Eksposisi Surat Paulus kepada Timotius yang Pertama
oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
Kebanyakan
penafsir menganggap bahwa seluruh 1Tim 2 ini harus diterapkan bukan kepada
individu-individu, tetapi kepada ibadah umum.
Ay 1-2: “(1) Pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah
permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang, (2) untuk
raja-raja dan untuk semua pembesar, agar kita dapat hidup tenang dan tenteram
dalam segala kesalehan dan kehormatan”.
1) ‘Pertama-tama’.
Donald Guthrie (Tyndale): “The words ‘first of all’ relate not to primacy of time but
primacy of importance” (= Kata ‘pertama-tama’ tidak berhubungan dengan ke-pertama-an
tentang waktu tetapi ke-pertama-an tentang kepentingan) - hal 69.
Ini menunjukkan bahwa apa yang akan dibicarakan dalam
ayat ini merupakan sesuatu yang dianggap sangat penting oleh Paulus.
2) ‘Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan
syukur’.
Dalam Kitab Suci Indonesia hanya
ada 3 istilah, tetapi seharusnya ada 4 istilah yang digunakan di sini.
KJV: ‘supplications, prayers,
intercessions, and giving of thanks’ (= permohonan, doa, doa syafaat, dan
pengucapan syukur).
RSV: ‘supplications, prayers,
intercessions, and thanksgivings’ (= permohonan, doa, doa syafaat, dan
pengucapan syukur).
NIV:
‘requests, prayers, intercession and thanksgiving’ (= permintaan, doa, doa syafaat,
dan pengucapan syukur).
NASB:
‘entreaties and prayers, petitions and thanksgivings’ (= permohonan dan
doa, permohonan dan pengucapan syukur).
a) Supplications / entreaties
(= permohonan).
Penekanan
dari kata ini adalah adanya kebutuhan dari pihak kita, yang menyebabkan kita
lalu memohon kepada Allah.
Donald Guthrie (Tyndale): “DEESEIS (supplications) brings out a clearer sense of need than
PROSEUCHAI (prayers), the more general word for prayer” [= DEESEIS (permohonan)
menyatakan suatu arti yang lebih jelas tentang kebutuhan dari pada PROSEUCHAI
(doa), kata yang lebih umum untuk doa] -
hal 69.
Homer A. Kent Jr.:
“Entreaties
(DEESEIS). The root of this noun is the verb DEOMAI, to need. It considers
prayers as an expression of our needs, and implies the feeling of our great
need of the gifts and blessing of God” [= Permohonan (DEESEIS). Akar dari kata benda
ini adalah kata kerja DEOMAI, ‘membutuhkan’. Ini memandang doa sebagai suatu
ungkapan dari kebutuhan kita, dan secara tak langsung menunjukkan perasaan
kebutuhan kita yang besar terhadap karunia-karunia dan berkat dari Allah] - hal 95.
Barclay: “its fundamental idea is a
sense of need. No one will make a request unless a sense of need has already
wakened a desire. Prayer begins with a sense of need. It begins with the
conviction that we cannot deal with our life ourselves. That sense of human
weakness is the basis of all approach to God” (= gagasan yang dasari adalah
perasaan / kesadaran akan kebutuhan kita. Tak seorangpun akan membuat
permohonan kecuali suatu perasaan / kesadaran akan kebutuhan telah membangunkan
suatu keinginan. Doa mulai dengan suatu perasaan / kesadaran akan kebutuhan.
Doa mulai dengan suatu keyakinan bahwa kita tidak bisa menghadapi hidup kita
sendiri. Perasaan / kesadaran akan kelemahan manusia merupakan dasar dari semua
pendekatan kepada Allah) - hal 57.
b) Prayers
(= doa).
Homer A. Kent Jr.:
“Prayers
(PROSEUCHAS). This is the general term for prayer. It is always restricted to
prayers directed toward Deity, however. The preceding word DEESEIS has no such
restriction. Hence PROSEUCHE is a sacred word, and refers to prayer as a coming
to God. The ideas of worship and reverence are its distinctive features” [= Doa (PROSEUCHAS). Ini
merupakan suatu istilah yang umum untuk doa. Tetapi kata itu selalu dibatasi
untuk doa yang ditujukan kepada Allah. Kata DEESEIS yang mendahuluinya tidak
mempunyai pembatasan seperti itu. Karena itu, PROSEUCHE merupakan suatu kata
yang sakral, dan menunjuk pada doa sebagai datang kepada Allah. Gagasan dari
penyembahan dan rasa hormat merupakan karakteristiknya yang membedakan] - hal 95.
Barclay: “The basic difference
between DEESIS and PROSEUCHE is that DEESIS may be addressed either to man or
God, but PROSEUCHE is never used of anything but approach to God. There are
certain need which only God can satisfy. There is a strength which he alone can
give; a forgiveness which he alone can grant; a certainty which he alone can
bestow”
(= Perbedaan dasar antara DEESIS dan PROSEUCHE adalah bahwa DEESIS bisa
ditujukan kepada manusia atau Allah, tetapi PROSEUCHE tidak pernah digunakan
tentang apapun kecuali pendekatan kepada Allah. Ada kebutuhan tertentu yang
hanya bisa dipuaskan oleh Allah. Ada kekuatan yang hanya bisa diberikan oleh
Dia; pengampunan yang hanya bisa diberikan oleh Dia; kepastian yang hanya bisa
diberikan oleh Dia) - hal 57.
c) Intercession
/ Petition (= doa syafaat / permohonan).
Beberapa penafsir mengatakan bahwa penterjemahan ‘intercession’
(= doa syafaat) merupakan terjemahan yang salah, karena kata bahasa aslinya
tidak mempunyai arti seperti itu.
Mungkin karena ini maka sekalipun KJV/RSV/NIV
menterjemahkan ‘intercession’ (= doa syafaat), tetapi NASB memilih
terjemahan ‘petition’ (= permohonan). Tetapi kata ini juga tak mencakup
arti sebenarnya dari kata bahasa aslinya.
Donald Guthrie (Tyndale): “ENTEUXEIS (intercessions) is a regular term for petition to a
superior” [= ENTEUXEIS (doa syafaat) merupakan suatu istilah yang biasa
untuk permohonan kepada orang yang lebih tinggi] - hal 69.
Homer A. Kent Jr.:
“Petitions
(ENTEUXEIS). This word occurs only twice in the New Testament, here and in 4:5.
The translation (KJV) ‘intercessions’ is inexact because it suggests pleading
in behalf of others, an idea not inherent in the word. The cognate verb form
ENTUGCHANEIN, ‘to fall in with a person, to draw near so as to converse
familiarly,’ indicates that the noun denotes an approach to God in confident,
familiar prayer. ... Here the description of prayer is that of free access to
God with childlike confidence. (But it is not necessarily on behalf of others.
The idea comes from the context and is applicable to all aspects of prayer.)” [= Permohonan (ENTEUXEIS). Kata ini muncul
hanya 2 x dalam Perjanjian Baru, di sini dan dalam 4:5. Terjemahan KJV ‘intercessions’
/ ‘doa syafaat’ merupakan terjemahan yang tidak tepat karena itu menunjukkan
suatu permohonan demi kepentingan orang lain, suatu gagasan / arti yang tidak
ada dalam kata itu. Bentuk kata kerja yang serumpun ENTUGCHANEIN, ‘bertemu
dengan seseorang, mendekat untuk berbicara dengan akrab’, menunjukkan bahwa
kata benda ini menunjukkan suatu pendekatan kepada Allah dalam suatu doa yang
penuh keyakinan dan akrab. ... Di sini penggambaran doa adalah suatu pendekatan
yang bebas kepada Allah dengan keyakinan seperti keyakinan anak-anak. (Tetapi
ini tidak harus demi kepentingan orang lain. Gagasan ini datang dari kontext
dan berlaku bagi semua aspek dari doa.)]
- hal 96.
Vincent: “The verb signifies ‘to fall in with a
person; to draw near so as to converse familiarly.’ Hence, enteuxis is not properly ‘intercession’
in the accepted sense of that term, but rather approach to God in free and
familiar prayer” (=
Kata kerja ini berarti ‘bertemu dengan seseorang; mendekat untuk berbicara
dengan akrab’. Karena itu, enteuxis bukanlah ‘doa syafaat’ dalam arti
yang diterima dari istilah itu, tetapi lebih menunjuk pada suatu pendekatan
kepada Allah dalam doa yang bebas dan akrab)
Barclay: “Of the three words this is
the most interesting. It has a most interesting history. It is the noun from
the verb ENTUGCHANEIN. This originally meant simply ‘to meet,’ or ‘to fall in’
with a person; it went on to mean ‘to hold intimate conversation with a
person;’ then it acquired a special meaning and meant ‘to enter into a king’s
presence and to submit a petition to him.’ That tells us much about prayer. It
tells us that the way to God stands open and that we have the right to bring
our petition to one who is king. ... It is impossible to ask too great a boon
from this King” (= Dari tiga kata, yang ini adalah yang paling menarik. Itu
mempunyai sejarah yang paling menarik. Itu merupakan kata benda dari kata kerja
ENTUGCHANEIN. Ini mula-mula sekedar berarti ‘bertemu’ dengan seseorang; lalu
itu berarti ‘melakukan pembicaraan yang intim dengan seseorang’; lalu itu
mendapatkan suatu arti yang khusus dan berarti ‘masuk ke hadapan raja dan
memberikan suatu permohonan kepadanya’. Ini memberitahu kita banyak hal tentang
doa. Ini memberitahu kita bahwa jalan kepada Allah terbuka dan bahwa kita
mempunyai hak untuk membawa permohonan kita kepada seseorang yang adalah raja.
... Adalah mustahil untuk meminta suatu berkat / kebaikan yang terlalu besar
dari Raja ini) - hal 58.
Tetapi Pulpit Commentary mengatakan (hal 32) bahwa
sekalipun ditinjau dari sudut etymology (= ilmu tentang asal usul kata) kata
ini tidak berarti ‘intercession’ (= doa syafaat), tetapi penggunaannya
dalam Perjanjian Baru kelihatannya menunjukkan arti tersebut. Karena itu ia
beranggapan bahwa arti itu, sekalipun tidak sempurna, mungkin merupakan
terjemahan yang paling baik. Demikian juga dengan William Hendriksen. Ia
berkata (hal 92) bahwa kata Yunaninya sebetulnya tidak mempunyai arti ‘intercession’
(= doa syafaat), tetapi kontextnya menyebabkan kata itu diartikan demikian.
Tetapi saya sendiri tetap lebih condong pada penafsiran yang di atas.
d) Thanksgiving
(= pengucapan syukur).
Donald Guthrie (Tyndale): “‘Giving of thanks,’ as in Paul’s earlier Epistles, is regarded
as an integral part of prayer, yet it is an element which has been too often in
the background in modern Christian devotions” (= ‘Pengucapan syukur’
seperti dalam surat-surat Paulus yang lebih dulu, dianggap sebagai suatu bagian
yang perlu untuk melengkapi dari doa, tetapi ini merupakan suatu elemen yang
telah terlalu sering diletakkan di latar belakang dalam penyembahan Kristen
modern) - hal 69.
Barclay: “The fourth is EUCHARISTIA,
which we have translated ‘thanksgiving.’ Prayer does not mean only asking God
for things; it also means thanking God for things. For too many of us prayer is
an exercise in complaint, when it should be an exercise in thanksgiving” (= Kata yang keempat
adalah EUCHARISTIA, yang kami terjemahkan ‘pengucapan syukur’. Doa tidak hanya
berarti meminta hal-hal kepada Allah, itu juga berarti bersyukur kepada Allah
untuk hal-hal itu. Bagi terlalu banyak dari kita doa merupakan suatu aktivitas dalam
keluhan, padahal seharusnya itu merupakan suatu aktivitas dalam pengucapan
syukur) - hal 58.
Homer A.
Kent Jr.: “Thanksgiving should
accompany prayer of every form (Phil. 4:6). No matter what his immediate
condition, every Christian enjoys many undeserved blessings from God.
Furthermore, unthankfulness is a great sin and is linked with unholiness by
Paul (2 Tim. 3:2)” [= Pengucapan syukur harus menyertai setiap bentuk doa (Fil
4:6). Tak peduli bagaimana kondisinya saat ini, setiap orang Kristen menikmati
banyak berkat yang tak layak ia dapatkan dari Allah. Lebih jauh lagi, tak tahu
berterima kasih merupakan suatu dosa yang besar dan dihubungkan dengan
ketidak-kudusan oleh Paulus (2Tim 3:2)]
- hal 96.
Fil 4:6 - “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi
nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan
ucapan syukur”.
2Tim 3:2 - “Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang.
Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah,
mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih,
tidak mempedulikan agama, ...”.
3) ‘untuk semua orang’.
a) Dalam
kehidupan doa kita, kita harus berdoa untuk semua orang. Kita tidak boleh
membatasi doa kita hanya pada diri kita sendiri, atau pada keluarga dan teman.
b) Ini
menentang doktrin Limited Atonement (= Penebusan Terbatas)?
Barnes’ Notes: “‘For all men.’ Prayers
should be made for all people - for all need the grace and mercy of God; thanks
should be rendered for all, for all may be saved. Does not this direction imply
that Christ died for all mankind? How could we give thanks in their behalf if
there were no mercy for them, and no way had been provided by which they could
be saved? ... since Christ has died for all, there is ample ground for
thanksgiving and praise in behalf of the whole human race” (= ‘untuk semua orang’.
Doa harus dinaikkan untuk semua orang - karena semua membutuhkan kasih karunia
dan belas kasihan dari Allah; pengucapan syukur harus diberikan untuk semua,
karena semua bisa diselamatkan. Tidakkah pengarahan ini secara tak langsung
menunjukkan bahwa Kristus mati untuk seluruh umat manusia? Bagaimana
kita bisa bersyukur demi kepentingan mereka jika tidak ada belas kasihan untuk
mereka, dan tak ada jalan yang telah disediakan dengan mana mereka dapat
diselamatkan? ... karena Kristus telah mati untuk semua, ada dasar yang cukup
untuk pengucapan syukur dan pujian demi kepentingan seluruh umat manusia).
Tanggapan saya:
Adalah omong kosong kalau kita hanya bisa bersyukur untuk mereka kalau
ada penebusan dan keselamatan bagi mereka. Berkat apapun yang mereka terima,
merupakan alasan untuk mana kita bisa beryukur bagi mereka. Kalau saudara
mempunyai orang tua yang tidak kristen, yang dianugerahi panjang umur dan
kesehatan oleh Tuhan, tidakkah saudara bersyukur untuk hal itu?
Catatan:
ini tidak saya tanggapi secara lengkap di sini. Nanti akan saya beri tanggapan
tambahan berkenaan dengan Limited Atonement (= Penebusan Terbatas), pada
waktu membahas ay 3-4.
4) ‘untuk raja-raja dan untuk semua pembesar’.
a) Perintah
untuk berdoa bagi negara dan pemerintah juga ada dalam Perjanjian Lama.
Ezra 6:9-10 - “(9) Dan apa yang diperlukan, yakni lembu
jantan muda, domba jantan, anak domba untuk korban bakaran bagi Allah semesta
langit, juga gandum, garam, anggur dan minyak, menurut petunjuk para imam yang
di Yerusalem, semuanya itu harus diberikan kepada mereka hari demi hari tanpa
kelalaian, (10) supaya mereka selalu mempersembahkan korban yang menyenangkan
kepada Allah semesta langit dan mendoakan raja serta anak-anaknya”.
Yer 29:7 - “Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan
berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah
kesejahteraanmu”.
Kalau kota kemana orang-orang Yahudi itu dibuang saja
harus didoakan, lebih-lebih negara kita sendiri, dimana kita hidup.
b) Mengapa
kita diperintah secara khusus untuk mendoakan pemerintah / penguasa?
Donald Guthrie (Tyndale): “Examples of the universal scope of prayer are limited to prayer
for the ruling classes, perhaps because of the tendency for Christians to leave
these out of their devotions, especially when rulers are openly hostile. ...
Whether the civil authorities are perverted or not they must be made subjects
for prayer, for Christian citizens may in this way influence the course of
national affairs, a fact often forgotten except in times of special crisis” (= Contoh-contoh dari doa
yang bersifat universal dibatasi pada doa untuk golongan penguasa, mungkin
karena kecenderungan orang-orang kristen untuk mengabaikan / menghapuskan ini
dari ibadah mereka, khususnya pada waktu penguasa-penguasa bermusuhan secara
terbuka. ... Apakah otoritas sipil menyimpang / sesat atau tidak, mereka harus
dijadikan pokok doa, karena warga negara Kristen bisa dengan cara ini
mempengaruhi jalan dari urusan / persoalan nasional, suatu fakta yang sering
dilupakan kecuali pada saat-saat krisis yang khusus) - hal 70.
Barnes’ Notes: “‘For kings.’ ... while all
people should be the subjects of prayer, those should be particularly
remembered before the throne of grace who are in authority. The reason is, that
so much depends on their character and plans; that the security of life,
liberty, and property, depends so much on them. ... The salvation of a king is
of itself of no more importance than that of a peasant or a slave; but the welfare
of thousands may depend on him, and hence he should be made the special subject
of prayer” (= ‘Untuk raja-raja’. ... sementara semua orang harus menjadi
pokok doa, mereka yang mempunyai otoritas / kekuasaan harus diingat secara
khusus di hadapan takhta kasih karunia. Alasannya adalah, bahwa begitu banyak
tergantung pada karakter dan rencana mereka; bahwa keamanan hidup, kebebasan,
dan milik, begitu tergantung kepada mereka. ... Keselamatan dari seorang raja,
dalam dirinya sendiri, tidak lebih penting dari keselamatan seorang petani atau
budak; tetapi kesejahteraan dari ribuan orang tergantung kepada dia, dan karena
itu ia harus dijadikan pokok doa yang khusus).
c) Bukan
hanya pemerintah yang baik yang harus didoakan, tetapi juga pemerintah yang
jahat dan brengsek.
Calvin: “If any one ask, Ought we
to pray for kings, from whom we obtain none of these advantages? I answer, the
object of our prayer is, that, guided by the Spirit of God, they may begin to
impart to us those benefits of which they formerly deprived us. It is our duty,
therefore, not only to pray for those who are already worthy, but we must pray
to God that he may make bad men good” (= Jika seseorang bertanya: Haruskah kita
berdoa untuk raja-raja, dari siapa kita tidak menerima manfaat-manfaat ini?
Saya menjawab: tujuan dari doa kita adalah, supaya dengan pimpinan dari Roh
Allah mereka bisa mulai memberikan kepada kita manfaat-manfaat yang tadinya
tidak mereka berikan kepada kita. Karena itu, merupakan kewajiban kita bukan
hanya berdoa untuk mereka yang telah berharga, tetapi kita juga harus berdoa
kepada Allah supaya Ia membuat orang-orang yang buruk menjadi baik) - hal 52.
d) Ada
sesuatu yang luar biasa dalam perintah ini, mengingat bahwa penguasa-penguasa
pada saat itu semuanya anti Kristen.
Calvin: “He expressly mentions
‘kings’ and other magistrates, because, more than all others, they might be
hated by Christians. All the magistrates who existed at that time were so many
sworn enemies of Christ” (= Ia secara explicit menyebutkan ‘raja-raja’ dan
pemerintah-pemerintah sipil yang lain, karena mereka mungkin dibenci oleh
orang-orang kristen lebih dari semua yang lain. Semua pemerintah-pemerintah
yang ada pada saat itu merupakan musuh-musuh yang hebat dari Kristus) - hal 51.
e) Mendoakan
pemerintah, yang adalah musuh / penganiaya, merupakan suatu ketaatan terhadap
perintah Yesus dalam Mat 5:44.
Mat 5:44 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah
bagi mereka yang menganiaya kamu”.
Karena itu, sekalipun pemerintah-pemerintah yang ada pada
saat itu mereka musuh-musuh dari Kristus / Gereja / orang-orang kristen, tetapi
orang-orang kristen tetap diperintahkan untuk berdoa bagi mereka.
f) Gereja
pada abad-abad awal mentaati perintah ini.
Homer A.
Kent Jr.: “The Christian writers of
the second and third centuries inform us that prayer for rulers always formed a
part of the Christian gatherings” (= Penulis-penulis Kristen dari abad kedua
dan ketiga memberitahu kita bahwa doa untuk penguasa-penguasa selalu membentuk
sebagian dari pertemuan-pertemuan Kristen)
- hal 97.
Barclay: “It is extraordinary to
trace how all through its early days, those days of bitter persecution, the
Church regarded it as an absolute duty to pray for the Emperor and his
subordinate kings and governors. ... and we must remember that that Emperor was
none other than Nero, that monster of cruelty” (= Merupakan sesuatu yang
luar biasa untuk menelusuri bagaimana dalam sepanjang masa-masa awal, masa-masa
penganiayaan yang pahit, Gereja menganggapnya sebagai suatu kewajiban yang
mutlak untuk berdoa untuk Kaisar dan raja-raja dan gubernur-gubernur yang ada
di bawahnya. ... dan kita harus ingat bahwa Kaisar itu tidak lain dari Nero,
monster dari kekejaman itu) - hal 59.
5) ‘agar kita dapat hidup
tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan’.
a) Ada
terjemahan yang berbeda-beda dalam bagian ini.
KJV: ‘godliness and honesty’
(= kesalehan dan kejujuran).
RSV: ‘godly and respectful’
(= saleh dan terhormat).
NIV: ‘godliness
and holiness’ (= kesalehan dan kekudusan).
NASB: ‘godliness and dignity’ (= kesalehan dan kewibawaan).
Vincent dan beberapa penafsir lain
menterjemahkan ‘gravity’ [= kepentingan / keseriusan (?)].
b) Kata-kata ini jelas menunjukkan
tujuan dari doa untuk mereka. Kita harus mendoakan para pemimpin negara supaya
kekristenan tidak ditindas, sehingga orang-orang kristen bisa hidup dengan
tenang dan tenteram, dalam segala kesalehan dan kehormatan / kekudusan /
kejujuran.
Apakah doa kita untuk mereka
merupakan doa yang egois, mengingat tujuan doa adalah supaya orang-orang
kristen bisa hidup tenang dan tenteram dsb?
1. Kalau kita melihat pada Mat 5:44,
yang ada dalam kontext yang mengharuskan kita mengasihi musuh, maka
jelas bahwa doa untuk musuh harus dilandasi oleh kasih kepada mereka. Jadi doa dengan
motivasi yang egois jelas tak boleh dilakukan.
Mat 5:43-48 - “(43)
Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu.
(44) Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka
yang menganiaya kamu. (45) Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak
Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang
yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak
benar. (46) Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu?
Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? (47) Dan apabila kamu hanya
memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada
perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat
demikian? (48) Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di
sorga adalah sempurna.’”.
2. Doa untuk pemerintah dengan tujuan
orang Kristen bisa hidup tenang, tenteram dsb, belum tentu motivasinya egois.
Homer A.
Kent Jr.: “This reason need not be understood
as completely selfish, for if the church is at peace with outsiders, then the
outsiders are experiencing peace also. God’s blessings usually overflow the
recipients, and affect others too” (= Alasan ini tidak perlu dimengerti sebagai
egois sepenuhnya, karena jika gereja ada dalam damai dengan orang-orang luar,
maka orang-orang luar mengalami damai juga. Berkat-berkat Allah biasanya
melimpahi / mengisi melebihi kapasitas si penerima, dan mempengaruhi
orang-orang lain juga) - hal 98.
-AMIN-