkabung atas dosa seperti yang biasa
kita lakukan, tidak peka terhadap pelanggaran, tidak mempunyai hati yang hancur,
tidak begitu hati-hati untuk menghindari semua kesempatan untuk menyakiti hati
/ menyalahi Allah, tidak begitu berjaga-jaga dan bersemangat seperti kita
biasanya, tidak bangkit untuk melawan pencobaan dan pikiran daging, kasih itu
berkurang / melemah. Jelas bahwa ketika rasa kewajiban pada Kristus itu hangat
dalam hati kita, dosa tidak lolos dengan begitu bebas; kasih tidak akan
mengijinkannya hidup dan bertindak dalam hati, Titus 2:11-12, Kej 39:9. Tetapi
sekarang, karena semua ini sudah luntur, hati tidak dijaga, lidah tidak
dikekang, kata-kata kosong bahkan busuk dan kotor / tak senonoh; kemarahan dan
iri hati merajalela dalam jiwa, semua menuju pada kekacauan dalam hati yang
diabaikan; lebih jauh lagi, bahkan kebaktian dilakukan dengan asal-asalan / tak
sungguh-sungguh dan dalam cara yang ceroboh dan bodoh; dosa diakui tanpa
penyesalan dan perasaan bersalah kepada Allah; doa untuk berkat rohani tanpa
keinginan untuk mendapatkan; kemarahan mengutuk tanpa takut bahaya; doa syafaat
untuk orang lain tanpa simpati atau kasih persaudaraan; syukur diberikan tanpa
menghargai kebaikan / manfaat atau kasih kepada Allah dalam mengingat mereka;
perundingan tentang hal-hal kudus tidak pernah dilakukan atau sangat sedikit
dan ceroboh; pembacaan (Kitab Suci / Firman Tuhan) tanpa keinginan mendapatkan
keuntungan / manfaat; menyanyi tanpa kesenangan atau nyanyian di hati. Semua
ini hanyalah laporan / catatan suatu hati yang menurun dalam kasih kepada
Allah] - ‘Jude’, hal 345-346.
Renungkanlah kata-kata Manton di atas ini kata demi kata,
dan ban-dingkanlah dengan hidup saudara. Dari situ saudara bisa mengetahui
apakah saudara sudah kehilangan kasih yang semula atau tidak.
Thomas Manton: “In our serious
sequestration and retirements we should have such thoughts as these are: - I
was wont to spend some time every day with God; I remember when it was a
delight to me to think of him; now I have no heart to pray or meditate, no
relish of communion with his blessed majesty; it was the joy of my soul to be
at an ordinance, the returns of the Sabbath were welcome to me; but now what a
weariness is it! Time was when I had sweet experiences, and the graces of God’s
Spirit were more lively in me, but now all is dead and inefficacious; time was
when a vain thought was burdensome unto me, but now I can away with sinful
actions; time was when the mispence of ordinary time was a grief unto my soul,
now I can spend the Sabbath unprofitably and never be troubled, &c. Thus
should you consider your estate” (= Dalam penyendirian kita yang serius kita
harus mempunyai pemikiran-pemikiran seperti ini: Saya biasanya menghabiskan
beberapa waktu setiap hari dengan Allah; saya ingat bahwa dulu adalah suatu
kesenangan bagi saya untuk berpikir tentang Dia; sekarang aku tidak mempunyai
hati untuk berdoa dan bermeditasi, tidak ada kesukaan dalam bersekutu dengan
Dia; dulu adalah sukacita dari jiwaku untuk berada dalam Perjamuan Kudus,
datangnya hari Sa-bat kusambut dengan baik; tetapi sekarang alangkah
membosankannya hal itu! Ada saat dimana aku mempunyai pengalaman yang manis,
dan kasih karunia Roh Allah lebih hidup dalam diriku, tetapi sekarang semua
mati dan tidak manjur; ada saat dimana pemikiran sia-sia adalah suatu beban
bagiku, tetapi sekarang aku bisa mengabaikan tindakan-tindakan berdosa; ada saat
dimana penghamburan waktu biasa merupa-kan kesedihan bagi jiwaku, sekarang aku
bisa menghamburkan Sabat secara tak berguna dan tidak merisaukannya, dsb.
Begitulah engkau harus memikirkan / merenungkan keadaanmu) - ‘Jude’, hal 346-347.
Pulpit Commentary: “with all their discernment of evil, and zeal against it, they
lacked reality. Their light still burned, but in a dull, lifeless way; their
service had become mechanical” (= dengan pandangan mereka yang
tajam terhadap kejahatan, dan semangat menentangnya, mereka kekurangan realitas
/ kenyataan. Lampu mereka tetap menyala, tetapi secara pudar dan tak
bersemangat; pelayanan mereka telah menjadi pelayanan mekanis) - hal 58.
John Stott: “Without this love, the Church’s work is lifeless” (=
Tanpa kasih ini, pekerjaan Gereja tidak bersemangat) - hal 28.
John Stott: “It is the duty of man to worship God, of the creature to
worship his Creator, but the duty is barren without love. If the worship of the
Church is to be more than lip-service, it must spring from hearts that love
God. ... I expect the worship of the church of Ephesus was almost dead. The
singing had become drab and uninspired, and the prayers were scarcely better
than heathen incantations. There was form but no spirit. There was no life because
there was no love. What was true of the public worship of the Ephesian
Christians was true no doubt of their private devotions also. Only love can
save private prayer and Bible reading from degenerating into a mechanical
routine” (= Adalah kewajiban dari manusia untuk menyembah / berbakti
kepada Allah, dari makhluk ciptaan untuk menyembah / berbakti kepada
Penciptanya. Jika penyembahan / kebaktian dari Gereja tidak merupakan kebaktian
di bibir saja, maka itu harus keluar dari hati yang mengasihi Allah. ... Saya
memperkirakan bahwa kebaktian gereja Efesus hampir mati. Nyanyian telah menjadi
membosankan / tidak menarik dan tak bersemangat, dan doa-doa hampir tidak lebih
baik dari mantera-mantera orang kafir. Di sana ada upacara tetapi tidak ada roh
/ semangat. Di sana tidak ada kehidupan / semangat karena di sana tidak ada
kasih. Apa yang benar tentang kebaktian umum orang-orang kristen Efesus pasti
juga benar tentang Saat Teduh pribadi mereka. Hanya kasih yang bisa
menyelamatkan doa dan pembacaan Kitab Suci secara pribadi terhadap penurunan
menjadi suatu kerutinan yang bersifat mekanis) - hal 30.
Pulpit Commentary: “The outward forms may be perfect, zeal may be maintained,
patience unwearied, orthodoxy untarnished; but if love - the soul’s secret energy
- be impaired, time only is needed to bring the Church to utter decay” (=
Hal-hal luar / lahiriah mungkin sempurna, semangat mungkin dipertahankan,
kesabaran tidak pernah lelah, keorthodoxan tidak bercacat; tetapi kalau kasih -
kekuatan rahasia dari jiwa - berkurang / rusak, hanya waktu yang dibutuhkan
untuk membawa gereja pada kebusukan total) - hal 92.
Memang saya percaya bahwa orang yang meninggalkan kasih
yang semula mula-mula bisa kelihatan tetap baik. Mungkin ia tetap melayani,
tetap bersaat teduh, tetap memberi persembahan, dsb. Tetapi kalau keadaan ini
dibiarkan, maka keadaan akan makin lama makin memburuk, sehingga dari luarpun
hal itu akan kelihatan.
John Stott: “toil becomes drudgery if it is not a labour of love. Jacob
could work seven years for the hand of Rachel only because he loved her, and
the seven years ‘seemed to him but a few days because of the love he had for
her’ (Gen. 29:20). The endurance of suffering can be hard and bitter if it is
not softened and sweetened by love. It is one thing to grit the teeth and
clench the fists with Stoical indifference, and quite another to smile in the
face of adversity with Christian love” [= jerih payah menjadi pekerjaan
yang membosankan jika itu bukanlah pekerjaan kasih. Yakub bisa bekerja 7 tahun
untuk mendapatkan tangan Rahel hanya karena ia mengasihinya, dan 7 tahun itu
‘baginya terlihat seperti hanya beberapa hari karena kasihnya kepadanya’
(Kej 29:20). Bertahan terhadap penderitaan bisa menjadi berat dan pahit
jika itu tidak dilunakkan dan dimaniskan oleh kasih. ‘Mengertakkan gigi dan
mengepalkan kepalan dengan ke-tidak-acuhan Stoa’ berbeda dengan ‘tersenyum
menghadapi kesengsaraan dengan kasih Kristen’] - hal 28.
Catatan: golongan Stoic / Stoa
adalah golongan yang disebutkan dalam Kis 17:18. Ini adalah golongan yang
percaya pada takdir, tetapi mereka percaya bahwa takdir itu bahkan ada di atas
Allah.
6. Apa
yang harus dilakukan supaya kasih yang semula tidak berkurang / hilang?
·
terus bertumbuh secara
rohani; jangan pernah puas dengan apa yang saudara capai secara rohani, baik
dalam pengertian Firman Tuhan, keteguhan iman, pengudusan dsb.
Thomas Manton: “Increase and grow in love,
1Thes. 4:10. Nothing conduceth to a decay more than contentment with what we
have received; every day you should love sin less, self less, world less, but
Christ more and more” (= Bertambahlah dan bertumbuhlah dalam kasih, 1Tes 4:10.
Tidak ada yang lebih menimbulkan kebusukan / penurunan kasih dari pada kepuasan
dengan apa yang telah kita terima; setiap hari engkau harus makin kurang
mengasihi dosa, diri sendiri, dunia, tetapi mengasihi Kristus makin lama makin
banyak) - ‘Jude’, hal 346.
1Tes 4:10 - “Hal
itu kamu lakukan juga terhadap semua saudara di seluruh wilayah Makedonia.
Tetapi kami menasihati kamu, saudara-saudara, supaya kamu lebih bersungguh-sungguh
lagi melakukannya”.
·
kalau terjadi penurunan
kasih, tanganilah secepat mungkin.
Thomas Manton: “Observe the first
declinings, for these are the cause of all the rest. Evil is best stopped in
the beginning; if, when we first began to grow careless, we had taken heed,
then it would never have come to this. ... it is easier to crush an egg than to
kill the serpent” (= Amatilah penurunan pertama, karena ini adalah penyebab dari
semua yang lain. Kejahatan sebaiknya dihentikan pada permulaan; jika pada waktu
pertama-tama kita mulai bertumbuh menjadi ceroboh kita sudah memperhatikan,
maka itu tidak akan pernah menjadi seperti ini. ... adalah lebih mudah
menghancurkan sebuah telur dari pada membunuh ularnya) - ‘Jude’, hal 346.
Ay 5: “Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh!
Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak
demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari
tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat”.
1) ‘Sebab
itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh!’.
KJV: ‘Remember therefore from whence thou art fallen’ (= Sebab
itu ingatlah dari mana engkau jatuh).
NASB: ‘Remember therefore from where you
have fallen’ (= Sebab itu ingatlah dari mana engkau telah jatuh).
NIV: ‘Remember the height from which you have fallen!’ (= Sebab
itu ingatlah ketinggian dari mana engkau telah jatuh).
RSV: ‘Remember then from what you have fallen’ (= Sebab itu
ingatlah dari apa engkau telah jatuh).
Jadi, untuk orang yang
meninggalkan kasih yang pertama, hal pertama yang harus dilakukan adalah
melihat ke belakang untuk mengingat-ingat dimana / kapan ia meninggalkan kasih
yang pertama itu, dan untuk membandingkan keadaan pada waktu ia masih mempunyai
kasih yang pertama dengan keadaan sekarang setelah ia meninggalkan kasih yang
pertama itu.
Perlu diingat bahwa ‘melihat
ke belakang’
bisa merupakan dosa. Contoh:
·
istri
Lot dalam Kej 19:26.
·
Israel
yang ingin kembali ke Mesir (Kel 16:3
17:3 Bil 11:5 Bil 14:2-4 Bil 20:5).
·
Luk
9:62 - “Tetapi Yesus berkata: ‘Setiap orang yang siap untuk membajak
tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah’”.
·
Pengkhotbah
7:10 - “Janganlah mengatakan: ‘Mengapa zaman dulu lebih baik dari pada
zaman sekarang?’ Karena bukannya berdasarkan hikmat engkau menanyakan hal itu”.
Tetapi jelas bahwa kalau
kita melihat ke belakang dengan motivasi untuk mengembalikan kasih yang semula,
maka ini justru merupakan sesuatu yang baik.
James B. Ramsey: “Recall the past experience of His grace” (=
Ingatlah pengalaman lampau tentang kasih karuniaNya) - hal 132.
Ini mencakup mengingat
saat pertobatan, saat berjalan bersama Tuhan, jawaban doa, berkat Firman Tuhan,
kemajuan iman dan pengudusan, kemenangan atas godaan / pencobaan, dsb.
2) ‘Bertobatlah
dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan’.
KJV: ‘repent, and do the first works’ (= bertobatlah, dan
lakukanlah pekerjaan-pekerjaan pertama).
Jadi, setelah kita tahu
tindakan apa yang menyebabkan kita meninggalkan kasih pertama itu, maka kita
harus bertobat (mengaku dosa dan membuang dosa). Setelah itu kita harus kembali
melakukan ‘pekerjaan pertama’, yaitu pekerjaan yang kita lakukan pada waktu
kita masih mempunyai ‘kasih yang pertama’.
Pulpit Commentary: “‘The first works’ means ‘the fruits of thy first love’” (=
‘Pekerjaan-pekerjaan pertama’ berarti ‘buah-buah dari kasih pertamamu’) - hal 58.
Mungkin saudara merasa
heran akan perintah ini, karena bukankah gereja Efesus adalah orang-orang yang
sudah bekerja keras bagi Tuhan? Memang, tetapi ingatlah bahwa dalam
1Kor 13:1-3 Paulus berkata bahwa semua perbuatan baik / pelayanan tidak
ada gunanya kalau tidak ada kasih (Ladd, hal 39). Jadi Kristus tidak
menghendaki seadanya pekerjaan (asal melayani), tetapi ia menghendaki
pekerjaan yang dilandasi oleh kasih kepadaNya!
3) ‘Jika tidak demikian, Aku akan
datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau
engkau tidak bertobat’.
a) Terjemahan KJV salah.
KJV: ‘or else I will come unto thee quickly’ (= atau jika tidak
Aku akan datang kepadamu dengan cepat / segera).
Kata ‘quickly’ (= dengan cepat / segera) ini tidak ada dalam terjemahan
Inggris yang lain, dan seharusnya memang tidak ada.
b) Setelah memberikan perintah untuk
bertobat, Kristus memberikan ancaman kalau mereka tidak bertobat. Kristus
mengancam akan ‘mengambil kaki dian mereka dari tempatnya’. Apa artinya?
Adam Clarke: “As there is here an allusion to the candlestick in the
tabernacle and temple, which could not be removed without suspending the whole
Levitical service, so the threatening here intimates that, if they did not
repent, &c., he would unchurch them; they should no longer have a pastor,
no longer have the word and sacraments, and no longer have the presence of the
Lord Jesus” (= Karena di sini ada gambaran kaki dian dalam Kemah Suci dan
Bait Allah, yang tidak bisa disingkirkan tanpa menyingkirkan seluruh pelayanan
Imamat, maka ancaman di sini menunjukkan bahwa jika mereka tidak bertobat dsb,
Ia akan membuat mereka tidak mempunyai gereja; mereka akan tidak mempunyai
pendeta, tidak lagi mempunyai Firman dan sakramen, dan tidak lagi mendapatkan
kehadiran Tuhan Yesus) - hal 976.
c) Ancaman ini akhirnya tergenapi: gereja Efesus musnah!
William Hendriksen: “The threat ‘or else I come to thee, and will move thy lampstand
out of its place’, was fulfilled. There is today no church in Ephesus. The
place itself is a ruin” (= Ancaman ‘jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan
Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya’ digenapi. Sekarang tidak ada
gereja di Efesus. Tempat itu sendiri merupakan suatu reruntuhan) - hal 62.
Steve Gregg: “Indeed, today there is no city or church in the Turkish
location that was once Ephesus. Islam has been established in this region which
Paul had once thoroughly evangelized (Acts 19:10). How different might the
history of that region have been had the church continued to practice its first
love (Eph. 1:15)?” [= Memang, sekarang tidak ada kota atau gereja di lokasi Turki
yang dulunya adalah Efesus. Islam telah ditegakkan di daerah dimana Paulus
pernah memberitakan Injil secara menyeluruh (Kis 19:10). Alangkah
berbedanya sejarah dari daerah itu, andaikata gereja itu terus mempraktekkan
kasih pertamanya (Ef 1:15)] - hal 65.
John Stott: “He warns them that if they disobey His commands, and do not
repent, their church’s existence will be ignominiously terminated. I will come
to you and remove your lampstand from its place, unless you repent (v. 5). No
church has a secure and permanent place in the world. It is continuously on
trial. If we can judge from the letter which Bishop Ignatius of Antioch wrote
to the Ephesian church at the beginning of the second century, it rallied after
Christ’s appeal. Ignatius describes it in glowing terms. But later it lapsed
again, and by the Middle ages its Christian testimony had been obliterated.
‘The little railway station and hotel and few poor dwelling houses of Ayasaluk,
which now command the ruins of the city, are eloquent of the doom which has
overtaken both Ephesus and its church’ (H. B. Swete, The Apocalypse of St.
John: p. 27). Otherwise, there is nothing but rubble and a bog. A traveller
visiting the village ‘found only three Christians there’, writes Trench (p. 81)
‘and these sunken in such ignorance and apathy as scarcely to have heard the
names of St. Paul or St. John. Christ’s warning to Ephesus is just as
appropriate to us today. Our own church’s light will be extinguished if we
stubbornly persevere in our refusal to love Christ” [= Ia
memperingati mereka bahwa jika mereka tidak mentaati perintahNya, dan tidak
bertobat, keberadaan gereja mereka akan diakhiri secara memalukan. Aku akan
datang kepadamu dan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, kecuali kamu bertobat
(ay 5). Tidak ada gereja yang mempunyai tempat yang aman dan permanen dalam
dunia. Gereja diuji secara terus menerus. Jika kita menilai dari surat yang
ditulis oleh Uskup Ignatius dari Antiokhia kepada gereja Efesus pada awal abad
kedua, gereja ini hidup kembali sesuai seruan Kristus. Ignatius
menggambarkannya dengan ungkapan yang bersemangat. Tetapi belakangan gereja itu
tergelincir lagi, dan pada abad pertengahan kesaksian kristennya dihapuskan.
‘Setasiun kereta api kecil dan hotel dan beberapa rumah orang miskin di
Ayasaluk, yang sekarang menguasai reruntuhan kota itu, merupakan suatu gambaran
/ pernyataan yang hidup tentang peng-hakiman / hukuman / nasib tragis yang
menimpa Efesus dan gerejanya’ (H.B. Swete, The Apocalypse of St. John: hal 27).
Selain itu, tidak ada apapun kecuali reruntuhan dan tanah berlumpur / berawa.
Seorang pelancong yang mengunjungi desa itu ‘menemukan hanya tiga orang kristen
di sana’ tulis Trench (hal 81) ‘dan mereka ini tenggelam dalam ketidaktahuan
dan sikap acuh tak acuh sedemikian rupa sehingga hampir tidak pernah mendengar
nama Paulus atau Yohanes’. Peringatan Kristus kepada Efesus ini juga cocok bagi
kita sekarang. Terang gereja kita sendiri akan dipadamkan jika kita secara tegar
tengkuk bertekun dalam penolakan untuk mengasihi Kristus] - hal 33.
James B. Ramsey: “A church, therefore, may be large and prosperous, zealous for
truth and order and purity, labouring patiently and successfully for the name
of Christ, and yet there may be, unseen by human eyes, and unsuspected even by
herself, a secret defect that silently but surely threatens her very existence.
No external zeal can compensate for declining love” (=
Karena itu, suatu gereja bisa besar dan makmur, bersemangat untuk kebenaran dan
keteraturan dan kemurnian, bekerja dengan sabar dan sukses untuk nama Kristus,
tetapi di sana bisa ada, tanpa terlihat oleh mata manusia, dan tidak diduga
bahkan oleh gereja itu sendiri, suatu cacat rahasia yang, secara diam-diam
tetapi pasti, mengancam keberadaannya. Tidak ada semangat lahiriah yang bisa
menggantikan kasih yang menurun) - hal 130-131.
d) Beberapa hal tentang ancaman dan
penggenapan di sini.
·
Mengapa
Kristus mengancam untuk menghancurkan, dan akhirnya betul-betul menghancurkan
gereja Efesus? Bukankah ‘something’
(= sesuatu) lebih baik dari pada ‘nothing’
(= tidak ada sama sekali)?
Pulpit Commentary: “Our Lord Jesus does not desire the prolonged continuance of a
Church whose love in on the decline. A cold Church does not and cannot
represent Jesus in the world; it is no longer accomplishing the object for
which Churches are formed, and therefore there is no reason why it should
continue” (= Tuhan kita Yesus tidak menginginkan keberadaan lebih lama
dari suatu gereja yang kasihnya menurun. Gereja yang dingin tidak mewakili dan
tidak bisa mewakili Yesus dalam dunia ini; gereja itu tidak lagi mengerjakan
tujuan pembentukan gereja, dan karena itu tidak ada alasan mengapa gereja itu
harus dilanjutkan) - hal 70.
·
Ancaman
dan lebih-lebih penggenapannya, menunjukkan bahwa kehilangan kasih pertama /
semula bukanlah suatu dosa yang remeh!
·
Ancaman
dan penggenapan ini membuat saudara harus, secara serius dan dengan segera,
membenahi gereja saudara, khususnya kalau gereja saudara serupa dengan gereja
Efesus atau bahkan lebih jelek!
·
Ancaman
dan penggenapannya ini tidak bertentangan dengan:
*
Yes 42:3a
- “Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu
yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya”.
Mengapa? Karena Yes 42:3b ini berbicara soal
individu kristen. Untuk individu kristen (yang sejati), bagaimanapun hebatnya
ia jatuh, Kristus tidak akan menghancurkannya. Tetapi Wah 2:5 membicarakan
gereja lokal, dan ini memang bisa dihancurkan. Perlu diingat bahwa pada waktu
gereja Efesus dimusnahkan, itu tidak berarti bahwa orang kristennya lalu murtad
/ kehilangan keselamatannya. Mungkin mereka mati, atau pindah ke tempat lain,
tetapi mereka tetap selamat.
*
Mat 16:18b - “di atas batu karang ini
Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya”.
Mengapa, dan apa bedanya?
Karena Mat 16:18b ini berbicara soal gereja Universal / Gereja yang kudus
dan am. Gereja Universal ini tidak mungkin akan hancur, tetapi gereja lokal
bisa!
Ay 6: “Tetapi ini yang ada padamu, yaitu engkau membenci segala
perbuatan pengikut-pengikut Nikolaus, yang juga Kubenci”.
1) Apa yang dimaksud dengan ‘pengikut-pengikut
Nikolaus’
/ golongan Nikolaitan ini?
a) Pendirinya dan ajarannya.
Banyak yang mengatakan
bahwa Nikolaus ini sama dengan Nikolaus yang merupakan salah satu dari 7 diaken
dalam Kis 6:1-6, yang lalu menjadi sesat, tetapi banyak juga yang
menentang pandangan ini.
Pulpit Commentary: “A common belief was that their founder was Nicolaus of Antioch,
one of the seven deacons. Ireneaus (i. 26), followed by Hippolytus (‘Refut,’
vii. 24), supported this view; Ignatius (‘Trall,’ 9) and the Apostolic
Constitutions (vi. 8) are against it. The Nicolaitans may have claimed him as
their founder, or similarity of name may have caused confusion with a different
person” [= Kepercayaan yang umum adalah bahwa pendiri mereka adalah
Nikolaus dari Antiokhia, salah satu dari tujuh diaken. Ireneaus (i. 26),
diikuti oleh Hippolytus (‘Refut’, vii. 24), mendukung pandangan ini; Ignatius
(‘Trall’, 9) dan the Apostolic Constitution (vi. 8) menentang pandangan ini.
Pengikut Nikolaus mungkin mengclaim Nikolaus sebagai pendirinya, atau persamaan
nama mungkin telah menyebabkan kekacauan dengan orang yang berbeda] - hal 58.
William Barclay: “Ireneaus says of the Nicolaitans that ‘they lived lives of
unrestrained indulgence’ (Against Heresies, 1.26.3). Hippolytus says that he
was one of the seven and that ‘he departed from correct doctrine, and was in
the habit of inculcating indifference of food and life’ (Refutation of
Heresies, 7:24). The Apostolic Constitution (6:8) describe the Nicolaitans as
‘shameless in uncleanness.’ Clement of Alexandria says they ‘abandon themselves
to pleasure like goats ... leading a life of self-indulgence.’ But he acquits
Nicolaus of all blame and says that they perverted his saying ‘that the flesh
must be abused.’ Nicolaus meant that the body must be kept under; the heretics
perverted it into meaning that the flesh can be used as shamelessly as a man
wishes (The Miscellanies 2:20). The Nicolaitans obviously taught loose living” [=
Ireneaus berkata tentang pengikut Nikolaus bahwa ‘mereka hidup dengan keinginan
hati yang tidak dikekang’ (Against Heresies, 1.26.3). Hippolytus mengatakan
bahwa ia adalah salah satu dari tujuh diaken dan bahwa ‘ia menyimpang dari
doktrin yang benar, dan mempunyai kebiasaan untuk menanamkan ketidak-acuhan
terhadap makanan dan kehidupan’ (Refutation of Heresies, 7:24). The Apostolic
Constitution (6:8) menggambarkan pengikut Nikolaus sebagai ‘memalukan dalam
kenajisan’. Clement dari Alexandria mengatakan mereka ‘meninggalkan diri mereka
sendiri dalam kesenangan seperti kambing ... membawa pada suatu kehidupan yang
memuaskan keinginan sendiri’. Tetapi ia melepaskan Nikolaus dari segala tuduhan
dan mengatakan bahwa mereka menyimpangkan kata-katanya ‘bahwa daging harus
disiksa / diperlakukan dengan kejam / disalah-gunakan (abused)’. Nikolaus memaksudkan bahwa tubuh harus
dikuasai; tetapi orang-orang sesat itu membelokkannya dan mengartikannya bahwa
daging bisa digunakan tanpa tahu malu sebagaimana seseorang menginginkannya
(The Miscellanies 2:20). Pengikut Nikolaus jelas mengajarkan kehidupan yang
longgar / tidak ketat] - hal 67.
James B. Ramsey: “The very name of these Nicolaitans has become synonymous with
antinomian and licentious indulgences” (= Nama dari pengikut Nikolaus
ini telah menjadi sinonim dengan ‘anti hukum’ dan keinginan-keinginan yang
tidak bermoral)
- hal 129.
Barclay memberikan
kemungkinan-kemungkinan cara mereka berargumentasi:
·
Hukum
Taurat sudah tidak berlaku, dan karena itu orang kristen boleh berbuat
sekehendak mereka. Bandingkan ini dengan Gal 5:13 - “Saudara-saudara,
memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan
kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa”.
·
Tubuh
ini ‘evil’ (= jahat) dan karena itu
bagaimanapun seseorang hidup, itu tidak mempengaruhinya.
Penerapan:
Sejalan dengan pemikiran
sesat ini, banyak orang kristen yang tidak lagi berjuang untuk menguduskan
dirinya karena berpikir: ‘Bagaimanapun aku berusaha untuk kudus, tetap saja aku
banyak berbuat dosa. Jadi lebih baik aku tidak perlu berusaha’.
·
Orang
kristen dibela oleh kasih karunia Allah, sehingga tidak akan ada ruginya
sekalipun hidup berdosa. Bandingkan ini dengan:
*
Ro 5:20-6:2 - “Tetapi hukum Taurat
ditambahkan supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana dosa
bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah, supaya, sama
seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa
oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. Jika
demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa,
supaya semakin bertambah kasih karunia itu? Sekali-kali tidak! Bukankah kita
telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?”.
*
Ro 6:15-16 - “Jadi bagaimana? Apakah
kita akan berbuat dosa, karena kita tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi
di bawah kasih karunia? Sekali-kali tidak! Apakah kamu tidak tahu, bahwa
apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang sebagai hamba untuk
mentaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu taati, baik dalam
dosa yang memimpin kamu kepada kematian, maupun dalam ketaatan yang memimpin
kamu kepada kebenaran?”.
Barclay juga mengatakan
bahwa problem yang menyebabkan kesesatan mereka ini adalah bahwa orang kristen
harus hidup berbeda dengan orang kafir, khususnya dalam persoalan makan
persembahan berhala dan perzinahan yang pada abad pertama itu merupakan hal
yang merajalela. Karena itu mereka mengkompromikan ajaran Kristen.
William Barclay: “To John the Nicolaitans were worse than pagans, for they were
the enemy within the gates. The Nicolaitans were not prepared to be different;
they were the most dangerous of all heretics from a practical point of view,
for, if their teaching had been successful, the world would have changed
Christianity and not Christianity the world” (= Bagi Yohanes pengikut Nikolaus
ini lebih buruk dari orang kafir, karena mereka adalah musuh dalam pintu
gerbang. Pengikut Nikolaus tidak siap untuk menjadi berbeda; mereka adalah yang
paling berbahaya dari semua ajaran sesat dari sudut pandang praktis, karena
jika ajaran mereka sukses, maka dunialah yang mengubah kekristenan dan bukannya
kekristenan mengubah dunia) - hal 68.
William Barclay: “this danger is coming not from outside the Church but from
inside. The claim of these heretics was that they were not destroying
Christianity but presenting an improved version” [=
bahaya datang bukan dari luar Gereja tetapi dari dalam. Klaim dari orang-orang
sesat ini adalah bahwa mereka bukannya menghancurkan kekristenan tetapi
memperkenalkan / mengajukan suatu versi yang lebih baik (versi baru yang
merupakan perbaikan dari versi lama)] - hal 66.
Penerapan:
Ini seperti bahasa Roh,
nggeblak, Toronto Blessing, bahwa seluruh ajaran Kharismatik yang dianggap
sebagai versi kristen yang telah diperbaiki.
b) Pengikut Nikolaus ini sesat dalam doktrin maupun
praktek.
Barnes’ Notes: “The word Nicolaitanes
occurs only in this place, and in the 15th verse of this chapter. ... From the
two passages, compared with each other, it would seem that they were alike
corrupt in doctrine and in practice, for in the passage before us their deeds
are mentioned, and in ver. 15 their doctrine” (= Kata ‘Nikolaus’ muncul
hanya di sini dan pada ayat 15 dari pasal ini. ... Dari kedua bagian ini,
dibandingkan satu dengan yang lain, kelihatannya mereka ini rusak / jahat dalam
doktrin dan dalam praktek, karena dalam bagian di depan kita ini tindakan
mereka yang disebutkan, dan dalam ay 15 doktrin mereka) - hal 1555.
c) Hubungan ‘golongan
Nikolaitan’
dengan ‘penganut ajaran Bileam’ (Wah 2:14) dan ‘pengikut wanita Izebel’ (Wah 2:20).
Ada pandangan-pandangan
yang berbeda-beda tentang hal ini.
William Barclay: “the Nicolaitans and those who hold the teaching of Balaam were,
in fact, one and the same. There is a play on words here. The name Nicolaus,
the founder of the Nicolaitans, could be derived from two Greek words, nikan, to conquer, and LAOS, the
people. Balaam can be derived from two Hebrew words, BELA, to conquer, and
HA’AM, the people. The two names, then, are the same and both can describe an
evil teacher, who has won victory over the people and subjugated them to
poisonous heresy” (= ‘Pengikut Nikolaus’ dan ‘mereka yang memegang ajaran Bileam’
dalam faktanya adalah satu dan sama. Ada permainan kata di sini. Nama
‘Nikolaus’, pendiri dari sekte Nikolaitan, bisa diturunkan dari 2 kata Yunani,
NIKAN, ‘mengalahkan’, dan LAOS, ‘orang-orang’ / ‘bangsa’. Kata ‘Bileam’ bisa
diturunkan dari 2 kata Ibrani, BELA, ‘mengalahkan’, dan HA’AM, ‘orang-orang’ /
‘bangsa’. Jadi, kedua nama ini adalah sama dan keduanya bisa menggambarkan
seorang guru yang jahat, yang telah mendapat kemenangan atas orang-orang /
bangsa dan menaklukkan mereka kepada ajaran sesat yang beracun) - hal 66.
Pulpit Commentary: “The name Nicolaus may be intended as a Greek equivalent of
Balaam, but this is by no means certain” (= Nama Nikolaus mungkin
dimaksudkan sebagai kata Yunani yang sama dengan kata Bileam, tetapi ini
sama sekali tidak pasti) - hal 58.
Leon Morris setuju dengan
William Barclay, tetapi Albert Barnes mengatakan bahwa penyebutan golongan
Nikolaitan dan penganut ajaran Bileam secara berurutan dalam Wah 2:14-15
justru menunjukkan bahwa mereka bukanlah golongan yang sama.
William Hendriksen
beranggapan bahwa selain ‘golongan Nikolaitan’ dan ‘penganut ajaran Bileam’, ada satu golongan lagi
yaitu ‘penganut / pengikut Izebel’ (Wah 2:20), yang juga menunjuk pada
golongan yang sama.
Pulpit Commentary: “The doctrine of the Nicolaitans, and that of Balaam
(ver. 14), and that of the woman Jezebel (ver. 20), seem to have this
much in common - a contention that the freedom of the Christian placed him
above the moral Law. Neither idolatry nor sensuality could harm those who had
been made free by Christ” [= Doktrin dari Nikolaitan, dan doktrin dari Bileam
(ay 14), dan doktrin dari wanita Izebel (ay 20), kelihatannya
mempunyai persamaan ini - suatu pendirian bahwa kebebasan orang Kristen menempatkan
dia di atas hukum moral. Baik penyembahan berhala maupun pemuasan hawa nafsu
tidak dapat merugikan mereka yang telah dibebaskan oleh Kristus] - hal 58.
2) Gereja
Efesus dipuji karena membenci perbuatan pengikut Nikolaus.
Perhatikan beberapa
komentar di bawah ini berkenaan dengan hal ini.
John Stott: “They were not so stupid as to suppose that Christian charity
can tolerate such false apostles. Love embraces neither error nor evil” (=
Mereka tidak sedemikian bodoh sehingga menganggap bahwa kasih Kristen bisa
menoleransi rasul-rasul palsu seperti itu. Kasih tidak memeluk kesalahan maupun
kejahatan)
- hal 26.
Catatan: John Stott (hal 24)
menganggap bahwa yang disebut rasul-rasul palsu dalam ay 2 adalah golongan
Nikolaitan ini.
Homer Hailey: “The child of God who does not hate wickedness does not love
righteousness” (= Anak Allah yang tidak membenci kejahatan tidak mengasihi
kebenaran)
- hal 123.
Leon Morris (Tyndale): “While love is the typical Christian attitude, love for the good
carries with it a corresponding hatred for what is wrong. ... Notice that it is
the deeds and not the persons which are the objects of hatred” (=
Sekalipun kasih adalah sikap kristen yang khas, kasih terhadap yang baik
membawa hal yang cocok dengannya yaitu kebencian terhadap apa yang salah. ...
Perhatikan bahwa adalah perbuatannya dan bukan orangnya yang merupakan obyek
kebencian itu)
- hal 61.
Pulpit Commentary: “it is possible to hate what Christ hates without loving what he
loves” (= Adalah mungkin untuk membenci apa yang Kristus benci tanpa
mengasihi apa yang Ia kasihi) - hal 58.
Misalnya seseorang bisa
membenci ajaran sesat, tetapi tidak merindukan Firman Tuhan yang benar, malas
berdoa, segan melayani / memberitakan Injil, dsb. Ini tentu bukan merupakan sesuatu
yang benar. Kita harus membenci apa yang Kristus benci dan mengasihi apa yang
Kristus kasihi.
3) James B. Ramsey membandingkan ay 2
(dimana mereka menentang doktrin sesat dari rasul-rasul palsu) dengan ay 6
(dimana mereka menentang praktek-praktek tak bermoral dari golongan
Nikolaitan), dan lalu berkata:
“Observe also how resistance to false teachers and to immoral
practices go together. Loose doctrines and loose morals are intimately
connected. ... A low estimate of truth is inseparable from a low
estimate of practical holiness. The conscience that is not tender enough to
be wounded with false doctrines, is not tender enough to be hurt much with
unholy practices” (= Perhatikan juga bahwa perlawanan terhadap guru-guru palsu
dan terhadap praktek-praktek yang tidak bermoral berjalan bersama-sama. Doktrin
yang longgar dan moral yang longgar berhubungan sangat erat. ... Penilaian
yang rendah tentang kebenaran tidak terpisahkan dari penilaian yang rendah
tentang kesucian praktis. Hati nurani yang tidak cukup lembut / peka untuk
dilukai oleh doktrin-doktrin sesat, juga tidak cukup lembut / peka untuk
dilukai oleh praktek-praktek yang tidak suci) - hal 130.
Kata-kata Ramsey ini
memang sangat logis. Dan karena itu jangan percaya adanya nabi palsu yang
mempunyai doktrin sesat tetapi hidupnya bisa kudus, atau adanya orang kristen
yang bersikap santai saja pada waktu mendengar ajaran sesat tetapi hidupnya
bisa kudus. Kalau ada hal seperti itu, maka kekudusannya pasti hanya kekudusan
lahiriah, pura-pura / munafik.
Ay 7: “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan
Roh kepada jemaat-jemaat: Barangsiapa menang, dia akan Kuberi makan dari pohon
kehidupan yang ada di Taman Firdaus Allah”.
1) ‘Siapa bertelinga, hendaklah ia
mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat’.
Bentuk jamak ‘jemaat-jemaat’ (atau ‘gereja-gereja’) menunjukkan bahwa setiap
surat harus dibacakan kepada semua gereja, dan bukan hanya dibacakan di gereja
kepada siapa surat itu ditujukan.
2) ‘Barangsiapa menang, dia akan
Kuberi makan dari pohon kehidupan yang ada di Taman Firdaus Allah’.
a) ‘Barangsiapa menang’.
·
Homer
Hailey (hal 118) mengatakan bahwa kata ‘menang’, dalam bahasa Yunaninya
adalah NIKAO, yang merupakan kata favorit dari rasul Yohanes. Kata ini muncul
28 x dalam Perjanjian Baru, dan 24 diantaranya digunakan oleh rasul Yohanes (1
x dalam Injil Yohanes, 6 x dalam 1Yohanes, dan 17 x dalam Kitab Wahyu).
·
George
Eldon Ladd:
“The idea of conquering suggests
warfare. The Christian life is an unrelenting warfare against the powers of
evil” (= Gagasan tentang ‘menang / mengalahkan’ memberikan kesan
suatu peperangan. Hidup Kristen merupakan suatu perang yang tidak ada hentinya
melawan kuasa kejahatan) - hal 40.
Dan mengingat bahwa
kata-kata / janji tentang ‘barang siapa menang’ ini ada dalam ketujuh surat dalam Wah 2-3
(2:7,1117,26 3:5,12,21), maka
jelas bahwa tidak ada gereja yang tidak perlu berperang.
·
Orang
yang menang adalah orang kristen yang setia dan bertekun sampai akhir dalam
berperang melawan setan dan dosa dan dalam mengasihi Kristus.
Robert H. Mounce (NICNT): “The overcomer in Revelation is not one who has conquered an
earthly foe by force, but one who has remained faithful to Christ to the very
end. The victory he achieves is analogous to the victory of Christ on the
cross” (= Pemenang dalam Kitab Wahyu bukanlah orang yang telah
mengalahkan musuh duniawi dengan kekuatan, tetapi orang yang tetap setia kepada
Kristus sampai akhir. Kemenangan yang ia capai analog dengan kemenangan Kristus
pada kayu salib)
- hal 90.
·
Bandingkan dengan 1Yoh 5:4
- “Perintah-perintahNya
itu tidak berat, sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan
inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita”.
Jadi, sekalipun Wah 2:7 ini mengatakan ‘barangsiapa menang’ tetapi sebetulnya bagi orang kristen kemenangan itu
dijamin. Adanya ja-minan membuat kita bisa mempunyai damai dan sukacita di
tengah-tengah peperangan, tetapi adanya kata-kata ‘barangsiapa menang’ mengharuskan kita tetap berperang habis-habisan, dan
bukannya bersikap santai karena toh sudah dijamin.
b) ‘Taman Firdaus Allah’.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘the paradise of God’.
Penggunaan kata ‘paradise’:
1. Dalam Septuaginta atau Perjanjian
Lama berbahasa Yunani, kata ini mempunyai 2 penggunaan:
·
Ini
digunakan untuk menunjuk pada Taman Eden (Kej 2:8 3:1).
·
Ini
digunakan untuk menunjuk pada taman / kebun yang megah / indah (Yes 1:30 Yer 29:5 Pengkhotbah 2:5).
2.
Dalam
pemikiran orang kristen mula-mula dianggap bahwa semua orang mati akan pergi ke
suatu tempat penantian, dan tinggal di sana sampai penghakiman terakhir. Tetapi
di sana ada satu tempat khusus bagi para tokoh Kitab Suci dan nabi-nabi, dan
tempat ini disebut ‘paradise’.
Tertullian menganggap bahwa hanya ada satu golongan orang yang langsung masuk
ke ‘paradise’ ini, yaitu para martir.
Ia berkata:
“The sole key to unlock paradise is your own life’s blood” (=
Satu-satunya kunci untuk membuka firdaus adalah darahmu sendiri) - William Barclay, hal
70.
Barclay lalu mengatakan:
“The great early thinkers did not identify paradise and heaven;
paradise was the intermediate stage, where the souls of the righteous were
fitted to enter the presence of God” (= Para pemikir mula-mula yang
besar tidak menyamakan firdaus dengan surga; firdaus adalah tingkat di
tengah-tengah, dimana jiwa dari orang benar disesuaikan untuk masuk ke hadirat
Allah)
- hal 71.
Terhadap hal ini Barclay
lalu memberikan komentar sesatnya:
“There is something very lovely here. Who has not felt that the
leap from earth to heaven is too great for one step and that there is need of a
gradual entering into the presence of God?” (= Ada sesuatu yang indah di
sini. Siapa yang tidak merasa bahwa loncatan dari bumi ke surga adalah terlalu
besar untuk satu langkah dan bahwa diperlukan untuk masuk setahap demi setahap
ke hadirat Allah?) - hal 71.
Kata-katanya ini
menunjukkan seolah-olah darah Kristus tidak cukup berkuasa untuk menyucikan
kita yang percaya, sehingga setelah mati kita masih membutuhkan semacam
penyesuaian! Ini kontras sekali dengan cerita yang pernah saya baca tentang
seorang penginjil, yang waktu diejek dengan pertanyaan: ‘Berapa
jauhnya dari Chicago ke surga?’, lalu menjawab: ‘Hanya satu langkah. Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan
engkau akan sampai di surga!’.
3. Pada akhirnya orang-orang kristen
mengidentikkan ‘paradise’ dengan
‘surga’.
Dasarnya:
·
Luk 23:43
- “Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari
ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus”.
Padahal waktu Yesus mati,
Ia menyerahkan rohNya kepada Bapa (Luk 23:46), yang menunjukkan bahwa Ia
pergi ke surga. Jadi jelas bahwa ‘Firdaus’ yang Ia maksudkan juga adalah surga.
·
Wah 2:7
ini mengatakan bahwa pohon kehidupan ada di Taman Firdaus Allah. Tetapi
Wah 22:2,14 menunjukkan bahwa pohon kehidupan itu ada di surga (ingat
bahwa mulai Wah 21:9 rasul Yohanes menggambarkan surga).
·
2Kor 12:2-4 - “Aku tahu tentang seorang
Kristen; empat belas tahun yang lampau - entah di dalam tubuh, aku tidak tahu,
entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya - orang itu
tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga. Aku juga tahu
tentang orang itu, - entah di dalam tubuh entah di luar tubuh, aku tidak tahu,
Allah yang mengetahuinya - ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia
mendengar kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia”.
Mula-mula Paulus berkata bahwa orang itu (Catatan: yang
ia maksudkan sebetulnya adalah dirinya sendiri) diangkat ‘ke tingkat yang ketiga
dari sorga’, tetapi sebentar lagi ia
mengatakan bahwa orang itu diangkat ‘ke Firdaus’. Kalau
Firdaus bukan surga maka di sini terjadi suatu kontradiksi!
c) Seluruh
kalimat ‘Barangsiapa
menang, dia akan Kuberi makan dari pohon kehidupan yang ada di Taman Firdaus
Allah’ ini artinya adalah: orang yang
menang akan mendapatkan hidup yang kekal di surga.
Robert H. Mounce (NICNT): “The Paradise of God in Revelation symbolizes the eschatological
state in which God and man are restored to that perfect fellowship which
existed before the entrance of sin into the world” (=
Firdaus Allah dalam Kitab Wahyu menyimbolkan keadaan eschatologi / akhir jaman
dalam mana Allah dan manusia dipulihkan kepada suatu persekutuan yang sempurna
yang ada sebelum masuknya dosa ke dalam dunia) - hal 90.
Saya bahkan berpendapat bahwa persekutuan di surga itu
akan lebih baik lagi dari pada persekutuan Allah dan manusia sebelum adanya
dosa.
-AMIN-
email
us at : gkri_exodus@lycos.com