DOKTRIN MANUSIA:
Anthropology
oleh : Pdt. Budi Asali MDiv.
IX. TOTAL DEPRAVITY
(Kebejadan total)
I) Arti Total Depravity.
A) Arti yang salah.
1) Manusia kehilangan
pikirannya, atau perasaannya, atau kehendaknya, atau hati nuraninya.
Ini salah dan jelas bertentangan dengan fakta. Baik dalam
Kitab Suci maupun dalam hidup sehari-hari, kita bisa melihat dengan jelas bahwa
manusia berdosa tetap mempunyai pikiran, perasaan, kehendak, dan hati
nuraninya, tetapi semuanya telah dikotori oleh dosa.
Ini juga salah. Manusia tetap bebas karena dalam setiap
tindakannya, ia sendiri yang menentukan tindakannya. Tidak ada suatu apapun
atau siapapun yang memaksanya untuk melakukan apapun. Pada saat manusia itu melakukan apapun, ia tetap
melakukannya dengan kehendaknya sendiri.
Ungkapan ‘I did that against my will’ (= Aku
melakukan itu bertentangan dengan kehendakku), sebetulnya merupakan suatu omong
kosong. Apapun yang kita lakukan, kita lakukan dengan kehendak kita sendiri,
bahkan pada saat kita dipaksa untuk melakukannya.
Misalnya: kita ditodong dan disuruh menyerahkan uang kita. Kita
tetap mempunyai kebebasan memilih, yaitu menyerahkan uang kita, atau nyawa
kita. Pada saat kita menyerahkan uang kita, kita yang memilih untuk melakukan
hal itu.
3) Manusia
sudah mencapai puncak kebejadan dalam arti ia sudah tidak mungkin bisa lebih
bejad lagi (sudah notok bejadnya).
Ini disebut ‘Utter Depravity’ (kata ‘utter’
artinya adalah ‘sama sekali’, ‘sepenuhnya’ atau ‘mutlak’), bukan ‘Total
Depravity’, dan ini jelas salah, karena:
a) Kitab Suci mengatakan bahwa
manusia bisa menjadi makin jahat.
2Tim 2:16 - “Tetapi
hindarilah omongan yang kossong dan yang tak suci yang hanya menambah
kefasikan”.
2Tim 3:13 - “sedangkan
orang jahat dan penipu aakan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan
disesatkan”.
Ini membuktikan bahwa manusia belum notok bejadnya /
belum mencapai ‘Utter Depravity’.
b) Kita tetap melihat adanya
kemungkinan bahwa manusia yang paling bejadpun bisa lebih bejad lagi. Misalnya
kalau kita melihat orang seperti Hitler, maka kita bisa melihat bahwa ia tidak
memperkosa atau membunuh dan memakan ibunya sendiri.
Seseorang
mengatakan: “The ‘total’ in ‘total depravity’ refers to the extent
of the damage rather than the degree” (= Kata ‘total’ dalam ‘total
depravity’ menunjuk pada luas kerusakan dan bukannya pada tingkat
kerusakan).
Loraine
Boettner: “His corruption is extensive but not necessarily intensive” (= Kebejadan /
kejahatannya luas tetapi tidak harus mendalam)
- ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 61.
Jadi,
sekalipun manusia berdoa di luar Kristus itu selalu berbuat dosa dan tidak bisa
berbuat baik, tetapi ia tidak selalu memilih tindakan yang terjahat yang ia
bisa lakukan.
4) Manusia semua sama
bejadnya.
Ini
juga salah, karena sekalipun semua manusia itu ada dalam keadaan total
depravity, tetapi tidak semua sama bejadnya. Ada orang yang lebih bejad / lebih jahat dari orang yang
lain.
5) Semua
manusia senang / selalu melakukan segala macam dosa.
Ini juga salah. Ada orang yang senang melakukan dosa
tertentu, tetapi membenci dosa yang lain. Misalnya: ada orang yang senang
berzinah tetapi tidak mau mencuri. Tetapi ada orang lain yang mata duitan
tetapi tidak mata keranjang.
6) Manusia
sama sekali tidak bisa membedakan yang baik dan yang jahat.
Ini juga salah, karena sekalipun pikiran / pengertian
manusia juga dikotori / dirusak oleh dosa sehingga manusia sering tidak
bisa membedakan yang baik dari yang jahat, tetapi pikiran / pengertian manusia
itu tidaklah sebegitu rusak sehingga ia sama sekali / selalu tidak bisa
membedakan yang baik dan yang jahat.
7) Manusia
sama sekali tidak menghargai kebaikan.
Ini juga salah, karena sekalipun manusia itu bejad
sehingga ia sering tidak menghargai kebaikan, tetapi ia tidaklah
sebegitu rusak sehingga sama sekali / selalu tidak menghargai kebaikan.
8) Manusia
sama sekali tidak bisa melakukan kebaikan sosial dan moral.
Ini juga salah, karena manusia tetap bisa melakukan
kebaikan sosial dan moral di hadapan manusia, tetapi bagaimanapun ia
tidak bisa melakukan sesuatupun yang betul-betul baik di hadapan Allah.
Charles Hodge: “Sin cleaves in all he does,
and from the dominion of sin he cannot free himself” (= Dosa melekat dalam semua yang ia lakukan, dan dari
penguasaan dosa ia tidak bisa membebaskan dirinya sendiri) - ‘Systematic Theology’, vol II,
hal 264.
Loraine
Boettner: “He may give a million dollars to build a hospital, but
he cannot give even a cup of cold water to a disciple in the name of Jesus” [= Ia bisa
memberi satu juta dollar untuk membangun sebuah rumah sakit, tetapi ia tidak
bisa memberi secangkir air sejuk kepada seorang murid dalam nama Yesus (bdk.
Mat 10:40-42)] - ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 68.
B) Arti yang benar.
Yer 17:9
- “Betapa
liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu:
siapakah yang dapat mengetahuinya?”.
NIV:
‘The heart is deceitful above all things and beyond cure. Who can understand
it?’ (= Hati itu lebih licik / bersifat menipu dari pada segala sesuatu dan
sudah tidak bisa diobati / disembuhkan. Siapa yang bisa mengertinya?).
Ayat
ini jelas menunjukkan bahwa hati manusia sudah sangat rusak.
Tit 1:15
- “Bagi
orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan orang tidak beriman suatupun
tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis”.
Ayat
ini secara explicit menunjukkan bahwa bukan hanya akal dan suara hati manusia
itu najis, tetapi bahwa dalam diri manusia suatupun tidak ada yang suci. Jelas
bahwa seluruh manusia sudah dikotori oleh dosa.
Mat 15:19
- “Karena
dari hati timbul segala pikkiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan,
pencurian, sumpah palsu dan hujat”.
Sekarang
mari kita soroti manusia yang rusak itu per bagian:
1. Pikiran /
pengertian yang rusak.
Kalau
dikatakan bahwa pikiran manusia itu sudah rusak / dirusak oleh dosa, itu tidak
berarti bahwa manusia itu tidak bisa berpikir lagi. Dalam hal jasmani /
duniawi, pikirannya masih berjalan dengan baik, dan karena itu tidak perlu
heran kalau melihat ada orang dunia yang luar biasa pandainya. Tetapi dalam hal
rohani, pikirannya sangat bodoh dan terus mengarah kepada dosa.
Maz 10:4 - “Kata orang
fasik itu dengan batangg hidungnya ke atas: ‘Allah tidak akan menuntut! Tidak
ada Allah!’, itulah seluruh pikirannya”. Kitab Suci Indonesia salah terjemahan.
NIV:
‘In his pride the wicked does not seek him; in all his thoughts there is no
room for God’ (= Dalam kecongkakannya orang jahat tidak mencari Dia; dalam
seluruh pikirannya tidak ada tempat bagi Allah).
Contoh-contoh
pikiran yang bodoh dan mengarah kepada dosa:
·
anggapan bahwa surga / neraka itu tidak ada,
atau sikap yang meremehkan keberadaan surga / neraka.
·
anggapan bahwa Kitab Suci / Firman Tuhan itu
tidak penting.
·
anggapan bahwa manusia bisa menyelamatkan
dirinya sendiri tanpa pengorbanan / penebusan Yesus Kristus.
·
anggapan bahwa dosa itu adalah hal yang remeh.
·
kepercayaan terhadap takhyul atau
kepercayaan-kepercayaan lain yang salah.
·
dsb.
2. Perasaan yang
rusak.
Ini
wujudnya bermacam-macam, seperti:
·
tidak
adanya sukacita dan damai.
Yes 48:22 - “‘Tidak ada
damai sejahtera bagi orrang-orang fasik!’ firman TUHAN”.
·
perasaaan ragu-ragu / tidak yakin terhadap
kebenaran, baik tentang Allah, Yesus, Kitab Suci, surga / neraka, dsb.
·
perasaan
iri hati, benci, tidak kasih, sombong, dsb.
·
perasaan
tidak enak, seperti sumpek dsb, justru pada waktu melakukan hal yang benar
(misalnya memarahi / mendisiplin anak yang salah).
·
perasaan
enak justru setelah melakukan dosa. Misalnya merasa lega setelah membalas
kejahatan seseorang.
3. Kehendak yang rusak.
Ef 2:3 - “Sebenarnya dahulu kami
semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu
daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada
dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang
lain”.
Ini ditunjukkan dengan selalu terarahnya kehendak manusia
itu pada hal-hal yang jahat.
4. Hati
nurani yang rusak.
Tit 1:15 - “Bagi orang
suci semuanya suci; tettapi bagi orang najis dan bagi orang tidak beriman
suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka
najis”.
Ini menyebabkan hati nurani itu tidak lagi bisa dijadikan
standard yang sempurna untuk menentukan baik atau jahat.
5. Tubuh
yang digunakan untuk hal-hal yang berdosa.
Karena 4 hal di atas semuanya rusak, maka secara otomatis
tubuh juga akan digunakan untuk hal-hal yang berdosa.
Ro 6:12-13,19 - “(12) Sebab
itu hendaklah dosa jjangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana,
supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya. (13) Dan janganlah kamu
menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata
kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang
dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota
tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran. ... (19) Aku
mengatakan hal ini secara manusia karena kelemahan kamu. Sebab sama seperti kamu
telah menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kecemaran dan
kedurhakaan yang membawa kamu kepada kedurhakaan, demikian hal kamu
sekarang harus menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang
membawa kamu kepada pengudusan”.
Sekarang mari kita memperhatikan apa yang
dikatakan Kitab Suci tentang manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa itu:
1) Manusia
berdosa itu tidak bisa berbuat baik.
Ini dinyatakan secara jelas dalam ayat-ayat di bawah ini:
·
Kej 6:5 - “Ketika dilihat TUHAN bahwa kejahatan
manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu
membuahkan kejahatan semata-mata, ...”.
·
Kej 8:21b - “Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena
manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya”.
·
Maz 58:4 - “Sejak lahir orang-orang fasik telah
menyimpang, sejak dari kandungan pendusta-pendusta telah sesat”.
·
Yes 64:6a
- “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis
dan segala kesalehan kami seperti kain kotor”.
Perhatikan bahwa Yesaya tidak berkata ‘segala kejahatan kami seperti kain kotor’ ataupun ‘sebagian
kesalehan kami seperti kain kotor’, tetapi ‘segala kesalehan kami
seperti kain kotor’!
·
Yer 4:22
- “Sungguh, bodohlah umatKu itu, mereka tidak
mengenal Aku! Mereka adalah anak-anak tolol, dan tidak mempunyai pengertian! Mereka
pintar untuk berbuat jahat, tetapi untuk berbuat baik mereka tidak tahu”.
·
Yer 13:23
- “Dapatkah orang Etiopia mengganti kulitnya atau
macan tutul mengubah belangnya? Masakan kamu dapat berbuat baik, hai
orang-orang yang membiasakan diri berbuat jahat?”.
·
Mat 7:16-18
- “(16) Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.
Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput
duri? (17) Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik,
sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. (18) Tidak
mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon
yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik”.
Ayat ini menunjukkan bahwa pohon yang tidak baik tidak
bisa menghasilkan buah yang baik. Gara-gara dosa Adam, maka semua manusia lahir
sebagai orang berdosa (pohon yang tidak baik), dan karena itu jelas bahwa tidak
ada orang yang bisa menghasilkan buah yang baik / perbuatan baik.
·
Yoh
8:34b - “setiap orang yang berbuat dosa
adalah hamba dosa”.
Istilah ‘hamba’ perlu ditekankan di sini. Dengan manusia
dinyatakan sebagai ‘hamba dosa’, itu jelas menunjukkan bahwa ia selalu /
terus menerus menuruti dosa, dan tidak bisa berbuat baik. Ini dinyatakan secara
lebih jelas oleh Ro 6:16-17,20-21 - “(16) Apakah
kamu tidak tahu, bahwaa apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang
sebagai hamba untuk mentaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu
taati, baik dalam dosa yang memimpin kamu kepada kematian, maupun dalam
ketaatan yang memimpin kamu kepada kebenaran? (17) Tetapi syukurlah kepada
Allah! Dahulu memang kamu hamba dosa, tetapi sekarang kamu dengan segenap hati
telah mentaati pengajaran yang telah diteruskan kepadamu. ... (20) Sebab
waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran. (21) Dan buah apakah yang
kamu petik dari padanya? Semuanya itu menyebabkan
kamu merasa malu sekarang, karena kesudahan semuanya itu ialah kematian”.
Perhatikan khususnya Ro 6:20nya. Istilah ‘bebas dari kebenaran’ itu jelas menunjukkan bahwa manusia berdosa itu tidak
bisa berbuat apapun yang benar!
·
Yoh 15:4-5
- “(4) Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam
kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau
ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau
kamu tidak tinggal di dalam Aku. (5) Akulah pokok anggur dan kamulah
ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia
berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa”.
Ini jelas menunjukkan bahwa sama seperti ranting anggur
tidak bisa berbuah kalau tidak melekat pada pokok anggur, demikian juga manusia
di luar Kristus sama sekali tidak bisa berbuat apapun yang baik.
·
Ro 8:7-8 - “(7) Sebab keinginan daging adalah
perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah;
hal ini memang tidak mungkin baginya. (8) Mereka
yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah”.
·
Tit 1:15 - “Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi
orang najis dan orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena
baik akal maupun suara hati mereka najis”.
Catatan:
memang dari ayat-ayat di atas ada yang bisa ditafsirkan hanya berlaku untuk
orang-orang tertentu saja (misalnya Yer 4:22 di atas), tetapi pada umumnya,
bahkan sebetulnya mungkin bisa dikatakan semuanya, adalah ayat-ayat yang
berlaku umum (untuk semua manusia berdosa di luar Kristus).
Memang, seperti telah dikatakan di atas, manusia bisa
melakukan kebaikan-kebaikan sosial / lahiriah, misalnya pada waktu melihat
orang miskin / menderita lalu menolongnya, bahkan tanpa pamrih. Tetapi apakah
itu bisa disebut sebagai perbuatan baik di hadapan Allah? Tidak!
Mengapa? Karena dalam pandangan Tuhan, supaya suatu perbuatan bisa disebut
baik, maka harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Perbuatan
baik itu harus timbul dari iman.
·
Ro 14:23b
- “Dan segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman,
adalah dosa”.
·
Ibr 11:6a
- “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan
kepada Allah”.
Perlu ditekankan di sini bahwa dalam kontext Kitab Suci, ‘iman’
artinya adalah ‘iman kepada Kristus sebagai Tuhan
dan Juruselamat’. Jadi, ‘iman’ di
sini tidak bisa diartikan ‘iman dalam agama lain’, ataupun ‘iman kepada
Kristus sebagai dokter, penyembuh, pemberi berkat, dsb’.
b) Perbuatan
baik itu harus dilakukan untuk kemuliaan Allah.
1Kor 10:31 - “Jika engkau
makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain,
lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah”.
c) Perbuatan
baik itu harus dilakukan karena cinta kepada Allah.
Yoh 14:15 - “Jikalau kamu
mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu”.
Loraine Boettner menggunakan 1Kor 13:1-3 untuk
menunjukkan bahwa tanpa kasih, segala perbuatan baik kita sia-sia. Tetapi dalam
hal ini saya tidak setuju dengan Loraine Boettner, karena yang dipersoalkan
dalam 1Kor 13:1-3 adalah kasih terhadap sesama manusia, bukan kasih
terhadap Allah. Jadi saya berpendapat bahwa Yoh 14:15 adalah dasar yang lebih
tepat.
Semua ini tidak mungkin bisa dilakukan oleh orang yang
ada di luar Kristus! Bdk. Ro 3:10-12,18 -
“(10) seperti ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar,
seorangpun tidak. (11) Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada
seorangpun yang mencari Allah. (12) Semua orang telah menyeleweng, mereka
semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak. ...
(18) rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu.’”.
Text ini menunjukkan bahwa orang berdosa itu semuanya
tidak berakal budi, tidak mencari Allah dan tidak mempunyai rasa takut kepada
Allah.
Kalau syarat-syarat di atas ini (point a-c) tidak
dipenuhi, maka bisalah dikatakan bahwa pada waktu orang itu melakukan
‘perbuatan baik’, ia melakukannya tanpa mempedulikan Allah! Bisakah
‘perbuatan baik’ seperti itu disebut baik?
Penerapan:
·
Kalau saudara percaya bahwa seseorang bisa
selamat / masuk surga karena berbuat baik, maka renungkan bagian ini, dan
bertobatlah dari doktrin / kepercayaan sesat itu! Manusia tidak bisa berbuat baik, dan karena itu semua
manusia membutuhkan Kristus sebagai Juruselamatnya untuk bisa selamat / masuk
surga!
·
Masihkah saudara percaya bahwa semua agama
lain (yang mengandalkan perbuatan baik manusia) bisa memberikan keselamatan?
Seorang yang bernama Cynddylan Jones mengomentari
Ef 2:8-9 de-ngan kata-kata sebagai berikut:
“You might
as well try to cross the Atlantic in a paper boat as to get to heaven by your
own good works” (= Kamu bisa mencoba menyeberangi Lautan Atlantik dalam
sebuah perahu kertas sama seperti kamu mau ke surga dengan perbuatan-perbuatan
baikmu sendiri).
Dr. D. James Kennedy mengutip kata-kata Martin
Luther yang berbunyi sebagai berikut:
“The most damnable and pernicious heresy that has ever
plagued the mind of men was the idea that somehow he could make himself good enough
to deserve to live with an all-holy God” (= Ajaran
sesat yang paling terkutuk dan jahat / merusak yang pernah menggoda pikiran
manusia adalah gagasan bahwa entah bagaimana ia bisa membuat dirinya sendiri
cukup baik sehingga layak untuk hidup dengan Allah yang mahasuci) - Dr. D. James Kennedy, ‘Evangelism
Explosion’, hal 31-32.
2) Manusia
berdosa itu tidak mencari Allah.
Ro 3:11 - “Tidak ada
seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah”.
Dalam Kitab Suci memang ada orang-orang yang mencari
Allah, tetapi ini hanya bisa terjadi karena Allah sudah lebih dulu bekerja di
dalam diri orang itu dan melahirbarukannya. Tanpa pekerjaan Allah, maka berlaku
Ro 3:11 ini, yaitu tidak ada seorangpun yang mencari Allah!
Orang yang beragama, yang taat / sungguh-sungguh
sekalipun, sebetulnya tidak mencari Allah. Mereka mungkin hanya berjuang untuk
agamanya / golongannya, atau mencari keselamatan / surga, damai / sukacita, dan
berkat-berkat lain, atau mereka mencari jalan untuk bebas dari murka / hukuman
Allah, tetapi diri Allah sendiri tidaklah mereka cari!
3) Manusia
tidak bisa memperkenan Allah.
Ibr 11:6 - “Tetapi tanpa
iman tidak mungkinn orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa
berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah
memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia”.
Fil 1:29 - “Sebab kepada
kamu dikaruniakan bukkan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga
untuk menderita untuk Dia”.
Ibr 11:6 menyatakan bahwa tanpa iman manusia tidak
bisa memperkenan Allah, dan Fil 1:29 menyatakan bahwa iman adalah karunia
/ pemberian Allah! Ini jelas menunjukkan bahwa dari dirinya sendiri (tanpa
pekerjaan / karunia Allah) manusia tidak mungkin bisa memperkenan Allah.
4) Manusia
berdosa itu tidak bisa mengerti / menghargai Injil / Firman Tuhan.
Sebagai dasar dari pernyataan ini perhatikanlah ayat-ayat
sebagai berikut:
·
1Kor 1:18 - “Sebab pemberitaan tentang salib memang
adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang
diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah”.
·
1Kor 1:23 - “tetapi kami memberitakan Kristus yang
disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk
orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan”.
·
1Kor 2:14 - “Tetapi manusia duniawi tidak menerima
apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu
kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat
dinilai secara rohani”.
·
Kis 16:14
- “Seorang dari perempuan-perempuan itu yang
bernama Lidia turut mendengarkan. Ia seorang penjual kain ungu dari kota
Tiatira, yang beribadah kepada Allah. Tuhan
membuka hatinya, sehingga ia memperhatikan apa yang dikatakan oleh Paulus”.
Lidia memperhatikan Injil setelah Allah membuka hatinya.
Andaikata tidak ada pekerjaan Allah ini, pasti iapun tidak akan mempedulikan
Injil / Firman Tuhan yang diberitakan oleh Paulus.
Calvin: “Man’s disposition
voluntarily so inclines to falsehood that he more quickly derives error from
one word than truth from a wordy discourse” (= Manusia
dengan sukarela begitu condong kepada kepalsuan sehingga ia lebih cepat
mendapatkan kesalahan dari satu kata dari pada kebenaran dari suatu pelajaran
yang panjang) - ‘Institutes of the
Christian Religion’, Book II, Chapter II, no 7.
Calvin tentang 2Tim 3:13: “One
worthless person will always be more effectual in destroying, than ten faithful
teachers in building, though they labour with all their might. ... it is not
because falsehood, in its own nature, is stronger than truth, or that the
tricks of Satan exceed the energy of the Spirit of God; but because men, being
naturally inclined to vanity and errors, embrace far more readily what agrees
with their natural disposition, and also because, being blinded by a righteous
vengeance of God, they are led, as captive slaves, at the will of Satan” (= Satu orang yang tidak berharga akan selalu lebih
efektif dalam menghancurkan, dari pada sepuluh guru / pengajar yang setia dalam
membangun, sekalipun mereka bekerja dengan seluruh kekuatan mereka. ... itu
bukan karena kepalsuan secara hakiki lebih kuat dari kebenaran, atau bahwa tipu
muslihat setan melebihi tenaga dari Roh Allah; tetapi karena manusia, yang
secara alamiah condong pada kesia-siaan dan kesalahan, jauh lebih siap / mudah
untuk memeluk apa yang sesuai dengan kecondongan alamiah mereka, dan juga
karena dibutakan oleh pembalasan yang benar dari Allah, mereka dipimpin,
sebagai budak tawanan, sesuai kehendak setan) - hal 246.
5) Manusia
berdosa itu tidak bisa datang kepada Yesus / percaya kepada Yesus.
Sebagai dasar lihatlah pembahasan ayat-ayat di
bawah ini:
a) Mat 16:16-17
- “(16) Maka jawab Simon Petrus: ‘Engkau adalah Mesias,
Anak Allah yang hidup!’ (17) Kata Yesus kepadanya: ‘Berbahagialah engkau Simon
bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan BapaKu
yang di sorga”.
Jadi terlihat, bahwa pada waktu Petrus menyatakan imannya
kepada Kristus sebagai Mesias / Kristus dan Anak Allah, maka Yesus berkata: “... bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu
melainkan Bapamu yang di sorga”.
Kata ‘menyatakan’ dalam terjemahan dari KJV/RSV/NIV/NASB
diterjemahkan ‘reveal’ (= menyingkapkan sesuatu yang tadinya tertutup /
tersembunyi). Ini menunjukkan bahwa andaikata tidak ada pekerjaan Bapa yang
menyingkapkan hal yang tertutup / tersembunyi itu, maka jelas bahwa hati /
pikiran Petrus akan terus buta terhadap keMesiasan / keilahian Yesus.
b) Yoh 6:37
- “Semua yang diberikan Bapa kepadaKu akan
datang kepadaKu, dan barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan Kubuang”.
Ini menunjukkan bahwa orang tidak datang kepada Kristus
karena kehendak mereka sendiri, tetapi karena Bapa memberikan mereka kepada
Kristus.
Calvin
mengomentari bagian ini dengan berkata:
“Faith is
not a thing which depends on the will of men” (= Iman
bukanlah sesuatu yang tergantung pada kehendak manusia).
c) Yoh 6:44,65.
Yoh 6:44
- “Tidak
ada seorangpun yang dapat datang kepadaKu, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa
yang mengutus Aku”.
Yoh 6:65b
- “Tidak
ada seorangpun dapat datang kepadaKu, kalau Bapa tidak mengaruniakannya
kepadanya”.
Kedua
ayat ini menunjukkan secara explicit bahwa manusia yang ada dalam dosa
itu tidak mampu datang kepada Yesus. Ia hanya bisa datang kepada Yesus karena
pekerjaan Bapa.
Orang-orang
Arminian keberatan terhadap penafsiran ini, dan mereka berkata bahwa kata-kata ‘tidak dapat’
dalam Yoh 6:44,65 itu harus diartikan ‘tidak mau’.
Ini seperti kata-kata ‘tidak dapat’ dalam Kej 37:4b yang juga diartikan ‘tidak mau’.
Kej 37:4 - “Setelah
dilihat oleh saudara-saudaaranya, bahwa ayahnya lebih mengasihi Yusuf dari
semua saudaranya, maka bencilah mereka itu kepadanya dan tidak mau
menyapanya dengan ramah”.
NIV/Lit:
‘they hated him and could not speak a kind word to him’ (= mereka
membencinya dan tidak dapat mengucapkan kata yang ramah kepadanya).
Jawaban
terhadap pandangan ini:
·
belum
tentu bahwa kata-kata ‘tidak dapat’ dalam Kej 37:4 harus diartikan ‘tidak mau’. Bukan hanya NIV, tetapi juga KJV, NKJV, RSV, NASB, ASV, dan
bahkan Living Bible, menterjemahkan ‘could not’ (= tidak
dapat). Hanya Good News Bible yang menterjemahkan ‘would not’ (= tidak mau).
Terjemahan ‘tidak dapat’ ini bukan hanya sesuai dengan arti hurufiahnya,
tetapi juga sangat masuk akal. Karena ayat itu membicarakan saudara-saudara
Yusuf, yang karena kebencian mereka terhadap Yusuf, lalu tidak dapat
berbicara secara ramah terhadap Yusuf. Kalau saudara sangat membenci seseorang,
bukankah memang tidak mudah untuk bisa berbicara secara ramah kepada dia?
·
kalaupun
dalam Kej 37:4 kata-kata ‘tidak dapat’ diartikan ‘tidak mau’, itu tidak berarti bahwa dalam Yoh 6:44,65
ini juga harus diartikan seperti itu.
Doktrin Reformed tentang Total Depravity / Total
Inability mengajarkan bahwa manusia yang masih ada di dalam dosa bukan
hanya tidak mau, tetapi juga tidak dapat melakukan apapun yang
baik. Jadi, manusia berdosa itu tidak mempunyai kemauan maupun kemampuan
dalam hal berbuat baik. Ini terlihat dari Fil 2:13 yang berbunyi: “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik
kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaanNya”.
Ini terjemahannya kurang jelas. Perhatikan
terjemahan-terjemahan Kitab Suci bahasa Inggris di bawah ini:
KJV:
‘For it is God which worketh in you both to will and to do of his
good pleasure’ (= Karena Allahlah yang bekerja dalam kamu baik untuk
menghendaki maupun untuk melakukan kehendakNya yang baik).
RSV:
‘for God is at work in you, both to will and to work for his good
pleasure’ (= karena Allah bekerja dalam kamu, baik untuk menghendaki
maupun untuk mengerjakan untuk kehendakNya yang baik).
NASB:
‘for it is God who is at work in you, both to will and to work for
His good pleasure’ (= karena Allahlah yang bekerja dalam kamu, baik
untuk menghendaki maupun untuk mengerjakan untuk kehendakNya yang baik).
NIV:
‘for it is God who works in you to will and to act according to his
good purpose’ (= karena Allahlah yang bekerja dalam kamu untuk
menghendaki dan untuk berbuat menurut rencanaNya yang baik).
Disamping
itu, doktrin ini didukung oleh banyak ayat Kitab Suci yang secara explicit menggunakan
kata-kata ‘tidak dapat’ / ‘tidak mungkin’, seperti
Yer 13:23 Mat 7:17-18 Yoh 15:4-5
Ro 8:7-8 1Kor 2:14, yang sudah kita lihat di atas. Bacalah
semua ayat-ayat ini lagi, dan saudara bisa melihat bahwa akan terasa sangat
aneh kalau semua kata-kata ‘tidak dapat’ dalam ayat-ayat itu
harus diartikan ‘tidak mau’. Dan khususnya dalam Ro 8:7-8, apakah kata-kata ‘tidak mungkin’ di sana juga harus diartikan ‘tidak mau’?
Doktrin ini juga didukung oleh ayat-ayat Kitab Suci yang
lain yang sekalipun menyatakan hal itu secara implicit tetapi
menyatakannya secara sangat kuat, seperti Kej 6:5
Kej 8:21 Yes 64:6 Yer 4:22 Yoh 8:34
Ro 3:12 Ro 6:20. Semua ayat-ayat ini sudah kita lihat di atas,
dan karena itu tidak diulang di sini.
d) Fil 1:29
- “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja
untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia”.
Ini menunjukkan secara jelas bahwa iman adalah karunia
dari Allah. Kalau Allah tidak mengaruniakan iman kepada seseorang, maka orang
itu tidak mungkin akan percaya kepada Yesus.
e) Kis 11:18b
- “Jadi kepada bangsa-bangsa lain juga Allah
mengaruniakan pertobatan yang memimpin kepada hidup”.
Ini menunjukkan bahwa pertobatan merupakan karunia /
pemberian Allah. Kalau melihat kontext Kis 10-11 (khususnya
Kis 10:43), maka jelas yang dimaksud dengan ‘pertobatan’ di sini adalah ‘datangnya /
berimannya seseorang kepada Yesus’.
f) 1Kor 12:3b
- “tidak ada seorangpun, yang dapat mengaku: ‘Yesus
adalah Tuhan,’ selain oleh Roh Kudus”.
Ini secara explicit mengatakan bahwa tidak ada
seorangpun bisa mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan, kalau bukan karena Roh Kudus.
Kalau cuma mengaku-ngaku di mulut, tentu bisa (bdk. Mat 7:21-23
Luk 6:46). Tetapi kalau mengaku Yesus sebagai Tuhan dengan hati yang
betul-betul percaya, maka ini hanya bisa terjadi karena pekerjaan Roh Kudus
dalam diri orang itu.
Bagian ini menyebabkan orang yang percaya pada doktrin Total
Depravity akan dengan mudah percaya pada doktrin tentang Predestinasi.
Perhatikan logikanya! Kita, sebagai orang berdosa, tidak bisa percaya / datang
kepada Kristus. Tetapi kita toh percaya kepada Kristus. Mengapa? Karena Allah melahir-barukan
kita dan lalu memberi kita iman. Mengapa Allah melahir-barukan kita dan memberi
iman kepada kita, tetapi tidak kepada orang-orang lain? Karena Allah telah
memilih kita untuk diselamatkan.
Bagian ini juga seharusnya menyebabkan kita sabar (bukan
putus asa!) kalau kita memberitakan Injil dan ditolak, bahkan diejek / dibenci.
Ingat bahwa tanpa pekerjaan Allah, orang yang kita injili itu memang tidak akan
bisa percaya dan datang kepada Yesus!
6) Manusia
berdosa itu mati dalam dosa / mati secara rohani.
Hal ini terlihat dari ayat-ayat di bawah ini:
a) Yoh 10:10b
- “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup, dan
mempunyainya dalam segala kelimpahan”.
Bahwa Yesus datang dengan tujuan supaya mereka / manusia
berdosa mempunyai hidup, jelas menunjukkan bahwa manusia itu mati (secara
rohani).
b) Ef 2:1-3
- “(1) Kamu dahulu sudah mati karena
pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu. (2) Kamu hidup di dalamnya, karena
kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa,
yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. (3)
Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup
di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang
jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti
mereka yang lain”.
Mati secara rohani / mati dalam dosa artinya
adalah:
1. Ia
aktif berbuat dosa.
Ini terlihat dari Ef 2:1-3 di atas, yang sekalipun
dalam ay 1nya menunjukkan bahwa manusia itu mati dalam dosa, tetapi
menunjukkan dalam ay 2-3nya bahwa itu adalah kehidupan yang berdosa.
Jadi, kalau di atas telah kita lihat bahwa manusia
berdosa itu tidak bisa berbuat baik, maka sekarang kita lihat bahwa manusia
berdosa itu aktif / terus menerus berbuat dosa.
Calvin:
“For
our nature is not only destitute and empty of good, but so fertile and fruitful
of every evil that it cannot be idle” [= Karena kita bukan hanya miskin /
melarat dan kosong dalam hal baik, tetapi begitu subur dan banyak berbuah dalam
setiap kejahatan sehingga kita tidak bisa malas / menganggur (dalam hal berbuat
jahat)] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter
I, no 8.
2. Ia tidak peduli pada
hal-hal rohani, baik dosanya maupun Allah, Firman Tuhan / Injil, dsb.
Sehubungan dengan hal ini, ada 2 illustrasi yang populer tetapi
salah yang sering dipakai dalam penginjilan:
a. Kita
digambarkan seperti orang yang sakit keras, dan Allah memberi kita obat. Karena itu kalau kita mau disembuhkan, kita
mesti mau membuka mulut kita untuk meminum obat itu.
Illustrasi ini adalah illustrasi Arminian, dan illustrasi
ini salah karena Kitab Suci tidak menggambarkan orang berdosa sebagai orang
yang sakit tetapi sebagai orang yang mati.
Memang Yesus sendiri menggambarkan diriNya sebagai ‘tabib’,
dan orang berdosa sebagai ‘orang sakit’ (Mat 9:12-13), tetapi bagian ini sama
sekali tidak ditujukan untuk mengajar tentang Total Depravity. Ia
mengatakan perumpamaan dalam Mat 9:12-13 hanya untuk membela diri terhadap
serangan orang-orang Farisi yang melarangNya bergaul dengan orang jahat.
b. Kita
hampir tenggelam, dan Allah melemparkan tali, dan kita harus mau memegang tali
itu kalau kita mau selamat.
Ini juga salah, karena seharusnya kita adalah orang yang
sudah tenggelam dan sudah mati! Untuk menyelamatkan kita, Allah menyelam,
mengangkat kita lalu menghidupkan kita kembali!
7) Manusia
sudah bejad sejak lahir, bahkan sejak dalam kandungan.
Ini terlihat dari:
·
Kej 8:21b
- “Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena
manusia, se-kalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak
kecilnya”.
·
Maz 51:7
- “Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan,
da-lam dosa aku dikandung ibuku”.
·
Maz 58:4
- “Sejak lahir orang-orang fasik telah
menyimpang, sejak dari kandungan pendusta-pendusta telah sesat”.
·
Pkh 9:3b
- “Hati anak-anak manusiapun penuh dengan kejahatan,
dan kebebalan ada dalam hati mereka seumur hidup, dan kemudian mereka menuju
alam orang mati”.
Calvin:
“...
even infants themselves, while they carry their condemnation along with them
from the mother’s womb, are guilty not of another’s fault but of their own. For
even though the fruits of their iniquity have not yet come forth, they have the
seed enclosed within them. Indeed, their whole nature is a seed of sin; hence
it can be only hateful and abhorrent to God” (= ... bahkan bayi-bayi, sementara mereka
membawa penghukuman mereka bersama-sama dengan diri mereka dari kandungan,
bersalah bukan karena kesalahan orang lain tetapi dari diri mereka sendiri.
Karena sekalipun buah dari kejahatan mereka belum muncul, mereka mempunyai
benih terbungkus dalam diri mereka. Memang, seluruh diri mereka adalah benih
dosa; dan karenanya mereka hanya bisa membenci dan jijik terhadap Allah) -
‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter I, no 8.
II) Serangan terhadap Total
Depravity dan jawabannya.
1) Adanya perintah Allah
menunjukkan adanya kemampuan manusia untuk bisa melaksanakannya. Allah tidak
mungkin memberi perintah kepada orang yang tidak mampu melakukannya, sama
seperti saudara tidak mungkin menyuruh anak saudara yang berusia 3 tahun untuk
mengangkat sekarung beras.
Jawab:
a) Sebelum Adam jatuh ke dalam dosa, memang manusia
mempunyai kemampuan taat pada perintah Allah. Tetapi setelah manusia jatuh ke
dalam dosa, manusia dikuasai / diperhamba oleh dosa sehingga tidak lagi bisa
taat kepada perintah Allah. Ini bukan salahnya Allah, tetapi salahnya manusia.
b) Pada waktu manusia jatuh ke dalam dosa sehingga
tidak mampu lagi melakukan perintah Allah, Allah tidak menurunkan tuntutanNya
kepada manusia. Mengapa? Karena tuntutan Allah / hukum-hukum Allah menunjukkan
kesucian Allah. Kalau itu diturunkan, maka itu juga akan menurunkan kesucian
Allah. Misalnya saja kalau Allah mengijinkan / menghalalkan perzinahan, maka
tentu saja kita akan bertanya-tanya: ‘Allah apa ini gerangan yang mengijinkan
hal itu? Tentu Ia adalah Allah yang tidak terlalu nggenah!’.
c) John
Murray menjawab serangan ini dengan berkata:
“If
obligation presupposes ability, then we shall have to go the whole way and
predicate total ability of man, that is, to adopt the Pelagian position” (= Jika
kewajiban menunjukkan adanya kemampuan, maka kita akan harus meneruskan dan
menyatakan kemampuan total pada manusia, yaitu, menerima pandangan
Pelagianisme) - ‘Collected Writings of John Murray’,
vol II, hal 86.
Untuk
bisa mengerti kata-kata John Murray ini, kita perlu melihat perbandingan dari 3
ajaran seperti yang diajarkan oleh Charles Hodge di bawah ini.
Charles
Hodge berkata ada 3 pandangan dalam persoalan ini (‘Systematic Theology’,
vol II, hal 257):
1. Pandangan
Pelagianisme, yang mengatakan bahwa manusia yang sudah jatuh ke dalam dosapun
tetap mempunyai kemampuan untuk melakukan apapun yang Allah perintahkan
kepadanya [total ability (= kemampuan total)].
2. Pandangan Semi-Pelagianisme (= Arminianisme),
yang mengatakan bahwa sekalipun kejatuhan ke dalam dosa melemahkan kemampuan
manusia, tetapi manusia tidak kehilangan seluruh kemampuannya untuk mentaati
Tuhan [partial ability / partial inability (= kemampuan sebagian /
ketidak-mampuan sebagian)].
3. Pandangan Augustinianisme / Calvinisme, yang
mengatakan bahwa manusia, setelah kejatuhan ke dalam dosa, sama sekali tidak
mampu untuk kembali kepada Tuhan atau melakukan apapun yang betul-betul baik di
hadapan Allah [total inability / total depravity (= ketidak-mampuan
total / kebejadan total)].
Calvinisme Arminianisme Pelagianisme
Ketidak-mampuan total Kemampuan sebagian Kemampuan total
Kalau
adanya perintah Allah / kewajiban dari Allah dijadikan dasar untuk mengatakan
bahwa manusia pasti mampu mentaati perintah Allah itu, maka konsekwensinya kita
bukan harus meninggalkan Augustinianisme / Calvinisme (ketidakmampuan total)
dan berpindah kepada Semi-Pelagianisme / Arminianisme (kemampuan /
ketidak-mampuan sebagian), tetapi kepada Pelagianisme (kemampuan total), yang
jelas-jelas merupakan ajaran sesat!
2) Doktrin ini
menyebabkan orang putus asa.
Jawab:
a) Harus diakui bahwa
memang memungkinkan seseorang menanggapi doktrin ini dengan cara yang salah,
sehingga menjadi putus asa. Tetapi adanya tanggapan yang salah terhadap suatu
ajaran, tidak menunjukkan bahwa ajarannya salah!
John
Murray: “But perversion does not refute the truth of the doctrine
perverted” (= Tetapi penyimpangan tidak menyangkal / membuktikan
salah kebenaran dari doktrin yang disimpangkan itu)
- ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 87.
b) Sebetulnya
doktrin ini tidak menyebabkan orang putus asa. Bahkan doktrin ini menjadi
landasan yang sangat penting supaya orang mau menerima Injil kasih karunia dan
beriman kepada Kristus.
John
Murray: “The gospel is one of grace and therefore rests upon
despair of human resources and potency” (= Injil adalah injil kasih karunia dan
karena itu berdasarkan pada keputus-asaan terhadap sumber dan potensi manusia)
- ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 88.
Sebaliknya
doktrin yang menentang doktrin Total Depravity inilah yang akhirnya
membuat orang putus asa.
John
Murray: “Nothing is more soul-destructive than self-righteousness.
And it is self-righteousness that is fostered by the doctrine that man is
naturally able to do what is good and well-pleasing to God. To encourage any
such conviction is to plunge men into self-deception and delusion and such is
indeed the counsel of despair” (= Tidak ada yang lebih menghancurkan jiwa
dari pada sikap membenarkan diri sendiri. Dan adalah sikap membenarkan diri
sendiri ini yang dipungut oleh doktrin yang mengatakan bahwa manusia secara
alamiah bisa melakukan apa yang baik dan berkenan kepada Allah. Menganjurkan
keyakinan semacam itu adalah menjerumuskan manusia ke dalam penipuan diri
sendiri dan khayalan dan hal itulah yang sebenarnya merupakan nasehat
keputus-asaan) - John Murray, ‘Collected Writings of John
Murray’, vol II, hal 87.
c) Orang yang sadar bahwa
dirinya penuh dosa dan tidak bisa berbuat baik, sama sekali tidak perlu
berputus asa. Mengapa? Karena Kitab Suci justru menyatakan mereka sebagai ‘orang
berbahagia / diberkati’ dan ‘pemilik Kerajaan Sorga’
(Mat 5:3), dan karena itu jelas bahwa Kitab Suci menganggap orang seperti
ini memiliki masa depan yang cerah.
Sekarang
mari kita meninjau Mat 5:3 yang dalam Kitab Suci Indonesia berbunyi: “Berbahagialah
orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan
Sorga”.
Terjemahan
‘miskin
di hadapan Allah’ dalam Kitab Suci Indonesia ini sebetulnya
adalah terjemahan yang salah. Terjemahan yang benar adalah ‘miskin dalam
roh’. Apa artinya? Artinya adalah bahwa orang itu sadar ia penuh
dengan dosa.
Sesuatu
yang menarik adalah: kata ‘miskin’ di sini diterjemahkan
dari kata bahasa Yunani PTOCHOS, yang artinya ‘miskin dalam arti sama sekali tidak punya
apa-apa’. Kata PTOCHOS ini digunakan dalam Kitab Suci untuk
menggambarkan Lazarus (Luk 16:20 - kata ‘pengemis’
sebetulnya adalah ‘orang miskin yang sama sekali tidak punya apa-apa’),
dan juga untuk menggambarkan janda miskin setelah ia memberikan uangnya yang
hanya 2 peser (Luk 21:3).
Dalam
bahasa Yunani ada kata lain untuk ‘miskin’, yaitu PENES atau PENIKHROS,
yang menunjukkan ‘miskin tetapi masih punya sedikit uang’.
Dalam Kitab Suci kata PENIKHROS ini digunakan untuk menggambarkan janda miskin sebelum
ia mempersembahkan uangnya yang hanya 2 peser itu (Luk 21:2).
Karena
kata ‘miskin’
dalam Mat 5:3 itu diterjemahkan dari kata bahasa Yunani PTOCHOS, maka itu
jelas menunjukkan bahwa Mat 5:3 menyatakan bahwa seseorang itu baru dianggap
berbahagia dan merupakan pemilik Kerajaan Sorga kalau ia sadar bahwa dirinya
penuh dengan dosa, hitam legam, bukan abu-abu atau putih berbintik-bintik, dsb.
Arminianisme
memang percaya bahwa semua manusia berdosa, tetapi karena mereka berpendapat
bahwa manusia masih bisa berbuat baik dan mereka tidak percaya pada doktrin Total
Depravity, itu menunjukkan bahwa mereka cuma miskin dalam arti kata PENES
atau PENICHROS, bukan dalam arti kata PTOCHOS. Ini menyebabkan mereka
sebetulnya belum memenuhi syarat untuk dianggap sebagai orang yang berbahagia
dan pemilik Kerajaan Sorga.
Sebaliknya
orang-orang yang mempercayai Calvinisme, yang percaya pada doktrin Totral
Depravity, percaya bahwa dalam diri manusia hanya ada dosa, dosa dan dosa!
Ini menunjukkan kesadaran orang-orang ini bahwa mereka memang adalah PTOCHOS,
bukan PENES atau PENICHROS. Dengan demikian Mat 5:3 menyatakan bahwa
orang-orang yang mempercayai Calvinisme ini adalah orang yang berbahagia dan
merupakan pemilik Kerajaan Sorga.
3) Tawaran Injil kepada
setiap orang menunjukkan bahwa orang bisa percaya kepada Yesus.
Kata
‘whoever’
(=
barangsiapa) dalam ayat-ayat seperti Yoh 3:16 (dalam
Kitab Suci Indonesia diterjemahkan ‘setiap orang’) dianggap sebagai dasar
bahwa setiap orang bisa percaya kepada Yesus.
Jawab:
Ayat-ayat
seperti Yoh 3:16 hanya menunjukkan bahwa Injil ditawarkan kepada semua
orang, dan siapapun yang percaya mendapat hidup kekal. Tetapi ayat-ayat itu
sama sekali tidak berbicara tentang kemampuan orang berdosa dalam
menanggapi Injil! Sebaliknya Yoh 6:44,65 secara explicit
menyatakan tentang ketidakmampuan manusia untuk datang kepada Yesus.
Yoh
6:44 - “Tidak
ada seorangpun yang dapat datang kepadaKu, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa
yang mengutus Aku”.
Yoh 6:65b
- “Tidak
ada seorangpun dapat datang kepadaKu, kalau Bapa tidak mengaruniakannya
kepadanya”.
III) Serangan balik.
Sekalipun
dalam pembelaan diri terhadap serangan yang ditujukan kepada doktrin Total
Depravity di atas (point II di atas), secara otomatis sudah terdapat
serangan terhadap Arminianisme, tetapi dalam bagian ini saya tetap ingin
menambahkan lagi serangan terhadap Arminianisme, untuk memperjelas kesalahan
Arminianisme dalam persoalan ini.
Pertama-tama kita perlu tahu bagaimana ajaran
Arminian dalam persoalan ini. Ini mutlak perlu sebelum kita menyerang
Arminianisme! Jangan meniru Guy Duty dan Pdt. dr. Yusuf B. S. yang menyerang
Calvinisme tanpa mengerti apa itu Calvinisme.
Pdt. dr. Yusuf B. S. dalam bukunya ‘Keselamatan
tidak bisa hilang?’ (hal 11-13,15-20), berulangkali dan secara
bertele-tele menyatakan bahwa Allah selalu menghendaki keselamatan manusia,
setan selalu menghendaki kebinasaan manusia, dan karena itu keselamatan manusia
tergantung pada manusia itu sendiri, apakah ia mau percaya kepada Yesus atau
tidak.
Pdt. dr. Yusuf B. S. juga berbicara tentang adanya
bantuan Allah. Ia berkata sebagai berikut:
“Allah menolong mencelikkan mata rohani manusia, tetapi
sesudah itu Allah memberi kesempatan dan menunggu pilihan manusia itu sendiri!” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal
18.
A.
H. Strong (ia bukan penganut Arminianisme) menyatakan pandangan Arminianisme
sebagai berikut:
“... God
bestows upon each individual from the first dawn of consciousness a special
influence of the Holy Spirit, which is sufficient to counteract the effect of
the inherited depravity and to make obedience possible, provided the human will
cooperate, which it still has power to do” (= ... Allah memberikan kepada setiap
individu dari saat pertama adanya kesadaran, suatu pengaruh istimewa dari Roh
Kudus, yang cukup untuk menetralkan akibat dari kebejadan yang diwarisi dan
membuat ketaatan itu mungkin, asalkan kehendak manusia itu mau bekerja sama,
dan manusia masih mempunyai kekuatan untuk melakukan hal ini)
- A. H. Strong, ‘Systematic Theology’, hal 601.
Jadi,
berbeda dengan Pelagianisme yang mengatakan bahwa manusia sama sekali tidak
membutuhkan pekerjaan Roh Kudus, Arminianisme mengatakan bahwa sejak lahir,
semua manusia sudah menerima pengaruh istimewa dari Roh Kudus. Tanpa
pengaruh istimewa ini manusia tidak bisa percaya kepada Yesus. Tetapi adanya pengaruh
istimewa dari Roh Kudus ini menyebabkan manusia bisa percaya kepada Yesus. Sekarang hanya tergantung apakah ia mau
atau tidak mau melakukan hal itu.
Sekarang, setelah saya menunjukkan bagaimana
ajaran Arminianisme dalam persoalan ini, saya akan menunjukkan caranya untuk
menyerang / menunjukkan kesalahan dari Arminianisme.
1) Serangan menggunakan Ro
10:20.
Kalau memang
keselamatan seseorang tergantung pada kehendak orang itu sendiri, apakah ia mau
atau tidak mau untuk datang dan percaya kepada Yesus, lalu bagaimana caranya
orang Arminian menjelaskan ayat di bawah ini?
Ro 10:20 - “Dan dengan berani Yesaya mengatakan: ‘Aku telah
berkenan ditemukan mereka yang tidak mencari Aku, Aku telah menampakkan diri
kepada mereka yang tidak menanyakan Aku’”.
Perlu saudara ketahui bahwa ada beberapa ayat lain
yang berhubungan dengan ‘manusia mencari Tuhan’, seperti:
Yes 55:6 - “Carilah TUHAN
selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepadaNya selama Ia dekat!”. Ini memerintahkan manusia supaya mencari
Tuhan.
Yer 29:13-14a - “Apabila kamu
mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan
segenap hati, Aku akan memberi kamu menemukan Aku, demikianlah firman TUHAN”. Ini menjanjikan bahwa orang yang mencari Tuhan pasti akan menemukan Tuhan.
Saya kira orang Arminian tidak akan menemukan kesulitan
dengan Yes 55:6 dan Yer 29:13-14a ini, tetapi bagaimana mereka menafsirkan
Ro 3:11b yang berbunyi: “tidak ada seorangpun yang
mencari Allah”? Lebih-lebih, bagaimana
mereka menafsirkan Ro 10:20 di atas, yang menunjukkan bahwa Allah berkenan
ditemukan oleh orang yang tidak mencari Dia? Orang Arminian, yang mengatakan
bahwa semua manusia telah diberi kemampuan dari Roh Kudus, sehingga sekarang
semua tergantung pada kemauan mereka, pasti akan kebingungan menafsirkan Ro
10:20 itu!
Calvinisme / Reformed menganggap ayat ini
menunjukkan secara jelas bahwa keselamatan seseorang tidak tergantung pada
kehendak orang itu sendiri, tetapi tergantung kepada Allah.
Ro 3:11 - “Tidak ada
seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah”.
Ini menunjukkan bahwa manusia berdosa itu sendiri,
terlepas dari pekerjaan Allah / Roh Kudus dalam dirinya, tidak bisa dan tidak
akan mau mencari Allah. Tetapi dalam diri orang yang adalah ‘orang pilihan’,
sekalipun ia mula-mula tidak mencari Allah, Allah bekerja, melahir-barukannya,
sehingga ia lalu mencari Allah dan menemukan Allah (melalui Yesus Kristus).
Catatan: perlu diingat bahwa dalam ajaran Calvinist / Reformed,
kelahiran baru terjadi sebelum iman!
2) Serangan
menggunakan ‘Tanya jawab Calvinisme - Arminianisme’ untuk menunjukkan
kesombongan orang Arminian / Arminianisme.
Mari kita membayangkan suatu tanya jawab Calvinisme -
Arminianisme (tanya jawab ini bisa saja betul-betul saudara praktekkan!).
Saya bertanya kepada orang Arminian: ‘Kalau semua orang sudah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus
yang membuat semua orang sebetulnya bisa percaya kepada Yesus, lalu mengapa
kamu percaya kepada Yesus dan orang-orang yang lain tidak?’
Orang Arminian akan menjawab: ‘Karena saya mau
percaya kepada Yesus sedangkan mereka tidak mau percaya’.
Terhadap jawaban ini, saya bertanya lagi: ‘Mengapa kamu mau percaya kepada Yesus sedangkan mereka
tidak mau, padahal semua orang telah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus?’
Mungkin orang Arminian akan menjawab: ‘Karena saya lebih memikirkan kekekalan / keselamatan
dari pada mereka’.
Saya bertanya lagi: ‘Mengapa kamu
lebih memikirkan kekekalan / keselamatan dari pada mereka, padahal semua orang
telah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus?’
Mungkin mereka akan menjawab: ‘Karena saya
lebih condong pada hal-hal rohani dari pada mereka’.
Saya bertanya lagi: ‘Mengapa kamu
bisa lebih condong kepada hal-hal rohani dari pada mereka, padahal semua orang
telah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus?’
Mungkin mereka akan menjawab: ‘Karena saya
sadar bahwa hal-hal rohani itu lebih penting dari pada hal-hal duniawi’.
Saya bertanya lagi: ‘Mengapa kamu
bisa sadar akan hal itu sedangkan orang-orang lain itu tidak, padahal semua
orang telah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus?’
Mungkin mereka akan menjawab: ‘Karena ada
orang-orang yang mendoakan saya’.
Saya bertanya lagi: ‘Mengapa pada
waktu kamu didoakan kamu bisa sadar dan percaya, sedangkan ada banyak orang
lain yang juga didoakan tetapi tetap tidak sadar dan tidak bertobat / tidak
percaya kepada Yesus sampai mati?’
Mungkin mereka akan menjawab: ‘Mungkin
karena orang-orang itu mengeraskan hati’.
Saya bertanya lagi: ‘Mengapa
orang-orang itu mengeraskan hati sedangkan kamu tidak, padahal semua orang
telah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus?’
Kalau pertanyaan-pertanyaan semacam ini terus
dilontarkan, maka akhirnya mereka akan terpaksa menjawab: ‘Karena saya lebih baik dari pada mereka’.
Jadi, secara disadari ataupun tidak,
pandangan Arminian ini menganggap diri mereka lebih baik dari orang yang tidak
percaya kepada Kristus. Ini bukan hanya menunjukkan kesombongan, tetapi juga
menunjukkan bahwa sedikit banyak jasa / kebaikan diri sendiri juga berperan
dalam keselamatan seseorang!
3) Komentar-komentar dari
para ahli Theologia yang menyerang orang Arminian / Arminianisme.
A.
H. Strong: “Arminian converts say: ‘I gave my heart to the
Lord’; Augustinian converts say: ‘The Holy Spirit convicted me of sin
and renewed my heart’. Arminianism tends to self-sufficiency; Augustinianism
promotes dependence upon God” (= Petobat Arminian berkata: ‘Aku
memberikan hatiku kepada Tuhan’; petobat Augustinian berkata: ‘Roh Kudus
menyadarkan aku akan dosaku dan memperbaharui hatiku. Arminianisme condong pada
kecukupan / kesanggupan diri sendiri; Augustinianisme mempromosikan
kebersandaran kepada Allah) - ‘Systematic
Theology’, hal 605.
Catatan:
A. H. Strong bukanlah seorang Augustinian / Calvinist yang sepenuhnya. Ia hanya
menerima 4 dari 5 points Calvinisme. Satu-satunya yang ia tolak adalah point
yang ke 3, yaitu Limited Atonement (= Penebusan Terbatas).
Loraine
Boettner: “The chief fault of Arminianism is its insufficient
recognition of the part that God takes in redemption. It loves to admire the
dignity and strength of man; Calvinism loses itself in adoration of the grace
and omnipotence of God. Calvinism casts man first into the depths of
humiliation and despair in order to lift him on wings of grace to supernatural
strength. The one flatters natural pride; the other is a gospel for penitent
sinners. As that which exalts man in his own sight and tickles his fancies is
more welcome to the natural heart than that which abases him, Arminianism is
likely to prove itself more popular. Yet Calvinism is nearer to the facts,
however harsh and forbidding those facts may seem. ‘It is not always the most
agreeable medicine which is the most healing. The experience of the apostle
John is one of frequent occurrence, that the little book which is sweet as
honey in the mouth is bitter in the belly. Christ crucified was a
stumbling-block to one class of people and foolishness to another, and yet He
was, and is, the power of God and the wisdom of God unto salvation to all who
believe’” (= Kesalahan utama dari Arminianisme adalah pengakuan /
pengenalannya yang kurang tentang bagian Allah dalam penebusan. Arminianisme
senang mengagumi martabat dan kekuatan manusia; Calvinisme kehilangan dirinya
sendiri dalam pemujaan terhadap kasih karunia dan kemahakuasaan Allah.
Calvinisme mula-mula membuang manusia ke dalam perendahan dan keputusasaan yang
dalam untuk bisa mengangkatnya dengan sayap kasih karunia kepada kekuatan
supranatural. Yang satu memuji kesombongan alamiah; yang lain adalah injil
untuk orang-orang berdosa yang menyesal. Sebagaimana sesuatu yang meninggikan
manusia dalam pandangannya sendiri dan yang menyenangkannya lebih diterima /
disambut oleh hati alamiah dari pada sesuatu yang merendahkan dia, Arminianisme
mungkin sekali membuktikan dirinya sendiri lebih populer. Tetapi Calvinisme
lebih dekat kepada fakta, betapapun kerasnya dan menakutkannya fakta itu
terlihat. ‘Tidak selalu obat yang paling menyenangkan adalah yang paling
menyembuhkan. Pengalaman rasul Yohanes adalah kejadian yang sering terjadi,
bahwa buku kecil yang manis seperti madu di mulut, pahit di perut. Kristus yang
tersalib adalah batu sandungan bagi segolongan manusia dan kebodohan bagi
golongan yang lain, tetapi Ia adalah, baik dulu maupun sekarang, kuasa Allah
dan hikmat Allah kepada keselamatan bagi semua yang percaya’)
- ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 44.
Catatan:
Loraine Boettner menggunakan kata-kata ‘buku kecil yang manis seperti madu di mulut,
tetapi pahit di perut’ dari Wah 10:9-10.
Alan
P. F. Sell mengutip kata-kata Jerome Zanchius (1516-1590) sebagai berikut:
“Conversion
and salvation must, in the very nature of things, be wrought and effected
either by ourselves alone, or by ourselves and God together, or solely by God
himself. The Pelagians were for the first. The Arminians are for the second.
True believers are for the last, because the last hypothesis, and that only, is
built on the strongest evidence of Scripture, reason and experience: it most
effectually hides pride from man, and sets the crown of undivided praise upon
the head, or rather casts it at the feet, of that glorious Triune God, who
worketh all in all” (= Pertobatan dan keselamatan dibuat dan dilaksanakan
atau oleh diri kita sendiri, atau oleh kita dan Allah bersama-sama, atau
semata-mata oleh Allah sendiri. Orang-orang Pelagian memilih
yang pertama, orang-orang Arminian yang kedua. Orang-orang percaya yang sejati
memilih yang terakhir, karena anggapan yang terakhir, dan hanya itu, dibangun
di atas bukti terkuat dari Kitab Suci, logika dan pengalaman: itu secara paling
efektif menyembunyikan kesombongan dari manusia, dan meletakkan mahkota pujian
sepenuhnya / seluruhnya pada kepala, atau lebih tepat meletakkannya pada kaki,
dari Allah Tritunggal yang mulia, yang mengerjakan semua dalam semua) - ‘The Great Debate, Calvinism,
Arminianism and Salvation’, hal 97.
Alan P. F. Sell juga mengutip kata-kata John R. de Witt
sebagai berikut:
“Arminianism essentially represents an attack upon the
majesty of God; and puts in place of it, the exaltation of man” (= Arminianisme secara hakiki menggambarkan / mewakili
suatu penyerangan terhadap kuasa yang berdaulat dari Allah; dan meletakkan
sebagai gantinya, peninggian manusia) - ‘The Great Debate, Calvinism, Arminianism and Salvation’, hal 97.
Calvin: “Nothing, however slight,
can be credited to man without depriving God of his honor, and without man
himself falling into ruin through brazen confidence” (= Tidak ada sesuatupun, bagaimanapun kecilnya, bisa
dipuji / dihargai dari manusia tanpa mencabut / menghilangkan kehormatan dari
Allah, dan tanpa menghancurkan manusia itu sendiri melalui kepercayaan kepada
diri sendiri yang tidak tahu malu) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter II, no 1.
John
Owen:
“As a desire
of self-sufficiency was the first cause of this infirmity ... nothing doth he
more contend for than an independency of any supreme power, which might either
help, hinder, or control him in his actions. ... Never did any man ... more
eagerly endeavour the erecting of this Babel than the Arminians, the modern
blinded patrons of human self-sufficiency” (= Karena suatu keinginan untuk pencukupan
diri sendiri adalah penyebab pertama dari kelemahan ini ... tidak ada yang
lebih ia perjuangkan dari pada suatu ketidak-tergantungan pada kuasa tertinggi
manapun, yang bisa menolong, menghalangi atau mengontrolnya dalam
tindakan-tindakannya. ... Tidak pernah ada orang ... yang lebih sungguh-sungguh
berusaha mendirikan Babel ini dari pada orang-orang Arminian, pelindung modern
yang buta dari pencukupan diri sendiri dari manusia)
- ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 11.
“... of
making themselves differ from others who will not make so good use of the
endowments of their natures; that so the first and chiefest part in the work of
their salvation may be ascribed unto themselves; - a proud Luciferian
endeavour!” (= ... membuat diri mereka sendiri berbeda dengan yang
lain yang tidak mau menggunakan dengan baik anugerah kepada diri mereka;
sehingga dengan demikian bagian yang pertama dan terutama dalam pekerjaan
keselamatan bisa dianggap berasal dari diri mereka sendiri; - suatu usaha
Lucifer yang sombong!) - ‘The Works of John Owen’, vol 10,
hal 13.
“And so at
length, with much toil and labour, they have placed an altar for their idol in
the holy temple, on the right hand of the altar of God, and on it offer
sacrifice to their own net and drag; at least, ‘nec Deo, nec libero arbitrio,
sed dividatur’ - not all to God, nor all to free-will, but let the sacrifice of
praise, for all good things, be divided between them” [= Dan
demikian akhirnya, dengan banyak kerja keras, mereka telah meletakkan sebuah
altar untuk berhala mereka dalam Bait Suci, di sebelah kanan dari altar Allah,
dan di atasnya mereka mempersembahkan korban bagi usaha mereka sendiri;
setidaknya ‘nec Deo, nec libero arbitrio, sed dividatur’ (kata-kata
ini ada dalam bahasa Latin) - bukan semua bagi Allah, juga bukan semua bagi kehendak
bebas, tetapi biarlah korban pujian, untuk semua hal yang baik, dibagi di
antara mereka) - ‘The Works of John Owen’, vol 10,
hal 14.
4) Kesimpulan.
Kesimpulan
tentang kesalahan dari Arminianisme dalam hal ini adalah:
a) Kesombongan
/ kebersandaran pada diri sendiri.
Sedikit banyak mereka beranggapan bahwa diri mereka
sendiri mempunyai jasa dalam keselamatan mereka, yaitu mereka mau
percaya.
b) Konsekwensinya,
dalam penyelamatan diri mereka, Allah bukan satu-satunya pihak yang berjasa.
Karena itu bukan Allah semata-mata yang harus dihargai / dipuji dalam persoalan
keselamatan mereka, tetapi juga diri mereka sendiri.
Bandingkan pandangan Arminianisme yang sombong dan kurang
menghargai anugerah Allah itu dengan:
·
Ef 2:8-9 - “Sebab karena kasih karunia kamu
diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu
bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.
·
Ro 11:5-6 - “Demikian juga pada waktu ini ada tinggal suatu sisa,
menurut pilihan kasih karunia. Tetapi jika hal itu terjadi
karena kasih karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika tidak
demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia”.
·
kata-kata Archbishop William Temple yang
dikutip oleh John Stott sebagai berikut:
“All is of
God. The only thing of my very own which I contribute to my redemption is the
sin from which I need to be redeemed” (= Semua dari Allah. Satu-satunya hal dari
diriku sendiri yang aku sumbangkan pada penebusanku adalah dosa dari mana aku
perlu ditebus) - ‘The Preacher’s Portrait’, hal
44-45.
Inilah
pandangan Calvinisme / Reformed, yang betul-betul menghancurleburkan
kesombongan manusia, dan mengarahkan seluruh penghargaan tentang
penyelamatan kita hanya kepada Allah!
-o0o-