Eksposisi Bileam
oleh: Pdt. Budi Asali, MDiv.
Bileam (2)
Bilangan 22:5-7
Bil 22:5-7 - “(5) Raja ini mengirim utusan kepada Bileam bin Beor, ke Petor
yang di tepi sungai Efrat, ke negeri teman-teman sebangsanya, untuk memanggil
dia, dengan pesan: ‘Ketahuilah, ada suatu bangsa keluar dari Mesir; sungguh,
sampai tertutup permukaan bumi olehnya, dan mereka sedang berkemah di depanku.
(6) Karena itu, datanglah dan kutuk bangsa itu bagiku, sebab mereka lebih kuat
dari padaku; mungkin aku sanggup mengalahkannya dan menghalaunya dari negeri
ini, sebab aku tahu: siapa yang kauberkati, dia beroleh berkat, dan siapa yang
kaukutuk, dia kena kutuk.’ (7) Lalu berangkatlah para tua-tua
Moab dan para tua-tua Midian dengan membawa di tangannya upah penenung; setelah
mereka sampai kepada Bileam, disampaikanlah kepadanya pesan Balak.”
II) Pemanggilan Bileam (ay 5-7) .
Ay 5: “Raja ini mengirim utusan
kepada Bileam bin Beor, ke Petor yang di tepi sungai Efrat, ke negeri
teman-teman sebangsanya, untuk memanggil dia, dengan pesan: ‘Ketahuilah, ada
suatu bangsa keluar dari Mesir; sungguh, sampai tertutup permukaan bumi
olehnya, dan mereka sedang berkemah di depanku”.
1)
Tempat tinggal Bileam.
Ay 5: “... ke Petor yang di tepi
sungai Efrat, ke negeri teman-teman sebangsanya”.
KJV: ‘to
Pethor, which is by the river of the land of the children of his people’ (=
ke Petor, yang dekat sungai dari negeri dari anak-anak bangsanya).
RSV: ‘at
Pethor, which is near the River, in the land of Amaw’ (= di Petor, yang
dekat Sungai, di negeri dari Amaw).
NIV: ‘at
Pethor, near the River, in his native land’ (= di Petor, dekat Sungai, di
negeri asalnya).
NASB: ‘at
Pethor, which is near the River, in the land of the sons of his people’ (=
di Petor, yang dekat Sungai, di negeri dari anak-anak dari bangsanya).
Jadi, kata
‘Efrat’ sebetulnya tidak ada, dan Adam Clarke memberikan pandangan dari Dr.
Kennicott yang mengatakan bahwa tempat tinggal Bileam bisa di dekat sungai apa saja. Tetapi lalu sungai apa? Apakah dekat S. Nil di Mesir, atau S. Yordan di Kanaan, atau S.
Efrat di Mesopotamia yang termasuk wilayah bangsa Amon? Dr. Kennicott
menganggap yang terakhirlah yang benar, dan ada 12 manuscripts Ibrani yang
bukan menuliskan AMOW (= his people / bangsanya), tetapi AMOWN (= bangsa
Amon) sesuai dengan apa yang ada dalam manuscripts
Samaria, Syria dan Latin (Vulgate). Dengan demikian Ul 23:3-4 menjadi
masuk akal.
Ul 23:3-4 - “(3) Seorang Amon atau
seorang Moab janganlah masuk jemaah TUHAN, bahkan keturunannya yang
kesepuluhpun tidak boleh masuk jemaah TUHAN sampai selama-lamanya, (4) karena mereka tidak menyongsong kamu dengan
roti dan air pada waktu perjalananmu keluar dari Mesir, dan karena mereka mengupah Bileam bin Beor dari
Petor di Aram-Mesopotamia melawan engkau, supaya dikutukinya engkau”.
Mengapa
Amon diikut-ikutkan? Kalau sekedar dilihat dari cerita tentang Bileam dalam
Bil 22-25, bangsa Amon sama sekali tidak ikut
campur dalam usaha pengutukan terhadap Israel. Tetapi dalam Ul 23:3-4
bangsa Amon ikut dihukum / dikutuk oleh Tuhan, karena Bileam bertempat-tinggal
di antara mereka.
Albert
Barnes mempunyai pandangan berbeda. Ia menganggap bangsa Amon ikut dihukum
karena mereka dan Moab dianggap sebagai satu kesatuan. Saya
sendiri tak setuju dengan Barnes, dan lebih setuju dengan pandangan Clarke /
Dr. Kennicott.
2)
Arti nama Bileam.
Pulpit Commentary: “Balaam the son of Beor. <u*l=B! (Bileam: our common
form is from the Septuagint and New Testament, Balaa/m) is derived either from ul^B*, to destroy or devour, and <u*, the people; or simply
from ul^B*, with the terminal
syllable <A*, ‘the destroyer.’ The
former derivation receives some support from Rev 2:14,15,
where ‘Nicolaitans’ are thought by many to be only a Greek form of ‘Balaamites’ (Niko/lao$, from nika/w and lao/$). Beor (rWuB=) has a similar
signification, from ru*B*, to burn, or consume. Both
names have probable reference to the supposed effect of their maledictions, for
successful cursing was an hereditary profession in many lands, as it still is
in some” [= Bileam anak Beor. <u*l=B! (Bileam: bentuk umum yang digunakan dalam bahasa Inggris adalah
dari Septuaginta dan Perjanjian Baru, Balaa/m) diturunkan atau dari ul^B*, menghancurkan atau menelan, dan <u*, bangsa; atau sekedar dari ul^B*, dengan suku kata akhir <A*, ‘sang penghancur’. Penurunan yang pertama
mendapatkan dukungan dari Wah 2:14,15, dimana
‘Nikolaus’ dianggap oleh banyak orang hanya sebagai bentuk Yunani dari
‘pengikut Bileam’ (Niko/lao$, dari nika/w dan lao/$). Beor (rWuB=) mempunyai arti yang mirip, dari ru*B*, membakar, atau menghanguskan. Kedua nama mempunyai kemungkinan hubungan dengan akibat / hasil
dari pengutukan mereka, karena pengutukan yang sukses merupakan pekerjaan
turun-temurun, seperti yang masih ada sekarang di beberapa tempat].
Catatan: NIKAO = ‘saya
mengalahkan’; LAOS = bangsa.
Wah 2:14-15
- “(14)
Tetapi Aku mempunyai beberapa keberatan terhadap engkau: di antaramu ada beberapa
orang yang menganut ajaran Bileam, yang memberi nasihat kepada Balak untuk
menyesatkan orang Israel, supaya mereka makan persembahan berhala dan berbuat
zinah. (15) Demikian juga ada padamu orang-orang yang
berpegang kepada ajaran pengikut Nikolaus”.
Catatan: menurut saya,
kalau dilihat pengalimatan dari Wah 2:14-15 ini kelihatannya ‘penganut ajaran
Bileam’ ini dibedakan dari ‘penganut ajaran Nikolaus’.
3)
Siapakah Bileam itu?
Ada
pro dan kontra yang besar tentang diri Bileam ini, tetapi saya menganggap
Bileam sebagai seorang kafir, tetapi bukan orang kafir biasa. Mengapa? Karena jelas bahwa ia
mengenal Allah dengan benar, dan bahkan menyebutnya dengan nama ‘Yahweh’
(Misalnya dalam ay 8). Dan juga ia bisa
bernubuat, berkomunikasi dengan Allah, mentaati Allah, dan kelihatannya
melayani Allah yang benar. Tetapi pada saat yang sama,
ia adalah semacam tukang sihir / penenung (ay 7), yang boleh dipastikan
menggunakan kuasa setan, dan bukannya kuasa Allah. Juga, ia
adalah orang yang tamak / cinta uang, dan itu mengalahkan semua pengetahuan /
pengenalannya yang benar tentang Allah, rasa takutnya kepada Allah, dsb. Dan
itu juga pada akhirnya mencelakakan dan membunuh dia!
Pulpit Commentary: “Balaam had a true
knowledge of the most high God. He was not in any
sense a heathen as far as his intellectual perception of Divine things went.
And it was not merely Elohim, the God of nature and creation, whom he knew and
revered, but distinctly Jehovah, the God of Israel and of grace. Speculatively
he knew as much of God as Abraham or Job” (= Bileam mempunyai
pengetahuan yang benar tentang Allah yang Maha Tinggi. Ia
sama sekali bukan orang kafir sejauh pengertian intelektualnya tentang hal-hal
Ilahi dipersoalkan. Dan bukan semata-mata ELOHIM, Allah dari alam dan ciptaan,
yang ia kenal dan hormati / takuti, tetapi dengan
jelas Yehovah, Allah dari Israel dan dari kasih karunia. Diduga, ia mengetahui / mengenal Allah sama banyaknya dengan Abraham
dan Ayub).
The Bible
Illustrator (OT): “Balaam belonged to that still numerous class who theoretically
know God, and who actually do fear Him, but whose love and fear of God are not
the governing principles of their minds. They are convinced, but not converted.
They would serve God, but they must serve mammon also; and in the strife
between the two contending influences their lives are made bitter, and their
death is perilous” (= Bileam termasuk dalam kelompok orang banyak itu yang secara
teoretis mengenal Allah, dan yang sungguh-sungguh takut kepadaNya, tetapi yang
kasih dan rasa takut terhadap Allah bukanlah prinsip-prinsip yang memerintah
pikiran mereka. Mereka diyakinkan, tetapi tidak dipertobatkan. Mereka mau
menyembah / melayani Allah, tetapi mereka harus menyembah / melayani Mammon
juga; dan dalam pergumulan di antara dua pengaruh yang bertentangan ini,
kehidupan mereka dibuat menjadi pahit, dan kematian mereka membahayakan).
Teacher’s
Commentary: “There is no reason to doubt that Balaam had some spiritual
powers. ... But it is more likely that the roots of Balaam’s spiritual power
were in the demonic than the divine. Throughout the Bible Balaam is spoken of
in a negative way, and held up as a negative example. His ways and his motives
are condemned in the New Testament, and his death is recounted in chapter 31 as
a divine judgment” (= Tak ada alasan untuk meragukan bahwa Bileam mempunyai
kuasa-kuasa rohani. ... Tetapi
adalah lebih memungkinkan bahwa akar dari kuasa-kuasa rohani Bileam adalah
setan dan bukan Allah. Dalam sepanjang Alkitab Bileam dibicarakan dengan
cara negatif, dan ditegakkan sebagai suatu teladan
buruk. Cara-cara dan motivasinya dikecam dalam Perjanjian
Baru, dan kematiannya dalam pasal 31 diperhitungkan sebagai suatu penghukuman
ilahi).
Pulpit Commentary: “Balaam’s name mentioned
in the New Testament only three times, and each time it is covered with
reproach (2 Peter 2:15; Jude 11; Rev 2:14). His root sin was the
ancient, inveterate vice of human nature, selfishness. ... His selfishness was
shown in - (1) Ambition. ... (2) Covetousness” [= Nama Bileam disebutkan
dalam Perjanjian Baru hanya 3 x, dan setiap kali itu ditutupi dengan celaan
(2Pet 2:15; Yudas 11; Wah 2:14). Akar dosanya adalah kejahatan yang kuno, dan
berurat-berakar dari sifat manusia, keegoisan. ... Keegoisannya
ditunjukkan dalam (1) Ambisi. ... (2) Ketamakan].
Barnes’ Notes: “Balaam the son of Beor
was from the first a worshipper in some sort of the true God; and had learned
some elements of pure and true religion in his home in the far
East, the cradle of the ancestors of Israel. But though prophesying, doubtless
even before the ambassadors of Balak came to him, in the name of the true God, yet
prophecy was still to him as before a mere business, not a religion. The
summons of Balak proved to be a crisis in his career: and he failed under the
trial”
(= Bileam anak Beor dari semula adalah semacam seorang penyembah dari Allah
yang benar; dan telah mempelajari beberapa elemen dari agama yang murni dan
benar di rumahnya di Timur Jauh, tempat lahir dari nenek moyang Israel. Tetapi
sekalipun bernubuat dalam nama dari Allah yang benar, tak diragukan bahkan
sebelum utusan-utusan Balak datang kepadanya, tetapi baginya tetap seperti
sebelumnya nubuat hanyalah semata-mata bisnis, bukan agama. Pemanggilan
dari Balak terbukti merupakan suatu krisis dalam karirnya: dan ia gagal dalam ujian itu).
The Bible
Illustrator (OT): “He knows the true God. ... He is a wise man, and a prophet
of God. God really speaks to him, and really inspires him. And bear in
mind, too, that Balaam’s inspiration did not merely open his mouth to say
wonderful words which he did not understand, but opened his heart to say
righteous and wise things which he did understand. What, then, was wrong in
Balaam? This, that he was double-minded. He wished to serve God. True. But
he wished to serve himself by serving God, as too many do in all times” (= Ia mengenal Allah yang
benar. ... Ia adalah orang yang bijaksana, dan seorang
nabi Allah. Allah sungguh-sungguh berbicara kepadanya,
dan sungguh-sungguh mengilhaminya. Dan camkanlah juga bahwa pengilhaman
Bileam tidak semata-mata membuka mulutnya untuk mengatakan hal-hal bijaksana
yang tidak ia mengerti, tetapi membuka hatinya untuk
mengatakan hal-hal benar dan bijaksana yang ia mengerti. Lalu apa yang salah dalam diri Bileam? Ini, bahwa ia mempunyai pikiran yang bercabang. Ia ingin melayani Allah. Benar.
Tetapi ia ingin melayani dirinya sendiri dengan cara
melayani Allah, seperti yang juga banyak dilakukan dalam semua jaman).
Catatan: memang
2Pet 2:15-16 menyebutnya sebagai ‘nabi’, tetapi secara negatif, sehingga
bisa diartikan sebagai ‘nabi palsu’.
2Pet 2:15-16
- “(15)
Oleh karena mereka telah meninggalkan jalan yang benar, maka tersesatlah
mereka, lalu mengikuti jalan Bileam, anak Beor, yang suka menerima upah untuk
perbuatan-perbuatan yang jahat. (16) Tetapi Bileam beroleh
peringatan keras untuk kejahatannya, sebab keledai beban yang bisu berbicara
dengan suara manusia dan mencegah kebebalan nabi itu”.
The Bible
Illustrator (OT): “That was what was wrong with him - self-seeking; ... But what
may we learn from this ugly story? Recollect what I said at first, that we
should find Balaam too like many people nowadays; perhaps too like ourselves.
Too like indeed. For never were men more tempted to sin as Balaam did than in
these days, when religion is all the fashion, and pays a man, and helps him on
in life; ... Thereby comes a terrible temptation to many men. I do not mean to
hypocrites, but to really well-meaning men. They like religion. They wish to be
good; they have the feeling of devotion. They pray, they read their Bibles,
they are attentive to services and to sermons, and are more or less pious
people. But soon - too soon - they find that their piety is profitable. Their
business increases. Their credit increases. They gain power over their fellow
men. What a fine thing it is, they think, to be pious! Then creeps in the love
of the world; the love of money, or power, or admiration; and they begin to
value religion because it helps them to get on in the world” (= Itulah yang salah
dengan dia – pencarian diri sendiri; ... Tetapi apa yang bisa kita pelajari
dari cerita yang buruk ini? Ingatlah apa yang saya
katakan pada awalnya, bahwa kita mendapati bahwa Bileam mirip dengan banyak
orang pada jaman sekarang; mungkin juga mirip dengan diri kita sendiri. Bahkan terlalu mirip. Karena tidak pernah manusia dicobai
pada dosa seperti Bileam lebih dari pada jaman ini, dimana agama merupakan
mode, dan membayar / menguntungkan seseorang, dan menolongnya untuk melanjutkan
kehidupan. ... Dengan itu datanglah pencobaan yang dahsyat
kepada banyak orang. Saya tidak memaksudkan
orang-orang munafik, tetapi orang-orang yang sungguh-sungguh bermaksud baik.
Mereka menyukai agama. Mereka ingin
menjadi baik; mereka mempunyai perasaan pembaktian. Mereka berdoa,
mereka membaca Alkitab mereka, mereka sangat memperhatikan kebaktian-kebaktian
dan khotbah-khotbah, dan mereka kurang lebih merupakan orang-orang saleh. Tetapi dengan cepat - terlalu cepat – mereka mendapati bahwa kesalehan
mereka merupakan sesuatu yang menguntungkan. Bisnis
mereka meningkat. Kehormatan mereka meningkat. Mereka mendapatkan kekuasaan atas sesama mereka. Dan mereka
berpikir, Alangkah indahnya hal ini, menjadi saleh! Lalu
merangkaklah masuk kasih kepada dunia ini; cinta uang, atau kuasa, atau
penghargaan; dan mereka mulai menghargai agama karena agama itu menolong mereka
untuk maju / berhasil dalam dunia ini).
The Bible
Illustrator (OT): “How came it that Balaam acted so inconsistently with his
knowledge and convictions, and succeeded for the time, as we may say, in
juggling with his conscience? The answer is not hard to find. He loved money.
His heart was set on gold. He had allowed the passion of covetousness to become
the ruling principle of his nature. ... What a terrible passion is this of
covetousness! ... No one of us, whether rich or poor, whether minister or
layman, has a right to say that there is no fear of him in this matter; for if
the love of money takes possession of the heart, it will blind the eyes, and
harden the conscience, and become a root of evil, so that we shall ‘fall into
temptation and a snare, and into many foolish and hurtful lusts that war
against the soul.’ But what is true of covetousness is true also of every evil
principle, so that we may generalise the lesson here, and say that if the heart
be fixed on any object as its God, other than the God and Father of our Lord
Jesus Christ, we may expect in the end, whatever may be our knowledge, and
whatever our scruples in other respects, that we shall act against our
convictions, and make shipwreck not only of the faith, but also of ourselves,
‘without possibility of salvage.’” [= Bagaimana Bileam bisa bertindak begitu
tidak konsisten dengan pengetahuan dan keyakinannya, dan berhasil untuk
sementara waktu dalam bermain sulap dengan hati nuraninya? Jawabannya
tidak sukar untuk didapatkan. Ia cinta uang. Hatinya diarahkan pada emas. Ia
telah mengijinkan nafsu ketamakan untuk menjadi prinsip yang memerintah
dirinya. ... Alangkah mengerikannya nafsu ketamakan ini! ... Tak seorangpun
dari kita, apakah kaya atau miskin, apakah seorang pendeta atau orang awam,
mempunyai hak untuk berkata bahwa tidak ada rasa takut dalam dirinya dalam
persoalan ini; karena jika cinta uang menguasai hati, itu akan membutakan mata,
dan mengeraskan hati nurani, dan menjadi akar dari kejahatan, sehingga kita
akan ‘terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai
nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan
dan kebinasaan’ (1Tim 6:9). Tetapi apa yang benar tentang ketamakan, juga benar tentang
setiap prinsip jahat, sehingga kita bisa menjadikan pelajaran ini bersifat
umum, dan berkata bahwa jika hati dipancangkan pada obyek apapun sebagai
allahnya, selain dari Allah dan Bapa dari Tuhan Yesus Kristus, kita bisa
mengharapkan pada akhirnya, tak peduli bagaimana pengetahuan kita, dan tak
peduli bagaimana kecermatan kita dalam hal-hal lain, bahwa kita akan bertindak
menentang keyakinan kita, dan mengandaskan, bukan hanya iman kita, tetapi juga
diri kita sendiri, ‘tanpa kemungkinan untuk diselamatkan’].
Dari
hal-hal tentang Bileam ini bisa ditarik beberapa kesimpulan sebagai penerapan.
a) Hanya sekedar pengetahuan intelektual dan
karunia pelayanan, sehebat apapun kedua hal itu, tak ada artinya sama sekali, kalau tak disertai dengan iman yang
sungguh-sungguh.
b) Sekalipun pada satu sisi, jelas merupakan
sesuatu yang salah kalau kita langsung mempercayai seseorang sebagai orang
kristen sejati / hamba Tuhan yang sejati, begitu kita melihat pengetahuan dan
karunia yang hebat, tetapi juga salah kalau pada saat kita melihat seseorang
yang mempunyai pengetahuan dan karunia yang hebat mempunyai cacat cela sedikit
saja, kita langsung mencapnya ‘sebagai Bileam’.
c) Cinta uang / ketamakan merupakan sesuatu yang
membahayakan dan harus diwaspadai oleh semua orang! Dan pada jaman sekarang
kita melihat bahwa mayoritas orang kristen, hamba Tuhan, gereja, Lembaga
Kristen, Penerbit buku, bahkan mungkin sekolah theologia, secara sadar atau
tidak, menjadikan uang sebagai pusat kehidupan / pelayanan mereka.
4)
Pemanggilan Bileam merupakan hal baik yang salah arah.
Calvin menganggap
bahwa Balak mempunyai suatu sikap yang baik, yaitu mencari pertolongan dari
Allah, tetapi ia mencarinya dengan cara yang salah,
yaitu dengan mendatangi satu nabi upahan / mata duitan.
Calvin: “This passage shews us,
like many others, that the errors wherein Satan entangles unbelievers are
derived from good principles. The modesty of king Balak appears to be worthy of
praise, in that, conscious of his own weakness, and placing no confidence in
human aid, he sets about imploring the help of God. ... but,
when he seeks for God amiss by circuitous ways, he departs far from Him. And
this is a common error with all hypocrites and unbelievers, that, whilst they
aspire after God, they wander into indirect paths of their own. Balak desires
Divine deliverance from his danger; but the means are of his own device, when
he would purchase incantations from a mercenary prophet” (= Text ini menunjukkan
kepada kita, seperti text-text yang lain, bahwa kesalahan-kesalahan dalam mana
Setan membelit orang-orang yang tidak percaya didapatkan dari prinsip-prinsip
yang baik. kerendahan hati dari raja Balak kelihatannya layak dipuji, dalam hal
dimana ia sadar akan kelemahannya, dan tidak menempatkan keyakinan pada
pertolongan manusia, dan ia mulai mencari pertolongan dari Allah. ... tetapi,
pada saat ia mencari Allah secara keliru dengan cara memutar, ia menyimpang
jauh dari padaNya. Dan ini adalah suatu kesalahan yang umum dengan semua orang
munafik dan orang tidak percaya, bahwa sementara mereka menginginkan / mencari
Allah, mereka mengembara ke dalam jalan-jalan tak langsung dari diri mereka
sendiri. Balak menginginkan pembebasan / pertolongan Ilahi dari bahayanya;
tetapi caranya merupakan akalnya sendiri, pada waktu ia
mau membeli mantera dari seorang nabi yang berjiwa dagang).
Calvin: “We gather, therefore,
from his anxiety to obtain peace and pardon from God, that there was some seed
of religion implanted in his mind. The reverence which he pays to the Prophet
is also a sign of his piety. But that he desires to win over God by his own
vain inventions is a proof of foolish superstition; and that he seeks to lay
Him under obligation to himself, of impious pride” (= Karena itu, kami
menyimpulkan, dari keinginannya untuk mendapatkan damai dan pengampunan dari
Allah, bahwa ada sedikit benih agama tertanam dalam pikirannya. Penghormatan
yang ia berikan kepada sang nabi juga merupakan suatu
tanda dari kesalehannya. Tetapi bahwa ia ingin
memenangkan Allah oleh penemuannya sendiri yang sia-sia, merupakan suatu bukti
dari suatu takhyul yang tolol; dan bahwa ia berusaha untuk meletakkan Doa di
bawah kewajiban terhadap dirinya sendiri merupakan bukti dari suatu kesombongan
yang jahat).
Catatan: saya
berpendapat bahwa penafsiran Calvin belum tentu benar dalam kasus raja Balak,
tetapi dalam banyak kasus ini memang sering benar.
5)
Apa yang Balak inginkan untuk dilakukan Bileam baginya.
Ay 6: “Karena itu, datanglah dan
kutuk bangsa itu bagiku, sebab mereka lebih kuat dari padaku; mungkin aku
sanggup mengalahkannya dan menghalaunya dari negeri ini, sebab aku tahu: siapa
yang kauberkati, dia beroleh berkat, dan siapa yang kaukutuk, dia kena kutuk.’”.
a) Balak ingin
Bileam mengutuk Israel baginya.
Teacher’s
Commentary: “Balak called on Balaam to curse Israel for him. The word
translated ‘curse’ here is QABAB, which suggests the idea of binding, to reduce
ability, or to render powerless. Peoples in the ancient world considered curses
magic tools to be used to gain power over enemies. Balak was attempting to
mount a supernatural attack on this people against whom natural resources
seemed inadequate” (= Balak memanggil Bileam untuk mengutuk Israel baginya. Kata yang diterjemahkan ‘mengutuk’ di sini adalah QABAB, yang
menunjukkan suatu gagasan tentang mengikat, menurunkan kemampuan, atau membuat
tak berdaya. Orang-orang dalam dunia kuno menganggap kutukan sebagai
alat magic untuk mendapatkan kuasa atas musuh-musuh mereka. Balak sedang
berusaha untuk naik pada suatu serangan supranatural / gaib terhadap bangsa
ini, terhadap siapa sumber-sumber alamiah kelihatannya tidak mencukupi).
Calvin
mengomentari bagian ini dengan mengatakan bahwa setan selalu menyerang
gereja dengan segala macam cara untuk menghancurkannya.
Tetapi pada saat yang sama cerita ini juga menunjukkan
bagaimana Tuhan selalu menjaga milikNya / anak-anakNya dan menggunakan
serangan-serangan dari musuh-musuh gereja itu untuk kebaikan anak-anakNya itu.
Tetapi saya ingin
menambahkan bahwa antara serangan setan dan pertolongan Tuhan itu bisa ada
suatu masa yang cukup panjang, dan itu yang membuat kita menderita!
b) Apakah orang kristen perlu takut terhadap kutuk?
Matthew Henry: “Curses pronounced by
God’s prophets in the name of the Lord have wonderful effects, as Noah’s (Gen.
9:25), and Elisha’s, 2 Kin. 2:24. But the curse causeless shall not come (Prov.
26:2), no more than Goliath’s, when he cursed David by his gods, 1 Sam. 17:43” [= Kutuk yang diucapkan
oleh nabi-nabi Allah dalam nama Tuhan mempunyai akibat
/ hasil yang luar biasa, seperti kutuk dari Nuh (Kej 9:25), dan kutuk dari
Elisa, 2Raja 2:24. Tetapi kutuk tanpa alasan tidak akan
datang / kena (Amsal 26:2), seperti kutuk dari Goliat, pada waktu ia mengutuk
Daud demi nama dewa-dewanya, 1 Sam 17:43].
Kej 9:25 - “berkatalah ia (Nuh): ‘Terkutuklah Kanaan, hendaklah ia menjadi hamba yang paling
hina bagi saudara-saudaranya.’”.
2Raja 2:24 -
“Lalu
berpalinglah ia (Elisa) ke belakang, dan ketika
ia melihat mereka, dikutuknyalah mereka demi nama TUHAN. Maka keluarlah dua
ekor beruang dari hutan, lalu mencabik-cabik dari mereka empat puluh dua orang
anak”.
1Sam 17:43 -
“Orang
Filistin itu berkata kepada Daud: ‘Anjingkah aku, maka engkau mendatangi aku
dengan tongkat?’ Lalu demi para allahnya orang Filistin itu (Goliat)
mengutuki Daud”.
Amsal 26:2
- “Seperti
burung pipit mengirap dan burung layang-layang terbang, demikianlah kutuk
tanpa alasan tidak akan kena”.
Bdk.
Maz 109:28 - “Biar mereka mengutuk, Engkau akan memberkati; biarlah
lawan-lawanku mendapat malu, tetapi hambaMu ini kiranya bersukacita”.
Penerapan:
·
kalau kita adalah orang percaya, maka kita tak perlu takut pada kutuk
dari siapapun. Pada saat kita belum percaya, kita memang adalah orang-orang
terkutuk, tetapi Kristus sudah memikul kutuk kita di kayu salib, sehingga kalau
kita adalah orang-orang percaya, maka kita adalah orang-orang yang diberkati.
Dan kalau di hadapan Allah kita memang adalah orang-orang yang diberkati, kita
tak usah takut terhadap kutuk dari siapapun.
·
ada orang tua kafir yang mengutuk anaknya pada saat anaknya menjadi
orang kristen, atau aktif dalam gereja, pelayanan dsb. Kalau saudara adalah
anak yang dikutuk seperti itu, saudara tak perlu takut. Ingat Amsal 26:2 dan
ayat-ayat lain yang baru kita bahas di atas.
6)
Utusan Balak untuk memanggil Bileam.
Ay 7: “Lalu berangkatlah para
tua-tua Moab dan para tua-tua Midian dengan membawa di tangannya upah penenung;
setelah mereka sampai kepada Bileam, disampaikanlah kepadanya pesan Balak”.
a) ‘para
tua-tua Moab dan para tua-tua Midian’.
Keil &
Delitzsch: “According to v. 7, the elders of Midian went to Balaam with the
elders of Moab; and there is no doubt that the Midiantish elders advised Balak
to send for Balaam ... to come and curse the Israelites. Another circumstance
also points to an intimate connection between Balaam and the Midianites,
namely, the fact that, after he had been obliged to bless the Israelites in
spite of the inclination of his own natural heart, he went to the Midianites
and advised them to make the Israelites harmless, by seducing them to idolatry
(Num 31:16)” [= Menurut ay 7, tua-tua Midian pergi kepada Bileam
bersama dengan tua-tua Moab; dan tidak diragukan bahwa tua-tua Midian
menasehati Balak untuk memanggil Bileam ... untuk datang dan mengutuk
orang-orang Israel. Keadaan yang lain juga menunjukkan suatu hubungan dekat
antara Bileam dengan orang-orang Midian, yaitu fakta bahwa setelah ia
diwajibkan untuk memberkati orang-orang Israel tak peduli apa kecenderungan
hatinya sendiri, ia pergi kepada orang-orang Midian dan menasehati mereka untuk
membuat orang-orang Israel tak berbahaya, dengan membujuk / merayu mereka pada
penyembahan berhala (Bil 31:16)].
Bil 31:16
- “Bukankah
perempuan-perempuan ini, atas nasihat Bileam, menjadi sebabnya orang Israel
berubah setia terhadap TUHAN dalam hal Peor, sehingga tulah turun ke antara
umat TUHAN”.
b) ‘dengan
membawa upah penenung’.
1. Perbedaan konsep
orang kafir dan bangsa Israel tentang Allah.
Wycliffe Bible
Commentary: “‘The rewards of divination in their hand.’ The story shows a
marked distinction between the heathen concept that the prophet was a
manipulator of the gods and the Hebrew idea that God was a sovereign Determiner
of all that came to pass, ‘who blesses whom he will bless and curses whom he
will curse’ (v. 6)” [= ‘Upah penenung di tangan mereka’. Cerita ini menunjukkan
suatu perbedaan yang penting antara konsep kafir bahwa seorang nabi adalah
seorang manipulator dari dewa-dewa, dan gagasan orang Ibrani bahwa Allah adalah
Penentu yang berdaulat dari semua yang akan terjadi,
‘yang memberkati siapa yang akan Ia berkati dan mengutuk siapa yang akan Ia
kutuk’ (ay 6)].
Penerapan:
Saya kuatir bahwa
dari dua pandangan yang dibicarakan oleh Wycliffe ini, yang populer pada jaman
sekarang dalam kebanyakan gereja / orang kristen
adalah pandangan kafir. Kebanyakan orang kristen
menganggap ‘hamba Tuhan’ bisa memanipulasi Allah sesuai kemauannya sendiri. Ini
misalnya terlihat dari pandangan banyak orang yang mengatakan: ‘Kalau mau kaya, pergilah
ke gereja X’.
2. Nabi upahan /
nabi dengan jiwa dagang.
Ay 7
mengatakan bahwa utusan Balak menghadap Bileam sambil membawa upah penenung.
Ini mungkin karena kebiasaan jaman itu kalau menghadap nabi / orang penting
selalu mempersembahkan sesuatu (bdk. 1Sam 9:7-8
1Sam 16:20), tetapi mungkin juga karena seperti yang Calvin katakan
bahwa: “there
have been in all ages hireling prophets who made a sale of their revelations” (= selalu ada nabi-nabi
upahan yang menjual wahyu-wahyu mereka) - hal 184.
Bdk.
2Pet 2:15 - “Oleh karena mereka telah meninggalkan jalan yang benar, maka
tersesatlah mereka, lalu mengikuti jalan Bileam, anak Beor, yang suka
menerima upah untuk perbuatan-perbuatan yang jahat”.
Bdk.
Yeh 13:19 - “Kamu melanggar kekudusanKu di tengah-tengah umatKu hanya demi
beberapa genggam jelai dan beberapa potong roti, dengan membunuh orang-orang
yang tidak patut mati, dan membiarkan hidup orang-orang yang tidak patut hidup,
dalam hal kamu berbohong kepada umatKu yang sedia mendengar bohong”.
Penerapan:
Alangkah
banyaknya ‘nabi’ seperti ini pada jaman sekarang! Kalau
saudara adalah seorang hamba Tuhan, renungkanlah apakah saudara termasuk ‘nabi’
seperti ini. Kalau ya, bertobatlah!
3. Bujukan setan
yang dimodifikasi.
The Bible
Illustrator (OT): “‘All things will I give Thee, if Thou wilt fall down and
worship me’: so spake the prince of this world to Jesus; and at every turn he
modifies his voice, but still to say the same thing, in the softest tone, to
all Christ’s followers - nay, even to every one of His redeemed” [= ‘Semua itu akan
kuberikan kepadaMu, jika Engkau sujud menyembah aku’ (Mat 4:9): demikianlah kata dari
penguasa dunia ini kepada Yesus; dan pada setiap belokan ia memodifikasi
suaranya, tetapi tetap mengatakan hal yang sama, dalam nada yang paling lembut,
kepada semua pengikut Kristus, bahkan kepada setiap orang yang Ia tebus].
Penerapan:
Setan
selalu siap untuk membayar / ‘memberkati’ saudara, asal saudara tunduk
kepadanya. Tetapi ingat kata-kata Yesus dalam Mat 16:26 - “Apa gunanya seorang
memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat
diberikannya sebagai ganti nyawanya?”. Karena itu,
marilah kita mentaati Tuhan, dan menolak setiap bujukan Tuhan, tak peduli kita
harus menderita dan miskin dalam dunia ini!
-o0o-