Eksposisi
Surat Yohanes yang Pertama
oleh: Pdt. Budi Asali M.Div.
Dalam 2:1,3-6 rasul Yohanes sudah
menekankan keharusan mentaati Firman Tuhan. Sekarang dalam bagian ini ia menyoroti satu perintah tertentu, yaitu perintah untuk
mengasihi.
1) Ia memulai dengan menyebut pembacanya sebagai ‘saudara-saudara yang
kekasih’.
KJV: ‘Brethren’
(= Saudara-saudara).
RSV/NASB:
‘Beloved’ (= Yang kekasih).
NIV: ‘Dear
friends’ (= Teman-teman yang kekasih).
Lit: ‘beloved’ (= Yang kekasih).
Clarke berkata bahwa ada
manuscripts yang menggunakan kata ADELPHOI [= brethren (= saudara-saudara)],
dan ada manuscripts yang menggunakan AGAPETOI [= beloved (= yang kekasih)]. Ia berpendapat yang benar adalah AGAPETOI.
Herschel H. Hobbs mengutip
kata-kata David Smith yang berkata: “About to enjoin love, he begins by loving” (= Mau memerintahkan kasih, ia mulai
dengan mengasihi)
- hal 47.
William
Barclay: “There is something very lovely
here. So much of this letter is a warning; and parts of it are rebuke. When we
are warning people or rebuking them, it is so easy to become coldly critical;
it is so easy to scold; it is even possible to take a cruel pleasure in seeing
people wince under our verbal lash. But, even when he has to say hard things,
the accent of John’s voice is love. He had learned the lesson which every
parent, every teacher, every leader must learn; he had learned to speak the
truth in love” (=
Catatan: saya berpendapat bahwa
sekalipun kita bisa belajar sesuatu dari kata-kata Barclay ini, tetapi
kata-kata ini tidak sepenuhnya benar. Bagaimana ia
bisa tahu tentang nada suara Yohanes, padahal ia tidak mendengar suara
Yohanes, tetapi membaca
2) Perintah lama (ay 7).
a) ‘Dari mulanya’ (ay 7).
KJV: ‘Brethren, I write no new
commandment unto you, but an old commandment which ye had from the beginning.
The old commandment is the word which ye have heard from the beginning’ (= Saudara-saudara, aku
tidak menuliskan perintah baru kepadamu, tetapi perintah lama yang engkau
miliki dari semula. Perintah lama itu adalah firman
yang telah engkau dengar dari semula).
Jadi, dalam KJV ada 2 x
kata-kata ‘from the beginning’ (= dari semula). Pada ay 7a kata-kata ini orisinil, tetapi pada ay 7b dianggap
sebagai penambahan, sehingga versi-versi lain membuang bagian ini.
Dalam kontex ini mungkin
kata-kata ‘dari semula’ ini artinya adalah: sejak kamu menjadi
Kristen, dan lalu menerima ajaran bagaimana kamu harus hidup (
b) Ia menyebutnya sebagai ‘perintah lama’ (ay 7).
Calvin (hal 178) mengatakan
bahwa bagian ini menunjukkan bahwa sekalipun perintah itu lama / kuno, tetapi
karena itu adalah Firman Allah yang kekal, maka itu tetap berlaku sampai
sekarang dan sampai selama-lamanya. Karena itu janganlah mengabaikan Kitab Suci
dengan alasan Kitab Suci sudah ketinggalan jaman!
Calvin juga
beranggapan bahwa tetap berlakunya Firman Allah yang kekal itu menyebabkan itu
juga disebut perintah yang baru.
Calvin: “It was, however, necessary that this should be added, for
as men are more curious than what they ought to be, there are many who always
seek something new. Hence there is a weariness as to simple doctrine, which
produces innumerable prodigies of errors, when every one gapes continually for
new mysteries” (= Tetapi adalah perlu bahwa hal
ini ditambahkan, karena manusia lebih ingin tahu dari yang seharusnya, sehingga
ada banyak orang yang selalu mencari sesuatu yang baru. Karena itu ada
kebosanan berkenaan dengan doktrin / ajaran yang sederhana, yang menghasilkan
banyak kesalahan yang tak terhitung, pada waktu setiap orang terus menerus
terbuka terhadap misteri-misteri yang baru) - hal 178.
Saya merasa di kalangan GKRI
EXODUS ini juga ada orang-orang seperti ini, yang bosan dengan Firman Tuhan,
dan entah apa yang diinginkan! Sebaiknya setiap
saudara bertanya kepada diri sendiri: ‘Apa yang aku cari?’.
3) Perintah baru (ay 8).
a) Bandingkan ini dengan
kata-kata Yesus dalam Yoh 13:34-35 - “Aku
memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama
seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.
Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu
adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi”.
b) Lama tetapi
baru?
Ay 7-8 bisa diartikan
sebagai berikut: dalam arti tertentu itu bukan perintah baru, tetapi dalam arti
yang lain (atau pada saat yang sama) itu adalah
perintah baru [John Stott (Tyndale), hal 92]. Dan sekalipun ay 7-8 ini tidak
mengatakan secara explicit apa perintah itu, tetapi
dari ay 9-11 terlihat dengan jelas bahwa perintah yang dimaksudkan adalah
perintah untuk mengasihi sesama. Bdk. 2Yoh 5 - “Dan sekarang aku minta kepadamu, Ibu -
bukan seolah-olah aku menuliskan perintah baru bagimu, tetapi menurut perintah
yang sudah ada pada kita dari mulanya - supaya kita saling mengasihi”.
Stott juga
mengatakan (hal 93) bahwa secara umum kasih kepada sesama merupakan perintah
lama (karena sudah ada dalam Im 19:18), tetapi Yesus Kristus memberikan arti
yang lebih kaya dan lebih dalam. Itu baru dalam:
·
hal penekanan, karena Ia menggabungkan Ul 6:5 dan Im 19:18 dan
menyatakan bahwa seluruh pengajaran hukum Taurat dan kitab para nabi tergantung
pada kedua hukum ini (Mat 22:37-40).
·
hal kwalitet, karena kita bukan hanya harus mengasihi sesama
seperti diri sendiri (Mat 22:37) tetapi juga seperti Kristus telah mengasihi
kita (Ef 4:32).
·
jangkauannya.
William
Barclay: “It became new in the extent to
which it reached. In Jesus love reached out to the sinner. To the orthodox
Jewish Rabbi the sinner was a person whom God wished to destroy. ‘There
is joy in heaven,’ they said, ‘when one sinner is obliterated from
the earth.’ But Jesus was the friend of outcast men and women and of
sinners, and he was sure that there was joy in heaven when one sinner came
home. In Jesus love reached out to the Gentile. As the Rabbi
saw it: ‘The Gentiles were created by God to be fuel for the fires of
Hell.’ But in Jesus God so loved the world that he gave his Son.
Love became new in Jesus because he widened its boundaries until there were
none outside its embrace”
(= Itu menjadi baru dalam jangkauannya. Dalam Yesus kasih
menjangkau orang berdosa. Bagi seorang Rabi Yahudi yang orthodox, orang
berdosa adalah orang yang Allah ingin hancurkan. ‘
Saya
sendiri tidak terlalu setuju dengan point yang terakhir ini, karena Perjanjian
Lama juga mengajarkan untuk:
*
menyadarkan orang
berdosa (Yeh 3:18).
*
menolong orang
non Yahudi (Kel 22:21 Im 19:10 Im 23:22 Ul 10:19).
*
mengasihi musuh (Kel 23:4,5 Amsal 24:17 Amsal 25:21).
Yang
mengajar seperti yang dikatakan oleh Barclay di atas bukanlah Perjanjian Lama,
tetapi ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi.
Stott
(Tyndale): “Light and love, darkness and hatred
belong together” (= Terang cocok dengan kasih, kegelapan
cocok dengan kebencian) - hal 94.
1) Kegelapan yang digantikan terang.
Ay 8b: ‘sebab kegelapan sedang lenyap dan
terang yang benar telah bercahaya’.
Clarke
mengatakan bahwa dunia kafir itu gelap total, dan jaman Taurat (Perjanjian
Lama) juga gelap dibandingkan dengan jaman Kristen (Perjanjian Baru).
Calvin: “the knowledge of Christ alone is sufficient to dissipate
darkness. Hence, daily progress is necessary and the faith of every one has its
dawn before it reaches the noon-day” (= pengenalan
terhadap Kristus saja yang cukup untuk menghapuskan kegelapan. Karena itu,
kemajuan setiap hari merupakan sesuatu yang perlu dan iman dari setiap orang
mempunyai ‘saat terbit’ sebelum itu mencapai ‘tengah
hari’)
- hal 179.
Pertanyaan: apakah ayat ini
benar? Mengingat bahwa makin dekat akhir jaman dikatakan kejahatan makin
merajalela, orang makin tak mau mendengar kebenaran, ajaran sesat semakin
banyak, dsb? Atau, apakah ayat ini hanya ditujukan kepada
gereja? Kelihatannya Stott mengambil pandangan ini.
John Stott (Tyndale): “Christians have been
delivered out of this present evil age (Gal. 1:4) and have already begun to
taste the powers of the age to come (Heb. 6:5; cf. 1Cor. 10:11)” [= Orang-orang Kristen telah
dibebaskan dari jaman yang jahat sekarang ini (Gal 1:4) dan telah mulai
merasakan kuasa dari jaman yang akan datang (Ibr 6:5; bdk. 1Kor 10:11)] - hal 93.
2) Pengakuan dan kenyataan / fakta.
Ay 9-10: “Barangsiapa berkata, bahwa ia
berada di dalam terang, tetapi ia membenci saudaranya, ia berada di dalam
kegelapan sampai sekarang. (10) Barangsiapa mengasihi
saudaranya, ia tetap berada di dalam terang, dan di dalam dia tidak ada
penyesatan”.
a) Kata ‘membenci’ dalam ay 9 ada dalam bentuk
present, dan menunjukkan keadaan terus menerus (hidup dalam kebencian).
Jadi,
kalau seseorang kristen jatuh dalam kebencian untuk
sementara waktu saja, maka itu tidak menunjukkan bahwa ia bukan orang kristen
yang sejati, tetapi bagaimanapun itu adalah dosa.
Herschel H. Hobbs: “It is a sin to hate or despise any person. Even if
you do not like his ways, you should love him as a person” (= Merupakan suatu dosa untuk membenci atau meremehkan siapapun.
Bahkan jika engkau tidak menyenangi caranya, engkau harus mengasihinya sebagai
pribadi) -
hal 51.
Karena itu
kita harus berusaha untuk saling mengasihi.
Herschel H. Hobbs: “Christians may cease to agree, but they should never
cease to love” (= Orang-orang Kristen boleh
berhenti untuk setuju, tetapi mereka tidak pernah boleh berhenti untuk
mengasihi) -
hal 51.
Sebetulnya bukan hanya
‘membenci’ yang merupakan dosa, tetapi juga ‘egoisme’,
‘tidak kasih’ atau ‘tidak peduli perasaan orang lain’.
Ini contoh orang yang egois,
dan sama sekali tidak peduli perasaan orang lain.
b) Pengakuan yang bertentangan
dengan kenyataan / fakta.
Pulpit
Commentary: “Let a man talk as largely and as
loudly as he may, if he loves not, he is in the dark” (= Biarlah seseorang berbicara sebanyak
dan sekeras yang ia bisa lakukan, jika ia tidak
mengasihi, ia ada dalam kegelapan) - hal 34.
Pulpit
Commentary: “The only possible proof that we can
give that we love Jesus is by loving those for whom he died and in whom he
lives, for his sake - by loving them as he loved us” (= Satu-satunya bukti yang memungkinkan
yang bisa kita berikan bahwa kita mengasihi Yesus adalah dengan mengasihi
mereka, untuk siapa Ia mati dan dalam siapa Ia tinggal, demi Dia - dengan
mengasihi mereka seperti Ia mengasihi kita) - hal 34.
Herschel H. Hobbs: “Outward attitudes reveal inner conditions in our lives,
and love for others or love’s opposite, hate, reveals
whether we live in light or darkness. To put it another way, whether or not one
is a Christian” (= Sikap lahiriah menyatakan
kondisi di dalam dalam kehidupan kita, dan kasih kepada orang-orang lain atau
lawan dari kasih, benci, menyatakan apakah kita hidup dalam terang atau
kegelapan. Dengan kata lain, apakah seseorang Kristen atau bukan) - hal 50.
Herschel H. Hobbs: “Mere outward profession is not enough, but the attitude
of one’s heart and the outward deeds of his life must confirm such a
profession. Sadly the condition John describes in churches of the first century
still exists, which is evidenced by strife within churches today. John’s
words should cause us to examine our hearts with respect to those of the church
fellowship. At times even Christians permit darkness to reign in their
relationship with their brethren. We should both believe in Christ and permit
him to be Lord in our lives” (= Semata-mata
pengakuan lahiriah tidaklah cukup, tetapi sikap dari hati seseorang dan
tindakan lahiriah dari kehidupannya harus meneguhkan pengakuan tersebut. Sungguh menyedihkan bahwa keadaan yang digambarkan oleh Yohanes
dalam gereja-gereja abad pertama tetap ada, yang dibuktikan oleh percekcokan
dalam gereja-gereja jaman ini. Kadang-kadang bahkan
orang-orang Kristen mengijinkan kegelapan berkuasa dalam hubungan mereka dengan
saudara-saudara mereka. Kita harus percaya kepada Kristus, dan juga
mengijinkan Ia untuk menjadi Tuhan dalam kehidupan
kita) - hal
51.
3) Akibat adanya kebencian / tidak adanya kasih.
Ay 10: “Barangsiapa mengasihi saudaranya,
ia tetap berada di dalam terang, dan di dalam dia tidak ada penyesatan”.
NASB: ‘and there is no cause for stumbling
in him’ (= dan di
a) Kalau seorang kristen
hidup dalam kasih maka ia tidak akan membuat orang lain tersandung.
b) Kalau seorang kristen
hidup dalam kasih maka tidak ada apapun yang menyebabkan ia tersandung
(Barclay, Calvin).
Editor dari Calvin’s
Commentary mengatakan bahwa:
·
terjemahan
hurufiahnya adalah: ‘and to
him there is not a stumblingblock’ (= dan baginya tidak ada
batu sandungan). Ia tidak akan seperti orang yang
dibicarakan dalam ay 11.
Catatan: kata
Yunani yang diterjemahkan ‘to’ (= bagi) adalah EN, yang bisa
berarti ‘in’ (= dalam), tetapi kadang-kadang juga bisa
berarti ‘to’ (= bagi), seperti dalam Kol 1:23 dan 1Tes 4:7
(lihat KJV untuk kedua ayat ini).
·
ini mungkin diambil dari Maz 119:165 - “Besarlah ketenteraman pada orang-orang yang
mencintai TauratMu, tidak ada batu sandungan bagi mereka”.
c)
Yang mana
yang benar?
Kita harus menafsirkannya berdasarkan kontextnya.
Karena itu perhatikan ay 11nya yang berbunyi: “Tetapi
barangsiapa membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan dan hidup di
dalam kegelapan. Ia tidak tahu ke mana ia pergi,
karena kegelapan itu telah membutakan matanya”.
Karena
ay 11 berbicara tentang kebutaan orang yang mempunyai kebencian, maka
kelihatannya pandangan kedualah yang benar.
Pulpit Commentary: “No
love, no light. ... Such a walk in the darkness will issue in his losing the
power of seeing” (= Tidak ada
kasih, tidak ada terang. ... Berjalan dalam kegelapan
seperti itu akan menyebabkan ia kehilangan kemampuan
untuk melihat) - hal 34.
Stott (Tyndale): “Hatred distorts our
perspective. We do not first misjudge people and then hate them as a result;
our view of them is already jaundiced by our hatred. It is love which sees
straight, thinks clearly and makes us balanced in our outlook, judgments and
conduct”
(= Kebencian merusak pemandangan kita. Kita bukannya
mula-mula salah menilai orang dan sebagai akibatnya lalu membencinya; pandangan
kita tentang mereka sudah berprasangka oleh kebencian kita. Adalah kasih
yang melihat dengan lurus, berpikir dengan bersih dan membuat kita seimbang
dalam pandangan, penghakiman / penilaian dan tingkah laku kita) - hal 95.
William
Barclay: “hatred makes a man blind and this,
too, is perfectly obvious. When a man has hatred in his heart, his powers of
judgment are obscured; he cannot see an issue clearly. It is no uncommon sight
to see a man opposing a good proposal simply because he dislikes, or has
quarrelled with, the man who made it. Again and again progress in some scheme
of a church or an association is held up because of personal animosities. No
man is fit to give a verdict on anything while he has hatred in his heart; and
no man can rightly direct his own life when hatred dominates him” (= kebencian membuat seseorang buta, dan
hal ini juga sangat jelas. Pada saat seseorang mempunyai kebencian dalam
hatinya, kemampuannya untuk menilai menjadi kabur; ia
tidak bisa melihat suatu persoalan dengan jelas. Tidak jarang kita melihat
seseorang menentang suatu usul yang baik hanya karena ia
tidak menyenangi, atau telah bertengkar dengan, orang yang mengusulkan hal itu.
Berulang-ulang kemajuan dalam maksud / rencana yang baik dari
suatu gereja atau suatu perkumpulan, terhalang karena kebencian / permusuhan
pribadi. Tidak seorangpun yang layak untuk memberikan suatu keputusan
tentang apapun sementara ia mempunyai kebencian dalam
hatinya; dan tidak seorangpun bisa mengarahkan hidupnya sendiri dengan benar
pada saat kebencian menguasainya) - hal 49.
William
Barclay: “it is much more likely that John is
saying that, if we love our brother, there is nothing in us which causes
ourselves to stumble. That is to say, love enables us to make progress in the
spiritual life and hatred makes progress impossible. ... If God is love and if
the new commandment of Christ is love, then love brings us nearer to men and to
God and hatred separates us from men and from God. We ought always to remember
that he who has in his heart hatred, resentment and the unforgiving spirit, can
never grow up in the spiritual life”
(= adalah lebih mungkin bahwa Yohanes berkata bahwa jika kita mengasihi saudara
kita, tidak ada apapun di dalam kita yang menyebabkan diri kita sendiri
tersandung. Artinya, kasih memungkinkan kita untuk membuat
kemajuan dalam kehidupan rohani dan kebencian membuat kemajuan itu mustahil.
... Jika Allah itu kasih dan jika perintah yang baru dari Kristus adalah
mengasihi, maka kasih membawa kita lebih dekat kepada sesama dan kepada Allah,
dan kebencian memisahkan kita dari sesama dan dari Allah. Kita harus selalu
mengingat bahwa ia yang dalam hatinya mempunyai
kebencian, kemarahan / dendam dan roh yang tidak mengampuni, tidak pernah bisa
bertumbuh dalam kehidupan rohani) - hal 48-49.
Jadi,
dengan kita mengasihi kita menguntungkan diri kita sendiri, dan sebaliknya,
dengan membenci kita merugikan diri kita sendiri (catatan: tetapi tentu saja
ini tidak boleh menjadi motivasi kita dalam mengasihi!).
Herschel H. Hobbs: “Because the Jews heard it so much, the summary of the
Decalogue had become mere written words. This is seen in the Jewish
lawyer’s question, ‘And who is my neighbour?’ (Luke 10:29).
To him the command to love his neighbor as himself had become a subject to be
debated, not a principle to be practiced” [= Karena orang-orang Yahudi mendengarnya begitu banyak,
ringkasan dari 10 hukum Tuhan telah menjadi semata-mata kata-kata tertulis. Ini
terlihat dalam pertanyaan dari ahli Taurat Yahudi: ‘Dan siapakah sesamaku
manusia?’ (Luk 10:29). Baginya perintah untuk mengasihi sesama seperti
diri sendiri telah menjadi suatu pokok untuk diperdebatkan, bukan suatu prinsip
untuk dipraktekkan] - hal 48-49.
Jangan menjadi seperti ahli Taurat itu! Marilah
kita mempraktekkan kasih, misalnya dengan mengampuni orang yang bersalah kepada
kita, dan dengan menolong orang yang membutuhkan pertolongan kita.
Saya ingin menutup khotbah ini
dengan suatu cerita. Dalam satu majalah Reader’s Digest
diceritakan tentang seorang polisi berusia 60 tahun yang tertembak mati.
Cerita itu masuk siaran TV, dan besoknya janda dari polisi itu, yang juga sudah
tua, menerima sebuah amplop berisi ucapan turut berdukacita, yang
ditanda-tangani oleh seorang yang tidak pernah ia
kenal, disertai selembar check senilai $ 20.000, disertai dengan catatan bahwa
ia akan menerima check seperti itu setiap tahun, selama sisa hidupnya.
Pemberi yang dermawan itu
bernama Milton Petrie, seorang jutawan Amerika. Mengapa ia
bisa bersikap seperti itu? Karena ia ingat bahwa dulu,
sebagai anak dari seorang imigran Rusia yang menetap
Bahwa namanya bisa diketahui orang dan masuk majalah, bukan
terjadi karena ia sengaja memamerkan kedermawanannya,
tetapi karena pekerjaan wartawan yang menyelidikinya. Ia
sendiri sebetulnya ingin melakukan semua itu secara rahasia.
Ia sudah berusia 88 tahun,
tetapi ia tetap rajin bekerja di kantornya. Pada waktu ditanya mengapa ia tetap
bekerja dengan begitu keras, ia menjawab: ‘Makin banyak saya bekerja,
makin banyak uang yang saya hasilkan, dan makin banyak uang yang saya hasilkan,
makin banyak saya bisa memberi’.
Demikianlah ia terus membaca koran dan
mendengar pada berita tentang orang-orang yang perlu dibantu. Ia berkata: ‘Bagaimana aku bisa tidak melakukannya? Bagaimanapun juga, saya sedang membayar kembali kepada Tuhan untuk
apa yang telah Ia lakukan bagi saya’.
Saudara
mungkin bukan jutawan seperti dia, tetapi kita tidak perlu menjadi jutawan
untuk bisa menolong orang lain. Luk 16:10 - “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara
kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak
benar juga dalam perkara-perkara besar”.
-AMIN-