Eksposisi Kitab Samuel yang
Pertama
oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
Apa
yang diceritakan secara singkat dalam 1Sam 14:48, sekarang diceritakan
secara panjang lebar dalam 1Sam 15. Tetapi dalam 1Sam 14:48 hanya disoroti
baiknya saja, dan karena itu dikatakan ‘Ia melakukan
perbuatan-perbuatan yang gagah perkasa, memukul kalah orang Amalek, dan
melepaskan Israel dari tangan orang yang merampasi mereka’. Sedangkan
sekarang dalam 1Sam 15 diceritakan hal jeleknya.
1) Perintah
Tuhan kepada Saul didahului dengan kata-kata yang mengingatkan bahwa Saul
menjadi raja karena Tuhan yang mengangkatnya menjadi raja (ay 1). Ini menjadi
alasan mengapa Saul, sekalipun ia adalah seorang raja, tetap harus mentaati
perintah Tuhan.
Penerapan:
Apakah saudara mempunyai kedudukan tinggi? Ingat bahwa
Tuhanlah yang mengangkat saudara (bdk. Maz 75:7-8), dan karena itu
janganlah kedudukan tinggi itu menyebabkan saudara tidak mentaati Tuhan.
2) Tuhan
memerintahkan Saul untuk memusnahkan seluruh bangsa Amalek beserta ternaknya
(ay 3).
a) Apa
sebabnya Tuhan menyuruh Saul untuk memusnahkan Amalek?
Tuhan menyuruh memusnahkan Amalek, karena Amalek pernah
melakukan kejahatan kepada Israel, ketika Israel baru keluar dari Mesir
(ay 2 bdk. Kel 17:8 Ul 25:18-19). Ini menunjukkan
bahwa Tuhan mengingat dosa Amalek / manusia! Tetapi tentu saja untuk orang beriman
yang telah mengakui dosanya, Tuhan tidak lagi mengingat-ingat dosanya (Yes
38:17b Yes 43:25 Mikha 7:18-19).
Tetapi orang Amalek saat itu tidak dihukum karena dosa
nenek moyangnya pada jaman Musa (Yeh 18:20). Ay 33 menunjukkan dosa
Amalek dan rajanya yang bernama Agag, dan demikian juga 1Sam 14:48b menunjukkan
bahwa Amalek telah merampasi [NIV: ‘had
plundered’ (= telah menjarah)] orang Israel.
Matthew Poole: “I seem to have forgotten,
but now I will show that I remember, and now will revenge, those old injuries
done four hundred years ago, which now I will punish in their children; which
was the more just, because they continued in their parents’ cruel practices,
below, ver. 33” (= Aku kelihatannya telah
lupa, tetapi sekarang Aku akan menunjukkan bahwa Aku ingat, dan sekarang akan
membalas, luka lama yang dilakukan 400 tahun yang lalu, yang sekarang akan Kuhukum
dalam anak-anak / keturunan mereka; yang merupakan hal yang adil, karena mereka
meneruskan praktek-praktek kejam orang tua / nenek moyang mereka, di bawah, ay
33) - hal 549.
b) Amalek
harus dimusnahkan secara total, termasuk ternaknya (ay 3).
Adam Clarke: “This war was not for
plunder, for God commanded that all the property as well as all the people
should be destroyed” (= Perang ini bukan untuk
penjarahan, karena Allah memerintahkan bahwa semua milik maupun orang /
rakyatnya harus dihancurkan) - hal 255.
Ay 3: ‘kanak-kanak maupun anak-anak yang menyusu’.
Matthew Poole: “Infant and suckling; for
their parents’ crime and punishment; which was not unjust, because God is the
supreme Lord and giver of life, and can require his own when he pleaseth;
infants also are born in sin, Psal. 51:5, and therefore liable to God’s wrath,
Eph. 2:3, and to death, Rom. 5:12,14. Their death also was rather a mercy than
a curse to them, as being the occasion of preventing the vast increase of their
sin and punishment” (= Bayi-bayi dan anak-anak
yang menyusu; karena kejahatan dan hukuman orang tua mereka; yang bukan tidak
adil, karena Allah adalah Tuhan yang tertinggi dan pemberi kehidupan, dan bisa
menuntut miliknya pada waktu Ia berkenan; bayi-bayi juga dilahirkan dalam dosa,
Maz 51:7, dan karena itu dapat dikenakan murka Allah, Ef 2:3, dan
kematian, Ro 5:12,14. Kematian mereka juga lebih merupakan belas kasihan
dari pada kutuk bagi mereka, karena merupakan kejadian yang menghalangi
penambahan yang sangat banyak dari dosa dan hukuman mereka) - hal 549.
1) Saul
lalu mengumpulkan tentara dan mengatur strategi (ay 4-5).
2) Saul
menyuruh orang Keni, yang tinggal di antara orang Amalek, untuk menyingkir dari
antara orang Amalek, supaya mereka tidak dimusnahkan bersama-sama dengan orang
Amalek, karena orang Keni mempunyai hubungan yang baik dengan Israel (bdk.
Hak 1:16), dan orang Keni lalu menuruti perintah Saul ini (ay 6).
3) Saul
lalu memukul kalah orang Amalek (ay 7).
Ia menangkap hidup-hidup raja Amalek, yaitu Agag,
sedangkan segenap rakyat Amalek ditumpasnya (ay 8). Sedangkan ternak, hanya
yang tidak / kurang baik yang ditumpas, tetapi yang baik / terbaik tidak
ditumpas (ay 9).
a) Raja
Amalek, yaitu Agag.
Agag adalah nama resmi raja Amalek, sama seperti nama
Firaun bagi raja Mesir (bdk. Bil 24:7 dimana nama Agag sudah muncul pada
jaman Bileam / Musa).
Kita tidak tahu mengapa Saul tidak membunuh Agag, tetapi
menangkapnya hidup-hidup, tetapi apapun alasannya, ini bertentangan dengan
perintah Tuhan yang menyuruhnya untuk membunuh semua.
b) Apakah
seluruh rakyat Amalek ditumpas?
Sekalipun ay 8 mengatakan ‘segenap rakyatnya
ditumpasnya’, tetapi rupanya Amalek tidak betul-betul dimusnahkan secara total,
karena dalam 1Sam 27:8,
1Sam 30, dan 2Sam 8:12 terlihat bahwa orang Amalek masih ada pada
jaman Daud, dan baru dimusnahkan secara total pada jaman Hizkia (1Taw 4:43).
Keil & Delitzsch:
“‘All,’ i.e.
all that fell into the hands of the Israelites. For it follows from the very
nature of the case that many escaped, and consequently there is nothing
striking in the fact that Amalekites are mentioned again at a later period (ch.
27:8 30:1 2Sam 8:12). The last remnant was
destroyed by the Simeonites upon the mountains of Seir in the reign of Hezekiah
(1Chron. 4:43)” [= ‘Segenap’ yaitu semua
yang jatuh ke tangan orang Israel. Karena dari keadaan kasusnya terlihat bahwa
banyak yang lolos, dan karenanya tidak ada yang luar biasa dalam fakta bahwa
orang Amalek disebutkan lagi pada masa belakangan (27:8 30:1 2Sam 8:12). Sisa yang terakhir dihancurkan oleh suku
Simeon di pegu-nungan Seir pada masa pemerintahan Hizkia (1Taw 4:43)] - hal 152.
c) Tentang
ternak, Saul hanya menumpas ternak yang tidak berharga dan buruk (Pulpit
Commentary: ‘the second best’ / ‘yang
terbaik kedua’), sedangkan yang baik / terbaik tidak ditumpas.
Mungkin Saul dan rakyat / tentaranya merasa sayang
membunuh / membuang sia-sia ternak yang terbaik itu, dan mungkin mereka
mendukungnya dengan berargumentasi: yang berdosa kan orangnya, ternaknya kan
tidak salah? Atau: dari pada dibunuh dan terbuang sia-sia, bukankah lebih baik
kalau digunakan untuk hal-hal yang lebih berguna?
Pulpit Commentary:
“It is very
dangerous to begin to compare our wishes and plans with the clear will of God;
every thought should at once be brought into subjection” (= Adalah sangat berbahaya untuk mulai membandingkan keinginan
dan rencana kita dengan kehendak yang jelas dari Allah; setiap pemikiran harus
segera dibawa pada ketundukan) - hal
275.
Pulpit Commentary:
“And so he
had in the half-way in which men generally keep God’s commandments, doing that
part which is agreeable to themselves, and leaving that part undone which gives
them neither pleasure nor profit” (= Dan
begitulah ia ada di tengah jalan dimana manusia biasanya mentaati perintah
Allah, melakukan bagian yang sesuai dengan diri mereka sendiri / menyenangkan
diri mereka sendiri, dan tidak melakukan bagian yang tidak memberi mereka
kesenangan ataupun keuntungan) - hal
266.
Jangan terlalu cepat berpikir, ‘Berapa sih harganya sapi
/ domba, kok dibelani sampai menentang perintah Tuhan?’. Ingat bahwa ini ternak
dari satu bangsa. Berapa banyaknya ternaknya? Ternaknya Ayub saja jumlahnya
7000 kambing domba, 3000 unta, 500 pasang lembu, 500 keledai betina. Saya yakin
ternaknya Amalek tentu jauh lebih banyak dari itu. Kalau domba satu harganya Rp
300.000,- dan sapi Rp 3 juta, sedangkan jumlah ternak itu ribuan, maka jelas
nilainya jadi puluhan / ratusan milyar rupiah
Mungkin ini masih kurang relevan bagi saudara, karena
kita tidak mengumpulkan harta dalam bentuk ternak. Karena itu saya akan memberi
contoh yang mungkin lebih relevan untuk saudara. Saya punya teman yang orang
tuanya mempunyai 3 buah patung berhala dari emas, yang katanya masing-masing
beratnya 25 kg. Misalnya saudara menginjili orang itu, dan ia lalu
bertobat, dan lalu menyerahkan patung berhala itu kepada saudara, apa yang
saudara akan lakukan dengan patung emas itu?
Bdk. Ul 7:25-26 - “Patung-patung
allah mereka haruslah kamu bakar habis; perak dan emas yang ada pada mereka
janganlah kauingini dan kauambil bagi dirimu sendiri, supaya jangan engkau
terjerat karenanya, sebab hal itu adalah kekejian bagi TUHAN, Allahmu. Dan janganlah
engkau membawa sesuatu kekejian masuk ke dalam rumahmu, sehingga engkaupun
ditumpas seperti itu; haruslah engkau benar-benar merasa jijik dan keji
terhadap hal itu, sebab semuanya itu dikhususkan untuk dimusnahkan”.
Catatan: Kata-kata
‘dikhususkan untuk dimusnahkan’ dalam Ul 7:26 ini dalam bahasa Ibraninya
adalah CHEREM, dan ini juga merupakan kata yang dipakai dalam 1Sam 15:3
(‘tumpaslah’).
Atau misalnya ada orang mempunyai keris dari emas yang
diisi kuasa gelap, diberi sesajen dsb. Kalau orang itu bertobat dan menyerahkan
keris itu kepada saudara, maukah saudara mentaati perintah Tuhan dalam
Ul 7:25-26 ini? Tegakah saudara menghancurkan / membuang emas itu?
Tidakkah lebih baik ditengking roh jahatnya, dilebur, lalu dijual emasnya, dan
emasnya dipersembahkan kepada Tuhan / untuk membangun gereja, atau untuk membantu
orang miskin, dsb?
(Bdk. juga dengan Kis 19:19 dimana orang yang
mempraktekkan sihir bertobat dan lalu membakar kitab-kitab sihir mereka senilai
50.000 uang perak).
Jadi, ay 8-9 ini menunjukkan ketidaktaatan Saul
terhadap perintah Tuhan dalam ay 3.
1) Allah
menyesal (ay 11a,35b).
Ay 11a: ‘Aku menyesal, karena Aku telah menjadikan Saul
raja’.
KJV: ‘It repenteth
me that I have set up Saul to be king’ (= Aku menyesal bahwa Aku telah
menjadikan Saul raja).
RSV: ‘I repent that
I have made Saul king’ (= Aku menyesal bahwa Aku telah menjadikan Saul
raja).
NIV: ‘I am grieved
that I have made Saul king’ (= Aku sedih bahwa Aku telah menjadikan Saul
raja).
NASB: ‘I regret
that I have made Saul king’ (= Aku menyesal bahwa Aku telah menjadikan Saul
raja).
Kata-kata ‘Allah menyesal’ muncul banyak kali dalam Kitab
Suci (Kej 6:5-6
Kel 32:10-14
1Sam 15:11a,35b Yes 38:1,5 Yer 18:8 Yunus 3:10
Amos 7:3,6). Apakah ini berarti bahwa Allah mengubah rencanaNya?
Saya menjawab: Tidak!
Penjelasan:
a) Prinsip
Hermeneutics yang sangat penting adalah: kita tidak boleh menafsirkan suatu
bagian Kitab Suci sehingga bertentangan dengan bagian lain dari Kitab Suci.
Sedangkan 1Sam 15:29 dan Bil 23:19 mengatakan bahwa Allah tidak
mungkin menyesal.
Keil & Delitzsch:
“That this
does not express any changeableness in the divine nature, but simply the sorrow
of the divine love at the rebellion of sinners, is evident enough from ver. 29” (= Bahwa ini tidak menyatakan perubahan apapun dalam hakekat
ilahi, tetapi sekedar kesedihan dari kasih ilahi terhadap pemberontakan orang
berdosa, adalah cukup jelas dari ay 29)
- hal 153.
Disamping itu, Ayub 42:1-2 Maz 33:10-11
Yes 14:24,26-27 Yes
46:10-11 Yer 4:28 menunjukkan
bahwa rencana Allah tidak mungkin berubah / gagal, tetapi sebaliknya pasti
terlaksana.
Ayub 42:1-2 - “Maka jawab Ayub kepada TUHAN: ‘Aku tahu, bahwa Engkau
sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal’”.
Maz 33:10-11 - “TUHAN menggagalkan rencana bangsa-bangsa; Ia meniadakan
rancangan suku-suku bangsa; tetapi rencana TUHAN tetap selama-lamanya,
rancangan hatiNya turun-temurun”.
Yes 14:24,26-27 - “TUHAN semesta alam telah
bersumpah, firmanNya: “Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan
terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana:
... Itulah rancangan yang telah dibuat mengenai seluruh bumi, dan itulah tangan
yang teracung terhadap segala bangsa. TUHAN semesta alam telah merancang,
siapakah yang dapat menggagalkannya? TanganNya telah teracung, siapakah yang
dapat membuatnya ditarik kembali?”.
Yes 46:10-11 - “yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari
zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan
sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksana-kan, yang memanggil burung
buas dari timur, dan orang yang melaksanakan putusanKu dari negeri yang jauh. Aku
telah mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah
merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya”.
Yer 4:28 - “Karena hal ini bumi akan berkabung, dan langit di atas akan
menjadi gelap, sebab Aku telah mengatakannya, Aku telah merancangnya, Aku
tidak akan menyesalinya dan tidak akan mundur dari pada itu”.
b) ‘Allah
menyesal’ adalah bahasa Anthropomorphic / Anthropopathy.
Kitab Suci sering menggunakan bahasa Anthropomorphic
(bahasa yang menggambarkan Allah seakan-akan Ia adalah manusia) dan
Anthropopathy (bahasa yang menggambarkan Allah dengan perasaan-perasaan
manusia). Kalau Kitab Suci menggunakan bahasa Anthropomorphic, maka tidak boleh
diartikan betul-betul demikian. Misalnya pada waktu dikatakan ‘tangan Allah tidak kurang panjang’ (Yes 59:1), atau pada waktu dikatakan ‘mata TUHAN ada di segala tempat’ (Amsal 15:3), ini tentu tidak berarti bahwa Allah
betul-betul mempunyai tangan / mata. Ingat bahwa Allah adalah Roh
(Yoh 4:24).
Demikian juga pada waktu Kitab Suci menggunakan
Anthropopathy (bahasa yang menggambarkan Allah menggunakan perasaan-perasaan
manusia), maka kita tidak boleh mengartikan bahwa Allahnya betul-betul seperti
itu. Contohnya adalah ayat-ayat yang menunjukkan ‘Allah menyesal’ ini.
Pulpit Commentary:
“We cannot
ascribe human feelings to God; yet it is only by the analogy of human feelings
that we can know anything of the mind of God” (= Kita tidak bisa menganggap bahwa Allah memiliki
perasaan-perasaan menusia; tetapi hanya dengan analogi tentang
perasaan-perasaan manusia ini kita bisa mengetahui sesuatu dari pikiran Allah) - hal 272.
Perlu juga saudara ingat bahwa manusia bisa menyesal, karena
ia tidak maha tahu. Misalnya, seorang laki-laki melihat seorang gadis dan ia
menyangka gadis itu seorang yang layak ia peristri. Tetapi setelah menikah,
barulah ia tahu akan adanya banyak hal jelek dalam diri istrinya itu yang
tadinya tidak ia ketahui. Ini menyebabkan ia lalu menyesal telah memperistri
gadis itu.
Tetapi Allah itu maha tahu, sehingga dari semula Ia telah
tahu segala sesuatu yang akan terjadi. Karena itu tidak mungkin Ia bisa
menyesal!
Kalau Kitab Suci mengatakan bahwa Allah menyesal karena
terjadinya sesuatu hal, maka maksudnya hanyalah menunjukkan bahwa hal itu tidak
menyenangkan Allah atau menyedihkan Allah. Calvin mengatakan bahwa ‘Allah
menyesal’ harus dianggap sebagai kiasan dan hanyalah menunjukkan perubahan
tindakan.
Calvin: “When God repents of having
made Saul king, the change of mind is to be taken figuratively. A little later
there is added: ‘The strength of Israel will not lie, nor be turned aside by
repentance; for he is not man, that he may repent’ (1Sam. 15:29 p.). By these
words openly and unfiguratively God’s unchangeableness is declared” [= Pada waktu Allah menyesal karena telah menjadikan Saul raja,
perubahan pikiran harus dianggap sebagai kiasan. Sebentar lagi ditambahkan:
‘Kekuatan Israel / Sang Mulia dari Israel tidak berdusta dan Ia tidak tahu
menyesal; sebab Ia bukan manusia yang harus menyesal’ (1Sam 15:29). Dengan
kata-kata ini secara terbuka / jelas dan tanpa kiasan ketidak-berubahan Allah
dinyatakan] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, chapter XVII, no
12.
Calvin: “Now the mode of
accommodation is for him to represent himself to us not as he is in himself,
but as he seems to us. Although he is beyond all disturbance of mind, yet he
testifies that he is angry toward sinners. Therefore whenever we hear that God
is angered, we ought not to imagine any emotion in him, but rather to consider
that this expression has been taken from our human experience; because God,
whenever he is exercising judgment, exhibits the appearance of one kindled and
angered. So we ought not to understand anything else under the word
‘repentance’ than change of action, ...” (= Cara
penyesuaian adalah dengan menyatakan diriNya sendiri kepada kita bukan
sebagaimana adanya Ia dalam diriNya sendiri, tetapi seperti Ia terlihat oleh
kita. Sekalipun Ia ada di atas segala gangguan pikiran, tetapi Ia menyaksikan
bahwa Ia marah kepada orang-orang berdosa. Karena itu setiap saat kita
mendengar bahwa Allah marah, kita tidak boleh membayangkan adanya emosi apapun
dalam Dia, tetapi menganggap bahwa pernyataan ini diambil dari pengalaman
manusia; karena Allah, pada waktu Ia melakukan penghakiman, menunjukkan diri
seperti seseorang yang marah. Demikian juga kita tidak boleh mengartikan apapun
yang lain terhadap kata ‘penyesalan’ selain perubahan tindakan, ...) - ‘Institutes of the Christian Religion’,
Book I, Chapter XVII, no 13.
Dan dalam tafsirannya tentang Kej 6:6 yang berbunyi:
“maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan
manusia di bumi, dan hal itu memilukan hatiNya”, Keil & Delitzsch berkata sebagai berikut:
“The force of ‘it repented
the Lord,’ may be gathered from the explanatory ‘it grieved Him at His heart.’
This shows that the repentance of God does not presuppose any variableness in
His nature or His purposes. In this sense God never repents of anything
(1Sam. 15:29), ... The repentance of God is an anthropomorphic expression
for the pain of the divine love at the sin of man” [= Pengaruh / arti dari ‘menyesallah Tuhan’ bisa didapatkan
dari bagian yang bersifat menjelaskan ‘hal itu memilukan hatinya’. Ini
menunjukkan bahwa penyesalan Allah tidak menunjukkan perubahan apapun dalam
hakekat / sifatNya atau tujuan / rencanaNya. Dalam arti ini Allah tidak pernah
menyesal tentang apapun (1Sam 15:29), ... Penyesalan Allah merupakan pernyataan
anthropomorphic untuk rasa sakit dari kasih ilahi terhadap dosa manusia] - hal 140.
c) Pada
waktu Kitab Suci mengatakan ‘Allah menyesal’ maka itu berarti bahwa hal itu
ditinjau dari sudut pandang manusia.
Illustrasi: Ada
seorang sutradara yang menyusun naskah untuk sandiwara, dan ia juga sekaligus
menjadi salah satu pemain sandiwara tersebut. Dalam sandiwara itu ditunjukkan
bahwa ia mau makan, tetapi tiba-tiba ada telpon, sehingga ia lalu tidak jadi
makan. Dari sudut penonton, pemain sandiwara itu berubah pikiran / rencana.
Tetapi kalau ditinjau dari sudut naskah / sutradara, ia sama sekali tidak
berubah dari rencana semula, karena dalam naskah sudah direncanakan bahwa ia
mau makan, lalu ada telpon, lalu ia mengubah rencana / pikirannya, dsb.
Pada waktu Kitab Suci berkata ‘Allah menyesal’ maka
memang dari sudut manusia, Allahnya menyesal / mengubah rencanaNya. Tetapi dari
sudut Allah / Rencana Allah, sebetulnya tidak ada perubahan, karena semua
perubahan / penyesalan itu sudah direncanakan oleh Allah.
Dengan demikian jelaslah bahwa kata-kata ‘Allah menyesal’
dalam Kitab Suci, tidak menunjukkan bahwa Allah bisa mengubah rencanaNya!
Ajaran Arminian, yang mengatakan bahwa Allah bisa mengubah rencanaNya, dan bisa
gagal rencanaNya, adalah ajaran yang tidak Alkitabiah!
2) Tuhan
menolak Saul sebagai raja (ay 23b,26,28).
Ini akan saya bahas di bawah (IV,3,e).
1) Setelah
mendengar kata-kata Tuhan dalam ay 11a, Samuel dikatakan menjadi sakit hati,
dan lalu berdoa semalam-malaman kepada Tuhan (ay 11b).
Ay 11b: ‘Maka sakit hatilah Samuel’.
KJV: ‘And it
grieved Samuel’ (= Dan hal itu menyedihkan Samuel).
RSV: ‘And Samuel
was angry’ (= Dan Samuel marah).
NIV: ‘Samuel was
troubled’ (= Samuel susah).
NASB: ‘And Samuel
was distressed’ (= Dan Samuel sedih).
Pulpit Commentary: ‘it
burned Samuel’ (= itu membakar Samuel).
Kata yang sama muncul dalam Yunus 4:1 dimana itu
diterjemahkan ‘marah’
Bandingkan ini dengan ay 35b: ‘Samuel berdukacita karena
Saul’.
RSV/NASB: ‘Samuel
grieved over Saul’ (= Samuel sedih karena Saul).
KJV/NIV: ‘Samuel
mourned for him’ (= Samuel berkabung untuknya).
Jadi kelihatannya dalam diri Samuel ada gabungan perasaan
sedih dan marah. Ini sikap yang benar pada waktu melihat saudara seiman jatuh
ke dalam dosa! Bandingkan dengan Kis 17:16 yang sekalipun dalam terjemahan
Indonesia hanya mengatakan ‘sedih’ tetapi sebetulnya kata Yunaninya menunjukkan
pada gabungan perasaan sedih, marah, kasihan dsb.
Tetapi ia bukan hanya sumpek / marah / sedih, tetapi juga
berdoa sepanjang malam (ay 11 akhir). Mungkin ia berdoa supaya Tuhan mengampuni
Saul, tetapi karena Saul tidak bertobat dengan sungguh-sungguh maka Tuhan tidak
mengampuninya.
Perlu diingat bahwa sejak jaman Yakub, Tuhan sudah
menetapkan bahwa raja-raja Israel akan muncul dari keturunan Yehuda
(Kej 49:8-10), sehingga memang bukanlah rencana Tuhan kalau raja-raja
Israel muncul dari keturunan Saul yang adalah dari suku Benyamin. Doa Samuel
tidak sesuai dengan kehendak / rencana Tuhan dan karena itu tidak dikabulkan
(bdk. 1Yoh 5:14).
2) Paginya
Samuel mau menemui Saul, tetapi Saul telah pergi ke Karmel untuk mendirikan
baginya tanda peringatan (ay 12).
Ay 12: ‘telah didirikannya baginya suatu tanda
peringatan’.
NIV: ‘he has set up
a monument in his own honor’ (= ia telah mendirikan sebuah monumen untuk
kehormatannya sendiri).
Kata Ibrani yang diterjemahkan tanda peringatan /
monument itu adalah YAD, yang arti hurufiahnya adalah ‘tangan’ [Bdk.
2Sam 18:18 - ‘tugu peringatan Absalom’. NIV: ‘Absalom’s monument’ (= monumen Absalom). Lit: ‘hand of Absalom’ (= tangan Absalom)].
Pulpit Commentary:
“The trophy
at Carmel is a token of his own self-satisfaction” (= piala di Karmel merupakan tanda / bukti dari kepuasan
dirinya sendiri) - hal 266.
Saul merasa puas dengan kemenangannya, dan ia ingin
‘membangun nama’ untuk dirinya sendiri dengan membangun monumen itu, padahal di
mata Tuhan ia telah ‘melakukan apa yang jahat’ (ay 19b).
Bdk. Amsal 27:2 - “Biarlah
orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu, orang yang tidak kaukenal dan bukan
bibirmu sendiri”.
3) Dialog
Saul - Samuel (ay 13-31).
a) Ketika
Samuel bertemu dengan Saul, Saul menyapanya dengan suatu berkat, dan menyatakan
bahwa ia telah melaksanakan perintah Tuhan (ay 13).
Bahwa Saul merasa sudah mentaati perintah Tuhan, tidak
berarti betul-betul demikian (bdk. pemuda kaya dalam Mat 19:16-22).
Pulpit Commentary:
“While Saul’s
own conscience was silent they were proclaiming his disobedience” [= Sementara hati nurani Saul sendiri diam, mereka (ternak
dalam ay 14) memproklamirkan ketidaktaatannya] - hal 266.
Bdk. 1Kor 4:3b,4 (NIV): “I do not even judge myself. My conscience is clear, but that does
not make me innocent. It is the Lord who judges me” (= Aku bahkan tidak
menghakimi diriku sendiri. Hati nuraniku bersih, tetapi itu tidak membuat
aku tak berdosa. Tuhanlah yang menghakimi aku).
b) Samuel,
yang mendengar bunyi ternak yang dijarah oleh Israel, lalu bertanya dalam
ay 14: kalau engkau memang mentaati Tuhan, bunyi apakah itu? Memang kalau
Saul mentaati perintah Tuhan dengan membasmi semua ternak, maka pasti pada saat
itu tidak akan ada bunyi ternak.
c) Saul
menyalahkan rakyat (ay 15,21 bdk.
Kej 3:12-13).
Ada penafsir yang menganggap Saul tidak berdusta, tetapi
saya lebih setuju dengan penafsir yang menganggap ini sebagai dusta / alasan
untuk membenarkan diri.
Matthew Poole: “they could not do it
without his privity and consent; and he should have used his power and
authority to overrule them for God’s sake, as he had done formerly for his own
sake. But the truth is, he was zealous for his own honour and interest, but
lukewarm when God only was concerned” (= mereka
tidak bisa melakukan itu tanpa sepengetahuannya dan persetujuannya; dan ia
seharusnya telah menggunakan kuasa dan otoritasnya untuk menolak /
mengesampingkan mereka demi Allah, seperti yang telah ia lakukan sebelumnya
demi dirinya sendiri. Tetapi kebenarannya adalah, ia bersemangat untuk
kehormatan dan kesenangannya sendiri, tetapi suam-suam kuku pada waktu itu hanya
bersangkutan dengan Allah) - hal 550.
Bahkan dalam ay 24 sekalipun secara lahiriah Saul
mengaku salah, tetapi ia tetap menyalahkan rakyat. Ia berdalih bahwa ia takut
kepada rakyat, sehingga lalu menuruti permintaannya.
Adam Clarke: “had he feared God more, he
need have feared the people less” (= andaikata
ia takut kepada Allah lebih banyak, ia perlu takut kepada rakyat lebih sedikit) - hal 256.
Tetapi sebetulnya pengakuan Saul bahwa ia takut kepada
rakyat ini jelas omong kosong. Bahwa Saul tidak takut kepada rakyat dan bahkan
mempunyai otoritas tinggi atas rakyat terlihat dari 1Sam 11:7 dan 1Sam
14:24,34,40.
Pulpit Commentary:
“the people
who so readily obeyed Saul before (ch. 14:24,34,40) would have obeyed him now,
had he really wished it” [= rakyat yang begitu siap
mentaati Saul sebelumnya (14:24,34,40) akan mentaatinya sekarang, seandainya ia
sungguh-sungguh menginginkannya] - hal
266.
d) Saul
juga berkata bahwa rakyat tidak membunuh ternak yang baik dengan maksud untuk
mempersembahkannya sebagai korban kepada Tuhan (ay 15,21).
Samuel lalu menjawab bahwa ketaatan lebih penting dari
pada memberi korban kepada Tuhan (ay 22-23).
Ay 23: ‘kedegilan’.
KJV/RSV: ‘stubbornness’
(= kekeraskepalaan).
NIV: ‘arrogance’
(= kesombongan).
NASB: ‘insubordination’
(= ketidaktundukan / pembangkangan).
Keil & Delitzsch:
“By saying
this, Samuel did not reject sacrifices as worthless; he did not say that God
took no pleasure in burnt-offerings and slain-offerings, but simply compared
sacrifice with obedience to the command of God, and pronounced the latter of
greater worth than the former” (= Dengan
mengatakan ini, Samuel tidak menolak korban sebagai tidak berharga; ia tidak
berkata bahwa Allah tidak senang dengan korban bakaran dan korban sembelihan,
tetapi sekedar membandingkan korban dengan ketaatan pada perintah Allah, dan
menyatakan yang terakhir sebagai lebih bernilai dari pada yang pertama) - hal 155-156.
Keil & Delitzsch:
“Opposition
to God is compared by Samuel to soothsaying and oracles, because idolatry was
manifested in both of them. All conscious disobedience is actually idolatry,
because it makes self-will, the human I, into a god. So that all manifest
opposition to the word and commandment of God is, like idolatry, a rejection of
the true God” (= Menentang / melawan
Allah dibandingkan oleh Samuel dengan tenung dan ramalan, karena penyembahan
berhala dinyatakan dalam keduanya. Semua ketidaktaatan yang disadari sebenarnya
adalah penyembahan berhala, karena itu membuat kehendak sendiri, ego manusia,
sebagai suatu allah. Begitulah semua penentangan yang nyata terhadap firman dan
perintah Allah adalah, seperti penyembahan berhala, suatu penolakan terhadap
Allah yang benar) - hal 157.
Ay 22-23 ini harus diingat oleh orang yang melakukan dosa
dengan alasan supaya bisa memberi persembahan untuk Tuhan.
Misalnya bekerja pada Sabat supaya bisa memberi lebih
banyak kepada Tuhan.
Charles Haddon Spurgeon: “The sentence before us is worthy to be printed in letters of
gold and hung up before the eyes of the present idolatrous generation, who are
very fond of the fineries of will-worship, but utterly neglect the laws of God.
Be it ever in your remembrance that to keep strictly in the path of your
Savior’s command is better than any outward form of religion, and the hearken
to His precept with an attentive ear is better than to bring the fat of rams,
or any other precious thing to lay on His altar. ... though you should give
your body to be burned and all your goods to feed the poor, if you do not
hearken to the Lord’s precepts, all your formalities will profit you nothing.
... How many adorn their temples and decorate their priests, but refuse to obey
the word of the Lord! My soul, come not into their secret” (= Kalimat di depan kita ini layak untuk dicetak dengan huruf
dari emas dan digantung di depan mata dari generasi penyembahan berhala
sekarang ini, yang sangat senang dengan keindahan dari penyembahan kehendak,
tetapi sama sekali mengabaikan hukum-hukum Allah. Ingatlah selalu bahwa
mentaati secara ketat perintah Juruselamatmu adalah lebih baik dari bentuk
lahiriah / luar apapun dari agama, dan mendengarkan perintahNya dengan telinga
yang memperhatikan adalah lebih baik dari membawa lemak domba jantan, atau
benda-benda berharga lainnya untuk diletakkan di altarNya. ... sekalipun engkau
memberikan tubuhmu untuk dibakar dan semua harta bendamu untuk memberi makan
orang miskin, jika engkau tidak mendengar perintah Tuhan, semua upacaramu tidak
akan memberimu keuntungan apa-apa. ... Betapa banyak orang yang memperindah
Bait Allah mereka dan menghiasi imam-imam mereka, tetapi menolak untuk mentaati
firman Tuhan! Jiwaku, janganlah datang kepada perkumpulan mereka) - ‘Morning and
Evening’, Oct. 18, evening.
Bdk. Amsal 21:3 - “Melakukan
kebenaran dan keadilan lebih dikenan TUHAN dari pada korban”.
e) Ini
menyebabkan Tuhan menolak Saul sebagai raja (ay 23b,26,28 bdk. Hos 13:11 - “Aku memberikan engkau seorang raja dalam murkaKu dan
mengambilnya dalam gemasKu”).
ˇ
Ini menyebabkan Saul lalu
‘mengaku dosa’ (ay 24,30).
Barnes’ Notes: “How was it that these
repeated confessions were unavailing to obtain forgiveness, when David’s was?
Because Saul only shrank from the punishment of his sin. David shrank in
abhorrence from the sin itself (Ps. 51:4)” [= Mengapa pengakuan yang berulang-kali ini tidak berhasil
mendapatkan pengampunan, sementara pengakuan Daud berhasil mendapatkannya?
Karena Saul hanya berbalik karena hukuman dosanya. Daud berbalik dalam
kejijikan dari dosa itu sendiri (Maz 51:6)]
- hal 39.
ˇ
Saul memegang jubah Samuel
sehingga jubah itu terkoyak, dan Samuel menggunakan peristiwa itu sebagai alat
untuk memberitakan bahwa jabatan raja itu sudah dikoyakkan oleh Tuhan dari pada
Saul dan diberikan kepada orang lain (ay 27-28).
Samuel menambahkan lagi ay 29.
Ay 29: ‘Sang Mulia dari Israel’.
KJV: ‘the Strength
of Israel’ (= Kekuatan Israel).
RSV/NIV/NASB: ‘the
Glory of Israel’ (= Kemuliaan Israel).
Kata Ibraninya adalah NETSAH YISRAEL.
Keil & Delitzsch: ‘the
Trust of Israel’ (= Kepercayaan israel).
Keil & Delitzsch:
“NETSAH
signifies constancy, endurance, then confidence, trust, because a man can trust
in what is constant. This meaning is to be retained here, where the word is
used as a name for God, and not the meaning ‘gloria’, which is taken in 1Chron.
29:11 from the Aramean usage of speech, and would be altogether unsuitable
here, where the context suggests the idea of unchangeableness. For a man’s
repentance or regret arises from his changeableness, from the fluctuations in
his desires and actions. This is never the case with God; consequently He is
NETSAH YISRAEL, the unchangeable One, in whom Israel can trust, since He does
not lie or deceive, or repent of His purposes. These words are spoken
theomorphically, whereas in ver. 11 and other passages, which speak of God as
repenting, the words are to be understood anthropomorphically” (= NETSAH berarti ketetapan, ketahanan, lalu keyakinan,
kepercayaan, karena seseorang bisa mempercayai apa yang tetap. Arti ini harus
dipertahankan di sini, dimana kata ini dipakai sebagai suatu nama bagi Allah,
dan bukan arti ‘mulia’, yang diambil dari 1Taw 29:11 dari cara bicara orang
Aram / Syria, dan sama sekali tidak cocok di sini, dimana kontex menunjukkan
gagasan tentang ketidak-bisa-berubahan. Untuk seorang manusia pertobatan atau penyesalan
muncul dari kebisa-berubahannya, dari perubahan dalam keinginan dan
tindakannya. Ini tidak pernah terjadi dengan Allah; dan karenanya Ia adalah
NETSAH YISRAEL, Yang tidak bisa berubah, yang bisa dipercayai oleh Israel,
karena Ia tidak berdusta atau menipu, atau menyesali rencana / tujuanNya.
Kata-kata ini diucapkan secara theomorphic, sedangkan dalam ay 11 dan
bagian-bagian lain, yang berbicara tentang penyesalan Allah, kata-kata itu
harus dimengerti secara anthropomorphic)
- hal 158.
Pulpit Commentary:
“In ver. 11
God was said to repent, because there was what appeared to be a change in the
Divine counsel. ... But such modes of speaking are in condescension to human
weakness. Absolutely with God there is no change” (= Dalam ay 11 Allah dikatakan menyesal, karena di sana
kelihatannya ada perubahan dalam rencana ilahi. ... Tetapi cara berbicara
seperti itu merupakan perendahan kepada kelemahan manusia. Secara mutlak dengan
Allah tidak ada perubahan) - hal 268.
Jadi, ay 29 ini menunjukkan bahwa bagaimanapun Saul
mau berusaha / memaksa supaya ia tetap menjadi raja, Tuhan tidak berubah dari
keputusanNya.
f) Saul
mendesak supaya Samuel ikut dia, supaya ia tidak kehilangan muka di depan
rakyatnya (ay 30), dan Samuel lalu menurutinya (ay 31).
Poole berkata bahwa Samuel akhirnya ikut Saul, karena:
ˇ
ia tak mau rakyat tak
hormati Saul sebagai raja, karena nanti menjadi seperti domba tak bergembala.
ˇ
ia mau membunuh Agag sesuai
dengan kehendak Tuhan.
4) Samuel
membunuh Agag (ay 32-33).
5) Ay
35: ‘Sampai hari matinya Samuel tidak melihat Saul lagi’.
RSV/NASB: ‘And
Samuel did not see Saul again until the day of his death’ (= Dan Samuel
tidak melihat Saul lagi sampai hari kematiannya). Ini = KS Ind.
KJV: ‘And Samuel came
no more to see Saul until the day of his death’ (= Dan Samuel tidak datang
lagi untuk melihat Saul sampai hari kematiannya).
NIV: ‘Until the day
Samuel died, he did not go to see Saul again’ (= Sampai hari
kematian Samuel, ia tidak pergi melihat Saul lagi).
Dalam 1Sam 19:24 Samuel melihat Saul lagi, tetapi
itu terjadi bukan karena ia pergi melihat Saul, tetapi Saullah yang
datang kepadanya.
Pulpit Commentary:
“the words
have a higher meaning than the mere seeing or meeting one with the other. They
involve the cessation of that relation in which Samuel and Saul had previously
stood to one another as respectively the prophet and king of the same Jehovah.
Saul was no longer the representative of Jehovah, and consequently Samuel no
more came to him, bearing messages and commands, and giving him counsel and
guidance from God” (= kata-kata ini mempunyai
arti yang lebih tinggi dari pada semata-mata melihat atau bertemu satu sama
lain. Ini mencakup penghentian dari hubungan yang lalu dimana Samuel dan Saul
adalah nabi dan raja dari Yehovah yang sama. Saul tidak lagi merupakan wakil
Yehovah, dan karenanya Samuel tidak lagi datang kepadanya, membawa pesan dan
perintah, dan memberinya nasehat dan pimpinan dari Allah) - hal 268.
Di
sini kita melihat sejarah dari orang yang makin lama makin menjauhi Tuhan!
Jangan menirunya!
-AMIN-
email us at : gkri_exodus@lycos.com