Eksposisi Kitab Samuel yang
Pertama
oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
Ay 1: “Sampailah Daud ke
Nob kepada Ahimelekh, imam itu. Dengan gemetar Ahimelekh pergi menemui Daud dan
berkata kepadanya: ‘Mengapa engkau seorang diri dan tidak ada orang
bersama-sama dengan engkau?’”.
1)
a) Siapa imam besar pada waktu itu dan yang
memberikan roti kudus itu kepada Daud, Ahimelekh
atau Abyatar?
Ay 1
ini mengatakan Ahimelekh, tetapi Mark 2:25-26, yang jelas menunjuk pada
peristiwa dalam 1Sam 21 ini, mengatakan Abyatar.
Mark 2:25-26
- “(25)
JawabNya kepada mereka: ‘Belum pernahkah kamu baca apa yang dilakukan
Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya kekurangan dan kelaparan, (26)
bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah waktu Abyatar menjabat sebagai Imam
Besar lalu makan roti sajian itu - yang tidak boleh dimakan kecuali oleh
imam-imam - dan memberinya juga kepada pengikut-pengikutnya?’”.
Bagian
yang saya garis bawahi itu kurang tepat terjemahannya.
NIV: ‘in
the days of Abiathar the high priest’ (= pada jaman Abyatar sang imam
besar).
NASB: ‘in
the time of Abiathar the high priest’ (= pada jaman Abyatar sang imam
besar).
Apakah
bagian-bagian Kitab Suci ini bertentangan?
Penjelasan:
1. Abyatar, sang anak, bertindak
sebagai penolong bagi ayahnya, Ahimelekh, sang imam besar.
Wycliffe Bible Commentary: “It
is also possible that the son (Abiathar)
acted as coadjutor to his father (Ahimelech),
as Eli’s sons apparently did (cf. 1 Sam 4:4)”
[= Juga mungkin bahwa sang anak (Abyatar)
bertindak sebagai penolong bagi ayahnya (Ahimelekh),
seperti yang secara jelas dilakukan oleh anak-anak Eli (bdk. 1Sam 4:4)].
2. Abyatar menjadi pengantara
antara Daud dan Ahimelekh, sehingga roti bisa diberikan kepada dia. Atau roti
yang diberikan itu adalah bagian dari Abyatar sendiri.
Jamieson,
Fausset & Brown: “In
Mark 2:6, Abiathar is named as the high priest, not Ahimelech his father, as
here. In explanation, it has been advanced that Abiathar was Sagan, the high
priest’s vicar; for which, however, there is no authority, as Abiathar is
not mentioned in this narrative. A more probable supposition is, that the bread
given was through the friendly intercession of Abiathar with the high priest,
or perhaps was Abiathar’s own portion (Lev. 24:9). Both these conjectures
are rendered probable by the close and unbroken friendship which afterward
subsisted between David and him” [=
Dalam Mark 2:6, Abyatar disebut sebagai imam besar, bukan Ahimelekh, ayahnya,
seperti di sini. Sebagai penjelasan, diajukan bahwa Abyatar adalah Sagan, wakil
dari imam besar; tetapi untuk mana tidak ada otoritas, karena Abyatar tidak
disebutkan dalam cerita ini. Anggapan yang lebih memungkinkan adalah bahwa roti
diberikan melalui pengantaraan yang bersahabat dari Abyatar dengan imam besar,
atau mungkin roti itu adalah bagian Abyatar sendiri (Im 24:9). Kedua dugaan ini
dijadikan mungkin oleh persahabatan yang dekat dan tak terputus yang belakangan
ada antara Daud dengan dia].
Catatan: Mark 2:6 itu pasti salah
cetak. Seharusnya adalah Mark 2:26.
Tetapi pandangan ini tak
menjelaskan bagaimana Abyatar bisa disebut sebagai imam besar dalam Mark
2:25-26.
3.
Wycliffe Bible Commentary: “When
Mk 2:26 assigns this action to the days of Abiathar, the high priest, the statement
rests upon the copyist’s memory, in which Ahimelech is confounded with
his son Abiathar” (= Pada waktu Mark 2:26
menyebutkan tindakan ini kepada jaman Abyatar, sang imam besar, pernyataan itu
didasarkan pada ingatan sang penyalin, dalam mana Ahimelekh dikacaukan dengan
anaknya, Abyatar).
Saya bisa menerima kalau
penyalin manuscripts melakukan kesalahan, tetapi saya menolak setiap pandangan
yang mengatakan bahwa penulis Kitab Suci yang asli melakukan kesalahan.
Pandangan seperti ini bertentangan dengan:
·
doktrin tentang pengilhaman Roh Kudus.
·
doktrin tentang ‘inerrancy of the Bible’ (=
ketidak-bersalahan Alkitab).
4. Kata-kata ‘in the days
of Abiathar the high priest’ (= pada jaman Abyatar sang imam besar)
sebetulnya tidak ada.
·
Dalam ayat-ayat paralel dari Mark 2:25-26,
yaitu dalam Matius dan Lukas, kata-kata EPI ABIATHAR ARKHIEREOS [= on (in
the time of) Abiathar the high priest (= pada / pada jaman dari Abyatar
sang imam besar)] itu tidak ada.
Mat 12:3-4
- “(3) Tetapi jawab Yesus kepada
mereka: ‘Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka
yang mengikutinya lapar, (4) bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan
bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan, baik olehnya
maupun oleh mereka yang mengikutinya, kecuali oleh imam-imam?”.
Luk 6:3-4
- “(3) Lalu Yesus menjawab mereka:
‘Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka
yang mengikutinya lapar, (4) bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan
mengambil roti sajian, lalu memakannya dan memberikannya kepada
pengikut-pengikutnya, padahal roti itu tidak boleh dimakan kecuali oleh
imam-imam?’”.
·
Bahkan dalam Injil Markus sendiri, dalam
beberapa manuscripts, bagian itu tidak ada. Dan manuscripts yang mempunyai
bagian ini berbeda satu dengan yang lain (
Jadi, ada
kemungkinan bahwa bagian itu sebetulnya tidak ada, tetapi seorang penyalin
manuscripts memberikan catatannya sendiri (yang sebetulnya salah), dan penyalin
selanjutnya mengira bahwa catatan dari penyalin yang terdahulu itu adalah
bagian dari Firman Tuhan, dan lalu menyalinnya ke dalam text (William L. Lane,
NICNT, hal 115).
5.
Mark 12:26
- “Dan juga tentang bangkitnya
orang-orang mati, tidakkah kamu baca dalam kitab Musa, dalam ceritera
tentang semak duri, bagaimana bunyi firman Allah kepadanya: Akulah Allah
Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub?”.
Kata-kata
yang saya garis bawahi itu dalam bahasa Yunani adalah EPI TOU BATOU, yang
terjemahan hurufiahnya adalah ‘on the bush’ (= tentang semak
duri).
Perhatikan
kemiripan dengan Mark 2:26 yang mengatakan EPI ABIATHAR ARKHIEREOS [= on
(in the time of) Abiathar the high priest (= pada / pada jaman dari Abyatar
sang imam besar)].
Keberatan
terhadap pandangan ini: Dalam kitab Samuel nama ‘Abyatar’ baru muncul dalam 1Sam 22,
satu pasal setelah pasal yang sedang kita bahas ini.
Tetapi
keberatan ini tidak terlalu kuat. Penunjukannya hanya bersifat kira-kira.
6. Pulpit Commentary tentang Injil
Markus, hal 88, mengatakan bahwa dalam Mark 2:25-26 disebutkan ‘Abyatar’, sekalipun sebetulnya yang sedang
menjadi imam besar pada saat itu adalah Ahimelekh (ayah Abyatar), karena pada
saat Ahimelekh mati, Abyatar menggantikan dia sebagai imam besar, dan ia
menjadi imam besar yang jauh lebih baik dari ayahnya, dan karena itu di sini
namanyalah yang disebutkan, seakan-akan ia sudah menjadi imam besar.
Pulpit
Commentary menambahkan: “The
words may properly mean ‘in the days when Abiathar was living who became
high priest, and was more eminent than his father.’” (= Kata-kata itu secara tepat berarti ‘pada jaman
dimana Abyatar hidup, yang menjadi imam besar, dan lebih menonjol dari
ayahnya’) - hal 88.
7. Kedua nama yaitu ‘Ahimelekh’ dan
‘Abyatar’ digunakan oleh kedua orang ini.
William
Hendriksen: “The
two names, Ahimelekh and Abyatar, were borne by both father and son” (= Kedua nama, Ahimelekh dan Abyatar, dipakai oleh baik
ayah maupun anak) - hal 106.
Karena
itu, dalam 1Sam 22:20 dikatakan Abyatar adalah anak Ahimelekh, sedangkan
dalam 2Sam 8:17 dikatakan sebaliknya.
8. Memang Ahimelekh adalah imam
besar pada saat itu, tetapi sebentar lagi ia dibunuh Saul, dan Abyatar menjadi
imam besar.
Pada
waktu Markus menuliskan ‘in the days of Abiathar the high
priest’ (= pada jaman Abyatar sang imam besar), itu tidak salah,
karena saat itu memang adalah jaman dari Abyatar. Bahwa ia disebut sebagai ‘imam besar’ padahal
sebetulnya pada saat itu ia belum menjabat imam besar, itu juga bukan hal yang
aneh dalam Kitab Suci, karena menceritakan suatu peristiwa pada masa lalu,
dengan menggunakan istilah yang berlaku pada jaman si penulis menuliskan
peristiwa itu, merupakan sesuatu yang sering terjadi dalam Kitab Suci,
misalnya:
a. Dalam Mat 10:4 Yudas Iskariot disebutkan
sebagai ‘yang
mengkhianati Dia’.
Kata
Yunani yang diterjemahkan ‘mengkhianati’ adalah paradouV
(PARADOUS), yang merupakan sebuah ‘aorist
participle’ (= participle bentuk
lampau). Mengapa digunakan bentuk lampau padahal pada saat itu ia belum
mengkhianati Yesus? Memang pada saat itu ia belum mengkhianati Yesus, tetapi
pada waktu Matius menuliskan bagian ini, ia sudah mengkhianati Yesus, dan
karena itu dituliskan demikian.
b. Nama ‘Betel’ sudah
digunakan dalam Kej 12:8 dan Kej 13:3, padahal penamaan Betel baru
terjadi dalam Kej 28:19 - “Ia menamai tempat itu Betel; dahulu nama
c. Nama ‘Eben-Haezer’ baru
diberikan dalam 1Sam 7:12, tetapi dalam 1Sam 4:1 dan 1Sam 5:1
nama itu sudah digunakan.
d. 1Pet 3:18-20 - “(18) Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk
segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia
membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaanNya sebagai
manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh, (19) dan di dalam Roh itu
juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara,
(20) yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada
Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan
bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh
air bah itu”.
Text ini
sebetulnya membicarakan Yesus sebagai Allah, yang memberitakan Injil melalui
Nuh, kepada orang-orang yang masih hidup sebelum air bah datang. Orang-orang
itu disebut ‘roh-roh yang di dalam
penjara’ karena pada waktu Petrus menuliskan bagian ini, mereka
sudah mati dan berada di neraka.
b) Apakah Abyatar adalah anak dari Ahimelekh
atau sebaliknya?
1Sam
22:20 menunjukkan bahwa Abyatar adalah anak dari Ahimelekh.
1Sam 22:20
- “Tetapi
seorang anak Ahimelekh bin Ahitub, namanya Abyatar luput; ia
melarikan diri menjadi pengikut Daud”.
Tetapi
dalam bagian-bagian lain dikatakan bahwa Ahimelekh adalah anak dari Abyatar,
yaitu dalam:
·
2Sam 8:17 - “Zadok
bin Ahitub dan Ahimelekh bin Abyatar menjadi imam; Seraya menjadi
panitera negara”.
·
1Taw 18:16 - “Zadok
bin Ahitub dan Ahimelekh bin Abyatar menjadi imam; Sausa menjadi
panitera”.
·
1Taw 24:6 - “Dan Semaya bin Netaneel, panitera itu, seorang
Lewi, menulis nama mereka di depan raja, di depan pembesar-pembesar, imam
Zadok, Ahimelekh bin Abyatar dan di depan kepala-kepala puak para imam
dan orang Lewi; setiap kali satu puak diambil dari Eleazar, dan demikian pula
satu puak dari Itamar”.
Catatan: untuk
1Taw 18:16, KJV menyebutkan bukan Ahimelekh tetapi Abimelekh,
dan NIV memberikan footnote yang mengatakan bahwa beberapa manuscripts
Ibrani menyebutkan Ahimelekh, tetapi mayoritas manuscripts Ibrani
menyebutkan Abimelekh. Tetapi untuk 2Sam 8:17 semua manuscripts
menyebutkan Ahimelekh!
Jadi,
yang mana yang benar? ‘Ahimelekh adalah anak dari Abyatar’
(2Sam 8:17) atau ‘Abyatar adalah anak dari Ahimelekh’
(1Sam 22:20)?
1. J. A. Alexander (hal 54) mengatakan bahwa ada
2 kemungkinan:
a. Memang ada kesalahan dalam penyalinan manuscripts.
b. Nama Ahimelekh (Abimelekh)
dan Abyatar merupakan nama-nama warisan dalam keturunan imam dan kadang-kadang
kedua nama digunakan oleh orang yang sama.
2. Ahimelekh mempunyai anak
bernama Abyatar (1Sam 22:20), dan Abyatar mempunyai anak yang dinamakan
Ahimelekh (2Sam 8:17 1Taw 18:16 1Taw 24:6).
William
Hendriksen: “is it
not possible that Ahimelech had a son by the name of Abiathar, who in turn had
a son named Ahimelech” (=
bukankah mungkin bahwa Ahimelekh mempunyai seorang anak dengan nama Abyatar,
yang selanjutnya mempunyai seorang anak yang dinamakan Ahimelekh) - hal
107.
Persamaan
nama seperti ini bukan saja tidak merupakan sesuatu yang aneh, tetapi
sebaliknya merupakan sesuatu yang lazim, bagi mereka.
Bdk.
Luk 1:59-61 - “(59) Maka
datanglah mereka pada hari yang kedelapan untuk menyunatkan anak itu dan mereka
hendak menamai dia Zakharia menurut nama bapanya, (60) tetapi ibunya berkata:
‘Jangan, ia harus dinamai Yohanes.’ (61) Kata mereka kepadanya:
‘Tidak ada di antara sanak saudaramu yang bernama demikian.’”.
c) Apakah Daud ‘seorang diri’
atau bersama para pengikutnya?
Dalam ay 1b Ahimelekh
bertanya kepada Daud: ‘Mengapa engkau seorang diri
dan tidak ada orang bersama-sama dengan engkau?’.
Tetapi dalam Matius, Markus,
dan Lukas, dikatakan bahwa pada saat itu Daud bersama dengan para pengikutnya.
Mat 12:3-4 - “(3)
Tetapi jawab Yesus kepada mereka: ‘Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan
Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, (4) bagaimana ia
masuk ke dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang
tidak boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya,
kecuali oleh imam-imam?”.
Mark 2:26 - “bagaimana
ia masuk ke dalam Rumah Allah waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar lalu
makan roti sajian itu - yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam - dan
memberinya juga kepada pengikut-pengikutnya”.
Luk 6:3-4
- “(3) Lalu Yesus menjawab mereka:
‘Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka
yang mengikutinya lapar, (4) bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan
mengambil roti sajian, lalu memakannya dan memberikannya kepada pengikut-pengikutnya,
padahal roti itu tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam?’”.
Pengharmonisan:
1. Kata-kata ‘seorang diri’ dan ‘tidak
ada orang bersama-sama engkau’ hanya diartikan secara relatif, karena biasanya ia
disertai jauh lebih banyak orang yang berkedudukan tinggi, sedangkan pada saat
itu ia hanya disertai sedikit orang yang hanya merupakan hamba-hamba /
orang-orang rendahan saja.
Matthew Henry: “He
had some with him (as appears Mk. 2:26), but they were only his own servants;
he had none of the courtiers, no persons of quality with him, as he used to
have at other times, when he came to enquire of the Lord. He says (Ps. 42:4) he
was wont to go with a multitude to the house of God; and, having now but two or
three with him, Ahimelech might well ask, Why art thou alone?”
[=
Maz 42:5 - “Inilah
yang hendak kuingat, sementara jiwaku gundah-gulana; bagaimana aku berjalan
maju dalam kepadatan manusia, mendahului mereka melangkah ke rumah Allah
dengan suara sorak-sorai dan nyanyian syukur, dalam keramaian orang-orang yang
mengadakan perayaan”.
KJV: ‘When
I remember these things, I pour out my soul in me: for I had gone with the
multitude, I went with them to the house of God, with the voice of joy and
praise, with a multitude that kept holyday’ (= Pada waktu aku
mengingat hal-hal ini, aku mencurahkan jiwaku di dalam aku: karena aku telah
pergi dengan orang banyak, aku pergi dengan mereka ke rumah Allah, dengan
suara sukacita dan pujian, dengan orang banyak yang merayakan hari raya).
Illustrasi: kalau saya selalu pergi ke rumah
saudara bersama istri dan anak saya, lalu suatu hari saya datang ke rumah
saudara bersama pembantu saya, maka saudara bisa saja bertanya: ‘Lho, kok
sendirian?’.
2. Daud memang membawa orang-orang, tetapi pada
waktu menghadap Ahimelekh ia meninggalkan orang-orang itu di suatu tempat dan
ia menghadap sendirian (Pulpit Commentary, hal 395).
Bdk. ay 2: “Jawab
Daud kepada imam Ahimelekh: ‘Raja menugaskan sesuatu kepadaku, katanya
kepadaku: Siapapun juga tidak boleh mengetahui sesuatu dari hal yang kusuruh
kepadamu dan yang kutugaskan kepadamu ini. Sebab itu orang-orangku telah
kusuruh pergi ke suatu tempat”.
2) Dalam menghadapi bagian-bagian
Kitab Suci yang kelihatannya kontradiksi, atau dalam usaha untuk
mengharmoniskan bagian-bagian tersebut, ada 2 hal yang penting untuk diingat:
a) John Murray: “Oftentimes,
though we may not be able to demonstrate the harmony of Scripture, we are able
to show that there is no necessary contradiction” (= Seringkali, sekalipun kita
tidak bisa menunjukkan keharmonisan Kitab Suci, kita bisa menunjukkan bahwa di
b) E. J. Young: “When
therefore we meet difficulties in the Bible let us reserve judgment. If any explanation
is not at hand, let us freely acknowledge that we do not know all things, that
we do not know the solution. Rather than hastily to proclaim the presence of an
error is it not the part of wisdom to acknowledge our ignorance?” (= Karena itu pada waktu kita
menjumpai problem dalam Alkitab baiklah kita menahan diri dari penghakiman.
Jika tidak ada penjelasan yang tersedia, baiklah kita dengan bebas mengakui
bahwa kita tidak mengetahui segala sesuatu, bahwa kita tidak mengetahui
penyelesaiannya. Dari pada dengan tergesa-gesa menyatakan adanya kesalahan,
tidakkah merupakan bagian dari hikmat untuk mengakui ketidak-tahuan kita?) - ‘Thy Word Is Truth’, hal 182.
3) Pentingnya kepercayaan terhadap ‘inerrancy
of the Bible’ (= Ketidak-bersalahan Alkitab).
William G. T. Shedd: “One or the other
view of the Scriptures must be adopted; either that they were originally
inerrant and infallible, or that they were originally errant and fallible. The
first view is that of the church in all ages: the last is that of the
rationalist in all ages. He who adopts the first view, will naturally bend all
his efforts to eliminate the errors of copyists and harmonize discrepancies,
and thereby bring the existing manuscripts nearer to the original autographs.
By this process, the errors and discrepancies gradually diminish, and belief in
the infallibility of Scripture is strengthened. He who adopts the second view,
will naturally bend all his efforts to perpetuate the mistakes of scribes, and
exaggerate and establish discrepancies. By this process, the errors and
discrepancies gradually increase, and disbelief in the infallibility of
Scripture is strengthened” (= Salah satu dari pandangan-pandangan tentang Kitab Suci ini
harus diterima; atau Kitab Suci orisinilnya itu tidak bersalah, atau Kitab Suci
orisinilnya itu bersalah. Pandangan pertama adalah pandangan dari gereja dalam
segala jaman: pandangan yang terakhir adalah pandangan dari para rasionalis
dalam segala jaman. Ia yang menerima pandangan pertama, secara alamiah akan berusaha
untuk menyingkirkan kesalahan-kesalahan dari para penyalin dan mengharmoniskan
ketidaksesuaian-ketidaksesuaian, dan dengan itu membawa manuscript itu lebih
dekat kepada autograph yang orisinil. Melalui proses ini, kesalahan-kesalahan
dan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian berkurang secara bertahap, dan kepercayaan
terhadap ketidakbersalahan Kitab Suci dikuatkan. Ia yang menerima pandangan
yang kedua, secara alamiah akan berusaha untuk mengabadikan / menghidupkan
terus-menerus kesalahan-kesalahan dari ahli-ahli Taurat / para penyalin, dan
melebih-lebihkan dan meneguhkan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian itu. Melalui
proses ini, kesalahan-kesalahan dan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian bertambah
secara bertahap, dan ketidak-percayaan kepada ketidakbersalahan Kitab Suci
dikuatkan) - ‘Calvinism: Pure and Mixed’,
hal 137.
E. J. Young: “It is perfectly true
that if we begin with the assumption that God exists and that the Bible is His
Word, we shall wish to be guided in all our study by what the Scripture says.
It is equally true that if we reject this foundational presupposition of
Christianity we shall arrive at results which are hostile to supernatural
Christianity. If one begins with the presuppo-sitions of unbelief, he will end
with unbelief’s conclusions. If at the start we have denied that the
Bible is God’s Word of if we have, whether consciously or not, modified
the claims of the Scriptures, we shall come to a position which is consonant
with our starting point. He who begins with the assumption that the words of
the Scriptures contain error will never, if he is consistent, come to the point
of view that the Scripture is the infallible Word of the one living and eternal
God. He will rather conclude with a position that is consonant with his
starting point. If one begins with man, he will end with man. All who study the
Bible must be influenced by their foundational presuppositions” (= Adalah sesuatu yang benar
bahwa jika kita mulai dengan anggapan bahwa Allah ada dan bahwa Alkitab adalah
FirmanNya, kita akan ingin untuk dipimpin dalam seluruh pelajaran kita oleh apa
yang Kitab Suci katakan. Juga adalah sesuatu yang sama benarnya bahwa jika kita
menolak anggapan dasar dari kekristenan ini, maka kita akan sampai pada hasil
yang bermusuhan terhadap kekristenan yang bersifat supranatural. Jika seseorang
mulai dengan anggapan dari orang yang tidak percaya, ia akan berakhir dengan
kesimpulan dari orang yang tidak percaya. Jika sejak awal kita telah menolak
bahwa Alkitab adalah Firman Allah, atau jika kita, secara sadar atau tidak,
mengubah claim / tuntutan dari Kitab Suci, kita akan sampai pada suatu posisi
yang sesuai dengan titik awal kita. Ia yang mulai dengan anggapan bahwa
kata-kata dari Kitab Suci mengandung kesalahan tidak akan pernah, jika ia
konsisten, sampai pada pandangan bahwa Kitab Suci adalah Firman yang tak
bersalah dari Allah yang hidup dan kekal. Sebaliknya ia akan menyimpulkan
dengan suatu posisi yang sesuai dengan titik awalnya. Jika seseorang mulai
dengan manusia, ia akan berakhir dengan manusia. Semua yang mempelajari Alkitab
pasti dipengaruhi oleh anggapan dasarnya) - ‘Thy Word
Is Truth’, hal 187.
Dengan sikap yang bagaimana
saudara mau datang kepada Kitab Suci? Kiranya Tuhan memberkati saudara.
Mulai bagian ini Daud menjadi
seorang pelarian.
John
Wesley: “He
who had been suddenly advanced to the highest honor, is as soon reduced to the
desolate conditions of an exile. Such changes are there in this world, and so
uncertain are its smiles” (= Ia yang telah dengan
tiba-tiba naik ke tempat kehormatan yang tertinggi, dengan sama cepatnya
direndahkan pada kondisi seorang pembuangan yang terpencil. Perubahan-perubahan
seperti itu ada dalam dunia ini, dan begitu tidak pasti senyum dari dunia ini).
Karena itu kalau dunia
‘tersenyum’ kepada saudara, sehingga saudara ada dalam keadaan
sehat, dan bisnis saudara lancar dan keuangan saudara baik, dan semua keluarga
baik-baik saja, janganlah kaget kalau tahu-tahu semua itu berbalik, dan dunia
‘merengutkan’ wajah terhadap saudara. Semua itu memang tidak tetap,
hanya Allah yang tetap tak berubah. Karena itu bersandarlah kepada Allah, bukan
kepada ‘senyum’ dari dunia ini!
Mari kita sekarang mulai
membahas bagian ini.
Ay 2: “Jawab Daud kepada
imam Ahimelekh: ‘Raja menugaskan sesuatu kepadaku, katanya kepadaku:
Siapapun juga tidak boleh mengetahui sesuatu dari hal yang kusuruh kepadamu dan
yang kutugaskan kepadamu ini. Sebab itu orang-orangku telah kusuruh pergi ke
suatu tempat”.
1)
Adam Clarke mengutip kata-kata
seorang yang bernama Diphilus:
“I
hold it right to tell a lie, in order to procure my personal safety; nothing
should be avoided in order to save life”
(= Saya menganggap benar untuk menceritakan suatu dusta, untuk mendapatkan
keamanan pribadiku; tidak ada yang harus dihindari untuk menyelamatkan nyawa).
Kata-kata Diphilus itu, khususnya
bagian yang saya garis-bawahi, jelas konyol dan bodoh, karena kalau itu benar
maka:
·
Petrus pasti tak salah pada waktu menyangkal Yesus 3 x.
·
orang kristen boleh mencuri, merampok, membunuh atau melacur
kalau memang sangat membutuhkan makanan dan terancam mati kelaparan.
Banyak orang Kristen yang
mengijinkan dusta dalam keadaan terpaksa, dengan dalih bahwa Yesus menyuruh
kita untuk ‘cerdik seperti ular’ (Mat 10:16). Ini
pengutipan sebagian yang kurang ajar, karena Yesus menyambung kata-kata itu dengan
‘dan tulus seperti merpati’, dan dusta tentu tak bisa
dikatakan ‘tulus’ [Inggris: innocent (= tak berdosa)].
2) Semua penafsir yang nggenah menganggap bahwa dusta mutlak
dilarang.
Adam Clarke sendiri tak
menyetujui kata-kata Diphilus di atas, karena ia menyambung kutipan di atas
dengan kata-katanya sendiri sebagai berikut:
“A
pagan may say or sing thus; but no Christian can act this way, and save his
soul, though he by doing so may save his life”
(= Seorang kafir boleh mengatakan atau menyanyi seperti itu; tetapi tidak ada
orang kristen yang boleh bertindak dengan cara ini, dan menyelamatkan jiwanya,
sekalipun dengan melakukan itu ia bisa menyelamatkan nyawanya.).
Matthew Henry: “Here
David did not behave like himself. He told Ahimelech a gross untruth, that Saul
had ordered him business to despatch, that his attendants were dismissed to
such a place, and that he was charged to observe secresy and therefore durst
not communicate it, no, not to the priest himself. This was all false. What
shall we say to this? The scripture does not conceal it, and we dare not
justify it. It was ill done, and proved of bad consequence; for it occasioned
the death of the priests of the Lord, as David reflected upon it afterwards
with regret, 1Sam 22:22. It was needless for him thus to dissemble with the
priest, for we may suppose that, if he had told him the truth, he would have
sheltered and relieved him as readily as Samuel did, and would have known the
better how to advise him and enquire of God for him. People should be free with
their faithful ministers. David was a man of great faith and courage, and yet
now both failed him, and he fell thus foully through fear and cowardice, and
both owing to the weakness of his faith. Had he trusted God aright, he would
not have used such a sorry sinful shift as this for his own preservation. It is
written, not for our imitation, no, not in the greatest straits, but for our
admonition” [= Di sini Daud tidak
berkelakuan seperti dirinya sendiri. Ia menceritakan kepada Ahimelekh suatu
ketidak-benaran yang besar / menyolok, bahwa Saul telah memerintahkan dia
untuk membereskan suatu urusan, bahwa para pembantunya disingkirkan di suatu
tempat, dan bahwa ia diminta untuk memperhatikan kerahasiaan dan karena itu
tidak berani menyampaikannya kecuali kepada imam besar sendiri. Semua ini
tidak benar. Apa yang akan kami katakan tentang hal ini? Kitab Suci
tidak menyembunyikannya dan kami tidak berani membenarkannya. Ini dilakukan
dengan buruk, dan dibuktikan oleh akibat yang jelek; karena hal itu menyebabkan
kematian dari imam-imam Tuhan, seperti yang Daud pikirkan setelahnya dengan
penyesalan, 1Sam 22:22. Ia tak perlu menyembunyikan hal itu dari imam, karena
kita boleh menganggap bahwa seandainya ia menceritakan kebenaran kepadanya,
imam itu akan melindungi dan menolongnya dengan rela seperti yang telah
dilakukan oleh Samuel, dan tahu dengan lebih baik bagaimana menasehatinya dan
menanyakan Allah untuk dia. Orang-orang harus (berbicara
dengan) bebas dengan pendeta-pendeta yang setia. Daud adalah seseorang
dengan iman dan keberanian yang besar, tetapi sekarang keduanya hancur, dan ia
jatuh dengan begitu buruk melalui rasa takut dan pengecut, dan keduanya
disebabkan karena kelemahan dari imannya. Seandainya ia mempercayai Allah
dengan benar, ia tidak akan menggunakan dusta yang berdosa dan menyedihkan
seperti ini untuk melindungi dirinya sendiri. Ini dituliskan, bukan untuk
kita tiru, tidak, bahkan tidak dalam kesukaran yang terbesar, tetapi sebagai
peringatan bagi kita].
Jamieson,
Fausset & Brown: “This
was a direct falsehood, extorted through fear. David probably supposed, like
many other persons, that a lie is quite excusable which is told for the sole
purpose of saving the speaker’s life; ... But what is essentially sinful
can never, from circumstances, change its immoral character; and David had to
repent of this vice of lying” [=
Ini merupakan suatu dusta yang terang-terangan, dihasilkan melalui rasa
takut. Mungkin Daud menganggap, seperti banyak orang lain, bahwa suatu
dusta bisa dimaafkan jika itu dikatakan hanya dengan tujuan menyelamatkan jiwa
dari orang yang mengucapkannya; ... Tetapi apa yang secara hakiki adalah
berdosa, tidak pernah, dari sikon, mengubah sifat tak bermoralnya; dan Daud
harus bertobat dari kejahatan berdustanya ini].
Pulpit Commentary mengutip
kata-kata Agustinus:
“Whoso
thinketh that there is any kind of lie which is no sin deceiveth himself”
(= Siapapun berpikir bahwa ada jenis dusta apapun yang bukan dosa, menipu
dirinya sendiri)
- hal 401.
Pulpit Commentary: “he
was pressed by hunger and fear, and thereby tempted to invent a falsehood. If
he had steadfastly set his face against the temptation his need would probably
have been met in some other way. There is, strictly speaking, no such thing as
a lie of necessity. A man my die of necessity, but not lie”
(= ia ditekan oleh rasa lapar dan takut, dan dengan demikian dicobai untuk
menciptakan suatu dusta. Seandainya ia dengan tabah / setia menghadapi
pencobaannya, kebutuhannya mungkin akan dipenuhi dengan cara yang lain.
Berbicara secara ketat, tidak ada apa yang dinamakan dusta karena keharusan
/ terpaksa. Seseorang boleh mati karena kebutuhan, tetapi tidak boleh berdusta) - hal 401.
3) Bdk. Ef 4:25 - “Karena
itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita
adalah sesama anggota”.
Matthew Henry: “Of
this sin the heathen were very guilty, affirming that a profitable lie was
better than a hurtful truth; and therefore the apostle exhorts them to cease
from lying, from every thing that is contrary to truth. This is a part of the
old man that must be put off; and that branch of the new man that must be put
on in opposition to it is speaking the truth in all our converse with others.
It is the character of God’s people that they are children who will not
lie, who dare not lie, who hate and abhor lying”
(= Tentang dosa ini orang-orang kafir sangat bersalah, menegaskan bahwa dusta
yang menguntungkan adalah lebih baik dari pada kebenaran yang merugikan; dan
karena itu rasul-rasul mendesak mereka untuk berhenti dari dusta, dari segala
sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran. Ini adalah bagian dari manusia lama
yang harus ditanggalkan; dan sebaliknya ranting dari manusia baru yang harus
dikenakan adalah mengucapkan kebenaran dalam semua pembicaraan kita dengan
orang-orang lain. Merupakan karakter dari umat Allah bahwa mereka adalah
anak-anak yang tidak akan berdusta, yang tidak berani berdusta, yang membenci
dan jijik terhadap dusta).
Adam Clarke: “Truth
was but of small account among many of even the best pagans, for they taught
that on many occasions a lie was to be preferred to the truth itself. Dr.
Whitby collects some of their maxims on this head. ... ‘A lie is better
than a hurtful truth.’ ... ‘Good is better than truth.’ ...
‘When telling a lie will be profitable, let it be told.’ ...
‘He may lie who knows how to do it, ...in a suitable time.’ ...
‘There is nothing decorous in truth but when it is profitable; yea,
sometimes ... truth is hurtful, and lying is profitable to men.’ ... Having been brought up in such a loose
system of morality, these converted Gentiles had need of these apostolic
directions; Put away lying; speak the truth: Let lying never come near you; let
truth be ever present with you” (= Kebenaran adalah suatu
yang bernilai kecil di antara banyak orang-orang kafir yang terbaik sekalipun,
karena mereka mengajar bahwa dalam banyak peristiwa suatu dusta harus lebih
dipilih dari pada kebenaran. Dr. Whitby mengumpulkan beberapa dari pepatah
mereka di bawah judul ini. ... ‘Suatu dusta lebih baik dari pada
kebenaran yang merugikan’. ... ‘Baik lebih baik dari pada
benar’. ... ‘Pada waktu mengatakan suatu dusta akan menguntungkan,
biarlah itu dikatakan’. ... ‘Ia yang tahu bagaimana melakukannya,
boleh berdusta ... pada waktu yang cocok’. ... ‘Tidak ada apapun
yang terhormat dalam kebenaran tetapi pada waktu itu menguntungkan; ya,
kadang-kadang ... kebenaran itu merugikan, dan berdusta itu menguntungkan bagi
manusia’. ... Dibesarkan dalam suatu sistim moral yang kendor seperti itu,
orang-orang non Yahudi yang bertobat ini membutuhkan pengarahan-pengarahan
rasuli ini; Buanglah dusta; katakanlah kebenaran: Janganlah dusta pernah
mendekatimu; biarlah kebenaran selalu hadir denganmu).
Barnes’ Notes: “that
lying is the universal vice of the pagan world. ... He who is in the habit of
concealing the defects of an article in trade, or of commending it for more
than its real value - ‘let him put away lying.’ ... he, or she, who
instructs a servant to say that they are not at home, when they are at home: or
that they are sick, when they are not sick or that they are engaged, when they
are not engaged - ‘let them put away lying.’ ... he that is in the
habit of giving a coloring to his narratives; of conveying a false impression
by the introduction or the suppression of circumstances that are important to
the right understanding of an account - ‘let him put away lying.’
... he that is in the habit of making promises only to disregard them -
‘let him put away lying.’ The community is full of falsehoods of
that kind, and they are not all confined to the people of the world. Nothing is
more important in a community than simple ‘truth’ - and yet, it is
to be feared that nothing is more habitually disregarded. ... ‘For we are
members one of another.’ We belong to one body - the church - which is
the body of Christ; ... The idea is, that falsehood tends to loosen the bonds
of brotherhood. In the ‘human body’ harmony is observed. The eye
never deceives the hand, nor the hand the foot, nor the heart the lungs. The
whole move harmoniously as if the one could put the utmost confidence in the
other - and falsehood in the church is as ruinous to its interests as it would
be to the body if one member was perpetually practicing a deception on
another” (= bahwa dusta adalah kejahatan
universal dari dunia kafir. ... Ia yang terbiasa menyembunyikan cacat dari
suatu barang dalam perdagangan, atau memujinya lebih dari nilai sebenarnya -
‘buanglah dusta’. ... Ia, yang menyuruh seorang pelayan untuk
mengatakan bahwa mereka tidak di rumah, pada waktu mereka ada di rumah: atau
bahwa mereka sakit, pada waktu mereka tidak sakit, atau bahwa mereka sibuk pada
waktu mereka tidak sibuk - ‘buanglah dusta’. ... ia yang terbiasa
memberi warna pada cerita-ceritanya; menyampaikan kesan yang salah oleh
penyampaian itu, atau menahan / menyembunyikan peristiwa-peristiwa yang penting
untuk pengertian yang benar dari suatu cerita - ‘buanglah dusta’.
... ia yang terbiasa membuat janji hanya untuk mengabaikannya - ‘buanglah
dusta’. Masyarakat penuh dengan dusta dari jenis itu, dan hal-hal itu
tidak hanya ada dalam diri orang-orang dunia. Tidak ada yang lebih penting
dalam suatu masyarakat dari pada ‘kebenaran’ yang sederhana -
tetapi dikuatirkan bahwa tidak ada yang secara terbiasa lebih diabaikan. ...
‘Karena kita adalah sesama anggota’. Kita termasuk dalam satu tubuh
- gereja - yang adalah tubuh Kristus; ... Gagasannya adalah, bahwa dusta /
kepalsuan cenderung untuk melonggarkan ikatan persaudaraan. Dalam ‘tubuh
manusia’, keharmonisan dijalankan. Mata tidak pernah menipu tangan, atau
tangan menipu kaki, atau jantung menipu paru-paru. Seluruhnya bergerak secara
harmonis seakan-akan yang satu bisa meletakkan keyakinan yang sepenuhnya pada
yang lain - dan dusta / kepalsuan dalam gereja sama menghancurkannya seperti
jika dalam suatu tubuh satu anggota terus menerus mempraktekkan suatu tipuan
terhadap yang lain).
4) Kalau saudara masih menganggap enteng dusta,
perhatikan Wah 21:8 yang menunjukkan bahwa pendusta akan dibuang ke dalam
neraka. Juga Kis 5:1-11 yang menunjukkan bahwa Ananias dan Safira dihukum
mati karena berdusta.
5) Daud kelihatannya bertobat dari dusta ini.
Ini terlihat dari
1Sam 22:22 - “berkatalah Daud kepada Abyatar:
‘Memang pada hari itu juga ketika Doeg, orang
1) Roti kudus.
Ay 3-4: “(3) Maka
sekarang, apa yang ada padamu? Berikanlah kepadaku lima roti atau apapun yang
ada.’ (4) Lalu jawab imam itu kepada Daud: ‘Tidak ada roti biasa
padaku, hanya roti kudus yang ada; asal saja orang-orangmu itu menjaga
diri terhadap perempuan.’”.
a) Syarat menjaga diri / tak bersetubuh dengan perempuan (ay 4b).
Matthew Henry mengatakan bahwa
apa yang dikatakan oleh Ahimelekh tentang syarat tak bersetubuh dengan
perempuan, tidak mempunyai dasar. Mungkin itu ia ambil dari Kel 19:15, tetapi
jelas bahwa sebetulnya itu tak ada hubungannya dengan peristiwa ini.
Kel 19:15 - “Maka
kata Musa kepada bangsa itu: ‘Bersiaplah menjelang hari yang ketiga, dan
janganlah kamu bersetubuh dengan perempuan.’”.
Ay 5: “Daud menjawab
imam itu, katanya kepadanya: ‘Memang, kami tidak diperbolehkan bergaul dengan
perempuan, seperti sediakala apabila aku maju berperang. Tubuh orang-orangku
itu tahir, sekalipun pada perjalanan biasa, apalagi pada hari ini,
masing-masing mereka tahir tubuhnya.’”.
Word Biblical Commentary
mengatakan bahwa ‘tidak melakukan hubungan sex’ merupakan praktek
yang umum dari orang-orang yang terlibat dalam holy war / perang kudus
(Ul 23:9-14 Yos 3:5 2Sam 11:11-12).
b) Roti itu sebetulnya hanya boleh dimakan oleh imam.
Kata-kata ‘roti
biasa’
dikontraskan dengan ‘roti kudus’ yang hanya boleh dimakan oleh
imam-imam.
Bdk. Im 24:9 - “Roti
itu teruntuk bagi Harun serta anak-anaknya dan mereka harus memakannya di suatu
tempat yang kudus; itulah bagian maha kudus baginya dari segala korban
api-apian TUHAN; itulah suatu ketetapan untuk selama-lamanya.’”.
Pulpit Commentary: “We
see that while the Mosaic ritual was in full force of its obligation the
priest at Nob felt warranted to suspend one of its most minute regulations in
order to relieve pressing human want. ... it
is only the letter of the law, or the minutić of religion observance,
that may be thus dealt with. There are supreme obligations which not
even a question of life and death may overrule”
[= Kita melihat bahwa sementara upacara agama dari hukum Musa masih
mewajibkan dengan kekuatan penuh, imam di Nob merasa perlu untuk menyingkirkan
satu dari peraturan-peraturan yang paling kecil untuk bisa mengurangi kebutuhan
manusia yang menekan. ... hanyalah huruf
dari hukum, atau upacara agama yang kecil, yang boleh ditangani
seperti itu.
1. Huruf dari hukum boleh dilanggar.
Apa maksudnya? Kadang-kadang
hukum secara hurufiah (the letter of the law) bertentangan dengan makna
sesungguhnya (the spirit of the law). Misalnya: Kitab Suci mengecam
suap, ini huruf dari hukum. Tetapi apa tujuannya / makna sebenarnya? Supaya
keadilan dan kebenaran ditegakkan. Tetapi pada saat kita tidak nyogok dan
keadilan justru diinjak-injak, saya berpendapat bahwa nyogok diijinkan.
2. Dalam persoalan hukum moral, tidak ada sikon
yang membolehkan kita untuk. melanggarnya.
Contoh: Sadrakh, Messakh dan
Abednego tak mau menyembah patung sekalipun harus dimasukkan ke dapur api,
Daniel tak mau berhenti berdoa kepada Allah sekalipun harus dimasukkan gua
singa. Juga Petrus jelas disalahkan karena menyangkal Yesus demi menyelamatkan
nyawanya. Abraham dan Ishak juga disalahkan pada waktu berdusta untuk
melindungi diri / istrinya (Kej 12:10-dst
Kej 26:6-dst).
3. Hukum yang bersifat upacara (ceremonial law) boleh
dilanggar dalam keadaan tertentu.
Larangan memakan roti kudus
bagi orang-orang yang bukan imam, hanyalah hukum yang bersifat upacara. Dalam
urusan Daud dan para pengikutnya yang kelaparan, maka hukum upacara itu boleh
dilanggar.
Adam Clarke: “To
this history our Lord alludes, Mark 2:25, in order to show that in cases of
absolute necessity a breach of the ritual law was no sin. It was lawful only
for the priests to eat the shew-bread; but David and his companions were
starving, no other bread could be had at the time, and therefore he and his
companions ate of it without sin”
(= Cerita sejarah inilah yang disinggung oleh Tuhan kita, Mark 2:25, untuk
menunjukkan bahwa dalam kasus kebutuhan yang mutlak, pelanggaran terhadap hukum
yang bersifat upacara bukanlah dosa. Roti itu hanya boleh dimakan oleh
imam-imam; tetapi Daud dan kawan-kawannya kelaparan, tidak ada roti lain yang
bisa didapatkan pada saat itu, dan karena itu ia dan kawan-kawannya memakannya
tanpa berdosa).
Bdk. Mat 12:3-4 - “(3)
Tetapi jawab Yesus kepada mereka: ‘Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan
Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, (4) bagaimana ia masuk ke
dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh
dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya, kecuali oleh
imam-imam?”.
Ay 6: “Lalu imam itu
memberikan kepadanya roti kudus itu, karena tidak ada roti di
Dari 1Sam 22:10
kelihatannya Ahimelekh berani memberikan roti itu karena ia sudah menanyakan
hal itu kepada Tuhan.
1Sam 22:10 - “Ia
menanyakan TUHAN bagi Daud dan memberikan bekal kepadanya; juga pedang
Goliat, orang Filistin itu, diberikannya kepadanya.’”.
Memang ada pro dan kontra
tentang kata-kata ini, tetapi kalaupun Ahimelekh tidak menanyakan tentang roti
itu kepada Tuhan, pemberiannya memang bisa dibenarkan. Ini dinyatakan oleh
Yesus sendiri dalam Mat 12:3-4 yang sudah saya kutip di atas.
2) Pedang Goliat.
Ay 8-9: “(8) Berkatalah
Daud kepada Ahimelekh: ‘Tidak adakah padamu di sini tombak atau pedang?
Sebab baik pedangku maupun senjataku, tidak dapat kubawa, karena perintah raja
itu mendesak.’ (9) Kemudian berkatalah imam itu: ‘Pedang Goliat,
orang Filistin, yang kaupukul kalah di Lembah Tarbantin, itulah yang ada di
sini, terbungkus dalam kain di belakang efod itu. Jika engkau hendak
mengambilnya, ambillah; yang lain tidak ada, hanya ini.’ Kata Daud:
‘Tidak ada yang seperti itu; berikanlah itu kepadaku.’”.
Dalam 1Sam 17:51, ia
menggunakan pedang itu untuk memenggal kepala Goliat. Tetapi memenggal kepala
orang yang sudah mati berbeda dengan menggunakannya dalam perkelahian. Goliat
adalah raksasa dengan tinggi badan sekitar 290 cm, sehingga pasti pedangnya
besar dan berat sekali. Bagaimana mungkin Daud kuat menggunakan pedang itu
dalam perkelahian?
Saya berpikir bahwa ada
kemungkinan Daud bukannya mau menggunakan pedang itu, tetapi hanya memilikinya
sebagai peringatan akan pertolongan Tuhan baginya pada waktu mengalahkan
Goliat.
Penerapan:
Mengingat kemenangan atau
penyertaan / pertolongan dan berkat Tuhan di masa lalu, merupakan sesuatu yang
penting bagi kita untuk menghadapi masa depan, khususnya yang penuh bahaya /
penderitaan.
1) Doeg ditahan di hadapan Tuhan.
Ay 7: “Maka pada hari
itu juga ada di
KJV/RSV//NIV/NASB:
‘detained before the LORD’ (= ditahan di hadapan TUHAN).
Matthew Henry: “there
was one of Saul’s servants then attending before the Lord, Doeg by name,
... whatever his business was, it is said, he was detained before the Lord. He
must attend and could not help it, but he was sick of the service, snuffed at
it, and said, What a weariness is it! Mal. 1:13. He would rather have been any
where else than before the Lord, and therefore, instead of minding the business
he came about, was plotting to do David a mischief and to be revenged on
Ahimelech for detaining him. God’s sanctuary could never secure such
wolves in sheep’s clothing”
(= di
Sikap Doeg yang digambarkan
Matthew Henry ini bertentangan dengan sikap pemazmur dalam Maz 84:2,3,5,11
- “(2) Betapa disenangi tempat kediamanMu, ya TUHAN semesta
alam! (3) Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran TUHAN; hatiku dan
dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup. ... (5) Berbahagialah
orang-orang yang diam di rumahMu, yang terus-menerus memuji-muji Engkau. Sela
... (11) Sebab lebih baik satu hari di pelataranMu dari pada seribu hari di
tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di
kemah-kemah orang fasik”.
Apakah saudara rindu, senang
dan krasan berada dalam gereja? Lebih dari di tempat lain? Atau sebaliknya,
saudara muak berada di gereja, dan kalau ke gereja selalu ingin cepat-cepat
pulang? Saudara lebih mirip dengan Doeg atau si pemazmur?
2) Does menyebabkan dusta Daud terbongkar.
Pulpit Commentary: “Little
did David think of seeing Doeg the Edomite detained (literally, shut up) in the
tabernacle, to witness his deception with quick eyes and ears, and ready to
reveal it with a tongue ‘like a sharp razor, working deceitfully’
(Ps. 52:2). ... However cautious men may be in practising deceit, they can
never calculate upon all the means by which it may be discovered”
[= Daud tak pernah berpikir akan melihat Doeg, orang Edom itu, ditahan (secara
hurufiah, dikurung) di Kemah Suci, untuk menyaksikan tipuannya dengan mata dan
telinga yang cepat, dan siap untuk menyatakannya dengan lidah yang
‘seperti pisau cukur yang tajam, bekerja secara menipu’ (Maz 52:4).
... Bagaimanapun hati-hatinya orang dalam mempraktekkan tipuan, mereka tidak
pernah bisa memperhitungkan semua cara oleh mana itu akan terbongkar] - hal 402.
Maz 52:1-4 - “(1)
Untuk pemimpin biduan. Nyanyian pengajaran Daud, (2) ketika Doeg, orang Edom
itu, datang memberitahukan kepada Saul, bahwa Daud telah sampai di rumah
Ahimelekh. (3) Mengapa engkau memegahkan diri dengan kejahatan, hai pahlawan,
terhadap orang yang dikasihi Allah sepanjang hari? (4) Engkau merancangkan
penghancuran, lidahmu seperti pisau cukur yang diasah, hai engkau, penipu!”.
Bagian
yang saya garis bawahi itu dalam KJV berbunyi: ‘like a sharp razor,
working deceitfully’ (= seperti pisau cukur yang tajam, bekerja
secara menipu).
3) Apa kurang ajarnya Doeg?
1Sam 22:9-10: “(9) Lalu
menjawablah Doeg, orang
Doeg melaporkan kepada Saul
bahwa Ahimelekh memintakan petunjuk Tuhan untuk Daud, dan memberikan bekal dan
pedang Goliat kepadanya.
Matthew Henry: “All
this was true; but it was not the whole truth. He ought to have told Saul
further that David had made Ahimelech believe he was then going upon the
king’s business; so that what service he did to David, however it proved,
was designed in honour to Saul, and this would have cleared Ahimelech, whom
Saul had in his power, and would have thrown all the blame upon David, who was
out of his reach” (= Semua ini benar; tetapi itu
bukan seluruh kebenaran. Ia seharusnya memberitahu Saul lebih lanjut bahwa
Daud telah membuat Ahimelekh percaya bahwa pada saat itu ia sedang melakukan
urusan raja; sehingga pelayanan apa yang ia lakukan kepada Daud, bagaimanapun
itu dibuktikan, ditujukan untuk menghormati Saul, dan ini akan membersihkan
Ahimelekh, yang ada dalam kuasa Saul, dan akan melemparkan semua kesalahan
kepada Daud, yang ada di luar jangkauannya).
Jadi kurang ajarnya Doeg bukan
hanya melaporkan hal itu kepada Saul, tetapi juga menceritakan setengah
kebenaran, yang pada hakekatnya adalah dusta / fitnah!
Dusta Daud kepada Ahimelekh,
kekurang-ajaran Doeg yang hanya menceritakan setengah kebenaran, akhirnya
menyebabkan semua imam dan penduduk Nob dibunuh. Perhatikan betapa berbahayanya
penggunaan lidah yang salah!
Bdk. Yak 3:5-6 - “(5)
Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat
memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapapun kecilnya api, ia
dapat membakar hutan yang besar. (6) Lidahpun adalah api; ia merupakan suatu
dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita
sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan
kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka”.
Karena itu, hati-hatilah dalam
menggunakan lidah saudara; jangan biarkan lidah saudara menjadi alat setan!
-AMIN-
email us at : gkri_exodus@lycos.com