Eksposisi Kitab Samuel yang
Pertama
oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
1) Keluarga
Saul.
Anak-anak Saul hanya disebutkan beberapa orang, yaitu:
a) Anak
laki-lakinya, menurut Matthew Poole hanya disebutkan anak-anak yang nanti mati bersama
dengan dia dalam perang (1Sam 31:2), yaitu:
·
Yonatan.
·
Yiswi.
Matthew Polle menganggap bahwa Yiswi ini sama dengan
Abinadab (bdk. 1Sam 31:2
1Taw 8:33). Tetapi New Bible Commentary menganggap Yiswi ini adalah
Isyboset (2Sam 2:8-dst).
New Bible Commentary:
“Ishvi is
better known as Ish-boseth, a derogatory form of his name (‘man of shame’)” [= Yiswi lebih dikenal sebagai Isyboset, suatu bentuk
penghinaan terhadap namanya (‘orang yang memalukan’)] - hal 295.
Pulpit Commentary (hal 256) setuju dengan Matthew
Poole, dan menganggap bahwa Isyboset nama lainnya adalah Esybaal, yang
disebutkan dalam 1Taw 8:33 9:39.
Daily Bible Commentary beranggapan bahwa Yiswi, Isyboset,
dan Esybaal menunjuk kepada satu orang yang sama.
Daily Bible Commentary:
“‘Ishvi’ (49)
is indubitably Ish-boseth (2Sam. 2:8). His name was really Esh-baal
(1Chron. 8:33 9:39). Later
scribes changed Baal to ‘Boseth’ (shame), but here to yo (from Yahweh),
corrupted to vi” [= ‘Yiswi’ (ay 49)
secara pasti adalah Isyboset (2Sam 2:8). Namanya yang sebenarnya adalah
Esybaal (1Taw 8:33 9:39).
Ahli-ahli Taurat belakangan mengubah Baal menjadi ‘Boset’ (memalukan), tetapi
di sini menjadi yo (dari Yahweh), dirusak / diubah menjadi vi / wi] - hal 256.
Saya condong pada pandangan Matthew Poole dan Pulpit
Commentary.
·
Malkisua.
b) Anak
perempuan Saul disebutkan 2 orang yaitu Merab dan Mikhal, yang nanti akan
diceritakan lagi dalam 1Sam 18:17-27.
2) Perang
yang dilakukan oleh Saul.
a) Ia
berperang ke segala penjuru (ay 47).
Pulpit Commentary:
“Moab and Ammon
were on the east, Edom on the south, Zobah on the north east, and the
Philistines on the west” (= Moab dan Amon ada di
timur, Edom di selatan, Zoba di timur laut, dan Filistin di barat) - hal 256.
Perang melawan Amon telah diceritakan dalam 1Sam 11,
sedangkan perang melawan Amalek akan diceritakan panjang lebar dalam 1Sam 15.
Perang yang lain melawan Moab, Edom dsb tidak diceritakan secara penuh, karena
dianggap tidak penting.
b) Ia
berperang melawan segala musuhnya (ay 47).
Memang umat Tuhan atau anak Tuhan akan selalu mempunyai
banyak musuh! Perhatikan hidup Yesus, dan juga rasul-rasul, khususnya Paulus.
Mereka hidup saleh, tetapi toh mempunyai banyak musuh. Ini tidak terlalu perlu
diherankan, karena setan mempunyai banyak anak yang bisa ia gerakkan untuk
memusuhi anak-anak Tuhan!
Tetapi banyaknya musuh dan peperangan yang dilakukan Saul
ini mungkin disebabkan oleh hukuman atau hajaran Tuhan, seperti yang
dikatakan oleh Pulpit Commentary di bawah ini.
Pulpit Commentary:
“‘There was
sore war,’ &c. (ver. 52). ‘Very different had been the state of things when
Samuel ruled Israel (ch. 7:13). And the people who looked for protection to an
arm of flesh rather than to God, who was their King, were punished by that
instrument - Saul - which they had chosen for themselves in order that they
might be saved by it’” [= ‘Ada peperangan yang
berat / hebat’ dsb (ay 52). ‘Keadaannya sangat berbeda pada waktu Samuel
memerintah Israel (pasal 7:13). Dan bangsa yang mencari perlindungan dari
lengan dari daging / manusia dan bukan dari Allah, yang adalah Raja mereka,
dihukum oleh alat itu - Saul - yang telah mereka pilih untuk diri mereka
sendiri supaya mereka bisa diselamatkan olehnya’) - hal 263.
1Sam 7:13-14 - “Demikianlah
orang Filistin itu ditundukkan dan tidak lagi memasuki daerah Israel. Tangan
TUHAN melawan orang Filistin seumur hidup Samuel, dan kota-kota yang diambil
orang Filistin dari pada orang Israel, kembali pula kepada Israel, mulai dari
Ekron sampai Gat; dan orang Israel merebut daerah sekitarnya dari tangan orang
Filistin. Antara orang Israel dan orang Amori ada damai”.
Catatan: Kata-kata
ini seakan-akan menunjukkan berdasarkan 1Sam 7:13 bahwa pada jaman Samuel ada
damai. Bahwa 1Sam 7:13-14 belum tentu bisa ditafsirkan demikian, telah
saya bahas dalam khotbah tentang 1Sam 9:1-25. Tetapi dari perbandingan 1Sam
7:13-14 dengan 1Sam 14:52 kita memang bisa menyimpulkan bahwa secara
relatif keadaan pada jaman Samuel lebih damai dibandingkan dengan jaman
Saul.
Ini aneh. Samuel itu seorang nabi dan imam / rohaniwan,
tetapi pada jaman ia memerintah, lebih ada damai dibandingkan dengan jaman
Saul, yang adalah seorang raja yang mempunyai keahlian perang. Mengapa bisa
terjadi demikian? Karena Israel bersandar kepada seorang raja manusia
(1Sam 8:19-20), maka Tuhan menghukum / menghajar mereka dengan banyak
peperangan yang tentunya tidak menyenangkan bagi mereka.
Penerapan:
Mari kita belajar untuk tidak bersandar kepada manusia,
baik itu diri kita sendiri maupun orang lain, atau kepada hal apapun seperti
uang simpanan, orang tua yang kaya, pekerjaan kita, dsb. Kita harus bersandar
kepada Tuhan!
Kalau dibaca sepintas maka kelihatannya catatan tentang
Saul di sini menunjukkan kehebatannya, tetapi di dalam bacaan ini sebetulnya
terdapat banyak kejelekan Saul yang terselubung. Mari kita sekarang membahas
hal itu.
Saul hanya mempunyai prestasi duniawi, tidak yang rohani,
padahal sebagai seorang raja ia sebetulnya mempunyai banyak kesempatan untuk
melakukan keduanya. Ada banyak hal yang ingin saya bahas berkenaan dengan hal
ini.
1) Pertama-tama
perlu diketahui bahwa sebetulnya kita tidak boleh membedakan hal yang duniawi
dengan hal yang rohani dengan melihat jenis tindakan / pekerjaan itu.
Dahulu gereja memang membedakan duniawi dan jasmani berdasarkan
jenis tindakan / pekerjaan. Jadi kalau orang menjadi pendeta / biarawan, atau
melayani di gereja, memberitakan Injil di luar dsb, maka ia dianggap melakukan
hal yang rohani. Tetapi sebaliknya kalau seorang pelajar / mahasiswa belajar,
atau seorang direktur memimpin perusahaan, atau seorang istri mengatur rumah
tangga, atau orang tua mendidik anak, atau 2 orang berpacaran, maka semua itu
dianggap sebagai hal-hal yang bersifat duniawi.
Calvin adalah orang yang pertama yang mendobrak pandangan
salah ini. Suatu pekerjaan ‘duniawi’ bisa dianggap sebagai rohani, kalau
motivasinya bersifat rohani.
Contoh: seorang tukang batu yang membangun sebuah gereja,
bisa berpikir bermacam-macam tentang pekerjaannya, misalnya:
·
aku sedang membangun
tembok.
·
aku sedang mencari uang
untuk keluargaku.
·
aku sedang membangun gereja
untuk kemuliaan Tuhan.
Kalau kuli itu mempunyai pemikiran terakhir ini, maka
jelas bahwa ia melakukan sesuatu yang rohani. Bahkan tukang batu yang membangun
gedung biasa (bukan gedung gereja), tetap bisa bekerja dengan pemikiran bahwa
uang yang ia hasilkan akan ia gunakan untuk kemuliaan Tuhan, dan dengan
demikian ia melakukan hal yang rohani.
Ini juga berlaku untuk saudara pada waktu bekerja dalam
pekerjaan saudara masing-masing, juga bagi para pelajar / mahasiswa pada waktu
belajar, dan bagi istri-istri pada waktu mengurus rumah tangga, dsb.
Sebaliknya, seseorang bisa melakukan sesuatu yang
‘rohani’, seperti menjadi pendeta, tetapi dengan motivasi ‘cari duit’, ‘ingin
dihormati’ dsb. Dalam hal ini sekalipun ia menjadi pendeta, maka jelas bahwa ia
melakukan sesuatu yang bersifat duniawi!
Pulpit Commentary:
“Secular and
spiritual are not always good terms to indicate spheres of activity, because
every act can and ought to be spiritual in its tone and principle” (= Duniawi dan rohani tidak selalu merupakan istilah-istilah
yang baik untuk menunjuk pada dunia aktivitas, karena setiap perbuatan bisa dan
harus bersifat rohani dalam nada / sifat dan prinsipnya) - hal 260.
2) Pada
waktu Saul berperang, apakah ini merupakan tindakan duniawi atau rohani?
Sebetulnya sekalipun Saul berperang, ini memang bisa
menjadi hal yang rohani, yaitu kalau ia melakukannya dengan motivasi yang
benar. Pada waktu Daud berkelahi dengan Goliat dan mengalahkannya, jelas bahwa
ia melakukan sesuatu yang rohani (lihat motivasi Daud dalam 1Sam
17:26,36,45-47). Tetapi saya sangat meragukan bahwa Saul berperang dengan
motivasi yang benar. Apa dasarnya?
a) Ayat-ayat
seperti 1Sam 14:24 (‘membalas dendam terhadap
musuhku’) dan 1Sam 15:30 (‘tunjukkanlah juga hormatmu kepadaku sekarang di depan tua-tua
bangsaku dan di depan orang Israel’)
rasanya menunjukkan ego yang besar, dan tidak memungkinkan ia melakukan semua
itu demi Tuhan.
b) Jauh
lebih mungkin bahwa Saul berperang sekedar karena ingin dianggap sebagai raja
yang besar / hebat, atau karena ingin mendapatkan keuntungan dari penjarahan
(seperti dalam 1Sam 15:9), atau karena ia mempunyai jiwa patriot sehingga
ingin membalas dendam terhadap bangsa-bangsa yang pernah merugikan Israel.
Perhatikan bagian-bagian dari ay 47-48 di bawah ini:
·
Ay 47a: ‘melawan segala
musuhnya’.
·
Ay 47b: ‘Dan kemanapun
ia pergi, ia selalu mendapat kemenangan’. Ini terjemahan dari Septuaginta /
LXX; perhatikan terjemahan NIV/NASB di bawah ini yang diambil dari bahasa
Ibraninya.
NIV: ‘Wherever he
turned, he inflicted punishment on them’ (= Kemanapun ia berpaling, ia
memberikan hukuman pada mereka).
NASB: ‘and wherever
he turned, he inflicted punishment’ (= dan kemanapun ia berpaling, ia
memberikan hukuman).
·
Ay 48b: ‘orang-orang
yang merampasi’.
NIV: ‘those who had
plundered them’ (= orang-orang yang telah menjarah mereka’).
Jadi perang ini dilakukan sebagai pembalasan /
penghukuman terhadap mereka yang dulunya berbuat jahat kepada Israel.
c) Dalam
berperang Saul sering berperang sekehendak hatinya, tanpa mendapat perintah
Tuhan atau menanyakan kehendak / nasehat Tuhan.
Memang ada perkecualian, seperti perang melawan Amon
dalam 1Sam 11 yang kelihatannya memang didorong oleh Tuhan (perhatikan 1Sam
11:6), dan juga perang melawan Amalek dalam 1Sam 15, yang jelas diperintahkan
oleh Tuhan (1Sam 15:1-3). Tetapi yang terakhir ini, sekalipun
diperintahkan oleh Tuhan, tetapi akhirnya ia laksanakan tidak sesuai dengan
perintah Tuhan, sehingga menyebabkan ia lalu ditolak sebagai raja.
Tetapi pada umumnya ia berperang sekehendak hatinya.
Ini khususnya ditonjolkan oleh terjemahan KJV dari ay 47b yang berbunyi: ‘and whithersoever he turned himself,
he vexed them’ (= dan kemanapun ia memalingkan dirinya sendiri, ia
menyiksa mereka / membuat mereka menderita).
Catatan: tetapi
sebetulnya kata ‘himself’ (= dirinya
sendiri) ini tidak ada dalam bahasa aslinya.
Pulpit Commentary memberikan komentar dan penerapan yang
sangat menarik tentang bagian ini, dimana dikatakan sebagai berikut:
“he had successes - great
successes as a warrior. ... Not content with defending the territory, Saul
organised and disciplined the army of Israel, so as to be able to use it in
aggressive war, and smite the nations which had at various periods oppressed
his country. Whithersoever he turned himself he was victorious. And yet Saul
did not conduct those wars or win those victories in a manner worthy of a
servant of Jehovah. There is no trace of his having command or counsel from
God. ... Saul struck right and left as the mood seized him, and ‘whithersoever
he turned himself’ he conquered. This is worth noting. A man may have many
successes in life; nay, may have them in the Church, and in vindication of
sacred truth, yet not have them as a Christian ought, and so not please God.
Especially may this be the case in ecclesiastical and theological controversy.
One may be quite on the right side, and may strike heavy blows at errorists and
heretics all round, just as he ‘turns himself,’ and yet have no communion with
the God of truth whom he seems to serve, obey motives unworthy of a servant of
Christ, and indulge a harsh and wilful temper such as God cannot approve.
Restlessness indicates an undisciplined, unhallowed energy. Restfulness belongs
to those who submit all their plans to God, and lay all their energies at his
feet. No men are so deaf to expostulation and so hard of recovery as those who
try to keep an accusing conscience quiet by ceaseless activity. They turn
hither and smite, thither and smite again. Perhaps they attack what deserves to
be smitten; but it is a bad sign of themselves that they are never still before
the Lord, letting his word search them. Under ever so much noise of debate and
controversy, what hollowness may lurk, what degeneracy!” (= ia mendapat kesuksesan-kesuksesan besar sebagai seorang
pejuang. ... Tidak puas dengan mempertahankan perbatasannya, Saul mengorganisir
dan mendisiplin tentara Israel, sehingga bisa menggunakannya dalam perang yang
bersifat agresif, dan memukul bangsa-bangsa yang pada masa yang berbeda-beda
pernah menindas negaranya. Kemanapun ia pergi / memalingkan dirinya sendiri, ia
menang. Tetapi sekalipun demikian Saul tidak melakukan peperangan-peperangan
itu atau memenangkan kemenangan-kemenangan itu dengan cara yang layak bagi
seorang pelayan Yehovah. Tidak ada petunjuk bahwa ia mendapat perintah atau
nasehat dari Allah. ... Saul memukul ke kanan dan ke kiri sesuai dengan suasana
hatinya, dan ‘kemanapun ia memalingkan dirinya sendiri’ ia menang. Ini
merupakan hal yang berharga untuk diperhatikan. Seseorang bisa mendapatkan
banyak kesuksesan dalam kehidupan; tidak, ia bahkan bisa mendapatkan kesuksesan
dalam Gereja, dan dalam mempertahankan kebenaran yang sakral, tetapi tidak
mendapatkannya sebagaimana seharusnya bagi orang Kristen, dan dengan demikian
tidak menyenangkan Allah. Ini khususnya berlaku dalam perdebatan gereja dan
theologia. Seseorang bisa ada di pihak yang benar, dan bisa memberikan pukulan
yang berat kepada orang-orang yang salah dan bidat-bidat di sekitarnya, persis
seperti ia ‘memalingkan dirinya sendiri’, tetapi tidak mempunyai persekutuan
dengan Allah dari kebenaran yang kelihatannya ia layani, mentaati motivasi yang
tidak layak bagi seorang pelayan Kristus, dan menuruti kemarahan yang keras /
kasar dan keras kepala yang tidak bisa disetujui oleh Allah. Kegelisahan /
ketidaktenangan menunjukkan tenaga yang tidak didisiplin dan tidak dikuduskan.
Ketenangan menjadi milik mereka yang menyerahkan / menundukkan semua rencana
mereka kepada Allah, dan meletakkan semua tenaga mereka pada kakiNya. Tidak ada
orang yang begitu tuli terhadap peringatan dan begitu sukar untuk dipulihkan
seperti mereka yang berusaha untuk menenangkan ‘hati nurani yang menuduhnya’
melalui aktivitas yang tidak henti-hentinya. Mereka berpaling ke sana dan
memukul, ke sini dan memukul lagi. Mungkin mereka menyerang apa yang layak
untuk dipukul; tetapi itu merupakan tanda buruk tentang diri mereka sendiri
bahwa mereka tidak pernah bisa diam di hadapan Tuhan, membiarkan firmanNya
menyelidiki mereka. Di bawah begitu banyak keributan perdebatan dan
kontroversi, ada kekosongan / kehampaan dan kemerosotan yang mengintai) - hal 263.
Catatan: ini tentu
tidak berarti bahwa kita tidak pernah boleh menyerang nabi-nabi palsu dengan
ajaran sesatnya, karena baik Yesus maupun rasul-rasul melakukan hal itu. Kita
boleh menyerang-nya, tetapi:
·
bukan sesuai kemauan kita
sendiri, tetapi kemauan Tuhan. Jadi, sebelum menyerang mintalah petunjuk Tuhan
lebih dulu.
·
bukan karena kemarahan /
kebencian, tetapi karena kecintaan kepada kebenaran / pembelaan kebenaran, dan
untuk menjaga orang lain dari kesesatan atau untuk mengembalikan orang yang
sudah disesatkan ke jalan yang benar.
·
bukan untuk menenangkan
hati nurani yang menuduh kita, atau untuk mengisi kekosongan hidup kita.
Dari semua ini kelihatannya peperangan-peperangan yang
dilakukan oleh Saul tidak bisa disebut sebagai tindakan rohani.
3) Dalam
Ul 17:14-20 ada hukum tentang raja, dan Ul 17:18-20nya menunjukkan
bahwa seorang raja mempunyai ‘tugas rohani’, yaitu menyuruh membuat salinan
hukum Taurat, membaca / mempelajarinya dan mentaatinya, belajar takut kepada
Tuhan, dsb. Jadi seorang raja tidak boleh hanya mengurusi pemerintahan dan
perang, tetapi juga harus mengurusi agama (untuk dirinya sendiri maupun
bangsanya).
Raja-raja yang rohani melakukan kedua hal ini. Misalnya:
a) Daud.
Tentang Daud memang juga dicatat kemenangan-kemenangannya
dalam perang, dan juga tentang pemerintahannya (2Sam 8,10), tetapi sebelum
itu sudah dicatat lebih dulu tentang pelayanan rohaninya (2Sam 6-7)
b) Salomo.
Tentang Salomo juga diceritakan tentang pemerintahannya
(1Raja 4), tetapi juga dicatat tentang doanya (1Raja 3), dan
pelayanan rohani-nya, yaitu pendirian dan pentahbisan Bait Allah (1Raja 5-8).
Tetapi bagaimana dengan Saul? Kelihatannya Saul begitu
terobsesi dengan perang-perangnya, dan memang ia mungkin tidak terlalu peduli
kepada hal-hal rohani, sehingga tidak pernah dicatat apapun tentang
dilakukannya ‘tugas rohani’ ini. Akibatnya Ul 17:20 tidak terjadi dalam
hidupnya!
Pulpit Commentary:
“the brief
reference to his wars may appear to have little or no moral significance ...
There had been given to Saul the opportunity of rendering service to Israel,
both by setting them free from the oppression of enemies and by inspiring the
nation with a spirit conformable to the great Messianic purpose for which they
existed. He failed to enter into the high spiritual aspirations suitable to a
ruler of the chosen race, and therefore history simply records the fact that
his life was spent in the rendering of the lower kind of service. Repression of
the foe was service, but of an inferior type. He missed a chance of doing a
more glorious and enduring work” (=
pernyataan singkat tentang peperangannya kelihatannya mempunyai arti moral
hanya sedikit atau tidak ada sama sekali ... Kepada Saul telah diberikan
kesempatan untuk memberikan pelayanan kepada Israel, baik dengan membebaskan
mereka dari penindasan musuh-musuh, maupun dengan mengilhami bangsa itu dengan
suatu semangat yang sesuai dengan tujuan besar yang berhubungan dengan Mesias.
Ia gagal untuk masuk ke dalam cita-cita / keinginan rohani yang tinggi yang
sesuai bagi seorang raja dari bangsa pilihan, dan karena itu sejarah hanya
mencatat fakta bahwa hidupnya dihabiskan dalam memberikan jenis pelayanan yang
lebih rendah. Penindasan / penekanan terhadap musuh adalah pelayanan, tetapi
dari jenis yang lebih rendah. Ia kehilangan kesempatan untuk melakukan
pekerjaan yang lebih mulia dan lebih kekal)
- hal 259.
Penerapan:
Kalau saya boleh tetap menggunakan istilah ‘duniawi’ dan
‘rohani’ yang sudah salah kaprah itu,
maka saya katakan bahwa setiap saudara mempunyai ‘tugas duniawi’ dan ‘tugas
rohani’:
·
Orang tua mempunyai ‘tugas
duniawi’ seperti mencari nafkah, mendidik anak, mengatur rumah, dsb. Tetapi
juga mempunyai ‘tugas rohani’ seperti belajar Firman Tuhan, melayani Tuhan,
memberitakan Injil, mengarahkan anak kepada Tuhan, dsb.
·
Para anak / pelajar /
mahasiswa mempunyai ‘tugas duniawi’ seperti menghormati orang tua, belajar
dengan baik, dan bahkan mencari pasangan. Tetapi saudara juga tetap mempunyai
‘tugas rohani’, seperti belajar Firman Tuhan, berdoa, melayani Tuhan /
memberitakan Injil, dsb.
Jadi memang saudara tidak boleh melalaikan ‘tugas
duniawi’, tetapi waspadalah untuk tidak begitu terobsesi dengan ‘tugas duniawi’
itu sehingga mengabaikan ‘tugas rohani’.
4) Biarpun
‘tugas duniawi’ itu bisa dilakukan dengan motivasi yang benar sehingga menjadi
sesuatu yang bersifat rohani, tetapi perlu kita ingat akan adanya
tingkat-tingkat dalam perbuatan dan pelayanan.
Pulpit Commentary:
“That service
which relates to the material condition of mankind is inferior to that which
bears on the moral. Whatever produces temporary effects is of less value than
that which issues in the enduring” (= Pelayanan
yang berhubungan dengan kondisi materi dari umat manusia adalah lebih rendah
dari pada pelayanan yang berhubungan dengan moral. Apapun yang menghasilkan
hasil yang bersifat sementara lebih rendah nilainya dari pada yang memberikan
hal-hal yang abadi) - hal 260.
Memang pelayanan jasmani itu juga penting (bdk.
Mat 25:31-46 - memberi minum, tumpangan, pakaian). Apalagi pada masa
krisis ekonomi seperti sekarang ini, dimana banyak orang yang kekurangan, maka
‘pelayanan jasmani’ ini penting sekali. Tetapi bagaimanapun ini jelas tidak
bisa dibandingkan dengan ‘pelayanan rohani’, seperti penginjilan dan
pemberitaan Firman. Mengapa? Karena efek dalam diri orang yang dilayani
berbeda. Yang satu pada umumnya bersifat sementara, yang lain bersifat kekal.
Saul kerjanya hanya melakukan perang, yang menghasilkan
sesuatu tetapi sementara. Sementara pembinaan kerohanian bangsanya, yang jelas
bernilai kekal, tidak ia pedulikan.
5) Sekalipun
pelayanan yang remeh / kecil itu dihargai oleh Tuhan (Mat 10:42 - ‘memberi air
sejuk secangkir’), tetapi kalau bisa lebih banyak melayani dan dalam hal yang
lebih penting, mengapa tidak?
Seandainya perang yang dilakukan oleh Saul dilakukan
dengan motivasi yang benar, sehingga bisa disebut sebagai tindakan rohani,
tetapi sebagai seorang raja, Saul seharusnya bisa memimpin perang dan juga
mengurusi / memberi perhatian kepada hal rohani, seperti yang dilakukan oleh
Daud dan Salomo. Tetapi ia tidak melakukannya.
Bdk. dengan Stefanus, yang sekalipun diangkat sebagai
diaken untuk ‘melayani meja’ (Kis 6:1-7), tetapi ia tidak puas dengan pelayanan
itu, dan lalu melakukan juga pelayanan yang lain, yaitu pemberitaan Injil /
Firman Tuhan (Kis 6:8-dst).
Jadi, ambisi yang bersifat rohani dan kudus, bukan yang
bersifat egois, harus ada dalam diri orang kristen. Ini akan menyebabkan orang
kristen itu berusaha melakukan sebanyak mungkin pelayanan / memilih untuk
melakukan pelayanan yang paling mulia.
Pulpit Commentary:
“No man’s
contribution to the common weal is to be despised, but every man is bound to
rise as high as possible in the scale of valuable service” (= Tidak ada sumbangsih manusia bagi kesejahteraan umum yang
boleh diremehkan, tetapi setiap orang harus naik setinggi mungkin dalam skala pelayanan
yang berharga) - hal 260.
Pulpit Commentary:
“There are
men who devote time and means only to the preservation of the outward
organisations of the Church. Others, nourishing their own piety with care,
minister consolation and instruction to the sick and ignorant. Others, again,
by a wonderfully holy and beautiful life at home, as well as quiet zeal
outside, train souls for Christ, and leave an imperishable impress on the
world” (= Ada orang yang
membaktikan waktu dan uangnya hanya untuk pemeliharaan organisasi lahiriah dari
Gereja. Yang lain, memberi makan kesalehan mereka sendiri dengan hati-hati,
melayani dengan memberi penghiburan dan pengajaran kepada orang yang sakit dan
bodoh / tak mempunyai pengetahuan. Yang lain lagi, melalui suatu hidup yang
suci dan indah di rumah, dan juga semangat yang tenang di luar, melatih
jiwa-jiwa untuk Kristus, dan meninggalkan kesan yang kekal pada dunia) - hal 260.
Bdk. 1Tim 5:17 - “Penatua-penatua
yang baik pimpinannya patut dihormati dua kali lipat, terutama mereka yang
dengan jerih payah berkhotbah dan mengajar”.
Memang memimpin gereja dalam persoalan organisasi gereja
merupakan hal yang penting, tetapi kalau penatua itu menambahinya dengan pemberitaan
Firman, itu tentu lebih baik, dan menyebabkan ia harus lebih dihormati.
Memang dalam gereja tentu tidak semua orang harus menjadi
pendeta dan guru sekolah minggu. Harus ada yang mengurusi organisasi, seperti
majelis, harus ada yang mau angkat-angkat kursi, dsb. tetapi orang-orang ini
juga bisa melakukan pelayanan lain seperti Pekabaran Injil pribadi dsb.
Saul
melakukan banyak perbuatan duniawi, yang mungkin menyebabkan banyak orang
menghormati dan memuji dia. Tetapi Tuhan tidak berkenan kepadanya!
Pulpit
Commentary: “here we read ... how a hero in the midst of noble and worthy
feats of arms may yet lose something nobler and worthier - the favour of God” (= di sini kita membaca ... bagaimana seorang pahlawan di
tengah-tengah prestasi / perbuatan tangannya yang mulia dan berharga bisa
kehilangan sesuatu yang lebih mulia dan lebih berharga - perkenan Allah) - hal 256.
Karena
itu, janganlah meniru Saul. Lakukanlah hal-hal yang rohani, sehingga saudara
bisa menyenangkan dan memuliakan Tuhan. Tuhan memberkati saudara.
-AMIN-
email us at : gkri_exodus@lycos.com