Eksposisi
Surat Yohanes yang Pertama
oleh: Pdt. Budi Asali M.Div.
1) Kita bisa menjadi anak-anak Allah karena kasih karunia Allah.
Ay 1a: “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada
kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan
memang kita adalah anak-anak Allah”.
Catatan: Bagian yang saya garis bawahi
dobel, tidak ada dalam KJV karena KJV menggunakan manuscript yang tidak
mempunyai bagian ini. Pada umumnya bagian ini dianggap asli.
Calvin
mengatakan bahwa ay 1a ini menunjukkan bahwa kita bisa menjadi anak-anak Allah
karena kasih karunia Allah. Orang Arminian mengatakan bahwa kita dipilih Allah karena Allah
melihat lebih dulu sesuatu yang baik yang akan ada
dalam diri kita. Tetapi kalau demikian halnya, maka itu bukan
kasih karunia Allah. Disamping itu ajaran Arminian
tersebut bertentangan dengan Ro 9:10-13 - “(10) Tetapi bukan hanya itu saja. Lebih terang lagi ialah Ribka yang
mengandung dari satu orang, yaitu dari Ishak, bapa leluhur kita. (11) Sebab
waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang
jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan
berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya - (12) dikatakan kepada
Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’ (13)
seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci
Esau.’”.
Hal ini
seharusnya memotivasi / mendorong kita untuk mengasihi Allah, dan mewujudkan
kasih kepada Allah itu dengan menguduskan kehidupan kita.
2) Keadaan anak-anak Allah sekarang.
Fakta bahwa
kita adalah anak-anak Allah seringkali tidak terlihat pada saat ini.
Ay 1b-2a: “(1b) Karena itu dunia tidak mengenal kita, sebab
dunia tidak mengenal Dia. (2a) Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita
adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak”.
Bagian
yang saya garis bawahi itu oleh NIV diterjemahkan sebagai berikut: ‘and
what we will be has not yet been made known’ (= dan
kita akan jadi apa, belum dinyatakan).
a) Ay 1bnya menunjukkan bahwa sekalipun
kita adalah anak-anak Allah tetapi dunia tidak mengakui hal itu dan tidak
memperlakukan kita sebagai anak-anak Allah, karena dunia tidak mengenal Allah.
Bdk. Yoh 16:1-3 - “(1) ‘Semuanya ini
Kukatakan kepadamu, supaya kamu jangan kecewa dan menolak Aku. (2) Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap
orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah. (3) Mereka akan berbuat demikian, karena mereka tidak mengenal baik
Bapa maupun Aku”.
b) Setan bekerja sedemikian rupa sehingga
mengaburkan fakta ini.
Calvin: “Hence it can hardly be
inferred from our present state that God is a Father to us, for the devil so
contrives all things as to obscure this benefit” (= Karena itu hampir tidak bisa
disimpulkan dari keadaan kita sekarang ini bahwa Allah adalah Bapa kita, karena
setan mengatur segala sesuatu sehingga mengaburkan keuntungan ini) - hal 204.
Calvin: “our present condition is very
short of the glory of God’s children; for as to our body we are dust and
a shadow, and death is always before our eyes; we are also subject to thousand
miseries, and the soul is exposed to innumerable evils; so that we find always
a hell within us” (= keadaan kita sekarang ini sangat jauh dari kemuliaan dari
anak-anak Allah; karena berkenaan dengan tubuh kita, kita adalah debu dan
bayangan, dan kematian selalu ada di depan mata kita; kita juga menjadi sasaran
dari seribu kesengsaraan, dan jiwa terbuka terhadap kejahatan / bencana yang
tak terhitung banyaknya; sehingga kita selalu menjumpai neraka dalam diri kita) - hal 204.
c) Karena itu Calvin mengatakan (hal 204)
bahwa kita tidak boleh mengarahkan pikiran kita pada hal-hal yang sekarang ini
supaya kesengsaraan-kesengsaraan jangan menggoncangkan iman kita. Kita harus
memandang dan percaya pada apa yang belum terlihat.
3) Keadaan anak-anak Allah nanti.
Pada saat Yesus datang
keduakalinya, kita akan menjadi seperti Dia.
Ay 2b: “akan
tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diriNya, kita akan menjadi
sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaanNya yang
sebenarnya”.
a) Yang dimaksud dengan ‘Kristus menyatakan
diriNya’
jelas adalah kedatangan Yesus yang keduakalinya.
b) Perhatikan kata-kata ‘kita akan menjadi sama
seperti Dia’.
Kata ‘sama’ seharusnya tidak ada.
KJV: ‘we
shall be like him’ (= kita akan seperti
Dia).
Tentu kita
tidak menjadi setara dengan Dia / menjadi Allah.
Calvin mengatakan bahwa kita
tidak akan menjadi setara dengan Dia, karena harus ada
perbedaan antara kepala dan anggota-anggota tubuh. Sang rasul mengatakan bahwa
kita akan seperti Dia karena Ia akan mengubah tubuh
kita yang hina sehingga menjadi seperti tubuhNya yang mulia.
Bdk. Fil
3:21 - “yang
akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuhNya yang
mulia, menurut kuasaNya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada
diriNya”.
c) “sebab kita akan melihat Dia dalam keadaanNya yang
sebenarnya”.
·
‘sebab’.
Calvin menafsirkan kata ‘sebab’ bukan sebagai ‘cause’
(= penyebab), tetapi sebagai ‘effect’ (= akibat). Jadi, pada
saat kita menjadi seperti Dia, maka kita akan melihat
Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya. Kata Yunani yang digunakan adalah HOTI,
yang bisa berarti ‘because’ (= sebab), tetapi bisa juga
berarti ‘that’ (= sehingga / supaya).
Tetapi John Stott menganggap
bahwa pada saat kita melihat Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya, maka kita akan menjadi seperti Dia.
·
‘kita akan melihat Dia dalam keadaanNya yang
sebenarnya’.
*
Memang orang kafir / tidak percaya juga akan
melihat Dia, tetapi mereka melihat Dia sebagai Hakim yang mengerikan, sedangkan
kita melihat Dia sebagai teman.
*
Sekarangpun kita ‘melihat’ Dia, tetapi kita melihat
Dia hanya secara samar-samar. Nanti kita akan melihat
Dia apa adanya.
1Kor 13:12
- “Karena
sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi
nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan
tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan
sempurna, seperti aku sendiri dikenal”.
d) Ini bukan hanya merupakan suatu
kemungkinan tetapi suatu kepastian.
Ini terlihat dari:
·
kata ‘tahu’ dalam ay 2b - “akan tetapi kita tahu,
bahwa apabila Kristus menyatakan diriNya, kita akan menjadi sama seperti Dia,
sebab kita akan melihat Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya”.
·
kata ‘pengharapan’ dalam ay 3.
Ay 3: “Setiap orang yang menaruh pengharapan
itu kepadaNya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci”.
Dalam Kitab Suci kalau kata ‘pengharapan’ digunakan dalam arti seperti ini, maka kata itu memang tidak berarti
sebagai suatu pengharapan yang tidak pasti (bdk. Kis 24:15
26:7 28:20 Ro 8:21,24 1Kor 15:19 Ef 1:18 Kol 1:5,23,27 Tit1:2 2:13 3:7
Ibr 10:23).
Di sini saya hanya memberikan 2 ayat
saja.
Tit 1:2 - “dan berdasarkan pengharapan
akan hidup yang kekal yang sebelum permulaan zaman sudah dijanjikan oleh
Allah yang tidak berdusta”.
Ibr 10:23 - “Marilah kita teguh berpegang
pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang
menjanjikannya, setia”.
John Stott (Tyndale): “This is not an uncertain
hope, like the hopes of men, because it is grounded upon the promise of Christ
(cf. Heb. 10:23), and we know (verse 2) the truth for which we hope” [= Ini bukan pengharapan yang tidak
pasti, seperti pengharapan dari manusia, karena ini didasarkan pada janji
Kristus (bdk. Ibr 10:23), dan kita tahu (ay 2) kebenaran yang kita
harapkan] -
hal 120.
e) Setiap orang yang mempunyai pengharapan
untuk melihat Kristus dan menjadi seperti Kristus, harus menyucikan dirinya.
Ay 3: “Setiap orang yang menaruh pengharapan
itu kepadaNya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci”.
1) Ay 4-7:
“(4) Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah,
sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah. (5) Dan kamu tahu, bahwa Ia telah menyatakan diriNya, supaya Ia menghapus segala
dosa, dan di dalam Dia tidak ada dosa. (6) Karena itu setiap orang yang tetap
berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat
dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia. (7) Anak-anakku, janganlah
membiarkan seorangpun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat kebenaran
adalah benar, sama seperti Kristus adalah benar”.
a) Ay 4:
“Setiap orang yang
berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum
Allah”.
1. ‘Berbuat dosa’.
Ini ada dalam present tense,
dan Calvin menganggap bahwa yang dimaksud dengan ‘berbuat dosa’ di sini bukanlah kalau seorang
anak Tuhan jatuh ke dalam dosa, tetapi kehidupan di dalam dosa / kehidupan yang
terus berdosa.
Bdk. Yoh 8:34 - “Kata Yesus kepada mereka:
‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat (present participle)
dosa, adalah
hamba dosa”.
Herschel H. Hobbs: “the present tense in Greek carries the force of habitual
sinning” (= present tense dalam bahasa
Yunaninya membawa arti berdosa sebagai suatu kebiasaan) - hal 82.
2. Kata Yunani yang diterjemahkan
‘pelanggaran hukum Allah’ / ‘melanggar hukum Allah’
adalah ANOMIA, yang arti hurufiahnya adalah ‘no law’ (=
tidak ada hukum) atau ‘lawlessness’ (= ke-tidak-ada-an
hukum).
Kata ‘melanggar’ (ini seharusnya ‘melakukan lawlessness’) juga ada dalam present
tense, dan karena itu Herschel H. Hobbs menterjemahkan ay 4 ini sebagai
berikut: “Every one having the habit of doing sin, also has the habit
of doing lawlessness, and sin is lawlessness” (= Setiap orang yang
mempunyai kebiasaan berbuat dosa, juga mempunyai kebiasaan melakukan
ke-tidak-ada-an hukum, dan dosa adalah ke-tidak-ada-an hukum).
3. Maksud Yohanes dengan ay 4 ini.
Calvin: “he means simply to teach us,
that sin arises from a contempt of God, and that by sinning, the law is
violated”
(= ia hanya bermaksud untuk mengajar kita bahwa dosa
muncul dari suatu perasaan jijik / sikap memandang rendah terhadap Allah, dan
bahwa dengan berbuat dosa, hukum dilanggar) - hal 208.
John Stott (Tyndale): “today the truth about sin is
concealed by euphemisms, and our sins become mere ‘peccadilloes’,
‘temperamental weaknesses’ or ‘personality problems’.
In contrast to such underestimates of sin, John declares that it is not just a
negative failure ... but essentially an active rebellion against God’s
will and violation of His holy law” (= pada jaman sekarang kebenaran
tentang dosa disembunyikan oleh ungkapan-ungkapan pelembut, dan dosa-dosa kita
menjadi sekedar ‘dosa-dosa kecil’, ‘kelemahan
temperamental’ atau ‘problem kepribadian’. Bertentangan
dengan peremehan dosa seperti itu, Yohanes menyatakan bahwa itu bukan hanya
suatu kegagalan yang negatif ... tetapi secara hakiki suatu pemberontakan aktif
terhadap kehendak Allah dan pelanggaran terhadap hukumNya yang kudus) - hal 122.
John Stott (Tyndale): “It is important to
acknowledge this, because the first step towards holy living is to recognize
the true nature and wickedness of sin” (= Adalah penting untuk mengakui
ini, karena langkah pertama menuju kehidupan yang kudus adalah mengenali
hakekat yang sebenarnya dan kejahatan dari dosa) - hal 122.
b) Ay 5:
“Dan kamu
tahu, bahwa Ia telah menyatakan diriNya, supaya Ia menghapus segala dosa, dan
di dalam Dia tidak ada dosa”.
1. “Dan kamu tahu, bahwa Ia telah menyatakan
diriNya, supaya Ia menghapus segala dosa”.
Kata ‘menyatakan diriNya’ di sini menunjuk pada
kedatangan Yesus yang pertama dan mencakup kematianNya pada kayu salib.
Bdk. Yoh 1:29 - “Pada keesokan harinya Yohanes
melihat Yesus datang kepadanya dan ia berkata:
‘Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia”.
2. “dan di dalam Dia tidak ada dosa”.
Digunakan present tense
di sini, dan John Stott (hal 123) mengatakan bahwa ini disebabkan karena
Yohanes tidak bermaksud untuk menunjuk pada keberadaan Kristus sebelum lahir,
atau pada saat Kristus menjadi manusia, atau pada saat Kristus sudah ada di
surga, tetapi menunjuk kepada sifat dasarNya yang hakiki dan kekal.
c) Ay 6: “Karena itu setiap
orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap orang
yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia”.
1. Kata ‘berbuat dosa’ lagi-lagi ada dalam present
tense, dan karena itu harus diartikan ‘berbuat dosa terus menerus’
atau ‘berbuat dosa sebagai kebiasaan’.
NIV: ‘No
one who lives in him keeps on sinning. No one who continues to sin has either
seen him or known him’ (= Tidak seorangpun yang
hidup di dalam Dia terus menerus berbuat dosa. Tidak
seorangpun yang terus berbuat dosa telah melihat atau mengenal Dia).
Herschel H. Hobbs: “The verbs for ‘sinning’ are present tenses
expressing repeated action in the present time. ... whosoever makes sinning the
habit of life has never (past or present) had a vital contact with
Christ” [= Kata-kata kerja untuk
‘berbuat dosa’ ada dalam bentuk present yang menyatakan tindakan
yang berulang-ulang pada masa sekarang. ... siapapun yang membuat dosa sebagai
kebiasaan dari kehidupan tidak pernah (lampau dan sekarang) mempunyai kontak
yang hidup dengan Kristus] - hal 85.
2. Kata-kata ‘tidak melihat dan tidak
mengenal Dia’ artinya ‘tidak percaya kepada Kristus’.
Orang-orang
seperti itulah yang berbuat dosa terus menerus. Sebaliknya, orang kristen pasti menyucikan dirinya.
John Stott (Tyndale): “Not until He appears in glory
shall we ‘see him as he is’ (verse 2); yet every Christian has seen
Him with the eye of faith. And the sight of Christ, both in present experience
and in future prospect, is a strong incentive to holiness. These verses teach
the utter incongruity of sin in the Christian” [= Baru pada saat Ia muncul dalam kemuliaan kita akan melihatNya sebagaimana
adanya Dia (ay 2); tetapi setiap orang Kristen telah melihatNya dengan mata
iman. Dan penglihatan tentang Kristus, baik pada pengalaman masa kini maupun
pada masa yang akan datang, merupakan suatu dorongan
kepada kekudusan. Ayat-ayat ini mengajar ketidak-pantasan sepenuhnya dari dosa
dalam diri orang kristen] - hal 123.
d) Ay 7: “Anak-anakku,
janganlah membiarkan seorangpun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat
kebenaran adalah benar, sama seperti Kristus adalah benar”.
Ini
merupakan present imperative, dan itu berarti bahwa perintah ini harus
dilakukan terus menerus.
Herschel H.
Hobbs mengatakan bahwa penyesat yang dimaksudkan oleh Yohanes adalah para
pengikut Gnosticisme, yang menganggap bahwa tubuh tidak mempengaruhi roh.
John Stott (Tyndale): “The false teachers,
... were seeking to lead them astray, not only theologically (2:26) but
morally as well. ... The heretics appear to have indulged in the subtly
perverse reasoning that somehow you could ‘be’ righteous without
necessarily bothering to ‘practice’ righteousness” [= Guru-guru palsu, ... berusaha
untuk menyesatkan mereka, bukan hanya secara theologis (2:26) tetapi juga
secara moral. ... Orang-orang sesat / bidat itu kelihatannya menuruti kata hati
mereka dalam pemikiran jahat yang licik bahwa entah bagaimana engkau bisa
menjadi benar tanpa harus bersusah-susah untuk mempraktekkan kebenaran] - hal 124.
2) Ay 8-10 - “(8) barangsiapa yang tetap
berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya. Untuk
inilah Anak Allah menyatakan diriNya, yaitu supaya Ia
membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu. (9) Setiap orang yang lahir dari
Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah.
(10) Inilah tandanya anak-anak Allah dan anak-anak Iblis: setiap orang yang
tidak berbuat kebenaran, tidak berasal dari Allah, demikian juga barangsiapa
yang tidak mengasihi saudaranya”.
a) Ay 8: “barangsiapa yang
tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya.
Untuk inilah Anak Allah menyatakan diriNya, yaitu supaya Ia membinasakan
perbuatan-perbuatan Iblis itu”.
1. “barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis”.
·
Kata ‘berbuat’ lagi-lagi merupakan present
tense, yang menunjukkan tindakan terus menerus / kebiasaan.
·
Dari ayat ini Calvin mengatakan (hal 211) bahwa tidak ada
keadaan di tengah-tengah. Atau seseorang adalah milik Kristus, yaitu kalau ia berbuat kebenaran (ay 7), atau seseorang adalah milik
setan, yaitu kalau ia berbuat dosa (ay 8).
2. “sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya”.
Kata-kata ‘dari
mulanya’ / ‘from the beginning’ tidak sama dengan ‘Beginning’ dalam
Yoh 1:1, yang betul-betul menunjuk pada kekekalan. Yang
di sini menunjuk pada saat kejatuhan setan (malaikat).
3. “Untuk inilah Anak Allah menyatakan diriNya,
yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu”.
·
Kata ‘menyatakan
diri’
di sini juga menunjuk pada kedatangan Yesus yang pertama dan mencakup kematian
pada salib.
·
Calvin berkata (hal 212) bahwa mereka dalam siapa dosa berkuasa
tidak bisa dianggap sebagai anggota-anggota dari Kristus, karena dimanapun
Kristus menyatakan kuasaNya, Ia mengusir setan maupun
dosa.
b) Ay 9: “Setiap orang yang
lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam
dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah”.
1.
a. Ayat-ayat ini dipakai oleh orang-orang
tertentu untuk mengajarkan ‘Perfectionisme’, yang mengatakan bahwa
dalam hidup ini orang kristen bisa mencapai kesucian
yang sempurna.
Perfectionisme jelas salah
karena bertentangan dengan 1Yoh 1:8,10 - “(8) Jika kita berkata, bahwa
kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada
di dalam kita. ... (10) Jika kita berkata, bahwa kita tidak
ada berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firmanNya tidak
ada di dalam kita”.
Calvin: “all those who dream of a
perfection of this kind, sufficiently shew what stupid conscience they must
have”
(= semua mereka yang bermimpi tentang suatu kesempurnaan dari jenis ini,
menunjukkan secara cukup betapa bodoh hati nurani yang mereka miliki) - hal 212.
b. Dosa yang dimaksudkan adalah dosa-dosa
yang hebat / besar.
Ini jelas
salah, karena kata ‘dosa’ di sini digunakan dalam arti umum, bukan
spesifik.
c.
Ini jelas
juga salah, karena Allah tidak mungkin mempunyai standard ganda seperti itu.
d.
Ini juga
salah karena subyek dari tindakan berdosa itu selalu adalah ‘he’,
bukan ‘it’.
e. Yohanes tidak membicarakan realita tetapi
keadaan ideal.
Ini juga salah karena kalau
Yohanes berbicara secara ideal, ia akan menggunakan
kata ‘should not sin’ (= tidak boleh berbuat dosa). Tetapi ia menggunakan kata-kata ‘tidak berbuat dosa’,
dan ‘tidak bisa berbuat dosa’. Ini jelas menunjukkan bahwa ia tidak membicarakan keadaan ideal, tetapi membicarakan
realita.
f.
Ini tetap salah, karena
bertentangan dengan 1Yoh 1:8,10.
g. Dosa yang dimaksudkan adalah dosa
sengaja.
Ini juga salah, karena semua
orang kristen pasti pernah, bahkan sering, berbuat
dosa dengan sengaja.
Disamping itu Yohanes
mengatakan bahwa dosa adalah ‘lawlessness’ (=
ke-tidak-ada-an hukum), suatu pelanggaran terhadap hukum Allah. Yohanes tidak membedakan antara sengaja atau tidak.
h. Dosa yang dimaksudkan adalah dosa yang
merupakan kebiasaan dan dilakukan secara terus menerus (hidup di dalam dosa).
Ini penafsiran yang benar,
yang harus diambil, karena kata-kata ‘tidak berbuat dosa lagi’ dan ‘tidak dapat berbuat
dosa’
ada dalam present tense.
NIV: ‘No
one who is born of God will continue to sin, because God’s seed
remains in him; he cannot go on sinning, because he has been born of God’ (=
Tidak seorangpun yang dilahirkan dari Allah akan terus
berbuat dosa, karena benih Allah tetap di dalam dia; ia tidak dapat terus
berbuat dosa, karena ia telah dilahirkan dari Allah).
Herschel H. Hobbs: “again the Greek tense of ‘commit’ has a
different shade of meaning. It is the present tense of the verb ‘to
do,’ expressing habitual action” (= lagi-lagi tense
bahasa Yunani dari ‘berbuat’ mempunyai bayangan arti yang berbeda.
Itu adalah present tense dari kata kerja ‘to do’ / ‘berbuat /
melakukan’, yang menyatakan tindakan kebiasaan) - hal 87-88.
John Stott (Tyndale): “the Christian ‘cannot sin’
... ‘he is not able to sin’, where ‘to sin’ is a
present, not an aorist, infinitive. If the infinitive had been an aorist it
would have meant ‘he is not able to commit a sin’; the present
infinitive, however, signifies ‘he is not able to sin habitually’” (= orang kristen ‘tidak dapat
berbuat dosa’ ... ‘ia tidak bisa berbuat dosa’, dimana
‘berbuat dosa’ adalah suatu infinitif bentuk present, bukan aorist
/ lampau. Seandainya infinitif itu merupakan suatu aorist / lampau, maka
artinya adalah ‘ia tidak bisa melakukan suatu dosa’; tetapi
infinitif bentuk present berarti ‘ia tidak bisa berbuat dosa
sebagai kebiasaan’) - hal 126.
2. ‘benih ilahi tetap ada di dalam dia’.
a. ‘benih ilahi’.
Kata ‘ilahi’ sebetulnya tidak ada. Lit: ‘benihNya’.
John Stott kelihatannya
condong pada anggapan bahwa ‘benih ilahi’ ini menunjuk kepada ‘hakekat ilahi’
(hal 127).
Tetapi pada hal 130 ia mengatakan bahwa mungkin kita
tidak akan pernah bisa tahu dengan pasti arti dari ungkapan ini. Tetapi apakah
‘benih’ ini menunjuk kepada ‘benih Injil’, atau kepada
‘Roh Kudus’, atau kepada ‘hakekat ilahi yang diberikan /
ditanamkan’ (bdk. 2Pet 1:4), maksud Yohanes tetap sama, yaitu bahwa
kelahiran orang kristen secara supranatural dari Allah, menjaganya dari
tindakan berbuat dosa.
2Pet 1:4 - “Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang
berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya kamu boleh mengambil bagian
dalam kodrat ilahi [NIV/NASB: ‘divine nature’ (=
hakekat ilahi)],
dan luput dari hawa nafsu duniawi yang membinasakan dunia”.
b. Kata-kata ‘tetap ada di dalam
dia’
oleh Calvin dipakai sebagai dasar dari doktrin ‘Perseverance of the
Saints’ (= Ketekunan orang-orang kudus).
c) Ay 10:
“Inilah tandanya
anak-anak Allah dan anak-anak Iblis: setiap orang yang tidak berbuat kebenaran,
tidak berasal dari Allah, demikian juga barangsiapa yang tidak mengasihi
saudaranya”.
1. Anak Allah atau anak iblis.
John Stott (Tyndale): “Our parentage is either
divine or diabolical. The universal fatherhood of God is not taught in the
Bible, except in the vague, physical sense that God is the Creator of all (Acts
17:28). But in the intimate, spiritual sense God is not the Father of all men,
and all men are not His children” [= Bapa kita adalah Allah atau
setan. KeBapaan universal dari Allah tidak diajarkan dalam
Alkitab, kecuali dalam arti yang samar-samar dan bersifat fisik bahwa Allah
adalah Pencipta dari semua (Kis 17:28). Tetapi dalam arti yang intim /
mendalam dan rohani Allah bukan Bapa dari semua orang, dan tidak semua orang
adalah anak-anakNya] - hal 128.
William Barclay: “It is by the gift of God that
a man becomes a child of God. By nature a man is the creature of God, but it is
by grace that he becomes the child of God. There are two English words which
are closely connected but whose meanings are widely different, paternity and
fatherhood. Paternity describes a relationship in which a man is responsible
for the physical existence of a child; fatherhood describes an intimate,
loving, relationship. In the sense of paternity all men are children of God;
but in the sense of fatherhood men are children of God only when he makes his
gracious approach to them and they respond. ... While all men are children of
God in the sense that they owe their lives to him, they become his children in
the intimate and loving sense of the term only by an act of God’s
initiating grace and the response of their own hearts” (= Adalah oleh karunia Allah
seseorang menjadi anak Allah. Secara alamiah seorang manusia adalah makhluk
ciptaan Allah, tetapi oleh kasih karunia ia menjadi
anak Allah. Ada dua kata bahasa Inggris yang berhubungan dekat tetapi yang
artinya sangat berbeda, yaitu ‘paternity’ dan ‘fatherhood’.
‘Paternity’ menggambarkan suatu hubungan
dalam mana seseorang bertanggung jawab untuk keberadaan secara fisik dari
seorang anak; ‘fatherhood’ menggambarkan hubungan yang intim
dan mengasihi. Dalam arti ‘paternity’ semua orang
adalah anak-anak Allah; tetapi dalam arti ‘fatherhood’
orang-orang adalah anak-anak Allah hanya pada waktu Ia membuat pendekatan yang
bersifat kasih karunia kepada mereka dan mereka menanggapi. ... Sementara semua
orang adalah anak-anak Allah dalam arti mereka berhutang kehidupan mereka
kepadaNya, mereka menjadi anak-anakNya dalam arti intim dan mengasihi dari
ungkapan ini hanya oleh suatu tindakan yang dimulai oleh kasih karunia Allah
dan tanggapan dari hati mereka sendiri) - hal 73,74.
2. Cara mengetest.
Herschel H. Hobbs: “he divides the human race into two groups: sons of God
and sons of the devil. ... They are distinguished by two simple tests: those
who do or do not righteousness and those who love or do not love” (= ia membagi umat manusia menjadi dua
kelompok; anak-anak Allah dan anak-anak setan. ... Mereka dibedakan oleh dua
test yang sederhana: mereka yang melakukan atau tidak melakukan kebenaran dan
mereka yang mengasihi atau tidak mengasihi) - hal 88.
Catatan: lagi-lagi baik kata ‘berbuat’ maupun ‘mengasihi’ ada dalam present tense,
yang menunjukkan tingkah laku dan sikap yang terus menerus.
Seluruh text ini menekankan
keharusan untuk melakukan pengudusan. Sebagai orang kristen
kita memang harus berusaha mati-matian untuk membuang dosa / menguduskan diri
kita.
John Owen: “Cease not a day from this
work; be killing sin or it will be killing you” (= Jangan berhenti satu haripun
dari pekerjaan ini; bunuhlah dosa atau dosa itu akan
membunuhmu) -
‘Temptation and Sin’, hal 9.
-AMIN-