Eksposisi Bileam
oleh: Pdt. Budi Asali, MDiv.
Bileam (8)
Bilangan 23:5-12
Bil 23:5-12 - “(23:5) Kemudian TUHAN menaruh perkataan ke dalam mulut Bileam
dan berfirman: ‘Kembalilah kepada Balak dan katakanlah demikian.’ (23:6) Ketika
ia kembali, maka Balak masih berdiri di situ di samping korban bakarannya,
bersama dengan semua pemuka Moab. (23:7) Lalu Bileam mengucapkan sanjaknya,
katanya: ‘Dari Aram aku disuruh datang oleh Balak, raja Moab, dari
gunung-gunung sebelah timur: Datanglah, katanya, kutuklah bagiku Yakub, dan
datanglah, kutuklah Israel. (23:8) Bagaimanakah aku
menyerapah yang tidak diserapah Allah? Bagaimanakah
aku mengutuk yang tidak dikutuk TUHAN? (23:9) Sebab
dari puncak gunung-gunung batu aku melihat mereka, dari bukit-bukit aku
memandang mereka. Lihat, suatu bangsa yang diam
tersendiri dan tidak mau dihitung di antara bangsa-bangsa kafir. (23:10) Siapakah yang menghitung debu Yakub dan siapakah yang
membilang bondongan-bondongan Israel? Sekiranya aku
mati seperti matinya orang-orang jujur dan sekiranya ajalku seperti ajal
mereka!’ (23:11) Lalu berkatalah Balak kepada Bileam: ‘Apakah yang
kaulakukan kepadaku ini? Untuk menyerapah musuhkulah aku menjemput engkau,
tetapi sebaliknya engkau memberkati mereka.’ (23:12) Tetapi ia menjawab:
‘Bukankah aku harus berawas-awas, supaya mengatakan apa yang ditaruh TUHAN ke
dalam mulutku?’”.
2) Tuhan menaruh perkataan ke dalam mulut Bileam.
a) Bil 23:5-6 -
“(5)
Kemudian TUHAN menaruh perkataan ke dalam mulut Bileam dan berfirman:
‘Kembalilah kepada Balak dan katakanlah demikian.’ (6) Ketika ia kembali, maka
Balak masih berdiri di situ di samping korban bakarannya, bersama dengan semua
pemuka Moab”.
Pulpit Commentary: “there may be in a man high spiritual gifts without real goodness. Balaam
was a veritable prophet, and had in a remarkable degree the faculty both of
understanding the hidden things of God and of announcing them to men. Yet, as
in the case of Saul (1 Sam 10:11; 19:24) and Caiaphas (John 11:51), his
prophetic gifts were not accompanied by sanctification of life. Even so many in
all ages and lands have great spiritual gifts of understanding, of
interpretation, of eloquence, &c., whereby others are greatly advantaged,
but they remain evil themselves” [= Bisa ada dalam seseorang karunia-karunia
rohani yang tinggi tanpa kebaikan yang sungguh-sungguh. Bileam
adalah seorang nabi yang benar-benar, dan mempunyai dalam suatu tingkat yang
hebat / luar biasa kemampuan untuk mengerti hal-hal yang tersembunyi dari Allah
dan untuk menyampaikan hal-hal itu kepada manusia. Tetapi,
seperti dalam kasus Saul (1Sam 10:11; 19:24) dan Kayafas (Yoh 11:51),
karunia-karunia nubuatnya tidak disertai dengan pengudusan hidup.
Demikian juga banyak orang dalam semua jaman dan negara mempunyai kasih karunia
rohani yang hebat tentang pengertian, tentang penafsiran, tentang kefasihan,
dsb, dengan mana orang-orang lain mendapatkan banyak manfaat, tetapi mereka
sendiri tetap jahat].
Catatan: saya tidak
setuju kalau Bileam disebut nabi yang sungguh-sungguh, demikian juga dengan
Saul maupun Kayafas.
1Sam 10:11 -
“Dan semua
orang yang mengenalnya dari dahulu melihat dengan heran, bahwa ia bernubuat bersama-sama dengan nabi-nabi itu;
lalu berkatalah orang banyak yang satu kepada yang lain: ‘Apakah gerangan yang
terjadi dengan anak Kish itu? Apa Saul juga termasuk golongan
nabi?’”.
1Sam 19:24 -
“Iapun
menanggalkan pakaiannya, dan iapun juga kepenuhan di depan Samuel. Ia rebah terhantar dengan telanjang sehari-harian dan
semalam-malaman itu. Itulah sebabnya orang berkata: ‘Apakah
juga Saul termasuk golongan nabi?’”.
Catatan: kata ‘kepenuhan’ seharusnya
adalah ‘bernubuat’ (KJV/RSV/NIV/NASB).
Yoh 11:51-52
- “(51)
Hal itu dikatakannya bukan dari dirinya sendiri, tetapi sebagai Imam Besar pada
tahun itu ia bernubuat, bahwa Yesus akan
mati untuk bangsa itu, (52) dan bukan untuk bangsa itu saja, tetapi juga untuk
mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai-berai”.
Pulpit Commentary: “The prophecies of Balaam
were the utterances of a bad man deeply penetrated by religious ideas, and
inspired for certain purposes by the Spirit of God; hence it is evident that
many deep moral and spiritual lessons may be learnt from them, apart from their
evidential value as prophecies” (= Nubuat-nubuat Bileam adalah ucapan-ucapan dari seorang jahat
yang dimasuki / dipengaruhi oleh gagasan-gagasan agama, dan diilhami oleh Roh
Allah untuk tujuan-tujuan tertentu; karena itu adalah jelas bahwa banyak
pelajaran-pelajaran moral dan rohani bisa dipelajari dari ucapan-ucapannya,
terpisah dari nilai yang jelas dari ucapan-ucapan itu sebagai nubuat-nubuat).
Pulpit Commentary: “God, who opened the mouth
of an ass and made it utter human speech, now opens the mouth of one whose
heart was ready to deceive and curse, and makes that mouth to utter truth and
blessing” (= Allah, yang membuka mulut dari seekor keledai dan membuatnya
mengucapkan ucapan manusia, sekarang membuka mulut dari orang yang hatinya siap
untuk menipu dan mengutuk, dan membuat mulut itu mengucapkan kebenaran dan
berkat).
Amsal
16:1 - “Manusia
dapat menimbang-nimbang dalam hati, tetapi jawaban lidah berasal dari pada
TUHAN”.
Matthew Henry: “And it speaks comfort to
God’s witnesses, whom at any time he calls out to appear for him; if God put a
word into the mouth of Balaam, who would have defied God and Israel, surely he
will not be wanting to those who desire to glorify God and edify his people by
their testimony, but it shall be given them in that same hour what they should
speak”
[= Dan itu memberikan penghiburan kepada saksi-saksi Allah, yang pada setiap
saat Ia panggil keluar untuk tampil bagiNya; jika Allah meletakkan suatu kata /
firman ke dalam mulut Bileam, yang mau menentang Allah dan Israel, pastilah Ia
tidak akan kekurangan (firman) bagi mereka yang ingin memuliakan Allah dan mendidik umatNya
oleh kesaksian mereka, tetapi pada saat yang sama akan diberikan kepada mereka
apa yang harus mereka katakan].
Memang kata-kata
Matthew Henry ini tidak berarti bahwa seseorang yang mau berkhotbah di mimbar
tidak perlu mempersiapkan apa yang akan ia khotbahkan.
Kalau seseorang memang mau memuliakan Tuhan dengan berkhotbah, ia harus belajar dan mempersiapkan apa yang akan ia
khotbahkan, dan Tuhan pasti mau memberikan kepadanya apa yang harus ia katakan.
Catatan: saya menganggap
juga perlu ada panggilan Tuhan bagi orang itu untuk berkhotbah, tanpa mana ia tidak akan dipakai oleh Tuhan untuk berkhotbah.
Cerita
tentang pemuda buta yang berkhotbah.
b) Bileam memberkati
Israel.
Bil 23:7-10
- “(7)
Lalu Bileam mengucapkan sanjaknya, katanya: ‘Dari Aram aku disuruh datang oleh
Balak, raja Moab, dari gunung-gunung sebelah timur: Datanglah, katanya,
kutuklah bagiku Yakub, dan datanglah, kutuklah Israel. (8) Bagaimanakah aku
menyerapah yang tidak diserapah Allah? Bagaimanakah aku
mengutuk yang tidak dikutuk TUHAN? (9) Sebab dari puncak gunung-gunung
batu aku melihat mereka, dari bukit-bukit aku memandang mereka. Lihat, suatu bangsa yang diam tersendiri dan tidak mau dihitung di
antara bangsa-bangsa kafir. (10) Siapakah yang menghitung debu Yakub dan
siapakah yang membilang bondongan-bondongan Israel? Sekiranya
aku mati seperti matinya orang-orang jujur dan sekiranya ajalku seperti ajal
mereka!’”.
1. Pengakuan Bileam
bahwa ia tidak bisa mengutuk orang yang tidak dikutuk
oleh Allah (ay 8).
Matthew Henry: “he owns the design
defeated, and his own inability to accomplish it. He could not so much as give
them an ill word or an ill wish: How shall I curse those whom God has not
cursed? v. 8. Not that therefore he would not do it, but therefore he could not
do it. This is a fair confession, First, Of the
weakness and impotency of his own magic skill, for which others valued him so
much, and doubtless he valued himself no less. He was the most celebrated man
of that profession, and yet owns himself baffled. God had warned the Israelites
not to use divination (Lev. 19:31), and this providence gave them a reason for
that law, by showing them the weakness and folly of it” [= ia
mengakui rancangannya dikalahkan, dan ketidak-mampuannya sendiri untuk
mencapainya. Ia tidak bisa memberi mereka (Israel) suatu kata yang buruk
atau suatu keinginan / harapan yang buruk: ‘Bagaimanakah aku menyerapah yang
tidak diserapah Allah?’ ay 8. Bukan bahwa karena itu ia
tidak mau melakukannya, tetapi karena itu ia tidak bisa melakukannya. Ini
merupakan suatu pengakuan yang jujur, Pertama, Tentang kelemahan dan
ketidak-mampuan dari keahlian magicnya sendiri, untuk mana orang-orang lain
begitu memuji-muji dia, dan tak diragukan ia menilai
dirinya tidak kurang dari itu. Ia adalah orang yang paling terkenal dari
pekerjaan itu, tetapi ia mengakui dirinya sendiri
dibingungkan. Allah telah memperingatkan orang-orang
Israel untuk tidak menggunakan ramalan (Im 19:31), dan providensia ini memberi
mereka suatu alasan untuk hukum itu, dengan menunjukkan kepada mereka kelemahan
dan kebodohan dari hal itu].
Im 19:31
- “Janganlah
kamu berpaling kepada arwah atau kepada roh-roh peramal; janganlah kamu mencari
mereka dan dengan demikian menjadi najis karena mereka; Akulah TUHAN, Allahmu”.
Catatan: saya
berpendapat bahwa Allah melarang ramal, karena hal itu berhubungan dengan roh
jahat, dan karenanya hal itu merupakan dosa. Bukan bahwa hal
itu adalah ‘kelemahan’, dalam arti hal itu tidak bisa digunakan.
Terhadap Israel yang adalah umat Allah, hal itu tidak bisa digunakan, karena
adanya perlindungan Allah, tetapi terhadap orang-orang lain hasilnya akan sangat berbeda. Kalau tidak,
bagaimana mungkin Bileam bisa terkenal karena hal itu? Perlu diketahui bahwa dalam urusan okultisme, seperti dalam kasus
ini, maupun dalam kasus Saul yang memanggil peramal perempuan (1Sam 28), banyak
penafsir Barat yang mempunyai pemikiran Barat, yang sangat skeptis tentang
adanya hal-hal yang bersifat magic, seperti santet, guna-guna, dan sebagainya.
Sebetulnya ini merupakan sesuatu yang aneh dan salah, karena
mereka seharusnya percaya bahwa baik Allah maupun setan bisa melakukan hal-hal
yang bersifat supranatural, sekalipun setan bisa melakukan itu hanya dengan
ijin Allah.
Matthew Henry: “It is a confession of the
sovereignty and dominion of the divine power. He owns that he could do no more
than God would suffer him to do, for God could overrule all his purposes, and
turn his counsels headlong” (= Itu merupakan suatu pengakuan tentang kedaulatan dan
penguasaan dari kuasa ilahi. Ia mengakui bahwa ia tidak bisa
melakukan lebih dari yang Allah ijinkan ia lakukan, karena Allah bisa
mengesampingkan semua tujuannya, dan membalikkan rencananya dengan cepat).
Matthew Henry: “It is a confession of the
inviolable security of the people of God” (= Ini merupakan suatu
pengakuan tentang keamanan yang tidak bisa diganggu gugat dari umat Allah).
2. Kata-kata Bileam
tentang bangsa Israel (ay 9b-10a).
Ay 9b-10a: “(9b) Lihat, suatu bangsa
yang diam tersendiri dan tidak mau dihitung di antara bangsa-bangsa kafir.
(10a) Siapakah yang menghitung debu Yakub dan siapakah yang membilang
bondongan-bondongan Israel?”.
a. Keterpisahan
Israel dari bangsa-bangsa lain merupakan kemuliaan Israel.
Ay 9b: “Lihat, suatu bangsa yang
diam tersendiri dan tidak mau dihitung di antara bangsa-bangsa kafir”.
The Bible
Exposition Commentary: Old Testament: “Balaam’s second basic truth was that the Jews were chosen by God
and therefore were a nation set apart from the other nations (Num 23:9). The
Lord had declared this to Israel at Mount Sinai (Ex 19:5-6), and the laws that
He gave them at Sinai made it possible for them to live like a special people.
In his farewell message to Israel, Moses also emphasizes the uniqueness of
Israel as the people of God (Deut 4:20; 14:2,21; 26:18-19; 32:8-9; 33:3,28-29)
and reminded them that God chose them because He loved them (Num 7:6-8). See
also Lev 20:26; 1 Kings 8:52-53; Amos 3:2; and Isa 43:21. Israel’s great
temptation was in wanting to be like the other nations,
and this is what led to their downfall and captivity. Instead of rejoicing in
their uniqueness as the people of the true and living God, they imitated their
neighbors in their worship and conduct, and God had to discipline them. Instead
of letting God rule as their King, they asked for a king ‘like all the nations’
(1 Sam 8:5), and this brought the nation into all kinds of trouble.
Unfortunately, many people in the church today have the mistaken idea that
being like the world is the way to reach the world. They forget that the church
is the people of God, a very special people, saved by His grace. Instead of
maintaining separation (2 Cor 6:14-7:1) they promote imitation (1 John 2:15-17;
Rom 12:2), so that it’s becoming more and more difficult to distinguish the
people of God from the people of the world. And yet, as Campbell Morgan
reminded us, ‘The church did the most for the world when the church was the
least like the world.’” [= Kebenaran dasar kedua dari Bileam adalah bahwa orang-orang
Yahudi dipilih oleh Allah dan karena itu merupakan suatu bangsa yang dipisahkan
dari bangsa-bangsa lain (Bil 23:9). Tuhan telah menyatakan ini kepada Israel di
gunung Sinai (Kel 19:5-6), dan hukum Taurat yang Ia
berikan kepada mereka di Sinai memungkinkan mereka untuk hidup sebagai bangsa
yang spesial. Dalam berita / pesan perpisahannya kepada Israel, Musa juga
menekankan keunikan Israel sebagai umat Allah (Ul 4:20; 14:2,21;
26:18-19; 32:8-9; 33:3,28-29) dan mengingatkan mereka bahwa Allah memilih
mereka karena Ia mengasihi mereka (Bil 7:6-8). Lihat juga Im
20:26; 1Raja 8:52-53; Amos 3:2; dan Yes 43:21. Pencobaan yang besar bagi
Israel adalah dalam menginginkan untuk menjadi seperti bangsa-bangsa lain, dan
ini adalah apa yang membawa mereka pada kejatuhan
mereka dan pada pembuangan. Bukannya bersukacita dalam keunikan mereka sebagai
umat dari Allah yang benar dan hidup, mereka meniru tetangga-tetangga mereka
dalam penyembahan dan tingkah laku, dan Allah harus mendisiplin mereka.
Bukannya membiarkan Allah memerintah sebagai Raja mereka, mereka meminta
seorang raja ‘seperti bangsa-bangsa lain’ (1Sam 8:5), dan ini membawa bangsa
itu ke dalam semua jenis kesukaran. Patut disayangkan bahwa banyak orang
dalam gereja jaman sekarang mempunyai gagasan yang salah bahwa menjadi seperti
dunia adalah cara untuk menjangkau dunia. Mereka lupa bahwa gereja adalah umat Allah, suatu umat yang spesial
/ khusus, diselamatkan oleh kasih karuniaNya. Bukannya
memelihara / mempertahankan pemisahan itu (2Kor 6:14-7:1), mereka
mempromosikan peniruan (1Yoh 2:15-17; Ro 12:2), sehingga menjadi makin lama
makin sukar untuk membedakan umat Allah dari orang-orang dunia. Tetapi, seperti
Campbell Morgan mengingatkan kita, ‘Gereja melakukan yang paling banyak untuk
dunia pada waktu gereja paling tidak menyerupai dunia’.].
2Kor 6:14-7:1
- “(6:14) Janganlah
kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab
persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? (6:15) Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan Belial?
Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang
tak percaya? (6:16) Apakah hubungan bait Allah dengan berhala? Karena
kita adalah bait dari Allah yang hidup menurut firman Allah ini: ‘Aku akan diam
bersama-sama dengan mereka dan hidup di tengah-tengah mereka, dan Aku akan
menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umatKu. (6:17) Sebab itu: Keluarlah
kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan,
dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan
menerima kamu. (6:18) Dan Aku akan menjadi Bapamu, dan
kamu akan menjadi anak-anakKu laki-laki dan anak-anakKu perempuan demikianlah
firman Tuhan, Yang Mahakuasa.’ (7:1) Saudara-saudaraku yang kekasih, karena
kita sekarang memiliki janji-janji itu, marilah kita menyucikan diri kita dari
semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan
kekudusan kita dalam takut akan Allah”.
1Yoh 2:15-17 - “(15) Janganlah kamu
mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau
orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada
di dalam orang itu. (16) Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan
daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa,
melainkan dari dunia. (17) Dan dunia ini sedang lenyap dengan
keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup
selama-lamanya”.
Ro 12:2 - “Janganlah kamu menjadi
serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu,
sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa
yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna”.
Pulpit Commentary: “THE SINGULAR GLORY OF
ISRAEL WAS HIS SEPARATENESS - a separateness which was outwardly marked by a
sharp line of distinction from other peoples, but was founded upon an inward
and distinctive holiness of life and worship. Even so is the glory of the
Church of Christ and of each faithful soul to be ‘separate from sinners,’ as
was Christ. And this separation must needs be outwardly marked in many ways and
in many cases (1 Cor 5:11; 2 Cor 6:17); but its essence is an inward divergence
of motive, of character, and of condition before God. To be ‘even as others’ is
to be the ‘children of wrath’ (Eph 2:3); to be Christians is to be ‘a peculiar
people’ (Titus 2:14). If men cannot bear to be peculiar, they need not look to
be blessed; if they must adopt the fashions of this world, they must be content
to share its end (Gal 1:4; 2 Tim 4:10; 1 John 2:15-17)” [= Kemuliaan yang luar
biasa dari Israel adalah keterpisahannya - suatu keterpisahan yang ditandai
secara lahiriah oleh suatu garis perbedaan yang tajam dari bangsa-bangsa lain,
tetapi didasarkan pada kekudusan hidup dan penyembahan yang ada di dalam dan
khusus. Demikian juga kemuliaan dari Gereja Kristus dan dari
setiap jiwa yang setia adalah ‘terpisah dari orang-orang berdosa’, seperti
Kristus. Dan keterpisahan ini harus ditandai secara lahiriah dengan
banyak cara dan dalam banyak kasus (1Kor 5:11; 2Kor
6:17); tetapi hakekatnya adalah perbedaan di dalam dari motivasi, dari
karakter, dan dari kondisi di hadapan Allah. Menjadi ‘seperti
orang-orang lain’ adalah menjadi ‘anak-anak kemurkaan’ (Ef 2:3); menjadi
orang-orang Kristen adalah menjadi ‘umat yang khusus’ (Titus 2:14). Jika
manusia tidak tahan untuk menjadi khusus, mereka tidak perlu mengharapkan untuk
diberkati; jika mereka harus mengadopsi cara /
kebiasaan dunia ini, mereka harus puas dengan ikut ambil bagian dalam keadaan
akhir mereka (Gal 1:4; 2Tim 4:10; 1Yoh 2:15-17)].
1Kor
5:11 - “Tetapi
yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan orang,
yang sekalipun menyebut dirinya saudara, adalah orang cabul, kikir, penyembah
berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian janganlah
kamu sekali-kali makan bersama-sama”.
Ef
2:3 - “Sebenarnya
dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam
hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami
adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama
seperti mereka yang lain”.
KJV: ‘and were
by nature the children of wrath’ (= dan pada dasarnya merupakan anak-anak
kemurkaan).
Tit 2:14 - “yang telah menyerahkan
diriNya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk
menguduskan bagi diriNya suatu umat, kepunyaanNya sendiri, yang rajin berbuat
baik”.
Gal 1:4
- “yang
telah menyerahkan diriNya karena dosa-dosa kita, untuk melepaskan kita dari
dunia jahat yang sekarang ini, menurut kehendak Allah dan Bapa kita”.
2Tim
4:10 - “karena
Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku. Ia
telah berangkat ke Tesalonika. Kreskes telah pergi ke Galatia
dan Titus ke Dalmatia”.
1Yoh 2:15-17 - “(15) Janganlah kamu
mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau
orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada
di dalam orang itu. (16) Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan
daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa,
melainkan dari dunia. (17) Dan dunia ini sedang lenyap dengan
keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup
selama-lamanya”.
Matthew Henry: “this was Israel’s praise,
though their enemies turned it to their reproach, that they differed from all
the neighbouring nations, not only in their religion and sacred rites, but in
their diet, and dress, and common usages, as a people called out of the world,
and not to be conformed to it. They never lost their reputation till they
mingled among the heathen, Ps. 106:35. Note, It is the duty and honour of those
that are dedicated to God to be separated from the world, and not to walk
according to the course and custom of it” (= ini adalah pujian
Israel, sekalipun musuh-musuh mereka membalikkan hal itu menjadi celaan mereka,
bahwa mereka berbeda dari semua bangsa-bangsa tetangga, bukan hanya dalam agama
dan upacara-upacara keramat, tetapi dalam makanan, pakaian dan pemakaian
kata-kata mereka, sebagai suatu bangsa yang dipanggil keluar dari dunia, dan
tidak menyesuaikan dengannya. Mereka tidak pernah kehilangan
reputasi mereka sampai mereka bercampur di antara orang-orang kafir, Maz
106:35. Perhatikan, Merupakan kewajiban dan kehormatan dari mereka yang
dipersembahkan / didedikasikan kepada Allah untuk menjadi terpisah dari dunia,
dan bukannya berjalan sesuai dengan jalan dan kebiasaan dari dunia).
Maz 106:34-42
- “(34)
Mereka tidak memunahkan bangsa-bangsa, seperti yang diperintahkan TUHAN kepada
mereka, (35) tetapi mereka bercampur baur dengan bangsa-bangsa, dan belajar
cara-cara mereka bekerja. (36) Mereka beribadah kepada berhala-berhala
mereka, yang menjadi perangkap bagi mereka. (37) Mereka mengorbankan anak-anak
lelaki mereka, dan anak-anak perempuan mereka kepada roh-roh jahat, (38) dan
menumpahkan darah orang yang tak bersalah, darah anak-anak lelaki dan anak-anak
perempuan mereka, yang mereka korbankan kepada berhala-berhala Kanaan, sehingga
negeri itu cemar oleh hutang darah. (39) Mereka menajiskan diri dengan apa yang mereka lakukan, dan berzinah dalam
perbuatan-perbuatan mereka. (40) Maka menyalalah murka TUHAN terhadap umatNya,
dan Ia jijik kepada milikNya sendiri. (41)
DiserahkanNyalah mereka ke tangan bangsa-bangsa, sehingga orang-orang yang
membenci mereka berkuasa atas mereka. (42) Mereka diimpit
oleh musuhnya, sehingga takluk ke bawah kuasanya”.
Barnes’ Notes: “‘Dwell alone.’ i. e.,
apart from others, undisturbed by their tumults, and therefore in safety and
just security. ... This tranquility was realized by the Israelites so long as they clave to God as their shelter and protection.
But the inward ‘dwelling alone’ was the indispensable condition of the outward
‘dwelling alone,’ and so soon as the influence of the pagan world affected
Israel internally, the external power of paganism prevailed also. Balaam
himself, when he eventually counseled tempting the people into sin, acted upon
the knowledge that God’s blessing and Israel’s prosperity depended essentially
on faithfulness to God” (= ‘diam tersendiri’ yaitu, terpisah dari orang-orang lain, tak
terganggu oleh keributan mereka, dan karena itu dalam keamanan dan perlindungan
yang benar. ... Ketenangan ini direalisasikan oleh Israel
selama mereka berpegang erat-erat kepada Allah sebagai naungan dan perlindungan
mereka. Tetapi ‘diam tersendiri’ yang ada di dalam merupakan syarat
yang sangat diperlukan dari ‘diam tersendiri’ yang ada di luar / bersifat
lahiriah, dan begitu pengaruh dari dunia kafir mempengaruhi Israel di dalam
diri mereka, maka kuasa luar dari kekafiran juga berkuasa. Bileam sendiri,
pada waktu ia akhirnya menasehati untuk mencobai
bangsa itu ke dalam dosa, bertindak berdasarkan pengetahuan bahwa berkat Allah
dan kemakmuran Israel pada dasarnuya tergantung pada kesetiaan kepada Allah).
b. Ay 10a hanya
menunjukkan banyaknya bangsa Israel.
Ay 10a: “Siapakah yang menghitung
debu Yakub dan siapakah yang membilang bondongan-bondongan Israel?”.
KJV/RSV/NIV/NASB:
‘the fourth part of Israel’ (= ¼ dari Israel).
Istilah
¼ ini sesuai dengan pembagian Israel menjadi 4 kelompok (timur, barat, utara,
selatan), seperti yang bisa kita lihat dalam Bil 2.
Jadi
kelihatannya Bileam hanya bisa melihat sebagian dari Israel, tetapi yang ¼ itu
jumlahnya sudah sangat banyak.
Kata-kata ‘debu Yakub’ merupakan suatu gaya bahasa hyperbole, yang menunjukkan banyaknya bangsa
keturunan Yakub ini. Bandingkan dengan janji Allah kepada Abraham bahwa
keturunannya akan sebanyak bintang di langit dan debu tanah / pasir di laut
(Kej 13:16 15:5 22:17).
3. Keinginan Bileam
untuk mati seperti orang-orang benar.
Ay 10b: “Sekiranya aku mati
seperti matinya orang-orang jujur dan sekiranya ajalku seperti ajal
mereka!’”.
KJV/RSV/NIV: ‘the
righteous’ (= orang benar).
a. Israel bahagia
bukan hanya dalam kehidupan, tetapi juga dalam kematian.
Jamieson, Fausset
& Brown: “The piercing eye of the seer discerned this to be the real
secret of their extraordinary prosperity; and from a strong, though temporary
admiration of their privileged state, he pronounced them a people happy above
all others, not only in life, but at death, from their knowledge of the
true God, and their hope through His grace” (= Mata yang menembus
dari pelihat ini melihat ini sebagai rahasia yang nyata dari kemakmuran mereka
yang luar biasa; dan dari kekaguman yang kuat, sekalipun bersifat sementara,
tentang keadaan yang merupakan hak istimewa mereka, ia menyatakan mereka
sebagai bangsa yang bahagia di atas semua bangsa lain, bukan hanya dalam
kehidupan, tetapi juga dalam kematian, dari pengenalan mereka tentang Allah
yang benar, dan pengharapan mereka melalui kasih karuniaNya).
b. Kata-kata ini
membuktikan kepercayaan tentang ketidak-bisa-binasaan jiwa.
Matthew Henry: “he goes upon the
supposition of the soul’s immortality, and a different state on the other side
death, to which this is a noble testimony, and an evidence of its being anciently known and believed. For how could the
death of the righteous be more desirable than the death of the wicked upon any
other account than as it involved happiness in another world, since in the
manner and circumstances of dying we see all things come alike to all?” (= ia
melanjutkan pada anggapan tentang ketidak-bisa-binasaan jiwa, dan suatu keadaan
yang berbeda pada sisi lain dari kematian, untuk mana ini merupakan kesaksian
yang mulia, dan merupakan bukti bahwa hal-hal itu diketahui dan dipercaya sejak
jaman dulu / kuno. Karena bagaimana bisa kematian dari orang benar lebih
diinginkan dari pada kematian dari orang jahat berdasarkan perhitungan lain
selain karena itu mencakup kebahagiaan di dunia yang lain, karena dalam cara dan keadaan dari kematian kita melihat segala sesuatu
datang secara sama kepada semua orang?).
c. Kalau mau mati
seperti orang benar, harus mau hidup sebagai orang benar.
Pulpit Commentary: “BALAAM WAS MOVED TO WISH
HE MIGHT DIE THE DEATH OF THE RIGHTEOUS, BUT WAS NOT DISPOSED TO LIVE THE LIFE
OF THE RIGHTEOUS; hence his wish was as futile as the mirage of the desert, and
was signally reversed by the actual character of his end. Even so do evil men
continually desire the rewards of goodness, which they cannot but admire, but
they will not submit to the discipline of goodness. A sentimental appreciation
of virtue and piety is worse than useless by itself” (= Bileam digerakkan untuk mengingini /
mengharapkan supaya ia bisa mengalami kematian dari orang benar, tetapi tidak
ingin / cenderung untuk menjalani kehidupan dari orang benar; karena itu
keinginan / harapannya sama sia-sianya seperti fata morgana di padang pasir,
dan dibalikkan dengan cara yang menyolok oleh karakter yang sesungguhnya dari
akhir hidupnya. Demikian juga orang-orang jahat terus menerus
menginginkan upah / pahala dari kebaikan, yang tidak bisa tidak mereka kagumi,
tetapi mereka tidak mau tunduk pada disiplin dari kebaikan. Sekedar
suatu penghargaan yang sentimentil tentang suatu sifat baik dan kesalehan,
adalah lebih buruk dari pada tidak berguna).
Matthew Henry: “He shows his opinion of
religion to be better than his resolution; there are many who desire to die the
death of the righteous, but do not endeavour to live the life of the righteous.
Gladly would they have their end like theirs, but not their way. They would be
saints in heaven, but not saints on earth. This is the desire of the slothful,
which kills him, because his hands refuse to labour. This of Balaam’s is only a
wish, not a prayer, and it is a vain wish, being only a wish for the end,
without any care for the means” (= Ia menunjukkan bahwa pandangannya tentang agama lebih baik
dari pada keputusannya; ada banyak orang yang ingin mengalami kematian orang
benar, tetapi tidak berusaha untuk menjalani kehidupan orang-orang benar.
Dengan gembira mereka mau akhir hidup mereka seperti akhir hidup orang-orang
benar itu, tetapi mereka tidak mau jalan / cara hidup
orang-orang benar itu. Mereka mau menjadi orang-orang kudus
di surga, tetapi tidak mau menjadi orang-orang kudus di bumi. Ini adalah
keinginan dari orang malas, yang membunuh dia, karena tangannya menolak untuk
bekerja. Dari Bileam ini hanya merupakan suatu keinginan / pengharapan, bukan
suatu doa, dan itu merupakan suatu keinginan /
pengharapan yang sia-sia, karena hanya merupakan keinginan / pengharapan untuk
akhirnya, tanpa kepedulian apapun untuk cara / jalannya).
Jamieson, Fausset
& Brown: “Balaam was the representative of a large class in the world who
express a wish for the blessedness of the Lord’s people at last, but are averse
to lead a corresponding life” (= Bileam adalah wakil dari suatu kelompok besar di dunia yang
menyatakan suatu keinginan / pengharapan untuk keadaan diberkati dari umat
Tuhan pada akhirnya, tetapi menolak untuk menjalani suatu kehidupan yang
sesuai).
Adam Clarke: “He who would die well
should live well; for a bad death must be the issue of a bad life” (= Ia
yang mau mati dengan baik harus hidup baik; karena suatu kematian yang buruk
harus merupakan hasil dari suatu kehidupan yang buruk).
The Bible
Exposition Commentary (OT): “Balaam was sent to curse Israel, yet he ended his oracle by
declaring that he wanted to be like Israel! ‘Let me die the death of the
righteous, and let my last end be like his’ (Num 23:10). But you don’t die the
death of the righteous unless you live the life of the righteous, and that was
something Balaam wasn’t prepared to do. His love of money so
controlled his life that he would do anything to get wealth. Balaam died
with the wicked when Israel defeated the Midianites (31:8), and his end was
eternal judgment” [= Bileam diutus untuk mengutuk Israel, tetapi ia mengakhiri sabdanya dengan menyatakan bahwa ia ingin
menjadi seperti Israel! ‘Sekiranya aku mati seperti matinya
orang-orang jujur (orang-orang benar) dan sekiranya ajalku seperti
ajal mereka!’ (Bil 23:10). Tetapi engkau tidak akan
mengalami kematian orang benar kecuali engkau menjalani kehidupan orang benar,
dan itu adalah sesuatu yang Bileam tidak siap untuk lakukan. Kecintaannya
pada uang begitu mengendalikan kehidupannya sehingga ia
mau melakukan apapun untuk mendapatkan kekayaan. Bileam mati
bersama dengan orang jahat pada waktu Israel mengalahkan orang Midian (31:8),
dan akhir hidupnya adalah penghakiman kekal].
Bil 31:8 - “Selain dari orang-orang
yang mati terbunuh itu, merekapun membunuh juga raja-raja Midian, yakni Ewi,
Rekem, Zur, Hur dan Reba, kelima raja Midian, juga Bileam bin Beor dibunuh
mereka dengan pedang”.
Pulpit Commentary: “He wishes to die the
death of the righteous. Do not be misled by the prominence of the word
‘righteous’ into supposing that for its own sake Balaam cared about righteousness.
It was not righteousness that he desired, but what he saw to be the pleasant,
enviable effects of righteousness. He cared nothing about the cause if only he
could get the effects. He loved the vine because it produced grapes, and the
fig-tree because it produced figs, but if he could have got grapes from thorns
and figs from thistles, he would have loved thorns and thistles just as well” (= Ia
menginginkan / mengharapkan kematian dari orang benar. Jangan
disesatkan oleh menonjolnya kata ‘benar’ ke dalam dugaan bahwa demi hal itu
sendiri Bileam peduli pada kebenaran. Bukan kebenaran yang ia inginkan, tetapi apa yang ia lihat sebagai hasil / akibat
yang menyenangkan dan menyebabkan iri hati, dari kebenaran. Ia
tidak peduli pada penyebabnya asal ia bisa mendapatkan hasil / akibatnya. Ia
mencintai pohon anggur karena pohon itu menghasilkan buah anggur, dan pohon ara karena pohon itu menghasilkan buah ara, tetapi seandainya ia
bisa mendapatkan buah anggur dari semak duri dan buah ara dari rumput
duri, ia akan sudah mencintai semak duri dan rumput duri juga).
3) Teguran Balak.
Bil 23:11 - “Lalu berkatalah Balak
kepada Bileam: ‘Apakah yang kaulakukan kepadaku ini? Untuk menyerapah
musuhkulah aku menjemput engkau, tetapi sebaliknya engkau memberkati mereka.’”.
Matthew Henry: “How Balak fretted at it,
v. 11. He pretended to honour the Lord with his sacrifices, and to wait for the
answer God would send him; and yet, when it did not prove according to his
mind, he forgot God, and flew into a great passion against Balaam, as if it had
been purely his doing: ‘What hast thou done unto me! How hast thou disappointed
me!’ Sometimes God makes the enemies of his church a
vexation one to another, while he that sits in heaven laughs at them, and the
efforts of their impotent malice” (= Bagaimana Balak marah-marah / mengomel
pada hal itu, ay 11. Ia berpura-pura untuk menghormati Tuhan dengan
korban-korbannya, dan menunggu untuk jawaban yang akan Allah kirimkan
kepadanya; tetapi pada waktu terbukti bahwa itu tidak sesuai dengan pikirannya,
ia melupakan Allah, dan marah terhadap Bileam, seakan-akan itu semata-mata
merupakan tindakan Bileam: ‘Apa yang telah kaulakukan kepadaku! Betapa engkau
telah mengecewakan aku!’. Kadang-kadang Allah membuat
musuh-musuh gerejaNya jengkel satu sama lain,
sementara Ia yang duduk di surga mentertawakan mereka, dan usaha-usaha dari
kejahatan mereka yang tidak berdaya).
4) Jawaban Bileam.
Bil 23:12 - “Tetapi ia
menjawab: ‘Bukankah aku harus berawas-awas, supaya mengatakan apa yang ditaruh
TUHAN ke dalam mulutku?’”.
Ini
betul-betul merupakan kata-kata yang benar dan mulia. Tetapi
bandingkan dengan:
·
Bil 25:1-2 - “(1) Sementara Israel tinggal di Sitim, mulailah bangsa itu
berzinah dengan perempuan-perempuan Moab. (2) Perempuan-perempuan ini mengajak
bangsa itu ke korban sembelihan bagi allah mereka, lalu bangsa itu turut makan
dari korban itu dan menyembah allah orang-orang itu”.
·
Bil 31:16 - “Bukankah perempuan-perempuan ini, atas nasihat Bileam, menjadi
sebabnya orang Israel berubah setia terhadap TUHAN dalam hal Peor, sehingga
tulah turun ke antara umat TUHAN”.
Alangkah tidak
stabilnya ‘nabi’ ini dalam mengajar, sebentar ia
mengucapkan hal-hal yang indah, dan sebentar lagi mengajarkan ajaran sesat!
Penerapan:
Semua
hamba Tuhan / pemberita Firman Tuhan harus sangat waspada untuk selalu
memberitakan kebenaran, bukan sebentar benar sebentar sesat seperti Bileam!
-o0o-