Eksposisi
Surat Yohanes yang Pertama
oleh: Pdt. Budi Asali M.Div.
Ay 11: “Sebab inilah berita yang telah kamu dengar
dari mulanya, yaitu bahwa kita harus saling mengasihi”.
1) Kata ‘berita’ dalam bahasa Yunaninya hanya muncul 2 x dalam
Perjanjian Baru, yaitu dalam 1Yoh 1:5 dan di sini. Di sini kata itu menunjuk
kepada ‘basic duty of a Christian’ (= kewajiban dasar dari
seorang Kristen) -
Herschel H. Hobbs: “
Penerapan:
Menjadi orang kristen harus mau mendengar hal-hal yang bersifat doktrinal
/ theologis, dan juga hal-hal yang bersifat praktis / etika / moral.
2) Mengapa ditekankan kasih kepada sesama dan bukan kasih kepada
Allah?
Memang kasih
kepada Allah adalah yang terutama, tetapi kasih kepada sesama adalah bukti dari
kasih kepada Allah, dan karena itu di sini Yohanes menekankan hal itu.
Juga kalau
kita betul-betul adalah anak-anak Allah, maka kita harus menyerupai Dia, yang
adalah kasih.
Illustrasi: “A staid-looking gentleman was
upset at the dress of some young people on the street. ‘Just look at that
one,’ he barked to a bystander, ‘Is it a boy or a girl?’. ‘It’s a girl. She’s my
daughter.’ ‘Oh, forgive me,’ apologized the man. ‘I
didn’t know you were her mother.’ ‘I’m not,’
snapped the bystander, ‘I’m her father.’” (= Seorang laki-laki yang tenang
dan serius merasa terganggu oleh pakaian dari beberapa orang-orang muda di
jalanan. ‘Lihat pada yang itu’, katanya kepada seseorang yang
berdiri di dekatnya, ‘Apakah itu seorang anak laki-laki atau perempuan?’. ‘Itu adalah anak perempuan.
Ia adalah anak perempuan saya’. ‘Oh, maafkan saya,’ orang itu meminta maaf. ‘Aku tidak tahu kamu adalah ibunya’. ‘Aku bukan ibunya’, bentak orang itu, ‘Aku adalah
ayahnya’.).
3) Contoh negatif, yaitu Kain.
Ay 12: “bukan seperti Kain, yang berasal dari si
jahat dan yang membunuh adiknya. Dan apakah sebabnya ia
membunuhnya? Sebab segala perbuatannya jahat dan perbuatan
adiknya benar”.
Yohanes
membicarakan kebenaran Habel, supaya kita bisa belajar untuk sabar pada waktu
dunia membenci kita tanpa alasan (ay 13).
Ay 13: “Janganlah kamu heran, saudara-saudara, apabila dunia membenci kamu”.
Bdk.
Yoh 15:18-20 - “(18)
‘Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci
Aku dari pada kamu. (19) Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu
sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah
memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu. (20) Ingatlah apa yang telah Kukatakan kepadamu: Seorang hamba tidaklah
lebih tinggi dari pada tuannya. Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka
juga akan menganiaya kamu; jikalau mereka telah
menuruti firmanKu, mereka juga akan menuruti perkataanmu”.
1) Kasih
bukan penyebab keselamatan, tetapi bukti keselamatan.
Ay 14: “Kita tahu, bahwa kita sudah berpindah dari
dalam maut ke dalam hidup, yaitu karena kita mengasihi saudara kita.
Barangsiapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut”.
Calvin: “when the Apostle says, that
it is known by love that we have passed into life, he does not mean that man is
his own deliverer, as though he could by loving the brethren rescue himself
from death, and procure life for himself; for he does not here treat of the
cause of salvation, but as love is the special fruit of the Spirit, it is also
a sure symbol of regeneration. But it would be preposterous for any one to
infer hence, that life is obtained by love, since love is in order of time
posterior to it” (= pada waktu sang Rasul mengatakan bahwa diketahui dari kasih
bahwa kita telah berpindah ke dalam kehidupan, ia tidak memaksudkan bahwa
manusia adalah pembebas dirinya sendiri, seakan-akan dengan mengasihi
saudara-saudaranya ia bisa menolong / menyelamatkan dirinya sendiri dari
kematian, dan mendapatkan kehidupan untuk dirinya sendiri; karena di sini ia
tidak membahas penyebab dari keselamatan, tetapi sebagaimana kasih adalah buah
khusus dari Roh, itu juga merupakan simbol yang pasti dari kelahiran baru.
Tetapi adalah tidak masuk akal bagi siapapun untuk karena itu menyimpulkan
bahwa kehidupan didapatkan oleh kasih, karena kasih dalam urut-urutan waktu ada
belakangan) -
hal 218.
Memang jelas
bahwa kita diselamatkan hanya oleh iman.
Ef 2:8-9 - “Sebab karena kasih karunia
kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian
Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan
diri”.
Karena itu
kita tidak boleh menafsirkan seakan-akan ay 14 di atas mengajarkan keselamatan
karena kasih.
Kasih bukan penyebab keselamatan kita tetapi bukti dari
keselamatan kita.
2) Kata ‘mengasihi’ ada dalam present tense,
sehingga Hobbs menterjemahkan ‘keep on loving’ (= terus
menerus mengasihi).
Jadi, kalau
kita hanya melakukan tindakan kasih satu atau dua kali, itu belum cukup untuk
membuktikan keselamatan kita. Kita harus terus menerus mengasihi!
3) Kita harus mengasihi seseorang sekalipun kita tidak
menyenanginya.
Herschel H. Hobbs: “‘love’ must go beyond ‘liking’;
... You may not ‘like’ a person, but you are to ‘love’
him” (= ‘mengasihi’ harus
melampaui ‘menyenangi’; ... Engkau bisa tidak
‘menyenangi’ seseorang, tetapi engkau harus ‘mengasihi’
dia) - hal
91.
4) Sebagaimana kasih adalah bukti
keselamatan, maka kebencian adalah bukti bahwa seseorang belum selamat.
Ay 15: “Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah
seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang
tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya”.
a) Membenci berarti membunuh (ay 15a).
Calvin: “the Apostle declares that all
who hate their brethren are murderers. He could have said nothing more
atrocious; nor is what is said hyperbolical, for we wish him to perish whom we
hate. It does not matter if a man keeps his hands from mischief; for the very
desire to do harm, as well as the attempt, is condemned before God: nay, when
we do not ourselves seek to do an injury, yet if we wish an evil happen to our
brother from some one else, we are murderers” (= sang Rasul menyatakan bahwa
semua yang membenci saudara-saudaranya adalah pembunuh. Ia
tidak bisa mengatakan yang lebih buruk / kasar; dan apa yang dikatakan itu
bukan sesuatu yang bersifat hyperbolik / dilebih-lebihkan, karena kita ingin
orang yang kita benci itu binasa. Tak jadi soal jika seseorang menjaga
tangannya dari tindakan untuk mencelakakan orang; karena keinginan untuk
menyakiti, sama seperti usaha untuk itu, dikecam di hadapan Allah: bahkan pada
waktu kita sendiri tidak berusaha untuk menyakiti, tetapi jika kita berharap
sesuatu yang buruk terjadi pada saudara kita dari seseorang yang lain, kita
adalah pembunuh)
- hal 218.
Herschel H. Hobbs: “Murder is in the heart before it is in the hand” (= Pembunuhan ada di hati sebelum itu ada di tangan) - hal 90.
Herschel H. Hobbs: “A person who hates his brother is a murderer. It is
only a matter of degree. And if hatred persists, more likely than not it
will produce the terrible overt act” (= Seseorang yang
membenci saudaranya adalah seorang pembunuh. Itu hanya
persoalan tingkat. Dan jika kebencian bertahan, sangat memungkinkan
bahwa itu akan menghasilkan tindakan lahiriah yang
mengerikan) -
hal 91.
Catatan: perhatikan bagian yang saya
garis bawahi itu. Itu menunjukkan bahwa sekalipun kebencian
sudah merupakan pembunuhan, tetapi tingkat dosanya tetap berbeda dengan
pembunuhan yang sesungguhnya. Karena itu kalau saudara membenci, jangan
lalu melanjutkan dengan membunuh, dengan pemikiran ‘toh dosanya sama’.
b) Membenci / membunuh merupakan bukti tidak
adanya kehidupan (ay 15b).
John Stott (Tyndale): “the lack of love is evidence
of spiritual death” (= tidak adanya kasih adalah bukti dari kematian rohani) - hal 142.
1) Kristus adalah teladan kasih yang
sempurna, karena Ia rela mengorbankan nyawaNya untuk
kita.
Ay 16: “Demikianlah
kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawaNya untuk
kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara
kita”.
Fil 2:5-7 - “(5) Hendaklah kamu dalam
hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus
Yesus, (6) yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan
Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, (7) melainkan telah
mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. (8) Dan dalam keadaan
sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan
sampai mati di kayu salib”.
1Pet 2:21
- “Sebab untuk
itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah
meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejakNya”.
Pengorbanan
Kristus betul-betul luar biasa. Ia membiarkan tubuhNya dihancurkan
oleh cambuk, paku, mahkota duri, tombak, dan membiarkan darahNya tercurah,
untuk bisa menyelamatkan kita. Itu yang nanti akan
kita kenang dalam Perjamuan Kudus.
a) Dalam meniru kasih Kristus, yang
menyerahkan nyawaNya untuk kita, kita tentu tidak bisa meniru untuk menebus
dosa sesama kita ataupun untuk memikul hukuman dosa mereka.
b) John Stott mengatakan (hal 142) bahwa
sekarang Yohanes menunjukkan bahwa ‘the essence of love is
self-sacrifice’ (= hakekat dari kasih adalah pengorbanan diri
sendiri).
c) Calvin: “every one, in a manner
forgetting himself, should seek the good of others” (= setiap orang, dengan cara melupakan dirinya sendiri, harus mencari kebaikan dari
orang-orang lain)
- hal 219.
2) Mengasihi dalam kehidupan sehari-hari.
Menyerahkan
nyawa demi saudara-saudara seperti yang dibicarakan dalam ay 16 memang
merupakan tindakan pahlawan, tetapi mungkin hal seperti itu tidak terlalu
sering terjadi. Karena itu sekarang dalam ay 17-18 Yohanes
memberikan contoh yang lebih sederhana, yang bisa terjadi setiap hari dalam
kehidupan kita.
Ay 17: “Barangsiapa mempunyai harta
duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu
hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam
dirinya?”.
John Stott (Tyndale): “true love is not only
revealed in the supreme sacrifice; it is expressed in all lesser givings. Not
many of us are called to lay down our lives in some deed of heroism, but we
constantly have the much more prosaic opportunity to share our possessions with
those in need” (= kasih yang sejati bukan hanya dinyatakan dalam pengorbanan
tertinggi; itu dinyatakan dalam semua pemberian yang lebih kecil. Tidak banyak
dari kita dipanggil untuk menyerahkan nyawa kita dalam suatu tindakan pahlawan,
tetapi kita terus menerus mempunyai kesempatan yang biasa untuk membagikan
harta / milik kita dengan mereka yang ada dalam kebutuhan) - hal 143.
Seringkali
kita ingin melakukan yang muluk-muluk, tetapi pada waktu ada sesuatu yang
sederhana yang menuntut kasih / pengorbanan kita, kita justru tidak
melakukannya.
Dalam acara ke panti asuhan baru-baru ini, banyak sekali
sumbangan yang masuk, baik uang, barang, makanan, pakaian dan sebagainya.
Saya tidak mengkritik hal itu, tetapi pernahkah saudara
memikirkan bahwa tak usah jauh-jauh ke Pare, di gereja kita sendiripun ada
banyak orang yang sebetulnya sangat membutuhkan pertolongan? Maukah saudara membuka mata saudara, dan hati saudara, dan menolong
mereka?
Mungkin
pertolongan yang dibutuhkan bukan dalam uang atau makanan, tetapi dalam
persoalan transportasi ke gereja. Pelayanan seperti ini kelihatannya sederhana,
tetapi sebetulnya penting. Banyak orang tak bisa
kebaktian, dan bahkan tak bisa pelayanan, karena tak ada transportasi. Mobil gereja memang melakukan antar jemput, tetapi tidak mencukupi.
Kalau saudara punya mobil, maukah saudara berkorban dengan
menjemput orang itu ke gereja? Mungkin di gereja ini perlu dibuatkan
daftar, siapa-siapa yang membutuhkan penjemputan, sehingga orang-orang yang
punya mobil bisa memilih siapa yang akan ia jemput.
John Stott (Tyndale) mengutip
kata-kata Dodd:
“Love is
‘the willingness to surrender that which has value for our own life, to
enrich the life of another’” (= Kasih adalah ‘kerelaan
untuk menyerahkan apa yang berharga untuk kehidupan
kita sendiri, untuk memperkaya kehidupan orang lain’) - hal 143.
John Stott (Tyndale): “The transition from the
plural (the brethren, verse 16) to the singular (his brother, verse 17) is
deliberate and significant. ‘It is easier to be enthusiastic about
Humanity with a capital ‘H’ that it is to love individual men and
women, especially those who are uninteresting, exasperating, depraved, or
otherwise unattractive. Loving everybody in general may be an excuse for loving
nobody in particular’ (Lewis)” [= Peralihan dari bentuk jamak (brethren
= saudara-saudara, ay 16) ke bentuk tunggal (his brother = saudaranya,
ay 17) merupakan kesengajaan dan mempunyai arti. ‘Adalah
lebih mudah untuk bersemangat tentang Kemanusiaan dengan ‘K’ huruf
besar dari pada mengasihi individu laki-laki dan perempuan, khususnya mereka
yang tidak menarik, menjengkelkan, bejad, atau tak menarik. Mengasihi
setiap orang secara umum bisa menjadi alasan untuk tidak mengasihi siapapun
secara khusus’ (Lewis)] - hal 143.
Hal seperti
ini banyak terjadi.
Calvin: “no act of kindness, except
accompanied with sympathy, is pleasing to God. There are many apparently
liberal, who yet do not feel the miseries of their brethren. ... the Apostle
requires that our bowels should be opened; which is done, when we are endued
with such a feeling as to sympathize with others in their evils, no otherwise
than as though they were our own” (= tidak ada tindakan kebaikan,
kecuali disertai dengan simpati, yang menyenangkan bagi Allah. Ada banyak orang
yang kelihatannya royal / baik, tetapi yang tidak merasakan penderitaan dari
saudara-saudara mereka. ... sang Rasul menghendaki isi perut kita dibuka; yang
terjadi pada waktu kita dipengaruhi dengan perasaan sedemikian rupa sehingga
bersimpati dengan orang-orang lain dalam bencana mereka, tak berbeda dari pada
kalau bencana itu adalah bencana kita sendiri) - hal 220.
Catatan: istilah ‘bowels’
(= isi perut) diambil dari KJV.
Memang orang
bisa menolong tanpa kasih, tetapi orang tidak bisa mengasihi tanpa menolong.
Ay 18: “Anak-anakku, marilah kita
mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan
dalam kebenaran”.
Bdk. Yak 2:15-16 - “Jika seorang saudara atau
saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang
dari antara kamu berkata: ‘Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan
makanlah sampai kenyang!’, tetapi ia tidak
memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu?”.
Mengatakan ‘God bless you’, ‘kasihan’, ‘aku akan mendoakan
kamu’, dsb,
tidak ada harganya kalau saudara sebetulnya bisa memberikan pertolongan praktis
tetapi tidak melakukannya, dan hanya mengasihi dengan perkataan / lidah.
Satu hal yang harus
ditambahkan adalah: kalau kita sebagai orang kristen
diperintahkan untuk mengasihi dan menolong, maka jelas bahwa kalau saudara
adalah orang yang memang membutuhkan pertolongan, saudara harus mau menerima
pertolongan itu.
Tuhan menghendaki kita saling mengasihi
dan menolong.
Maukah saudara melakukannya? Kiranya
Tuhan memberkati saudara.
-AMIN-