Eksposisi Bileam
oleh: Pdt. Budi Asali, MDiv.
Bileam (9)
Bilangan 23:13-26
Bil 23:13-26 - “(13) Lalu Balak berkata kepadanya: ‘Baiklah pergi bersama-sama
dengan aku ke tempat lain, dan dari sana engkau dapat
melihat bangsa itu; engkau akan melihat hanya bagiannya yang paling ujung,
tetapi seluruhnya tidak akan kaulihat; serapahlah mereka dari situ bagiku.’
(14) Lalu dibawanyalah dia ke Padang Pengintai, ke puncak gunung Pisga; ia mendirikan tujuh mezbah dan mempersembahkan seekor lembu
jantan dan seekor domba jantan di atas setiap mezbah itu. (15) Kemudian
berkatalah ia kepada Balak: ‘Berdirilah di sini di
samping korban bakaranmu, sedang aku hendak bertemu dengan TUHAN di situ.’ (16)
Lalu TUHAN menemui Bileam dan menaruh perkataan ke dalam mulutnya, dan
berfirman: ‘Kembalilah kepada Balak dan katakanlah demikian.’ (17) Ketika ia sampai kepadanya, Balak masih berdiri di samping korban
bakarannya bersama-sama dengan pemuka-pemuka Moab. Berkatalah Balak kepadanya:
‘Apakah yang difirmankan TUHAN?’ (18) Lalu diucapkannyalah sanjaknya, katanya:
‘Bangunlah, hai Balak, dan dengarlah; pasanglah telingamu mendengarkan aku, ya
anak Zipor. (19) Allah bukanlah manusia, sehingga Ia
berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia
berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya? (20)
Ketahuilah, aku mendapat perintah untuk memberkati, dan apabila Dia memberkati,
maka aku tidak dapat membalikkannya. (21) Tidak ada ditengok kepincangan di
antara keturunan Yakub, dan tidak ada dilihat kesukaran di antara orang Israel.
TUHAN, Allah mereka, menyertai mereka, dan sorak-sorak karena Raja ada di
antara mereka. (22) Allah, yang membawa mereka keluar dari Mesir, adalah bagi
mereka seperti tanduk kekuatan lembu hutan, (23) sebab tidak ada mantera yang
mempan terhadap Yakub, ataupun tenungan yang mempan terhadap Israel. Pada
waktunya akan dikatakan kepada Yakub, begitu juga
kepada Israel, keajaiban yang diperbuat Allah: (24) Lihat, suatu bangsa, yang
bangkit seperti singa betina, dan yang berdiri tegak seperti singa jantan, yang
tidak membaringkan dirinya, sebelum ia memakan mangsanya dan meminum darah dari
yang mati dibunuhnya.’ (25) Lalu berkatalah Balak kepada Bileam: ‘Jika
sekali-kali tidak mau engkau menyerapah mereka, janganlah sekali-kali
memberkatinya.’ (26) Tetapi Bileam menjawab Balak: ‘Bukankah telah kukatakan
kepadamu: Segala yang akan difirmankan TUHAN, itulah
yang akan kulakukan.’”.
X) Usaha pengutukan yang kedua
(23:13-26).
1)
Pindah ke tempat yang lain.
Ay 13-14: “(13) Lalu Balak berkata
kepadanya: ‘Baiklah pergi bersama-sama dengan aku ke tempat lain, dan dari sana engkau dapat melihat bangsa itu; engkau akan melihat
hanya bagiannya yang paling ujung, tetapi seluruhnya tidak akan kaulihat;
serapahlah mereka dari situ bagiku.’ (14) Lalu dibawanyalah
dia ke Padang Pengintai, ke puncak gunung Pisga; ia mendirikan tujuh mezbah dan
mempersembahkan seekor lembu jantan dan seekor domba jantan di atas setiap
mezbah itu”.
Calvin: “Balak, therefore, removes
his sorcerer to another place, that there he might the better exercise his
divinations. There is some ambiguity in the words. Some render them thus, ‘Come
to another place, that thou mayest see from thence, mayest see a part, and not
the whole,’ as if Balak feared that the multitude itself frightened Balaam, or
diminished the power of his incantations. Their opinion, however, is the more
probable, who take the verb see, where it is used the second time, in the
perfect tense, so that the sense is, ‘Come to a place where thou mayest behold
them; for as yet thou hast not seen the whole, but only a part;’ for we know
how common a thing with the Hebrews is such an employment of one tense for
another” (= Karena itu, Balak memindahkan penyihirnya ke tempat yang
lain, supaya di sana ia bisa menggunakan sihirnya dengan lebih baik. Ada kemenduaan arti dalam kata-kata ini. Sebagian
orang menterjemahkan kata-kata ini demikian, ‘Datanglah ke tempat lain, supaya
engkau bisa melihat dari sana, bisa melihat sebagian, dan bukan seluruhnya’ seakan-akan
Balak takut bahwa banyaknya orang-orang itu membuat Bileam menjadi takut, atau
mengurangi kuasa dari manteranya. Tetapi pandangan mereka lebih
memungkinkan, yang menganggap kata kerja ‘melihat’ dimana kata itu digunakan
untuk kedua-kalinya, dalam perfect tense, sehingga artinya adalah,
‘Datanglah ke suatu tempat dimana engkau bisa melihat mereka; karena engkau
belum melihat seluruhnya tetapi hanya sebagian’; karena kita tahu betapa umum
bagi orang-orang Ibrani untuk menggunakan satu tensa untuk tensa yang lain).
Tetapi
baik Kitab Suci Indonesia maupun KJV/RSV/NIV/NASB/ASV kelihatannya memilih arti
pertama, yang bukan merupakan arti yang dipilih oleh Calvin. Demikian juga Matthew Henry kelihatannya mengambil pandangan
pertama.
Tetapi, yang
manapun pandangan yang benar, yang jelas adalah: Balak mencari tempat lain,
seakan-akan dari tempat baru itu Tuhan akan mengubah sikap,
dan mau mengutuk Israel.
Matthew
Henry menganggap ini sebagai usaha yang tak henti-hentinya dari musuh-musuh
gereja dalam menyerang gereja. Dan ia berharap kita juga mempunyai
sikap yang sama dalam usaha kita memuliakan Allah.
Matthew Henry: “See how restless and
unwearied the church’s enemies are in their malicious attempts to ruin it; they
leave no stone unturned, no project untried, to compass it. O that we were as
full of contrivance and resolution in prosecuting good designs for the glory of
God!”
(= Lihatlah betapa tanpa istirahat dan dengan tidak bosan-bosannya musuh-musuh
gereja dalam usaha jahat mereka untuk menghancurkan gereja; mereka tidak
membiarkan satu batupun tidak dibalikkan, tidak membiarkan satu proyekpun tidak
dicobai, untuk mengepungnya. Oh, seandainya kita sama
penuhnya dengan penemuan dan keputusan dalam melaksanakan rancangan-rancangan
yang baik untuk kemuliaan Allah!).
2)
Firman Tuhan kepada Balak melalui Bileam.
a) Allah tidak
menyesal / mengubah keputusan / pikiranNya.
Ay 19: “Allah bukanlah manusia,
sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia
berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?”.
Ini merupakan
jawaban terhadap pemikiran Balak, bahwa Allah bisa mengubah sikap dari
‘memberkati Israel’ menjadi ‘mengutuk Israel’. Jadi, Allah menjawab dengan
menekankan bahwa Ia tidak mungkin menyesal / mengubah
pemikiran / keputusanNya.
Berkenaan
dengan Allah menyesal atau tidak menyesal, ada dua kelompok ayat yang kelihatannya
saling bertentangan.
1. Kelompok ayat yang
menunjukkan ‘Allah menyesal’.
Kej 6:6-7 - “(6) maka menyesallah
TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan
hatiNya. (7) Berfirmanlah TUHAN: ‘Aku akan menghapuskan manusia yang telah
Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang
melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah
menjadikan mereka.’”.
Maz 106:45
- “Ia
ingat akan perjanjianNya karena mereka, dan menyesal sesuai dengan kasih
setiaNya yang besar”.
Yer 18:8
- “Tetapi
apabila bangsa yang terhadap siapa Aku berkata demikian telah bertobat dari
kejahatannya, maka menyesallah Aku, bahwa Aku hendak menjatuhkan
malapetaka yang Kurancangkan itu terhadap mereka”.
Yer 26:3
- “Mungkin
mereka mau mendengarkan dan masing-masing mau berbalik dari tingkah langkahnya
yang jahat, sehingga Aku menyesal akan malapetaka yang Kurancangkan itu
terhadap mereka oleh karena perbuatan-perbuatan mereka yang jahat”.
Yer 26:13
- “Oleh
sebab itu, perbaikilah tingkah langkahmu dan perbuatanmu, dan dengarkanlah
suara TUHAN, Allahmu, sehingga TUHAN menyesal akan malapetaka yang
diancamkanNya atas kamu”.
Yer 26:19
- “Apakah
Hizkia, raja Yehuda, beserta segenap Yehuda membunuh dia? Tidakkah ia takut akan TUHAN, sehingga ia memohon belas kasihan TUHAN,
agar TUHAN menyesal akan malapetaka yang diancamkanNya atas mereka? Dan
kita, maukah kita mendatangkan malapetaka yang begitu besar atas diri kita
sendiri?’”.
Yer 42:10 - “Jika kamu tinggal tetap
di negeri ini, maka Aku akan membangun dan tidak akan meruntuhkan kamu, akan
membuat kamu tumbuh dan tidak akan mencabut kamu; sebab Aku menyesal
telah mendatangkan malapetaka kepadamu”.
Yoel 2:13 - “Koyakkanlah hatimu dan
jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab Ia pengasih dan
penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal
karena hukumanNya”.
Yoel 2:14
- “Siapa
tahu, mungkin Ia mau berbalik dan menyesal, dan ditinggalkanNya berkat,
menjadi korban sajian dan korban curahan bagi TUHAN, Allahmu”.
Amos 7:3,6 - “(3) Maka menyesallah TUHAN karena hal itu. ‘Itu tidak akan terjadi,’ firman TUHAN. ... (6) Maka menyesallah
TUHAN karena hal itu. ‘Inipun tidak akan terjadi,’
firman Tuhan ALLAH”.
Yunus 3:9
- “Siapa
tahu, mungkin Allah akan berbalik dan menyesal serta berpaling dari
murkaNya yang bernyala-nyala itu, sehingga kita tidak binasa.’”.
Yunus 4:2 - “Dan berdoalah ia kepada TUHAN, katanya: ‘Ya TUHAN, bukankah telah
kukatakan itu, ketika aku masih di negeriku? Itulah sebabnya, maka aku dahulu
melarikan diri ke Tarsis, sebab aku tahu, bahwa Engkaulah Allah yang
pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia serta yang
menyesal karena malapetaka yang hendak didatangkanNya”.
Dalam kelompok
ini ada ayat yang ‘paling extrim’ dalam menggambarkan ‘Allah menyesal’, yaitu Kel 32:10-14
- “(10)
Oleh sebab itu biarkanlah Aku, supaya murkaKu bangkit terhadap mereka dan Aku
akan membinasakan mereka, tetapi engkau akan Kubuat menjadi bangsa yang besar.’
(11) Lalu Musa mencoba melunakkan hati TUHAN, Allahnya, dengan berkata: ‘Mengapakah,
TUHAN, murkaMu bangkit terhadap umatMu, yang telah Kaubawa keluar dari tanah
Mesir dengan kekuatan yang besar dan dengan tangan yang kuat? (12) Mengapakah
orang Mesir akan berkata: Dia membawa mereka keluar
dengan maksud menimpakan malapetaka kepada mereka dan membunuh mereka di gunung
dan membinasakannya dari muka bumi? Berbaliklah dari
murkaMu yang bernyala-nyala itu dan menyesallah karena malapetaka yang hendak
Kaudatangkan kepada umatMu. (13) Ingatlah kepada Abraham, Ishak dan
Israel, hamba-hambaMu itu, sebab kepada mereka Engkau telah bersumpah demi
diriMu sendiri dengan berfirman kepada mereka: Aku akan membuat keturunanmu
sebanyak bintang di langit, dan seluruh negeri yang telah Kujanjikan ini akan
Kuberikan kepada keturunanmu, supaya dimilikinya untuk selama-lamanya.’ (14) Dan menyesallah TUHAN karena malapetaka yang
dirancangkanNya atas umatNya”.
2. Kelompok ayat
yang menunjukkan ‘Allah tidak menyesal’.
Bil
23:19 - “Allah
bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan
tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?”.
Maz 110:4 - “TUHAN telah bersumpah,
dan Ia tidak akan menyesal: ‘Engkau
adalah imam untuk selama-lamanya, menurut Melkisedek.’”.
Yeh 24:14
- “Aku,
TUHAN, yang mengatakannya. Hal itu akan datang, dan Aku yang akan
membuatnya. Aku tidak melalaikannya dan tidak merasa sayang, juga tidak
menyesal. Aku akan menghakimi engkau menurut
perbuatanmu, demikianlah firman Tuhan ALLAH.’”.
Zakh 8:14 - “Sebab beginilah firman
TUHAN semesta alam: ‘Kalau dahulu Aku telah bermaksud mendatangkan malapetaka
kepada kamu, ketika nenek moyangmu membuat Aku murka, dan Aku tidak menyesal,
firman TUHAN semesta alam,”.
Ibr 7:21 - “tetapi Ia
dengan sumpah, diucapkan oleh Dia yang berfirman kepadaNya: ‘Tuhan telah
bersumpah dan Ia tidak akan menyesal: Engkau adalah Imam untuk
selama-lamanya’”.
Seakan-akan untuk
menambah kerumitan dari hal ini, ada satu pasal dimana ‘Allah menyesal’ dan
‘Allah tidak menyesal’ muncul secara bergantian, sehingga seakan-akan terjadi
suatu kontradiksi dalam satu pasal.
1Sam 15:10-11,29,35 - “(10) Lalu datanglah firman TUHAN kepada Samuel, demikian: (11)
‘Aku menyesal, karena Aku telah menjadikan Saul raja, sebab ia telah
berbalik dari pada Aku dan tidak melaksanakan firmanKu.’ Maka sakit hatilah
Samuel dan ia berseru-seru kepada TUHAN
semalam-malaman. ... (29) Lagi Sang Mulia dari Israel tidak berdusta dan Ia
tidak tahu menyesal; sebab Ia bukan manusia yang harus menyesal.’ ...
(35) Sampai hari matinya Samuel tidak melihat Saul lagi, tetapi Samuel
berdukacita karena Saul. Dan TUHAN menyesal, karena Ia menjadikan Saul
raja atas Israel”.
Kita
tidak boleh menganggap kedua kelompok ayat ini sebagai kontradiksi, dan kita
juga tidak boleh mengambil hanya satu kelompok saja dan mengabaikan kelompok
yang lain, karena kedua kelompok adalah Firman Tuhan.
Kalau
kita mengambil pandangan Arminian, yang menganggap Allah bisa mengubah
rencanaNya, maka pertama kita menabrak kelompok ayat kedua yang menunjukkan
Allah tidak menyesal. Juga, kita akan bertentangan dengan
banyak ayat lain yang menunjukkan bahwa rencana Allah itu tidak akan berubah
ataupun gagal, seperti:
·
Ayub 42:1-2 - “(1) Maka jawab Ayub kepada TUHAN: (2) ‘Aku tahu, bahwa Engkau
sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal’”.
·
Maz 33:10-11 - “(10) TUHAN menggagalkan rencana bangsa-bangsa; Ia meniadakan rancangan suku-suku bangsa; (11) tetapi rencana
TUHAN tetap selama-lamanya,
rancangan hatiNya turun-temurun”.
·
Yes 14:24,26-27 - “(14) TUHAN semesta alam
telah bersumpah, firmanNya: ‘Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah
akan terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana:
... (26) Itulah rancangan yang telah dibuat mengenai seluruh bumi, dan itulah
tangan yang teracung terhadap segala bangsa. (27) TUHAN semesta alam telah
merancang, siapakah yang dapat menggagalkannya? TanganNya telah teracung,
siapakah yang dapat membuatnya ditarik kembali?”.
·
Yes 25:1 - “Ya TUHAN, Engkaulah Allahku; aku mau meninggikan Engkau, mau
menyanyikan syukur bagi namaMu; sebab dengan
kesetiaan yang teguh Engkau telah melaksanakan rancanganMu yang
ajaib yang telah ada sejak dahulu”.
·
Yes 37:26 - “Bukankah telah kaudengar, bahwa Aku telah
menentukannya dari jauh hari dan telah merancangnya dari zaman purbakala? Sekarang
Aku mewujudkannya, bahwa engkau membuat sunyi senyap kota-kota yang berkubu
menjadi timbunan batu”.
·
Yes 43:13 - “Juga seterusnya Aku tetap Dia, dan tidak ada yang dapat
melepaskan dari tanganKu; Aku melakukannya, siapakah yang dapat mencegahnya?”.
·
Yes 46:10-11 - “(10) yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan
dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang
berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan,
(11) yang memanggil burung buas dari timur, dan orang yang melaksanakan
putusanKu dari negeri yang jauh. Aku telah mengatakannya, maka Aku hendak
melangsungkannya, Aku telah merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya”.
·
Yer 4:28 - “Karena hal ini bumi akan berkabung, dan langit di atas akan
menjadi gelap, sebab Aku telah mengatakannya, Aku telah merancangnya, Aku
tidak akan menyesalinya dan tidak akan mundur dari pada itu”.
Tetapi
sebaliknya, kalau kita mengambil pandangan Calvinist / Reformed, yang
menganggap Allah tidak mungkin mengubah rencanaNya, bukankah kita menabrak
kelompok ayat pertama yang menunjukkan bahwa ‘Allah menyesal’? Lalu bagaimana menjelaskannya / mengharmoniskannya?
a. Istilah ‘Allah
menyesal’ merupakan bahasa Anthropopathy.
Kitab Suci sering
menggunakan bahasa Anthropomorphism (bahasa yang menggambarkan Allah
seakan-akan Ia adalah manusia) dan Anthropopathy
(bahasa yang menggambarkan Allah dengan perasaan-perasaan manusia). Kalau Kitab Suci menggunakan bahasa Anthropomorphism, maka tidak
boleh diartikan betul-betul demikian.
Misalnya
pada waktu dikatakan ‘tangan Allah tidak kurang panjang’ (Yes 59:1), atau
pada waktu dikatakan ‘mata TUHAN ada di segala tempat’
(Amsal 15:3), ini tentu tidak berarti bahwa Allah betul-betul mempunyai
tangan / mata. Ingat bahwa Allah adalah Roh (Yoh 4:24).
Contoh lain adalah Kel 31:17b - “sebab enam hari lamanya
TUHAN menjadikan langit dan bumi, dan pada hari yang ketujuh Ia berhenti
bekerja untuk beristirahat”. NIV menterjemahkan seperti Kitab Suci
Indonesia, tetapi KJV, RSV, NASB menterjemahkan secara berbeda.
KJV: ‘for in
six days the LORD made heaven and earth, and on the seventh day he rested, and was
refreshed’ (= karena dalam enam hari TUHAN membuat langit dan bumi, dan
pada hari ketujuh Ia beristirahat, dan segar
kembali).
Jelas bahwa kita
tidak bisa menafsirkan ayat ini seakan-akan Allahnya capek
/ loyo setelah bekerja berat selama enam hari, dan lalu setelah beristirahat
pada hari yang ketujuh, Ia menjadi segar kembali dan pulih kekuatanNya! Ayat
ini hanya menggambarkan Allah seakan-akan Ia
adalah manusia yang bisa letih, dan bisa segar kembali.
Demikian
juga pada waktu Kitab Suci menggunakan Anthropopathy (bahasa yang menggambarkan
Allah menggunakan perasaan-perasaan manusia), maka kita tidak boleh mengartikan
bahwa Allahnya betul-betul seperti itu. Contohnya adalah
ayat-ayat yang menunjukkan ‘Allah menyesal’ ini.
Keil & Delitzsch: “The unchangeableness of
the divine purposes is a necessary consequence of the unchangeableness of the
divine nature. With regard to His own counsels, God repents of nothing; but
this does not prevent the repentance of God, understood as an anthropopathic
expression, denoting the pain experienced by the love of God, on account of
the destruction of its creatures (see at Gen. 6:6, and Ex. 32:14)” [= Ketidak-bisa-berubahan
dari tujuan / rencana ilahi merupakan suatu konsekwensi yang harus ada dari
ketidak-bisa-berubahan dari hakekat ilahi. Berkenaan dengan rencanaNya sendiri,
Allah tidak menyesali apapun; tetapi ini tidak menghalangi ‘pertobatan /
perubahan dari Allah’, dimengerti sebagai suatu ungkapan yang bersifat
anthropopathy, menunjukkan rasa sakit yang dialami oleh kasih Allah, karena
penghancuran dari makhluk-makhluknya (lihat Kej 6:6, dan Kel 32:14)].
Perlu juga
saudara ingat bahwa manusia bisa menyesal, karena ia
tidak maha tahu. Misalnya, seorang laki-laki melihat seorang gadis dan ia menyangka gadis itu seorang yang layak ia peristri.
Tetapi setelah menikah, barulah ia tahu akan adanya
banyak hal jelek dalam diri istrinya itu yang tadinya tidak ia ketahui. Ini
menyebabkan ia lalu menyesal telah memperistri gadis
itu.
Tetapi Allah itu
maha tahu, sehingga dari semula Ia telah tahu segala
sesuatu yang akan terjadi. Karena itu tidak mungkin Ia
bisa menyesal!
Kalau
Kitab Suci mengatakan bahwa Allah menyesal karena terjadinya sesuatu hal, maka
maksudnya hanyalah menunjukkan bahwa hal itu tidak menyenangkan Allah. Calvin mengatakan bahwa ‘Allah menyesal’ hanya menunjukkan
perubahan tindakan.
Calvin: “Now the mode of
accommodation is for him to represent himself to us not as he is in himself,
but as he seems to us. Although he is beyond all disturbance of mind, yet he
testifies that he is angry toward sinners. Therefore whenever we hear that God
is angered, we ought not to imagine any emotion in him, but rather to consider
that this expression has been taken from our human experience; because God,
whenever he is exercising judgment, exhibits the appearance of one kindled and
angered. So we ought not to understand anything else under the word
‘repentance’ than change of action, ...” (= Cara penyesuaian itu
adalah dengan menyatakan diriNya sendiri kepada kita bukan sebagaimana adanya
Ia dalam diriNya sendiri, tetapi seperti Ia terlihat oleh kita. Sekalipun Ia ada di atas segala gangguan pikiran, tetapi Ia mememberi
kesaksian bahwa Ia marah kepada orang-orang berdosa. Karena itu setiap saat
kita mendengar bahwa Allah marah, kita tidak boleh membayangkan adanya emosi
apapun dalam Dia, tetapi menganggap bahwa pernyataan ini diambil dari
pengalaman manusia; karena Allah, pada waktu Ia melakukan penghakiman, menunjukkan
diri seperti seseorang yang marah. Demikian juga kita tidak boleh mengartikan
apapun yang lain terhadap kata ‘penyesalan’ selain perubahan tindakan,
...) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter
XVII, no 13.
Calvin (tentang
Kel 32:12): “When, therefore, it is said a little further on that ‘the Lord
repented of the evil,’ it is tantamount to saying, that He was appeased; not
because He retracts in Himself what He has once decreed, but because He does
not execute the sentence He had pronounced” (= Karena itu, pada waktu
selanjutnya dikatakan bahwa ‘Tuhan menyesal karena malapetaka ...’, itu sama
dengan berkata, bahwa Ia ditenangkan / diredakan kemarahanNya; bukan karena Ia
menarik / mencabut dalam diriNya apa yang pernah Ia tetapkan, tetapi karena Ia
tidak melaksanakan keputusan yang telah Ia umumkan).
b. Pada waktu Kitab
Suci mengatakan ‘Allah menyesal’ maka itu berarti bahwa hal itu ditinjau dari
sudut pandang manusia.
Catatan: ini tetap
berlaku, sekalipun yang mengucapkan kata-kata itu adalah Allah sendiri, seperti
dalam 1Sam 15:10-11. Allah yang mengucapkan kata-kata itu, tetapi dalam
mengucapkan, Ia menyesuaikannya dengan manusia yang
terbatas.
Illustrasi: Ada seorang
sutradara yang menyusun naskah untuk sandiwara, dan ia
juga sekaligus menjadi salah satu pemain sandiwara tersebut. Dalam sandiwara
itu ditunjukkan bahwa ia mau makan, tetapi tiba-tiba
ada telpon, sehingga ia lalu tidak jadi makan. Dari sudut
penonton, pemain sandiwara itu berubah pikiran / rencana. Tetapi kalau
ditinjau dari sudut naskah / sutradara, ia sama sekali
tidak berubah dari rencana semula, karena dalam naskah sudah direncanakan bahwa
ia mau makan, lalu ada telpon, lalu ia mengubah rencana / pikirannya, dsb.
Pada
waktu Kitab Suci berkata ‘Allah menyesal’ maka memang dari sudut manusia,
Allahnya menyesal / mengubah rencanaNya. Tetapi dari sudut
Allah / Rencana Allah, sebetulnya tidak ada perubahan, karena semua perubahan /
penyesalan itu sudah direncanakan oleh Allah.
Adam Clarke
(tentang Kel 32:14): “‘And the Lord repented of the evil.’ This is spoken merely
after the manner of men who, having formed a purpose, permit themselves to
be diverted from it by strong and forcible reasons, and so change their minds
relative to their former intentions” (= ‘Dan Tuhan menyesal atas malapetaka’. Ini
dikatakan semata-mata menurut cara manusia yang,
setelah membentuk suatu rencana / tujuan, mengijinkan diri mereka sendiri untuk
menyimpang darinya oleh alasan-alasan yang kuat dan memaksa, dan dengan
demikian mengubah pikiran mereka dibandingkan dengan maksud-maksud mereka yang
terdahulu).
Kesimpulan:
kelompok pertama yang mengatakan ‘Allah menyesal’ menggunakan bahasa
Anthropopathy, yang tidak bisa ditafsirkan apa adanya,
dan juga menyoroti dari sudut pandang manusia. Sedangkan kelompok kedua yang
mengatakan ‘Allah tidak menyesal’ menyoroti dari sudut pandang Allah / rencana
Allah, dan ini yang benar-benar merupakan fakta!
-o0o-