DOKTRIN MANUSIA:
Anthropology
oleh
: Pdt. Budi
Asali MDiv.
X. ACTUAL SINS
1) Adanya perhitungan dosa Adam kepada kita menyebabkan
kita semua lahir dengan dosa
asal. Ini menyebabkan semua
orang ada dalam keadaan Total Depravity (lihat pelajaran IX).
Ini menyebabkan
semua orang punya kecondongan pada dosa sehingga
terjadilah dosa-dosa dalam hidup kita
(actual sins).
2) Dosa adalah pelanggaran hukum (Ro 4:15 Ro 5:13
1Yoh 3:4).
Hukum itu bisa berupa:
a) Firman Tuhan.
b) Hukum dalam hati
nurani (untuk orang-orang yang tidak mempunyai Firman Tuhan). Bdk. Ro 2:14-15 - “(14) Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan
diri sendiri melakukan apa
yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun
mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka menjadi hukum Taurat
bagi diri mereka sendiri. (15) Sebab dengan
itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat
ada tertulis di dalam hati
mereka dan suara hati mereka
turut bersaksi dan pikiran mereka
saling menuduh atau saling membela”.
3) Actual sins bisa
terjadi:
4) Klasifikasi dosa.
Dalam gereja Roma Katolik ada klasifikasi
dosa, dimana dosa digolong-golongkan sebagai:
a) Venial sin (dosa ringan).
Ini bahkan tak perlu diakui!
b) Mortal sin (dosa besar /
mematikan).
·
Ini menjatuhkan orang percaya dari kasih
karunia Allah.
·
Bisa diakui dengan sakramen pengakuan /
pengampunan dosa.
Kita tidak
menerima ajaran Roma Katolik tsb diatas karena:
1. Kitab Suci tidak pernah
mengajarkan adanya dosa yang begitu kecil sehingga tidak perlu diakui
sekalipun! Ingat, semua dosa upahnya maut (Ro 6:23).
2. Kitab Suci juga tidak pernah
mengajarkan adanya dosa yang bisa menjatuhkan orang percaya dari kasih karunia
Allah (menghilangkan keselamatannya).
Sekalipun
demikian, kita tetap percaya bahwa Kitab Suci memang mengajarkan adanya
klasifikasi dosa, dalam arti, tak semua dosa sama beratnya. Dosa mempunyai
tingkatan-tingkatanan (berat-ringannya).
Memang ada orang
yang menggunakan Yak 2:10-11 sebagai dasar untuk mengatakan bahwa semua
dosa sama besarnya.
Yak 2:10-11 -
“(10) Sebab
barangsiapa menuruti seeluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari
padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya. (11) Sebab Ia yang mengatakan:
‘Jangan berzinah’, Ia mengatakan juga: ‘Jangan membunuh’. Jadi jika kamu tidak
berzinah tetapi membunuh, maka kamu menjadi pelanggar hukum juga”.
Tetapi ayat itu
mungkin hanya ingin mengajarkan kesatuan dari hukum, bukan mengajarkan bahwa
semua dosa sama besar! Kalau ayat itu ditafsirkan bahwa semua dosa sama besar,
maka itu akan bertentangan dengan banyak bagian Kitab Suci dibawah ini:
a) Dalam Kel 21:12,14
dikatakan bahwa orang yang membunuh (dengan sengaja) dihukum mati, tetapi dalam
Kel 22:1 dikatakan bahwa orang yang mencuri hanya didenda.
Perbedaan hukuman
ini jelas menunjukkan bahwa ‘membunuh’ adalah dosa yang lebih besar
dibandingkan dengan ‘mencuri’. Ini memang logis karena dalam mencuri kita mengambil
barang / miliknya, tetapi dalam membunuh, kita mengambil nyawanya!
Juga kalau kita
perhatikan dalam 1Kor, terlihat bahwa Paulus mempunyai sikap berbeda terhadap
dosa yang berbeda. Dosa perpecahan / perselisihan hanya ditegur (1Kor 3:3-4),
tetapi dosa perzinahan / incest, dihukum dengan pengucilan (1Kor 5:1-13).
Dari semua ini
haruslah disimpulkan bahwa dosa ada berat-ringannya.
b) Mat 10:15 dan
Luk 12:47,48 jelas menunjukkan bahwa besarnya dosa tergantung dari
‘terang’ yang ada pada orang itu. Makin banyak ‘terang’ yang ia punyai, makin
berat dosanya!
Mat 10:15 - “Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya pada hari penghakiman tanah Sodom dan Gomora akan lebih ringan
tanggungannya dari pada kota itu.’”.
Luk 12:47-48
- “(47)
Adapun hamba yang tahu akan kehendak tuannya, tetapi yang tidak mengadakan
persiapan atau tidak melakukan apa yang dikehendaki tuannya, ia akan menerima
banyak pukulan. (48) Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan
melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit
pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak
dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih
banyak lagi dituntut.’”.
Penerapan:
Apakah saudara
masih sering melakukan dosa, padahal saudara tahu / mengerti bahwa hal itu
dilarang oleh Tuhan? Ingat bahwa pengertian saudara itu memperberat dosa
itu!
Awas! Jangan
karena alasan ini saudara lalu tidak mau belajar Kitab Suci karena tidak mau
belajar Kitab Suci jelas merupakan dosa!
c) Bil 15:22-29
menunjukkan dosa yang tidak sengaja; ini bisa dihapuskan dengan persembahan
korban.
Sekarang
bandingkan dengan Bil 15:30-31 yang menunjukkan dosa sengaja; orangnya
dihukum mati!
Jadi jelas bahwa
‘kesengajaan’ adalah faktor yang memperberat dosa. Dosa yang hebat, kalau tak
sengaja, sekalipun tetap merupakan dosa, tetapi tidaklah dianggap sehebat dosa
sengaja!
Penerapan:
Masihkah saudara
sengaja berbuat dosa?
d) Ayat-ayat Kitab Suci dibawah ini
jelas menunjukkan adanya tingkatan-tingkatan dalam dosa:
·
Yoh 19:11 - “Yesus menjawab: ‘Engkau tidak
mempunyai kuasa apapun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu
dari atas. Sebab itu: dia, yang menyerahkan Aku kepadamu, lebih besar
dosanya.’”.
·
Ibr 10:28-29 - “(28) Jika ada orang yang
menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas kasihan atas keterangan dua
atau tiga orang saksi. (29) Betapa lebih beratnya hukuman yang harus
dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis
darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?”.
·
Ibr 12:25 - “Jagalah supaya kamu jangan menolak
Dia, yang berfirman. Sebab jikalau mereka, yang menolak Dia yang menyampaikan
firman Allah di bumi, tidak luput, apa lagi kita, jika kita berpaling
dari Dia yang berbicara dari sorga?”.
e) Adanya pembedaan antara:
·
Dosa yang bisa diampuni dan yang tidak bisa
diampuni (Mat 12:31-32 Mark 3:28-30 Luk 12:10).
Mat 12:31-32
- “(31)
Sebab itu Aku berkata kepadammu: Segala dosa dan hujat manusia akan diampuni,
tetapi hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni. (32) Apabila seorang
mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia
menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia
yang akan datangpun tidak”.
·
Dosa yang membawa maut
dan yang tidak membawa maut (1Yoh 5:16-17) jelas menunjukkan adanya tingkatan-tingkatan dalam hal dosa.
1Yoh 5:16-17
- “(16)
Kalau ada seorang melihat sauudaranya berbuat dosa, yaitu dosa yang tidak
mendatangkan maut, hendaklah ia berdoa kepada Allah dan Dia akan memberikan
hidup kepadanya, yaitu mereka, yang berbuat dosa yang tidak mendatangkan maut.
Ada dosa yang mendatangkan maut: tentang itu tidak kukatakan, bahwa ia harus
berdoa. (17) Semua kejahatan adalah dosa, tetapi ada dosa yang tidak
mendatangkan maut”.
Catatan:
1. Dosa yang tak bisa diampuni atau
dosa yang membawa maut ini tidak mungkin bisa dilakukan oleh orang kristen yang
sejati, karena bagi orang kristen sejati, semua dosanya pasti diampuni! Jadi
bagian ini tidak mendukung ajaran Roma Katolik di atas tentang mortal sin.
2. Dosa yang tidak membawa maut
tidak mendukung ajaran Roma Katolik diatas tentang venial sin! Dosa yang
tidak membawa maut tidak boleh diartikan sebagai dosa remeh yang tidak ada
akibat / hukumannya! Itu akan bertentangan dengan Ro 6:23. Jadi, arti yang
benar adalah: dosa itu masih bisa diampuni kalau orangnya bertobat (tak pasti membawa maut).
5) Hukuman dosa.
a) Hukuman dosa berdasarkan
sifatnya:
1. Akibat alamiah dari dosa
(bdk. Ams 6:9-11 Ams 23:21).
Contoh:
·
Orang yang berzinah, lalu keluarganya
hancur.
·
Orang yang melakukan poligami, lalu
mengalami masalah keluarga.
·
Orang yang menikah dengan orang kafir, lalu
tak cocok.
·
Orang yang mencuri, lalu masuk penjara.
Ada hal-hal
yang perlu diperhatikan:
a. Akibat alamiah ini belum
merupakan seluruh hukuman!
b. Ini tidak hilang pada saat
orangnya bertobat / diampuni Allah! Memang bisa saja Allah menghilangkan /
menguranginya, tetapi bisa juga Allah membiarkannya, sebagai peringatan akan
dosa-dosa pada masa lalu.
2. Hukuman sebagai tindakan
langsung dari Allah (ini tak alamiah!).
Hukum mempunyai
sanksi (bdk. Kel 21-22). Kalau hukum dilanggar, maka Allah memberikan
sanksinya (bdk. Im 26:14-39 bacalah bagian ini, dan saudara akan lihat
bahwa itu merupakan sesuatu yang tidak alamiah!).
b) Wujud hukuman:
1. Kematian rohani / putus hubungan
dengan Allah (Kej 3 Yes 59:1,2).
2. Penyerahan kepada dosa-dosa lain
(Ro 1:21-32 Maz 81:12-13).
3. Penderitaan dalam hidup ini:
·
Dalam hati: gelisah, takut, kuatir, tak
damai, dsb.
·
Secara jasmani.
4. Kematian jasmani (bdk. Kej 3:19
Kis 5:1-11).
5. Kematian kekal / kedua, yaitu
neraka (Wah 21:8).
c) Tujuan hukuman:
1. Pandangan yang salah:
Hukuman bertujuan untuk:
a. Memperbaiki orang yang
berdosa itu.
Ini salah karena:
·
Ini
mengacaukan ‘hukuman’ dan ‘hajaran’.
Hajaran memang
diberikan karena kasih, sehingga tujuannya adalah untuk kebaikan dari orang
yang dihajar (Ibr 12:5-11). Tetapi hukuman diberikan karena keadilan
Allah. Hukuman diberikan oleh Allah karena Ia memandang ke belakang (pada dosa
orang), bukan memandang ke depan (untuk memperbaiki orang itu).
·
Hukuman
datang dari keadilan Allah, bukan dari kasih / belas kasihan Allah. Dan karena
itu tak mungkin bertujuan untuk memperbaiki orang itu!
·
Kalau
hukuman diberikan untuk memperbaiki, maka tidak akan ada hukuman mati ataupun
neraka karena dua hal ini tidak mungkin untuk memperbaiki seseorang!
·
Kalau
hukuman diberikan dengan tujuan untuk memperbaiki, maka:
o Orang yang
tak mungkin diperbaiki, tak perlu dihukum.
Tetapi
kenyataannya, orang-orang itu toh dihukum. Contoh: Firaun, orang-orang dalam
Wah 16:10-11.
o Setan juga
tak perlu dihukum, karena ia toh tak bisa diperbaiki. Tetapi, kenyataaannya,
Kitab Suci jelas mengatakan setan akan dihukum (Wah 20:10).
Harus diakui bahwa
kadang-kadang hukuman bisa menyebabkan seseorang menjadi lebih baik. Tetapi ini
sebetulnya bukanlah hasil / tujuan dari hukuman itu. ini terjadi karena adanya pekerjaan
tambahan dari Allah, dan pekerjaan tambahan ini lahir dari kasih karunia /
belas kasihan Allah.
Tetapi kita harus
membedakan antara hukuman itu sendiri dan pekerjaan tambahan Allah tersebut!
b. Menahan masyarakat dari
dosa.
Ini juga salah,
karena:
·
Itu tak adil.
Jelas merupakan
sesuatu yang tak adil kalau seseorang dihukum demi kebaikan orang lain /
masyarakat.
Disamping itu, hal
ini menyebabkan adanya kecenderungan untuk menghukum terlalu berat (dengan
tujuan: semua orang jadi takut untuk melakukan dosa yang sama).
·
Dalam menghukum, Allah memandang ke
belakang (pada dosa orang itu), bukan memandang ke depan (untuk kebaikan orang
lain).
·
Hukuman datang karena keadilan Allah, bukan
dari kasih Allah, sehingga tak mungkin tujuannya untuk kebaikan orang lain.
·
Andaikata hukuman memang diberikan untuk
memperbaiki orang lain, dan andaikata di alam semesta hanya ada satu makhluk,
dan mahluk itu lalu jatuh dalam dosa, maka ia tak perlu dihukum, karena toh tak
ada orang lain yang akan diperbaiki. Ini tentu menjadi sesuatu yang menggelikan!
·
Kalau hukuman bertujuan
untuk memperbaiki orang lain, maka pada akhir jaman
tak perlu ada neraka /
hukuman kekal, karena toh setelah
kedatangan Kristus yang kedua tak mungkin
lagi ada perbaikan apa-apa. Tetapi kenyataannya Kitab Suci jelas
menunjukkan adanya neraka / hukuman kekal!
Memang dalam faktanya, hukuman yang diberikan pada seseorang bisa menyebabkan orang lain jadi takut untuk
melakukan dosa yang sama. Tapi
bagaimanapun ini bukan tujuan / hasil dari hukuman
itu sendiri, tapi merupakan pekerjaan tambahan dari Allah yang dihubungkan dengan pemberian hukuman itu!
2. Pandangan yang benar:
Tujuan hukuman: membela / menegakkan kebenaran / keadilan ilahi.
Ro 2:5 - “Tetapi oleh
kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas
dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil
akan dinyatakan”.
-o0o-