Eksposisi Kitab Imamat
oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.
1) Dari ay 3 kita bisa melihat bahwa yang
dibicarakan di sini adalah apa yang disebut sebagai
korban bakaran (burnt offering).
Pulpit Commentary: “The burnt offering, in which the
whole of the victim was consumed in the fire on God’s altar, signifies entire
self-surrender on the part of the offerer” (= Korban bakaran, dalam mana
seluruh korban dibakar habis dalam api pada mezbah
Allah, menandakan penyerahan diri sendiri sepenuhnya dari si pemberi korban) - hal 1.
2) Melihat detail-detail yang begitu
banyak yang ditentukan oleh Tuhan dalam ibadah, maka perhatikan kata-kata dari
penafsir di bawah ini.
Pulpit Commentary: “The light of reason, the voice of
conscience, the prompting of emotion, - these can inform us only to a slight
extent of the worship and service likely to be acceptable to God. Hence the surpassing worth of the full, clear-toned, authoritative
utterances of Scripture. ... Inspiration removes our suspicions,
reassures us with the words, ‘The eyes of the Lord are over the righteous, and
his ears are open unto their prayers.’” (= Terang dari akal, suara dari
hati nurani, dorongan dari perasaan, - ini bisa memberi informasi kepada kita
hanya sampai pada tingkat yang kecil tentang penyembahan / ibadah dan kebaktian
yang mungkin berkenan kepada Allah. Karena itu, maka kata-kata Kitab Suci yang
penuh, jelas nadanya, berotoritas, mempunyai nilai yang melebihi yang lain. ...
Pengilhaman membuang kecurigaan kita, menenangkan kita dengan kata-kata, ‘mata Tuhan tertuju kepada orang-orang
benar, dan telingaNya kepada permohonan mereka yang minta tolong’) - hal 8.
Catatan: kutipan ayat dari 1Pet 3:12 atau
dari Maz 34:16.
Memang, dari
diri kita sendiri, hanya sedikit informasi, yang bisa kita dapatkan tentang
penyembahan / ibadah. Misalnya: bahwa Allah tak berkenan pada penyembahan berhala,
seperti dikatakan dalam Yes 44:14-20 yang berbunyi sebagai berikut: “Mungkin ia menebang pohon-pohon aras
atau ia memilih pohon saru atau pohon tarbantin, lalu membiarkannya tumbuh
menjadi besar di antara pohon-pohon di hutan, atau ia menanam pohon salam, lalu
hujan membuatnya besar. Dan kayunya menjadi kayu api
bagi manusia, yang memakainya untuk memanaskan diri; lagipula ia menyalakannya
untuk membakar roti. Tetapi juga ia membuatnya menjadi
allah lalu menyembah kepadanya; ia mengerjakannya menjadi patung lalu sujud
kepadanya. Setengahnya dibakarnya dalam api dan di
atasnya dipanggangnya daging. Lalu ia memakan daging
yang dipanggangnya itu sampai kenyang; ia memanaskan diri sambil berkata: ‘Ha,
aku sudah menjadi panas, aku telah merasakan kepanasan api.’ Dan sisa kayu itu
dikerjakannya menjadi allah, menjadi patung sembahannya; ia
sujud kepadanya, ia menyembah dan berdoa kepadanya, katanya: ‘Tolonglah
aku, sebab engkaulah allahku!’ Orang seperti itu tidak
mengetahui apa-apa dan tidak mengerti apa-apa, sebab matanya melekat tertutup,
sehingga tidak dapat melihat, dan hatinya tertutup juga, sehingga tidak dapat
memahami. Tidak ada yang mempertimbangkannya, tidak ada cukup
pengetahuan atau pengertian untuk mengatakan: ‘Setengahnya sudah kubakar dalam
api dan di atas baranya juga sudah kubakar roti, sudah kupanggang daging, lalu
kumakan. Masakan sisanya akan kubuat menjadi dewa
kekejian? Masakan aku akan menyembah kepada kayu kering?’
Orang yang sibuk dengan abu belaka, disesatkan oleh hatinya yang tertipu; ia
tidak dapat menyelamatkan jiwanya atau mengatakan: ‘Bukankah dusta yang menjadi
peganganku?’”.
Text ini
jelas menggunakan akal sehat untuk mendapatkan suatu prinsip dalam penyembahan
/ ibadah, yang menunjukkan bahwa Allah tak berkenan dengan penyembahan berhala.
Tetapi bahwa dalam Perjanjian
Lama dibutuhkan korban / darah dan imam, dan dalam Perjanjian Baru dibutuhkan
Kristus sebagai Pengantara, itu tidak mungkin bisa kita dapatkan dari diri kita
sendiri. Kita harus mendapatkannya dari penyataan / wahyu khusus, yaitu Firman
Tuhan / Kitab Suci, dan disinilah pentingnya Kitab Suci / Firman Tuhan, karena
hanya dari Kitab Suci / Firman Tuhanlah kita bisa mendapatkan prinsip-prinsip
yang membuat Allah berkenan dengan penyembahan / ibadah kita.
Ini juga menunjukkan bahwa kita
tak boleh sembarangan memasukkan hal-hal yang kita dapatkan dari pikiran / hati
kita, atau dari praktek-praktek orang-orang lain, dan bukan dari Kitab Suci /
Firman Tuhan ke dalam ibadah, seperti:
3) Dari detail-detail yang begitu banyak
itu, ada yang sudah tidak bisa dimengerti, atau tidak bisa dipastikan apa artinya.
Calvin: “In these seven chapters Moses will treat
generally of the sacrifices. But since we read of many things here, the use of
which has passed away, and others, the grounds of which I do not understand, I
intend to content myself with a brief summary, from whence, however, the reader
may fully perceive that whatever has been left to us relative to the legal
sacrifices is even now profitable, provided we are not too curious” (= Dalam 7 pasal ini Musa
membicarakan secara umum tentang korban-korban. Tetapi karena kita membaca
begitu banyak hal di sini, yang sudah tidak digunakan lagi, dan yang lain-lain,
yang tidak saya mengerti dasarnya, saya bermaksud untuk memuaskan diri saya
dengan suatu ringkasan pendek, dari mana pembaca bisa mengerti sepenuhnya bahwa
apapun yang ditinggalkan bagi kita berhubungan dengan korban-korban yang
didasarkan pada hukum Taurat tetap berguna bahkan sampai sekarang, asal kita
tidak terlalu ingin tahu) -
hal 323.
Catatan: memang Calvin memberikan
penafsiran hanya secara gars besar, tetapi banyak penafsir-penafsir lain yang memberikan
arti secara lebih mendetail, tetapi kadang-kadang tak bisa dipastikan
apakah penafsiran itu benar atau tidak.
Ay 1: “TUHAN memanggil Musa dan berfirman kepadanya dari dalam Kemah
Pertemuan”.
1) ‘Kemah Pertemuan’.
KJV: ‘the
tabernacle of the congregation’ (= kemah suci dari jemaat).
RSV/NASB:
‘the tent of meeting’ (= kemah pertemuan).
NIV: ‘the
Tent of Meeting’ (= Kemah Pertemuan).
Wycliffe Bible Commentary: “‘tent of meeting,’ i. e., where God
meets his people” (= ‘kemah pertemuan’, yaitu, dimana Allah bertemu umatNya).
Penerapan:
·
kalau saudara pergi ke gereja, apakah saudara pergi untuk bertemu
dengan Allah?
·
kalau saudara berbakti di gereja, apakah saudara menyadari kalau
Allah hadir di dalamnya?
Kalau saudara bisa menjawab
kedua pertanyaan ini dengan ‘ya’, maka pasti akan ada
rasa hormat dalam diri saudara dalam sepanjang kebaktian.
2) Tuhan berbicara dari Kemah Suci.
Dalam kitab Keluaran kita
melihat bahwa Kemah Suci sudah didirikan, dan di sini di awal dari kitab
selanjutnya, yaitu kitab Imamat, kita melihat bahwa Allah memanggil Musa dan
berfirman kepadanya dari dalam Kemah tersebut. Bukan berarti bahwa Allah tak
lagi bisa berfirman di luar Kemah itu, tetapi setelah ada Kemah itu, pada umumnya
Ia memilih untuk berbicara dari Kemah tersebut.
Ini sama
seperti sebelum adanya Kitab Suci, Allah berbicara dengan bermacam-macam cara
yang aneh-aneh, seperti melalui mimpi, penglihatan, malaikat, nubuat, dsb.
Tetapi setelah Kitab Suci selesai, sekalipun Allah masih bisa dan kadang-kadang
masih berbicara dengan cara-cara yang aneh-aneh, tetapi pada umumnya Ia berbicara kepada kita melalui Kitab Suci / Firman Tuhan.
3) Perbedaan cara Tuhan memberikan hukum moral
dan hukum yang berhubungan dengan korban.
Matthew Henry: “God spoke to him out of the
tabernacle. ... God talked with Moses from the mercy-seat, ... The moral
law was given with terror from a burning mountain in thunder and lightning; but
the remedial law of sacrifice was given more gently from a mercy-seat,
because that was typical of the grace of the gospel, which is the ministration
of life and peace” (= Allah berbicara kepadanya dari dalam Kemah Suci. ... Allah
berbicara kepada Musa dari tutup pendamaian, ... Hukum moral diberikan
dengan kengerian dari suatu gunung yang terbakar dalam guruh dan petir; tetapi
hukum korban yang memperbaiki diberikan dengan lebih lembut dari tutup
pendamaian, karena itu merupakan pertanda yang khas dari kasih karunia
injil, yang adalah pelayanan dari kehidupan dan damai).
Catatan: kalau dalam KJV digunakan
istilah ‘mercy-seat’, misalnya dalam
Kel 25:17, maka Kitab Suci Indonesia menterjemahkan ‘tutup pendamaian’. Terjemahan
hurufiah dari ‘mercy-seat’
adalah ‘tempat belas kasihan’.
Ay 2a: “‘Berbicaralah kepada orang
1) Ay 2a: “‘Berbicaralah kepada orang
a) Musa menjadi utusan Allah untuk menyampaikan
firman Allah kepada bangsa
Pulpit Commentary: “here we may remark that the
utterances of the messenger must be received as coming from the Most High. ...
Preachers are ‘ambassadors for Christ.’ We would give thanks without ceasing
when hearers receive the truth from our lips, not as the word of men, but the
word of God (1Thess. 2:13)” [= di sini kita bisa berkata bahwa ucapan-ucapan dari sang
utusan harus diterima sebagai datang dari Yang Maha Tinggi. ... Pengkhotbah-pengkhotbah adalah ‘duta-duta besar dari Kristus’.
Kita akan bersyukur tanpa henti pada waktu
pendengar-pendengar menerima kebenaran dari bibir kita, bukan sebagai kata-kata
manusia, tetapi sebagai firman Allah (1Tes 2:13)] - hal 8.
1Tes 2:13 - “Dan karena itulah kami tidak putus-putusnya
mengucap syukur juga kepada Allah, sebab kamu telah menerima firman Allah
yang kami beritakan itu, bukan sebagai perkataan manusia, tetapi - dan memang
sungguh-sungguh demikian - sebagai firman Allah, yang bekerja juga di dalam
kamu yang percaya”.
b) Tuhan berbicara kepada bangsa
Andrew Bonar: “When the Lord said, ‘Speak to the children
of
Bagi kita
yang hidup pada jaman Perjanjian Baru, kita tidak lagi membutuhkan seorang
pengantara manusia biasa. Satu-satunya Pengantara adalah Yesus Kristus
sendiri.
1Tim 2:5
- “Karena Allah itu
esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu
manusia Kristus Yesus”.
2) ‘Apabila seseorang di antaramu hendak mempersembahkan
persembahan kepada TUHAN’.
a) Kata ‘persembahan’ dalam ay 2, dalam
bahasa Inggris adalah ‘offering’. Dalam bahasa Ibrani kata yang
digunakan adalah KORBAN. Kata ini berasal dari kata
KARAB, yang berarti ‘mendekat’.
Adam Clarke: “‘Bring an offering.’ The word
KORBAN, from KARAB, ‘to approach or draw near,’ signifies an offering or gift by
which a person had access unto God: and this receives light from the
universal custom that prevails in the east, no man being permitted to approach
the presence of a superior without a present or gift; and the offering thus
brought was called ‘korban,’ which properly means the introduction-offering, or
offering of access” (= ‘Membawa suatu persembahan / korban’. Kata KORBAN, dari kata
KARAB, ‘mendekat’, menunjukkan suatu korban atau pemberian dengan mana
seseorang mendapat jalan masuk kepada Allah: dan ini mendapatkan terang dari
kebiasaan universal yang berlaku di Timur, tak seorangpun diijinkan untuk
mendekati seorang yang lebih tinggi tanpa suatu hadiah atau pemberian; dan
persembahan yang dibawa itu disebut ‘korban’, yang secara benar berarti ‘korban
yang mempersiapkan jalan’ atau ‘korban jalan masuk’).
Catatan: saya tidak setuju dengan
bagian yang saya garis bawahi itu. Ini bertentangan dengan apa
yang dikatakan oleh Victor P. Hamilton di atas, yang menyatakan bahwa
prinsip-prinsip di sini diberikan oleh Allah, bukan dari sistim agama lain,
atau komisi liturgi manapun. Sekalipun kebiasaan universal
yang dikatakan Clarke itu mungkin memang ada, itu tidak berarti bahwa
peraturan-peraturan di sini mendapatkan terang dari kebiasaan universal itu.
b) Kata-kata ‘apabila seseorang di antaramu hendak ...’ ini menunjukkan bahwa ini
adalah persembahan sukarela.
Bandingkan dengan Im 4:3b
- ‘haruslah
ia mempersembahkan ...’, yang menunjukkan adanya keharusan.
Pulpit Commentary: “The offerings here spoken of were
spontaneous free-will offerings. They indicate a desire on the part of man to
draw nigh to Jehovah, and they also manifested a sense of disturbance wrought
by sin in man’s relations with his Maker. ... The consciousness of sin renders
an offering necessary, under cover of which (‘to make atonement for him’) we
may venture to an audience with the Holy One. Thus can fellowship be resumed. The Antitype of these sacrifices, Jesus Christ, is
now our peace”
[= Persembahan / korban yang dibicarakan di sini adalah korban sukarela yang
diberikan tanpa diminta / diperintahkan. Korban itu menunjukkan suatu keinginan
dari manusia untuk mendekat kepada Yehovah, dan korban itu juga menunjukkan
suatu perasaan terganggu yang disebabkan oleh dosa dalam hubungan manusia dengan
Penciptanya. ... Kesadaran akan dosa membuat
diperlukannya suatu korban, yang menutupi kita, atau membuat penebusan bagi
kita, sehingga kita bisa bertemu dengan Yang Maha Kudus. Demikianlah
persekutuan bisa dilanjutkan. Sekarang Anti Type dari korban-korban ini,
Yesus Kristus, adalah damai kita (yang mendamaikan kita dengan Allah)] - hal 9.
3) Keil & Delitzsch mengatakan bahwa bukan
pada jaman Musa baru ada persembahan / korban. Habel, Nuh, Abraham, Ishak, dan
Yakub sudah menyembah Allah dengan memberikan korban bakaran dan korban
sembelihan (bdk. Kej 4:4 8:20 12:7-8
13:4,18 15:9-11,17 22:13
26:25 33:20 35:1,3,7).
Tetapi
sekalipun demikian, jelas bahwa peraturan-peraturan mendetail yang diberikan
dalam kitab Imamat ini, dulunya tidak pernah ada.
Adam Clarke: “The animals mentioned in this
chapter as proper for sacrifice are the very same which God commanded Abraham
to offer; see Gen. 15:9. And thus it is evident that God delivered to the
patriarchs an epitome of that law which was afterward given in detail to Moses” (= Binatang-binatang yang
disebutkan dalam pasal ini sebagai binatang yang benar untuk korban adalah
binatang-binatang yang persis sama dengan yang Allah
perintahkan kepada Abraham untuk dipersembahkan, Kej 15:9. Dan dengan demikian
jelas bahwa Allah memberikan kepada nenek moyang
Kej 15:9 - “Firman TUHAN kepadanya: ‘Ambillah
bagiKu seekor lembu betina berumur tiga tahun, seekor kambing
betina berumur tiga tahun, seekor domba jantan berumur tiga tahun,
seekor burung tekukur dan seekor anak burung merpati.’”.
Catatan: tetapi dalam perintah Allah
kepada Abraham ini yang diminta adalah lembu dan kambing betina.
4) Bahwa Tuhan memberikan peraturan dan jalan / cara untuk manusia yang ingin mendekat kepadaNya merupakan suatu
prinsip theologis yang harus diperhatikan dan ditekankan. Ini
menunjukkan bahwa manusia tidak boleh menciptakan sendiri jalan untuk datang
kepada Allah.
Pulpit Commentary: “Instructions are consequently given
relating to the minutest details; everything is prescribed. God is pleased with
the free-will offering, and it will be accepted if the precepts are adhered to;
but it must in no wise be supposed that the sincere expression of affection
can excuse wilful neglect of appointed rules” (= Karena itu, instruksi-instruksi
diberikan berhubungan dengan detail-detail yang paling kecil; segala sesuatu
ditetapkan. Allah berkenan dengan korban sukarela, dan itu akan
diterima jika peraturan-peraturan ditaati; tetapi jangan sekali-kali
dianggap bahwa pernyataan kasih yang tulus bisa memaafkan pengabaian yang
disengaja terhadap peraturan-peraturan yang ditetapkan itu) - hal 9-10.
Kata-kata yang saya garis
bawahi itu sangat penting! Banyak orang beranggapan bahwa asal mereka dengan
tulus mendatangi Allah, dengan cara / jalan apapun,
mereka pasti diterima. Ini sama sekali salah!
Pulpit Commentary lalu
menambahkan: “Nor is it open to man arrogantly to
pronounce that a consecrated way of access through Jesus Christ may be set
aside as unnecessary. ... Christless worship, thanksgiving, and prayer, must be
shunned” (=
Juga manusia tidak boleh dengan sombong mengumumkan bahwa suatu jalan masuk
yang kudus melalui Yesus Kristus boleh dikesampingkan sebagai sesuatu yang
tidak perlu. ... Ibadah, ucapan syukur, dan doa, yang tanpa Kristus, harus dihindari) - hal 10.
Memang dalam
jaman Perjanjian Baru, Yesus adalah jalan yang ditentukan Allah itu, dan kita
tidak boleh mengubahnya.
Bandingkan dengan:
Catatan: kata ‘oleh’ dalam bahasa Yunani adalah
DIA, sehingga seharusnya terjemahannya adalah ‘through’ (= melalui), seperti dalam NIV/NASB.
Jadi, jangan mengatakan atau
mempercayai kata-kata ini: ‘Semua agama sama saja, yang penting kita sungguh-sungguh
mencari Allah’.
Tidak ada kata-kata lebih bodoh dan lebih sesat dari kata-kata ini! Tanpa
Kristus, kita tidak mungkin sampai kepada Allah.
Ay 2b-3: “(2b) haruslah persembahanmu yang kamu persembahkan itu
dari ternak, yakni dari lembu sapi atau dari kambing domba. (3) Jikalau
persembahannya merupakan korban bakaran dari lembu, haruslah ia
mempersembahkan seekor jantan yang tidak bercela. Ia harus membawanya ke pintu
Kemah Pertemuan, supaya TUHAN berkenan akan dia”.
1) Persembahan yang dibicarakan di sini adalah ‘korban bakaran’ (= burnt sacrifice) -
ay 3a.
2) Hal-hal yang perlu diketahui tentang korban
bakaran ini:
a) Mengapa ini yang dijelaskan dulu? Karena menurut Wenham (NICOT), ini adalah persembahan yang paling
umum (hal 52).
b) Menurut Clarke, ini adalah korban yang paling
penting. Dan menurut Jamieson, Fausset & Brown ini adalah
korban yang paling kuno.
Adam Clarke: “The most important of all the
sacrifices offered to God” (= Yang terpenting dari semua korban yang dipersembahkan kepada
Allah).
Jamieson,
Fausset & Brown: “This was the most ancient (cf.
Gen. 8:20; 20:7-8,13; Job 1:5), as well as the most
conspicuous, mode of sacrifice” [= Ini adalah korban yang paling kuno
(bdk. Kej 8:20; 20:7-8,13; Ayub 1:5), dan juga cara
pemberian korban yang paling menyolok].
c) Dalam memberikan persembahan ini, binatang
yang dipersembahkan itu dibakar seluruhnya.
Adam Clarke: “‘Burnt-sacrifice.’ ... called by
the Septuagint holokautooma,
because it was ‘wholly consumed,’ which was not the case in any other
offering.”
(= ‘Korban bakaran’. ... disebut oleh Septuaginta dengan istilah HOLOKAUTOOMA,
karena korban itu ‘dibakar seluruhnya’, yang bukan merupakan kasusnya dalam
persembahan / korban yang lain).
d) Orang asing / non
Jamieson, Fausset & Brown: “The burnt offering was also distinguished
from all the sacrifices prescribed by the Hebrew ritual, that it might be
offered by foreigners as well as native Jews” (= Korban
bakaran juga dibedakan dari semua korban-korban yang ditetapkan dalam
upacara-upacara Ibrani, dalam hal dimana itu boleh dipersembahkan oleh
orang-orang asing maupun oleh orang-orang Yahudi).
Catatan: Saya tidak tahu apakah
kata-kata ini benar atau tidak.
3) Syarat dari binatang yang dipersembahkan:
a) Jantan.
Ini disyaratkan karena:
·
pada umumnya binatang jantan lebih bagus dari pada betina.
·
binatang itu merupakan Type dari Kristus, yang adalah seorang laki-laki.
Barnes’
Notes: “Males were required in most offerings,
since the stronger sex which takes precedence of the other. But females were
allowed in peace-offerings (Lev. 3:1,6), and
were expressly prescribed in the sin-offerings of the common people (Lev.
4:28,32; 5:6)” [= ‘Jantan’ disyaratkan dalam kebanyakan korban, karena
jenis kelamin yang lebih kuat ini lebih superior dari yang lain. Tetapi yang
betina diijinkan dalam korban damai (Im 3:1,6),
dan ditetapkan secara jelas / explicit dalam korban penghapus dosa dari orang
biasa (Im 4:28,32; 5:6)].
Catatan:
KJV/RSV/NASB menterjemahkan ‘peace-offering’ (= korban
damai), tetapi NIV menterjemahkan ‘fellowship
offering’ (= korban persekutuan), dan
Kitab Suci
Jamieson,
Fausset & Brown: “The male was considered more
perfect than the female (Isa. 1:11; Mal. 1:14), and was more fully typical of Christ” (= Jantan
dianggap lebih sempurna dari pada betina (Yes 1:11; Mal 1:14), dan dengan lebih
penuh menyimbolkan Kristus).
b) Tidak bercela.
1. Mengapa diberi syarat ‘tidak bercela’? Karena:
a. Binatang itu merupakan TYPE dari Kristus, yang suci.
b. Hanya yang terbaik yang boleh diberikan kepada Allah.
Wenham (NICOT): “only perfect animals were
acceptable in worship (Lev. 1:3,10; 22:18ff.) Only the
best is good enough for God” [= hanya binatang yang sempurna yang diterima dalam ibadah (Im
1:3,10; 22:18-dst). Hanya yang terbaiklah yang cukup
baik bagi Allah]
- hal 51.
Pulpit Commentary: “God must have our best” (= Allah harus mendapat yang
terbaik dari kita) - hal 21.
Pulpit Commentary: “A religion which costs us nothing cannot
be real. The more of one’s self there is in it, the more really offered it is.
The mistake of all ritualism is that it leads us to offer up another’s offering
instead of our own” (= Suatu agama untuk mana kita tidak mengeluarkan apa-apa tidak
bisa merupakan agama yang sejati. Makin banyak dari seseorang
ada di dalam persembahan itu, makin sungguh-sungguh itu dipersembahkan.
Kesalahan dari semua penekanan upacara keagamaan adalah bahwa itu membawa kita
untuk mempersembahkan persembahan orang lain dan bukannya persembahan kita
sendiri) -
hal 21.
c. Allah tidak mau ibadah kepadaNya dikotori
dengan ketidak-murnian manusia (Calvin).
d. Manusia, yang digambarkan oleh korban-korban
itu, harus mengarahkan diri pada kesempurnaan, dan pada suatu hari orang Kristen
akan mencapai kesempurnaan itu (di surga).
John Wesley: “ ‘Without blemish’ - To signify, ... That man, represented by
these sacrifices, should aim at all perfection of heart and life, and that
Christians should one day attain to it, Ephesians 5:27” (= ‘Tidak bercela’ - Menandakan:
... Bahwa manusia, digambarkan oleh korban-korban ini, harus mengarah pada
seluruh kesempurnaan dari hati dan kehidupan, dan bahwa orang-orang kristen akan mencapainya pada suatu hari, Ef 5:27).
2. Penguraian yang lebih terperinci tentang ‘tidak bercela’ itu.
Im 22:18-25 - “(18) ‘Berbicaralah kepada Harun
serta anak-anaknya dan kepada semua orang Israel dan katakan kepada mereka:
Siapapun dari umat Israel dan dari orang asing di antara orang Israel yang
mempersembahkan persembahannya, baik berupa sesuatu persembahan nazar maupun
berupa sesuatu persembahan sukarela, yang hendak dipersembahkan mereka kepada
TUHAN sebagai korban bakaran, (19) maka supaya TUHAN berkenan akan kamu, haruslah
persembahan itu tidak bercela dari lembu jantan, domba atau kambing. (20) Segala
yang bercacat badannya janganlah kamu persembahkan, karena dengan itu TUHAN
tidak berkenan akan kamu. (21) Juga apabila seseorang
mempersembahkan kepada TUHAN korban keselamatan sebagai pembayar nazar khusus
atau sebagai korban sukarela dari lembu atau kambing domba, maka korban itu
haruslah yang tidak bercela, supaya TUHAN berkenan akan dia, janganlah
badannya bercacat sedikitpun. (22) Binatang yang buta atau yang patah
tulang, yang luka atau yang berbisul, yang berkedal atau yang berkurap,
semuanya itu janganlah kamu persembahkan kepada TUHAN dan binatang yang
demikian janganlah kamu taruh sebagai korban api-apian bagi TUHAN ke atas
mezbah. (23) Tetapi seekor lembu atau domba yang terlalu panjang atau terlalu
pendek anggotanya bolehlah kaupersembahkan sebagai korban sukarela, tetapi
sebagai korban nazar TUHAN tidak akan berkenan akan
binatang itu. (24) Tetapi binatang yang buah pelirnya terjepit, ditumbuk,
direnggut atau dikerat, janganlah kamu persembahkan kepada TUHAN; janganlah
kamu berbuat demikian di negerimu. (25) Juga dari tangan
orang asing janganlah kamu persembahkan sesuatu dari semuanya itu sebagai
santapan Allahmu, karena semuanya itu telah rusak dan bercacat badannya; TUHAN
tidak akan berkenan akan kamu karena persembahan-persembahan itu.’”.
3. Pada jaman Maleakhi, terjadi pelanggaran
terhadap syarat ini yang membuat Allah murka.
Mal 1:8,13b,14
- “(8) Apabila kamu
membawa seekor binatang buta untuk dipersembahkan, tidakkah itu jahat? Apabila
kamu membawa binatang yang timpang dan sakit, tidakkah itu jahat? Cobalah
menyampaikannya kepada bupatimu, apakah ia berkenan
kepadamu, apalagi menyambut engkau dengan baik? firman
TUHAN semesta alam. ... (13b) Kamu membawa binatang yang
dirampas, binatang yang timpang dan binatang yang sakit, kamu membawanya
sebagai persembahan. Akan berkenankah Aku menerimanya
dari tanganmu? firman TUHAN. (14) Terkutuklah
penipu, yang mempunyai seekor binatang jantan di antara kawanan ternaknya, yang
dinazarkannya, tetapi ia mempersembahkan binatang yang
cacat kepada Tuhan. Sebab Aku ini Raja yang besar, firman TUHAN semesta alam,
dan namaKu ditakuti di antara bangsa-bangsa”.
Catatan:
Istilah ‘binatang yang dirampas’ dalam ay 13
diterjemahkan secara bervariasi.
RSV: what has been taken by violence (= yang diambil dengan kekerasan).
NASB: what was taken by robery (= yang diambil dengan merampok).
NIV: injured (= terluka).
KJV: that which was torn (= yang dicabik-cabik).
Bdk. Kel 22:31 - “Haruslah kamu menjadi orang-orang kudus bagiKu: daging ternak yang diterkam di
Jadi, dalam
Kel 22:31 ini dikatakan bahwa ‘binatang yang dirampas’ itu tidak boleh dimakan, tetapi harus diberikan
kepada anjing.
Tetapi ternyata mereka memberikannya kepada Tuhan!
c) Binatang yang tidak haram (clean).
Dalam
ay 2 dikatakan ‘dari
ternak’,
yaitu ‘lembu sapi’ (bdk ay 3) atau ‘kambing domba’ (bdk. ay 10). Lalu kemungkinan lain adalah
dari ‘burung’, dimana burungnya adalah ‘burung tekukur’ atau ‘anak burung merpati’ (ay 14).
1. Semua ini merupakan binatang / burung yang ‘clean’ / ‘tidak haram’ (bdk. Im
11).
Adam Clarke: “those sacrifices were of clean animals,
the most perfect, useful, and healthy, of all that are brought under the
immediate government and influence of man. Gross-feeding and ferocious animals
were all excluded, as were also all birds of prey. In the pagan worship it was
widely different; for although the ox was esteemed among them,
... yet obscene fowls and ravenous beasts, according to the nature of
their deities, were frequently offered in sacrifice. Thus, they sacrificed
horses to the SUN, wolves to MARS, asses to PRIAPUS, swine to CERES, dogs to
HECATE, etc., etc. But in the worship of God all these were declared unclean,
and only the three following kinds of QUADRUPEDS were commanded to be
sacrificed”
(= Korban-korban itu adalah binatang-binatang yang tidak haram, paling
sempurna, berguna, dan sehat, dari semua yang dibawa ke bawah pemerintahan
langsung dan pengaruh dari manusia. Binatang yang memakan makanan kotor dan
binatang buas / galak semuanya dikeluarkan, seperti juga semua burung pemangsa.
Dalam ibadah kafir itu sangat berbeda; karena sekalipun sapi jantan dihargai di
antara mereka, tetapi unggas yang kotor / menjijikkan dan binatang-binatang
yang rakus, sesuai dengan sifat dari dewa-dewa mereka, sering dipersembahkan
sebagai korban. Demikianlah mereka mengorbankan kuda kepada MATAHARI, serigala
kepada MARS, keledai kepada PRIAPUS, babi kepada CERES, anjing kepada HECATE,
dsb, dsb. Tetapi dalam penyembahan Allah semua
binatang-binatang ini dinyatakan sebagai haram, dan hanya tiga jenis berikut
dari binatang berkaki empat yang
diperintahkan untuk dipersembahkan).
2. Ini juga merupakan binatang domestic /
peliharaan, bukan binatang liar.
Ini mungkin
untuk memudahkan binatang-binatang itu dibawa ke pembantaian. Disamping
itu, ini juga merupakan TYPE dari Kristus yang penurut.
Bdk. Yes 53:7 - “Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan
diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke
pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang
menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya”.
3. Binatang-binatang / burung-burung ini mudah
didapat.
Andrew Bonar mengatakan bahwa
kalau ditanyakan: mengapa Allah memilih binatang-binatang ini sebagai
persembahan? Maka jawabnya: selain kedaulatan Allah, yang menyebabkan Ia berhak memilih binatang apapun, Ia juga memilih binatang
yang mudah didapat.
Andrew Bonar: “He did not wish to make them go in
pursuit of beasts for offering, for salvation is brought to our hand by our
God” (= Ia tidak ingin membuat mereka pergi mencari / mengejar
binatang-binatang untuk korban, karena keselamatan dibawa kepada tangan kita
oleh Allah kita)
- hal 12.
Bayangkan kalau ia minta jerapah, atau kangguru, atau jenis ular yang sukar
didapat, itu pasti memusingkan orang
4) Tempat mempersembahkan korban.
Ay 3b: “Ia harus membawanya ke pintu Kemah
Pertemuan”.
Jamieson,
Fausset & Brown: “‘At the door of the tabernacle.’
- where stood the altar of burnt offering (Exo. 40:6), and every other place
was forbidden; under the highest penalty (Lev. 17:4)” [= ‘Pada pintu
dari Kemah Suci’. - dimana terdapat mezbah korban bakaran (Kel 40:6), dan
setiap tempat lain dilarang; dibawah hukuman yang terberat (Im 17:4)].
Kel 40:6 - “Kautaruhlah mezbah korban bakaran di depan pintu Kemah Suci, yakni Kemah Pertemuan itu”.
Im 17:3-5 - “(3) Setiap orang dari kaum Israel
yang menyembelih lembu atau domba atau kambing di dalam perkemahan atau di
luarnya, (4) tetapi tidak membawanya ke pintu Kemah Pertemuan, untuk
dipersembahkan sebagai persembahan kepada TUHAN di depan Kemah Suci TUHAN,
hal itu harus dihitungkan kepada orang
itu sebagai hutang darah, karena ia telah menumpahkan darah, dan orang itu
haruslah dilenyapkan dari tengah-tengah bangsanya. (5) Maksudnya supaya
orang Israel membawa korban sembelihan mereka, yang biasa dipersembahkan mereka
di padang, kepada TUHAN ke pintu Kemah Pertemuan dengan menyerahkannya
kepada imam, untuk dipersembahkan kepada TUHAN sebagai korban keselamatan”.
Pulpit Commentary: “The Jewish sacrifices were never
resumed after the destruction of their city and temple, for they hold it
unlawful to sacrifice anywhere our of
Jadi
orang-orang Yahudi sekarang tidak lagi mempersembahkan korban, tetapi itu bukan
karena alasan yang benar. Mereka tidak mempersembahkan korban, karena
Bait Suci tidak ada lagi, sehingga mereka tidak bisa mentaati ayat ini yang menyuruh
mempersembahkan korban di pintu Kemah / Bait Suci. Alasan
yang benar untuk tidak lagi memberikan korban adalah karena type-type itu sudah
digenapi dengan kematian Kristus, dan karena itu harus dihapuskan
pelaksanaannya.
5) Tujuan dari korban bakaran.
Ay 3: “Jikalau persembahannya merupakan
korban bakaran dari lembu,
haruslah ia mempersembahkan seekor jantan yang tidak bercela. Ia harus
membawanya ke pintu Kemah Pertemuan, supaya TUHAN berkenan akan dia”.
a) Terjemahan dari bagian ini.
KJV: ‘If
his offering be a burnt sacrifice of the herd, let him offer a male without
blemish: he shall offer it of his own voluntary will at the door of the
tabernacle of the congregation before the LORD’ (= Jika persembahannya adalah
suatu korban bakaran dari ternak, hendaklah ia mempersembahkan seekor jantan
yang tidak bercela: ia harus mempersembahkannya dari kehendak sukarelanya
di pintu dari Kemah Suci dari jemaat di hadapan TUHAN). Ini
salah baik terjemahannya maupun susunan pengalimatannya.
RSV: ‘‘If
his offering is a burnt offering from the herd, he shall offer a male without
blemish; he shall offer it at the door of the tent of meeting, that he may
be accepted before the LORD’ (= Jika persembahannya adalah suatu korban
bakaran dari ternak, ia harus mempersembahkan seekor jantan yang tidak bercela;
ia harus mempersembahkannya di pintu dari kemah pertemuan, supaya ia bisa
diterima di hadapan TUHAN).
NIV: ‘so
that it will be acceptable to the LORD’ (= supaya korban itu akan diterima TUHAN).
Bagian
yang digaris-bawahi itu diberi Footnote oleh NIV: ‘he’ (= ia).
NASB: ‘that
he may be accepted before the LORD’ (= supaya ia
bisa diterima di hadapan TUHAN).
Adam Clarke: “‘His own voluntary will.’ Lirtsono, ‘to gain
himself acceptance’ before the Lord. In this way all the versions appear
to have understood the original words, and the connection in which they stand
obviously requires this meaning” (= ‘Kehendak sukarelanya sendiri’. LIRTSONO,
‘untuk mendapatkan baginya sendiri penerimaan’ di hadapan Tuhan.
Kelihatannya dengan cara ini semua versi memahami
kata-kata orisinilnya, dan hubungan dalam mana kata-kata itu berada, jelas
menuntut arti ini).
b) Ini merupakan tujuan dari korban bakaran ini.
Wenham (NICOT): “Peace with God is the goal of
sacrifice”
(= Damai dengan Allah merupakan tujuan dari korban ini) - hal 55.
Tetapi
ada penafsir-penafsir yang memberikan tujuan-tujuan lain sebagai berikut:
·
Jamieson, Fausset & Brown: “The burnt
offering expressed those general sentiments of acknowledgment to God as Creator
and Benefactor, as well as that propitiation to Him as an offended Sovereign,
which nature instinctively awakens in the breasts of all, and which rendered it
therefore proper to be rendered by all” (= Korban
bakaran menyatakan perasaan umum tentang pengakuan kepada Allah sebagai
Pencipta dan Penolong / Dermawan, maupun pendamaian dengan Dia sebagai Raja
yang disakiti / disalahi, yang ditimbulkan secara naluri dalam dada semua
orang, dan yang membuatnya benar untuk diberikan oleh semua orang).
·
Jamieson, Fausset & Brown: “no
part of it was eaten either by the priests or the offerer. ... and its entire
combustion indicated the self-dedication of the offerer - his whole nature - his
body and soul - as necessary to form sacrifice acceptable to God (Rom. 12:1;
Phil. 1:20)” [= Tidak ada bagian yang dimakan baik oleh imam-imam ataupun
si pemberi persembahan. ... dan pembakaran seluruhnya menunjukkan penyerahan
diri dari si pemberi persembahan - seluruh hakekatnya - tubuh dan jiwanya -
sebagai sesuatu yang perlu untuk membentuk suatu korban yang berkenan kepada
Allah (Ro 12:1; Fil 1:20)].
Ro 12:1 - “Karena itu, saudara-saudara,
demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu
sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang
berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati”.
Fil 1:20
- “Sebab yang sangat
kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala hal tidak akan beroleh
malu, melainkan seperti sediakala, demikianpun sekarang, Kristus dengan nyata
dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku”.
·
Wesley: “burnt-offerings
were commonly offered by way of thanksgiving; yet they were sometimes offered
by way of atonement for sin, that is, for sins in general, as appears from Job
1:5, but for particular sins there were special sacrifices” (= korban bakaran pada umumnya
dipersembahkan sebagai suatu bentuk pengucapan syukur; tetapi kadang-kadang
dipersembahkan sebagai suatu cara penebusan dosa, yaitu, untuk dosa-dosa secara
umum, seperti terlihat dari Ayub 1:5, tetapi untuk dosa-dosa khusus ada
korban-korban khusus).
Jadi, korban bakaran ini
diberikan sebagai:
¨
pengakuan kepada Allah sebagai Pencipta dan Penolong / Pemberi berkat.
¨
suatu tindakan pengucapan syukur.
¨
sesuatu yang menunjukkan penyerahan diri sepenuhnya dari si pemberi
persembahan.
¨
pendamaian dengan Dia sebagai Raja yang disakiti hatinya, atau dengan kata
lain, sebagai cara penebusan dosa.
Kelihatannya
semua ini tidak sesuai satu dengan yang lain. Tetapi mungkin bisa disatukan
sebagai berikut: orang-orang itu memberikan korban bakaran ini karena ia menyadari dan mengakui bahwa Allah adalah Penciptanya,
Penolong / Pemberi berkat baginya. Karena itu, ia
mengucap syukur kepadaNya, dan menyerahkan seluruh dirinya kepadaNya. Tetapi
karena ia adalah manusia berdosa, ia membutuhkan
pendamaian dengan Allah yang telah ia sakiti hatiNya itu.
Ay 4: “Lalu ia harus meletakkan tangannya ke atas kepala korban
bakaran itu, sehingga baginya persembahan itu diperkenan untuk mengadakan
pendamaian baginya”.
1) Korban bakaran juga ada dalam dunia kafir.
Adam Clarke: “It has been sufficiently remarked
by learned men that almost all the people of the earth had their
burnt-offerings, on which also they placed the greatest dependence. It was a
general maxim through the pagan world, that there was no other way to appease
the incensed gods and they sometimes even offered human sacrifices, from the
supposition as Caesar expresses it, that life was necessary to redeem life,
and that the gods would be satisfied with nothing less” (= Telah dikatakan secara cukup oleh
orang-orang terpelajar bahwa hampir semua orang / bangsa di bumi mempunyai
korban bakaran mereka, pada mana mereka juga meletakkan ketergantungan yang
terbesar. Merupakan suatu pepatah umum di seluruh dunia kafir, bahwa tidak ada
jalan lain untuk menenangkan / memenuhi tuntutan dewa-dewa yang marah dan
mereka kadang-kadang mempersembahkan korban-korban manusia, dari anggapan
seperti dinyatakan oleh Kaisar, bahwa nyawa diperlukan untuk menebus nyawa
dan bahwa dewa-dewa tidak akan dipuaskan dengan apapun yang kurang dari itu).
Ini tidak
berarti Yudaisme / Kristen mendapatkan hal ini dari agama kafir. Yudaisme
dan Kristen mendapatkan dari Tuhan / Firman Tuhan. Lalu
bagaimana mungkin ada semacam keseragaman dalam hal ini di seluruh dunia?
Mungkin pada waktu Tuhan memberikan pakaian dari kulit binatang kepada Adam dan
2) Apa arti dari tindakan meletakkan tangan pada kepala
dari korban itu?
Ini
merupakan simbol pentransferan / pemindahan dosa dan hukumannya dari orang yang
memberikan korban, kepada korban binatang itu, sehingga nanti binatang itu mati
sebagai substitute / penggantinya.
a) Ini bisa terlihat dari penggunaan kata kerja yang sama dalam Im 1:4 dan Maz 88:8.
Andrew Bonar: “It is yet more forcible in the
Hebrew - ‘He shall lean his hand’ ..., the very word used in Psalm 88:7, ‘Thy
wrath leaneth hard upon me.’” (= Ini lebih kuat dalam bahasa Ibrani - ‘Ia akan menyandarkan
tangannya’ ..., kata yang sama digunakan dalam Maz
88:8, ‘MurkaMu bersandar / menekan dengan keras padaku’) - hal 15.
Maz 88:8a - “Aku tertekan oleh panas murkaMu”.
KJV: ‘Thy
wrath lieth hard upon me’ (= MurkaMu terletak dengan keras padaku).
Catatan: memang dalam bahasa Ibrani Im
1:4 dan Maz 88:8a menggunakan kata dasar yang sama.
Matthew Henry: “The offerer must put his hand upon
the head of his offering, v. 4. ‘He must put both his hands,’ say the Jewish
doctors, ‘with all his might, between the horns of the beast,’ signifying
thereby, ... a dependence upon the sacrifice, as an instituted type of the
great sacrifice on which the iniquity of us all was to be laid” (= Si pemberi persembahan harus
meletakkan tangannya pada kepala dari korbannya, ay 4. ‘Ia harus
meletakkan kedua tangannya,’ kata seorang doktor Yahudi, ‘dengan seluruh
kekuatannya, di antara tanduk-tanduk dari binatang itu’, dan dengan ini
menunjukkan ... suatu ketergantungan pada korban, sebagai suatu TYPE dari suatu
korban besar / agung pada mana kesalahan kita semua akan
diletakkan).
Jadi,
sebagaimana murka Allah itu menekan orang yang berdosa itu, maka pada saat
memberikan korban bakaran, orang itu menekan kepala binatang yang dijadikan
korban, seakan-akan memindahkan murka Allah itu kepada binatang korban
tersebut.
b) Dengan pentransferan / pemindahan dosa dan
hukumannya kepada binatang itu, maka pada waktu binatang korban itu disembelih,
ia mati sebagai substitute / pengganti orang
yang berdosa itu.
Jamieson,
Fausset & Brown: “This was a significant act,
which implied not only that the offerer devoted the animal to God, but that he
confessed his consciousness of sin, and prayed that his guilt and its
punishment might be transferred to the victim; in other words, the sacrifice
was vicarious” (= Ini merupakan suatu tindakan yang mempunyai
arti, yang secara implicit menunjukkan bukan hanya bahwa si pemberi korban
mempersembahkan binatang itu kepada Allah, tetapi ia juga mengakui kesadarannya
akan dosa, dan berdoa supaya kesalahannya dan hukumannya bisa ditransferkan /
dipindahkan kepada korban; dengan kata lain, korban itu menjadi pengganti).
Perhatikan bahwa sejak jaman
Perjanjian Lama ini Allah sudah memberikan jalan untuk
mendapatkan pengampunan dosa melalui substitute / pengganti. Ini
bertentangan dengan 2 teori yang lain, yang merupakan
teori / ajaran yang sesat, yaitu:
1. Manusia harus membuang dosa dan berbuat baik
untuk bisa diampuni dosanya. Ini merupakan prinsip dari semua agama lain dan
juga dari banyak sekte sesat dalam kristen.
2. Yesus menderita dan mati sebagai tindakan
solidaritas dengan manusia yang berdosa.
Ajaran bahwa
Kristus menderita dan mati sebagai tindakan solidaritas terhadap manusia ini
banyak terdapat dalam gereja-gereja Protestan yang liberal.
Contoh: dalam buku sesatnya yang
berjudul, ‘Tuhan, ajarlah aku’ yang disusun oleh Pdt. Yohanes Bambang Mulyono S.Th. dari GKI,
dikatakan sebagai berikut:
·
“Bila
Yesus Kristus mau menderita sengsara, itu adalah karena Dia mau solider
dengan manusia yang berada di bawah kuasa dosa. Sikap solider (senasib)
inilah yang menyebabkan Anak Allah mau ikut menanggung hukuman dan
kematian” (hal 111).
·
“Di dalam
Yesus Kristus, Allah menyatakan solidaritasNya dengan kehidupan dan
penderitaan manusia. ... Sampai saat ini Allah ikut solider dalam
penderitaan orang-orang yang sedang ditimpa oleh malapetaka, ketidakadilan,
kesewenang-wenangan, korban peperangan, korban bencana alam, dan sebagainya.
Dalam sejarah kehidupan umat manusia, Allah kita adalah Allah yang menderita
sebab ikut menanggung tragedi dan kegagalan manusia” (hal 274).
·
“Anugerah
Allah secara utuh dan sempurna dinyatakan di dalam Yesus Kristus, sebab Dialah
Allah yang menjadi manusia untuk solider dengan menebus dosa manusia” (hal 280).
Kalau Yesus menderita dan mati
hanya sebagai tindakan solidaritas dengan manusia yang berdosa, dan Ia menderita bersama kita, itu tidak ada gunanya bagi
kita, karena kita tetap akan menerima dan memikul hukuman Allah. Tetapi kalau Yesus menjadi substitute / pengganti,
maka kita bebas dari hukuman Allah.
Bdk.
Ro 8:1 - “Demikianlah
sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus”.
c) Orang
yang berdosa itu tidak boleh melakukan semua ini hanya secara lahiriah.
Wesley: “‘He
shall put his hand’ ... Whereby he signified, 1. that he willingly gave it to
the Lord. 2. That he judged himself worthy of that death which it suffered in
his stead; and that he laid his sins upon it with an eye to him upon whom God
would lay the iniquity of us all, Isaiah 53:6, and that together with it he did
freely offer up himself to God” (= ‘ia harus meletakkan tangannya’ ... Dengan mana ia
menandakan, 1. bahwa ia dengan sukarela memberikan binatang itu kepada Tuhan.
2. Bahwa ia menilai dirinya sendiri layak untuk mengalami kematian yang dialami
binatang itu sebagai penggantinya; dan bahwa ia meletakkan dosa-dosanya pada
binatang itu dengan mata yang diarahkan kepada Dia kepada siapa Allah akan
meletakkan kesalahan kita semua, Yesaya 53:6, dan bahwa bersama-sama dengan
binatang itu, ia dengan sukarela mempersembahkan dirinya sendiri kepada Allah).
Yes 53:4-6 - “(4) Tetapi sesungguhnya, penyakit
kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita
mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. (5) Tetapi dia tertikam
oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita;
ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh
bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. (6) Kita sekalian sesat
seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN
telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian”.
Jadi, orang
yang memberi korban itu tidak boleh hanya sekedar mempersembahkan korban,
meletakkan tangannya pada kepala korban dan sebagainya. Ia
harus meletakkan tangannya pada kepala korban dengan mata / hati / pikiran yang
diarahkan kepada Yesus / Mesias, kepada siapa korban binatang itu menunjuk.
Pulpit Commentary: “The offerer’s faith is truly needful as the victim
he brings. ‘Without faith it is impossible to please God’” (= Iman dari si pemberi korban sama perlunya seperti korban yang ia bawa. ‘Tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah’) - hal 22.
Ibr 11:6 - “Tetapi tanpa iman tidak mungkin
orang berkenan kepada Allah”.
Dalam ibadah
/ kebaktian, kita juga tidak boleh melakukannya hanya secara lahiriah. Hati /
pikiran harus terlibat.
d) Jadi, adanya substitute / pengganti,
dan adanya iman, merupakan syarat dan jalan / cara
dari pengampunan dosa.
Andrew Bonar: “When the worshipper had thus simply
left his sins, conveyed by the laying on of his hand, upon the sacrifice, he
stands aside. This is all his part. ... Faith in the Lord’s testimony was the
ground of an Israelite’s peace and conscience, - nothing of it rested on his
own frame of mind, character, or conduct” (= Pada waktu orang yang beribadah
/ menyembah itu telah meninggalkan dosa-dosanya dengan cara sederhana ini,
memindahkannya dengan penumpangan tangannya pada korban, ia meminggir / berdiri
ke pinggir. Ini adalah semua bagiannya. ... Iman
kepada kesaksian Tuhan adalah dasar dari damai dan hati nurani dari seorang
Pulpit Commentary: “God forgives because he chooses to
forgive, yet he forgives by the method which he proclaims” (= Allah mengampuni karena Ia memilih untuk mengampuni, tetapi Ia mengampuni dengan
metode / cara yang Ia nyatakan) - hal 21.
2) Tujuan dari persembahan korban dan upacara ini
diberikan pada bagian akhir dari ay 4 ini: “sehingga baginya persembahan itu
diperkenan untuk mengadakan pendamaian baginya”.
a) Ini adalah untuk dosa-dosa secara umum,
dan berbeda dengan korban penghapus dosa yang digunakan untuk mendapatkan
pengampunan bagi dosa-dosa yang tertentu (Im 4:1-dst).
Matthew Henry: “The offerer’s putting his hand on
the head of the offering was to signify his desire and hope that it might be
accepted from him to make atonement for him. Though the burnt-offerings had
not respect to any particular sin,
as the sin-offering had, yet they were to make atonement for sin in general; and he that laid his
hand on the head of a burnt-offering was to confess that he had left undone
what he ought to have done and had done that which he ought not to have done,
and to pray that, though he deserved to die himself, the death of his sacrifice
might be accepted for the expiating of his guilt” (= Peletakan tangan dari orang yang
memberikan korban pada kepala dari korban adalah untuk menunjukkan keinginan
dan pengharapannya bahwa binatang itu bisa diterima dari dia untuk membuat
penebusan untuk dia. Sekalipun korban bakaran tidak berkenaan dengan dosa
TERTENTU manapun, seperti dalam kasus korban penghapus dosa, tetapi
korban-korban itu adalah untuk membuat penebusan untuk dosa secara umum; dan ia yang meletakkan
tangannya pada kepala dari korban bakaran harus mengakui bahwa ia telah tidak melakukan
apa yang seharusnya ia lakukan, dan telah melakukan apa yang tidak seharusnya
ia lakukan, dan berdoa supaya, sekalipun ia sendiri layak untuk mati, kematian
dari korban itu bisa diterima sebagai penebusan untuk kesalahannya).
b) Ini tidak berarti bahwa binatang / korban itu,
dalam dirinya sendiri, bisa berfaedah dalam memberikan pengampunan dosa kepada
si pemberi korban.
Calvin: “they transferred their guilt and
whatever penalties they had deserved to the victims, in order that they might
be reconciled to God. ... not as though these brute animals availed in
themselves unto expiation, except in so far as they were testimonies of the
grace to be manifested by Christ” (= mereka mentransfer / memindahkan kesalahan mereka
dan hukuman apapun yang layak mereka dapatkan kepada korban supaya mereka bisa
diperdamaikan dengan Allah. ... bukan seakan-akan binatang-binatang yang tak
berakal ini berfaedah dalam dirinya sendiri untuk penebusan, kecuali sejauh
mereka adalah kesaksian tentang kasih karunia yang akan dinyatakan oleh
Kristus) -
hal 324.
Bdk. Ibr 10:1,4 - “(1)
Di dalam hukum Taurat hanya terdapat bayangan saja dari keselamatan yang akan
datang, dan bukan hakekat dari keselamatan itu sendiri. Karena itu dengan
korban yang sama, yang setiap tahun terus-menerus
dipersembahkan, hukum Taurat tidak mungkin menyempurnakan mereka yang datang
mengambil bagian di dalamnya. ... (4) Sebab tidak mungkin
darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa”.
Jadi, seandainya tidak ada
pengorbanan Kristus di kayu salib, maka semua korban binatang ini akan sia-sia.
c) Ini merupakan dasar dari adanya doa
pengakuan dosa dalam ibadah / kebaktian.
Wenham (NICOT): “The burnt-offering was the first
offering of the day in normal worship. This reminds us that forgiveness of sins
is the prerequisite of true worship. Only those whose sins are forgiven can
enjoy God’s fellowship and praise him from their hearts. The pattern of OT
sacrifices may thus provide a pattern of truly Christian worship. Worship
should begin with confession of sins, a claiming of Christ’s forgiveness, and a
total rededication to God’s service, before going on to praise and petition” (= Korban bakaran adalah korban
pertama dari hari itu dalam ibadah / penyembahan normal. Ini
mengingatkan kita bahwa pengampunan dosa-dosa merupakan suatu prasyarat dari
ibadah / penyembahan yang benar. Hanya mereka yang
dosa-dosanya diampuni bisa menikmati persekutuan dengan Allah dan memuji Dia
dari hati mereka. Jadi, pola dari korban PL bisa
menyediakan suatu pola dari ibadah / penyembahan Kristen yang benar.
Ibadah / penyembahan harus dimulai dengan pengakuan dosa-dosa, suatu pengclaiman
terhadap pengampunan dari Kristus, dan suatu pembaktian ulang secara total
kepada pelayanan Allah, sebelum melanjutkan pada pujian dan permohonan) - hal 65-66.
Jadi, upacara ini merupakan simbol pentransferan dosa /
kesalahan dan hukuman dari si pemberi persembahan kepada binatang itu, sehingga
ia dibebaskan dari dosa dan hukuman itu dan
diperdamaikan dengan Allah. Jadi, binatang itu menjadi substitute
/ pengganti orang tersebut dalam memikul hukuman dosa.
Perhatikan bahwa sejak awal
Tuhan sudah menuntut seorang pengganti (substitute) dalam membereskan
dosa. Bukan perbuatan baik / ketaatan yang bisa membereskan dosa, tetapi
harus ada pengganti (substitute). Memang
binatang pengganti ini tentu saja tak berguna kalau tidak ada Kristus. Binatang ini hanya TYPE, sedangkan ANTI-TYPEnya adalah Kristus.
Kristuslah Pengganti (Substitute) yang sebenarnya, dan
tanpa Dia, atau tanpa iman kepada Dia, kita harus memikul dosa / kesalahan dan
hukuman kita sendiri.
Ay 5-6:
“(5) Kemudian
haruslah ia menyembelih lembu itu di hadapan TUHAN, dan anak-anak Harun,
imam-imam itu, harus mempersembahkan darah lembu itu dan menyiramkannya pada
sekeliling mezbah yang di depan pintu Kemah Pertemuan. (6)
Kemudian haruslah ia menguliti korban bakaran itu dan memotong-motongnya
menurut bagian-bagian tertentu”.
1) “Kemudian haruslah ia menyembelih lembu itu di hadapan TUHAN” (ay 5a).
a) ‘Ia’.
Kata ‘ia’ ini menunjuk kepada siapa?
1.
Calvin beranggapan bahwa yang membunuh binatang itu adalah imamnya
sendiri.
Memang kalau dilihat ay 4-5, kelihatannya si pemberi korban itu sendiri
yang menyembelih korban.
Ay 4-5: “(4) Lalu ia
harus meletakkan tangannya ke atas kepala korban bakaran itu, sehingga baginya
persembahan itu diperkenan untuk mengadakan pendamaian baginya. (5) Kemudian
haruslah ia menyembelih lembu itu di hadapan TUHAN, dan anak-anak Harun,
imam-imam itu, harus mempersembahkan darah lembu itu dan menyiramkannya pada
sekeliling mezbah yang di depan pintu Kemah Pertemuan”.
Kata ‘ia’ baik dalam ay 4 maupun dalam ay 5, jelas
menunjuk kepada si pemberi korban.
Tetapi
Calvin mengatakan bahwa sekalipun disebutkan ‘ia’, yang
menunjuk kepada si pemberi korban, tetapi sebetulnya imamlah yang melakukan hal
itu, atas nama orang itu.
Calvin: “it was not
allowable for the private person to kill the victim with his own hands, but
what the priest did in their name was transferred to them” (= tidak
diijinkan untuk orang biasa yang tidak mempunyai jabatan untuk membunuh korban
dengan tangannya sendiri, tetapi apa yang dilakukan
imam dalam namanya ditransfer kepada mereka) - hal 325.
Calvin: “this is worth
remarking, that although they brought the pledge of reconciliation from their
home, yet that the ministers of expiation were to be sought elsewhere, since no
one was competent for so illustrious an office, save he who was graced by the
holy unction of God. ... all mortals are unworthy of coming near God to
propitiate Him, and the hands of all are in a manner polluted or profane except
those which God himself has purged” (= ini berharga untuk diperhatikan,
bahwa sekalipun mereka membawa tanda / jaminan pendamaian dari rumah mereka,
tetapi bahwa pelayan-pelayan pendamaian harus dicari di tempat lain, karena
tidak ada yang mampu untuk tugas yang begitu menyolok, kecuali ia yang diberi
kasih karunia oleh pengurapan kudus dari Allah. ... semua orang-orang yang fana
tidak layak untuk mendekat kepada Allah untuk mendamaikan / menenangkan Dia,
dan tangan-tangan dari semua orang, dalam suatu arti tertentu, kotor atau
cemar, kecuali mereka yang telah dibersihkan oleh Allah sendiri) - hal
325.
Editor dari Calvin’s Commentary (hal 325, footnote) juga setuju dengan Calvin bahwa
hanya imam yang boleh melakukan hal itu.
Kata-kata
Calvin ini bukan tak beralasan, karena kalau seseorang menyuruh orang lain
untuk melakukan sesuatu, itu sama saja dengan kalau ia
melakukannya sendiri. Misalnya: kalau saya menyuruh tukang-tukang untuk
merenovasi rumah saya, saya boleh saja mengatakan ‘Saya merenovasi rumah
saya’. Demikian juga kalau imam menyembelih binatang itu atas
perintah si pemberi korban, maka bisa dikatakan bahwa si pemberi korban itulah
yang menyembelih binatang tersebut.
2.
Wenham
(NICOT): “the worshipper had to kill the animal
himself” (= orang yang beribadah harus membunuh sendiri binatang
itu) - hal 53.
Jamieson,
Fausset & Brown: “‘And he shall kill ...’ -
meaning not the priest, because it was not his official duty in case of voluntary
sacrifices, but the offerer; in later times, however, the office was generally
performed by Levites (cf. 2 Chr. 29:24; Ezra 6:24).” [= ‘Dan ia akan membunuh / menyembelih ...’ - tidak berarti imamnya,
karena bukanlah merupakan tugas resminya dalam kasus korban sukarela, tetapi si
pemberi persembahan; tetapi belakangan, tugas itu biasanya dilakukan oleh
orang-orang Lewi (bdk. 2Taw 29:24; Ezra 6:24)].
2Taw 29:24 - “Dan para imam
menyembelihnya dan mempersembahkan darahnya di atas mezbah sebagai korban
penghapus dosa untuk mengadakan pendamaian bagi seluruh
Ezra 6:24 pasti salah cetak, karena ayat itu tidak ada. Mungkin
seharusnya Ezra 6:20 - “Karena
Catatan: tetapi
kasus-kasus yang diberikan sebagai contoh, bukan kasus pemberian korban
bakaran, tetapi korban penghapus dosa dan penyembelihan anak domba Paskah.
Victor P. Hamilton (hal 255) juga menganggap bahwa yang menyembelih
binatang itu bukan imam tetapi orang yang memberi korban itu.
Andrew
Bonar juga mengatakan bahwa seadanya orang boleh menyembelih binatang itu, dan ia membandingkan dengan tindakan pemercikan darah, yang
hanya boleh dilakukan oleh imam.
Andrew
Bonar: “Any one (2Chron. 30:17) might kill the
animal - any common Levite, or even the offerer himself - for there may be many
executioners of God’s wrath: ... But there is only one appointed way for
dispensing mercy; and therefore only priests must engage in the act that
signified the bestowal pardon” [= Siapapun (2Taw 30:17) boleh membunuh
binatang itu - seadanya orang Lewi biasa, atau bahkan si pemberi persembahan
sendiri - karena bisa ada banyak algojo dari murka Allah: ... Tetapi hanya ada
satu jalan yang ditetapkan untuk menyalurkan / membagikan belas kasihan; dan
karena itu hanya imam yang harus dipekerjakan dalam tindakan yang menandakan
pemberian pengampunan] - hal 16.
Catatan:
·
memang
pemercikan darah ke mezbah hanya dilakukan oleh imam (ay 5).
·
2Taw 30:17 - “Sebab ada
banyak di antara jemaah yang tidak menguduskan dirinya, sehingga menjadi tugas orang Lewi untuk
menyembelih domba-domba Paskah bagi setiap orang yang tidak dapat
menguduskannya bagi TUHAN karena ia tidak tahir”.
Ayat ini kelihatannya menunjukkan bahwa orang Lewi menyembelih korban
untuk orang-orang yang tidak dapat menguduskan dirinya. Jadi orang yang dapat menguduskan dirinya, boleh menyembelih
sendiri korban itu.
b) ‘menyembelih’.
KJV/RSV: ‘kill’ (= membunuh).
NIV: ‘slaughter’
(= membunuh / menyembelih).
NASB: ‘slay’
(= membunuh).
Saya berpendapat, arti yang benar dari kata bahasa Ibraninya adalah ‘menyembelih’
(William L. Holladay, hal 365).
Ini sebabnya, untuk
Anti-Typenya, yaitu Kristus, juga digunakan kata ‘menyembelih’, sekalipun dalam arti
sebenarnya Kristus mati disalib, bukan disembelih.
1Kor 5:7 - “Buanglah
ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang
tidak beragi. Sebab anak
domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus”.
Wah 5:6
- “Maka aku melihat di tengah-tengah
takhta dan keempat makhluk itu dan di tengah-tengah tua-tua itu berdiri seekor
Anak Domba seperti telah disembelih, bertanduk tujuh dan bermata tujuh: itulah
ketujuh Roh Allah yang diutus ke seluruh bumi”.
Adam Clarke: “‘As it had been slain.’ As if now in
the act of being offered. This is very remarkable; so important is
the sacrificial offering of Christ in the sight of God that he is still
represented as being in the very act of pouring out his blood for the offences
of man. This gives great advantage to faith; when any soul comes to the throne
of grace, he finds a sacrifice there provided for him to offer to God. Thus all
succeeding generations find they have the continual sacrifice ready, and the
newly-shed blood to offer” (= ).
Jamieson, Fausset & Brown: “‘As it had been slain.’ - bearing
marks of His past death-wounds: standing, though bearing the marks of one
slain. In the midst of heavenly glory, Christ crucified is still
prominent” (= ).
Barnes’ Notes: “‘As it had been slain.’ That is, in some way having
the appearance of having been slain; having some marks or indications about
it that it had been slain. What those were the writer does not specify. If it were covered with blood, or there were marks of mortal
wounds, it would be all that the representation demands. The great work which
the Redeemer performed - that of making an atonement for sin - was thus
represented to John in such a way that he at once recognized him, and saw the
reason why the office of breaking the seals was entrusted to him. It should
be remarked that this representation is merely symbolic, and we are not to suppose
that the Redeemer really assumed this form, or that he appears in this form in
heaven. We should no more suppose that the Redeemer appear: literally as a
lamb in heaven with numerous eyes and horns, than that there is a literal
throne and a sea of glass there; that there are ‘seats’ there, and ‘elders,’
and ‘crowns of gold.’” (= ).
Wah 5:9
- “Dan mereka menyanyikan suatu
nyanyian baru katanya: ‘Engkau layak menerima gulungan kitab itu dan membuka
meterai-meterainya; karena Engkau telah disembelih dan dengan darahMu
Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum
dan bangsa”.
Wah 5:12
- “katanya dengan suara nyaring: ‘Anak
Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan
hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!’”.
Wah 13:8 - “Dan
semua orang yang diam di atas bumi akan menyembahnya, yaitu setiap orang yang
namanya tidak tertulis sejak dunia dijadikan di dalam kitab kehidupan dari Anak
Domba, yang telah disembelih”.
Bdk. Yes 53:7 - “Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan
diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke
pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang
menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya”.
2) “dan anak-anak Harun, imam-imam itu,
harus mempersembahkan darah lembu itu dan menyiramkannya pada sekeliling mezbah
yang di depan pintu Kemah Pertemuan” (ay
5b).
a) ‘menyiramkannya’ (ay 5b).
KJV/NIV/NASB:
‘sprinkle’ (= memercikkan).
RSV: ‘throw’
(= melemparkan / menyiramkan).
Andrew Bonar (hal 16,
footnote) mengatakan bahwa kata Ibraninya berarti ‘to scatter in large quantities’ (= menyebarkan dalam jumlah yang
besar).
Barnes’ Notes: “‘Sprinkle the blood.’
Rather, throw the blood, so as to make the liquid cover a considerable
surface” (=
‘Memercikkan darah’. Lebih baik, ‘melemparkan /
menyiramkan darah, sehingga membuat cairan itu menutupi suatu permukaan
yang luas).
Apakah ‘pemercikan’ atau ‘penyiraman’ tidak terlalu jadi soal; yang
jelas tidak dikatakan ‘perendaman’ / ‘pencelupan’. Kalau ini
merupakan simbol dari pengampunan dosa, lalu mengapa dalam Perjanjian Baru, ada
gereja-gereja yang mengharuskan baptisan selam? Ini
tidak cocok.
b) ‘darah’.
Di sini tak dijelaskan apa arti dari darah ini. Penjelasannya ada dalam
Im 17:11 - “Karena
nyawa makhluk ada di dalam darahnya dan Aku telah memberikan darah itu kepadamu
di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian bagi nyawamu, karena darah
mengadakan pendamaian dengan perantaraan nyawa”.
Jamieson,
Fausset & Brown: “‘Sprinkle the blood.’ This was
to be done by the priests, ... The blood being considered the life, the
effusion of it was the essential part of the sacrifice, and the sprinkling of it,
the application of the atonement - which made the person and services of the
offerer acceptable to God” (= ‘Percikkan darah’. Ini harus dilakukan
oleh imam, ... Darah dianggap nyawa, pencurahannya merupakan bagian yang
penting dari korban, dan pemercikannya, penerapan dari penebusan - yang membuat
orang dan ibadah dari si pemberi persembahan diterima oleh Allah).
Adam Clarke: “The blood was to be sprinkled round
about upon the altar, ver. 5, as by the sprinkling of blood the atonement was
made; for the blood was the life of the beast, and it was always supposed that
life went to redeem life” (= Darah harus dipercikkan di sekitar mezbah, ay 5, karena oleh
pemercikan darah, penebusan dibuat / dilakukan; karena darah adalah nyawa dari
binatang, dan selalu dianggap bahwa nyawa pergi / hilang untuk menebus nyawa).
Darah dari
binatang korban ini jelas merupakan Type dari darah Kristus. Bandingkan dengan:
·
Mat 26:28 - “Sebab inilah darahKu, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi
banyak orang untuk pengampunan dosa”.
·
Ro 3:25 - “Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian
karena iman, dalam darahNya. Hal ini dibuatNya untuk menunjukkan keadilanNya,
karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa
kesabaranNya”.
·
Ef 1:7 - “Sebab di dalam Dia dan oleh darahNya kita beroleh penebusan,
yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karuniaNya”.
·
Kol 1:20 - “dan oleh
·
Ibr 9:12-14 - “(12) dan Ia telah masuk satu kali
untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah
domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darahNya sendiri. Dan
dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal.
(13) Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu
lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara
lahiriah, (14) betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal
telah mempersembahkan diriNya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak
bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang
sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup”.
·
Ibr 13:12 - “Itu jugalah sebabnya Yesus telah menderita di luar pintu
gerbang untuk menguduskan umatNya dengan darahNya sendiri”.
·
1Pet 1:18-19 - “(18) Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek
moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas,
(19) melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama
seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat”.
c) ‘Mezbah’.
Mezbah untuk korban bakaran ini
dijelaskan ukuran dan bentuknya dalam Kel 27:1-8 - “(1) ‘Haruslah engkau membuat mezbah
dari kayu penaga,
3) “Kemudian haruslah ia menguliti
korban bakaran itu dan memotong-motongnya menurut bagian-bagian tertentu” (ay 6).
a) “Kemudian haruslah ia menguliti korban bakaran itu”.
Seorang penafsir mengatakan bahwa belakangan yang menguliti binatang
korban itu adalah imam / orang Lewi.
b) “dan memotong-motongnya menurut
bagian-bagian tertentu”.
Andrew
Bonar: “The ‘cutting it into pieces’ would at last
leave the sacrifice a mangled mass of flesh and bones. ... By this the
excruciating torment due to the sinner seems signified. God’s sword ... spares
not the sacrifice; but uses its sharpness and strength to pierce and destroy to
the uttermost. ... Such, too, were the Saviour’s sufferings. Every part and
pore of His frame was thus mangled; every member of His body, every feeling of
His soul” (= ‘Pemotong-motongan ke dalam bagian-bagian’
setidaknya akan membuat korban itu menjadi daging yang koyak-koyak dan tulang. ... Dengan ini kelihatannya
ditunjukkan penyiksaan yang sangat menyakitkan yang disebabkan karena orang
berdosa. Pedang Allah ... tidak menyayangkan korban;
tetapi menggunakan ketajaman dan kekuatannya untuk menusuk dan menghancurkan
sampai sepenuhnya. ... Seperti itu jugalah penderitaan dari sang
Juruselamat. Setiap bagian dan
Catatan: saya
tidak tahu apakah bagian ini artinya memang demikian.
Ay 7:
“Anak-anak imam
Harun haruslah menaruh api di atas mezbah dan menyusun kayu di atas api itu”.
1) Untuk membakar korban bakaran ini tidak boleh
digunakan sembarang api.
Adam Clarke: “‘Put fire.’ The fire
that came out of the tabernacle from before the Lord, and which was kept
perpetually burning, see Lev. 9:24. Nor was it lawful to use any other fire in
the service of God. See the case of Nadab and Abihu, Lev. 10” (= ‘Menaruh api’. Api yang datang
dari kemah suci dari hadapan Tuhan, dan yang dijaga supaya menyala terus, lihat
Im 9:24. Tidak sah untuk menggunakan api lain dalam
pelayanan / ibadah kepada Allah. Lihat kasus Nadab dan Abihu,
Im 10).
Im 9:24-10:2 - “(9:24) Dan keluarlah api dari hadapan TUHAN, lalu menghanguskan korban bakaran
dan segala lemak di atas mezbah. Tatkala seluruh bangsa itu melihatnya,
bersorak-sorailah mereka, lalu sujud menyembah. (10:1) Kemudian anak-anak
Harun, Nadab dan Abihu, masing-masing mengambil perbaraannya, membubuh api ke dalamnya serta menaruh ukupan di atas api itu. Dengan
demikian mereka mempersembahkan ke hadapan TUHAN api
yang asing yang tidak diperintahkanNya kepada mereka. (10:2)
Maka keluarlah api dari hadapan TUHAN, lalu menghanguskan keduanya, sehingga
mati di hadapan TUHAN”.
Im 9:24 hanya menunjukkan
bahwa Tuhan memberikan api itu. Perintah untuk menjaga
api itu supaya jangan mati diberikan sebelumnya, yaitu dalam Im 6:9,12-13 - “(9) ‘Perintahkanlah kepada Harun dan anak-anaknya: Inilah hukum
tentang korban bakaran. Korban bakaran itu haruslah tinggal di atas perapian di
atas mezbah semalam-malaman sampai pagi, dan api
mezbah haruslah dipelihara menyala di atasnya. ... (12) Api
yang di atas mezbah itu harus dijaga supaya terus menyala, jangan dibiarkan
padam. Tiap-tiap pagi imam harus menaruh kayu di atas mezbah, mengatur
korban bakaran di atasnya dan membakar segala lemak korban keselamatan di
Kelihatannya
ini merupakan perintah yang aneh. Apa sih bedanya api itu dengan api
lain? Tetapi Tuhan memerintahkan demikian, dan itu harus
ditaati. Pada waktu Nadab dan Abihu melanggarnya, dengan menggunakan ‘api yang asing’, maka mereka dihukum mati!
Penerapan:
Ini mengajar kita untuk tidak
menyepelekan perintah / larangan Tuhan!
2) Api / pembakaran ini menyimbolkan apa?
a) Api / pembakaran menunjukkan murka / hukuman Allah
yang seharusnya dialami oleh manusia berdosa, tetapi yang lalu dipikul oleh
Kristus bagi kita.
Andrew Bonar: “It was ... divinely intended
to shew ‘the wrath of God revealed from heaven’ against all ungodliness of men.
Indeed, fire upon the sacrifice from the bosom of that cloud was no less than a
type of wrath from the bosom of God against Him who lay in His bosom” (=
Itu ... dimaksudkan secara ilahi untuk menunjukkan ‘murka Allah yang dinyatakan
dari surga’ terhadap semua kejahatan manusia. Memang, api
di atas korban yang datang dari dada dari awan itu, bukan lain dari suatu Type
dari murka dari dada Allah terhadap Dia yang terletak di dadaNya) - hal 19.
Jadi, pertama-tama api itu menunjukkan murka Allah atas kejahatan manusia.
Tetapi karena Kristus menggantikan kita untuk memikul murka / hukuman Allah
itu, maka api itu juga menunjukkan murka Allah kepada Kristus pada saat Ia
memikul hukuman dosa kita, atau menunjuk kepada penderitaan Kristus pada waktu
Ia memikul hukuman dosa kita.
Matthew Henry: “The burning of the sacrifice
signified the sharp sufferings of Christ” (= Pembakaran korban menandakan
penderitaan yang hebat dari Kristus).
b)
Andrew Bonar menghubungkan
ay 7 ini dengan Ibr 9:14 - “betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal
telah mempersembahkan diriNya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak
bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang
sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup”.
Rupanya Calvin juga
menghubungkan ay 7 ini dengan Ibr 9:14, karena ia
lalu memberi komentar sebagai berikut: “by the fire the efficacy of the Spirit is represented,
on which all the profit of the sacrifices depends; for unless Christ had
suffered in the Spirit, He would not have been a propitiatory sacrifice. Fire,
then, was as the condiment which gave their true savour to the sacrifices,
because the blood of Christ was to be consecrated by the Spirit, that it might
cleanse us from all the stains of our sins” (= dengan api digambarkan
kemujaraban dari Roh, pada mana tergantung semua manfaat dari korban;
karena kecuali Kristus telah menderita dalam Roh, Ia tidak akan menjadi
korban pendamaian. Maka, api merupakan seperti
bumbu yang memberikan rasa / bau yang benar pada korban, karena darah
Kristus harus dikuduskan oleh Roh, supaya itu bisa membersihkan kita dari semua
noda-noda dari dosa-dosa kita) - hal 326.
Tentang Ibr 9:14, Adam Clarke
memberi komentar sebagai berikut: “his death or final offering was made through or by the eternal
Spirit” (=
kematianNya atau persembahan yang terakhir dibuat melalui atau oleh Roh yang
kekal).
Ay 8-9: “(8) Dan mereka harus mengatur
potongan-potongan korban itu dan kepala serta lemaknya di atas kayu yang sedang
menyala di atas mezbah. (9) Tetapi isi perutnya dan betisnya haruslah dibasuh
dengan air dan seluruhnya itu harus dibakar oleh imam di atas mezbah sebagai
korban bakaran, sebagai korban api-apian yang baunya menyenangkan bagi TUHAN”.
1) “kepala serta lemaknya” (ay 8).
Andrew Bonar: “The head and this fat are two
pieces - one outward, the other inward; thus representing the whole inner and
outer man. Christ’s whole manhood, body and soul, was placed on the altar, in
the fire, and endured the wrath of God” (= Kepala dan lemak ini adalah 2
bagian - satu di luar, yang lain di dalam; dengan demikian menggambarkan
seluruh manusia lahir dan batin. Seluruh kemanusiaan Kristus, tubuh dan jiwa,
diletakkan pada mezbah, dalam api, dan menanggung
murka Allah) - hal 20.
2) “Tetapi isi perutnya dan betisnya haruslah dibasuh dengan air” (ay 9a).
a) Isi perut dan betis, dan pencucian hal-hal ini, menunjuk pada apa?
Jamieson,
Fausset & Brown: “This part of the ceremony was
symbolical of the inward purity and the holy walk that became acceptable
worshippers” (= Bagian upacara ini merupakan suatu simbol dari
kemurnian di dalam, dan kehidupan yang kudus, yang menjadi penyembah-penyembah
yang diterima).
Andrew Bonar: “The legs and intestines may be
supposed to be selected to mark outward and inward defilement - man’s polluted
nature needing to be washed in water. But why wash these in water, if they are
to be burnt? Because here is a sacrifice for others - ‘the just for the unjust’
- Christ taking our place. Now, lest anything should seem to indicate personal
defilement in Him, these portions are washed in water, and then presented.
Christ’s body and soul, all His person, and all His acts, were holy. His walk
was holy, and His inmost affections holy” (= Kaki / betis dan usus / isi
perutnya bisa dianggap dipilih untuk menandakan pengotoran / pencemaran
lahiriah dan batiniah - hakekat manusia yang tercemar yang perlu untuk dicuci
dalam air. Tetapi mengapa mencuci ini dalam air, jika mereka akan
dibakar? Karena ini
adalah suatu korban untuk orang-orang lain - ‘orang benar untuk orang yang
tidak benar’ - Kristus mengambil tempat kita / menggantikan kita. Supaya jangan
ada apapun yang kelihatannya menunjukkan pencemaran pribadi dalam Dia,
bagian-bagian ini dicuci dalam air, dan lalu dipersembahkan. Tubuh dan jiwa
Kristus, seluruh pribadiNya, dan semua tindakan-tindakanNya, adalah kudus.
KehidupanNya kudus, dan perasaanNya yang di dalam kudus) - hal 20.
b) Apakah mencuci isi perut dan betis ini tidak
merupakan pelayanan yang berlebihan / sia-sia, mengingat isi perut dan betis
ini akan segera dibakar?
Jelas tidak,
karena hal-hal itu ada artinya seperti telah dijelaskan di atas. Perhatikan
komentar Pulpit Commentary di bawah ini.
Pulpit Commentary: “One might deem this a superfluous
proceeding, since they were to be so soon burnt upon the altar. But this would
mean an extremely erroneous view of the solemnity of a sacrifice. Those who
have not time to serve God properly had better not try it at all” (= Orang bisa menganggap bahwa ini
merupakan cara kerja yang berlebihan, karena
bagian-bagian itu akan segera dibakar pada mezbah. Tetapi ini
berarti suatu pandangan yang salah tentang kekhidmatan dari korban.
Mereka yang tidak mempunyai waktu untuk melayani Allah dengan benar lebih baik
tidak mencobanya sama sekali) - hal 10.
3) Korban bakaran itu dibakar seluruhnya.
Ay 9b: “dan seluruhnya itu harus dibakar
oleh imam di atas mezbah sebagai korban bakaran”.
Calvin: “nothing was to be left except the
skin” (=
tidak ada yang tersisa kecuali kulit) - hal 326.
a) Jangan menganggap ini sebagai suatu pemborosan.
Matthew Henry: “‘But to what purpose,’ would some
say, ‘was this waste? Why should all this good meat, which might have been
given to the poor, and have served their hungry families for food a great
while, be burnt together to ashes?’ So was the will of God; and it is not
for us to object or to find fault with it. When it was burnt for the honour
of God, in obedience to his command, and to signify spiritual blessings, it was
really better bestowed, and better answered the end of its creation, than when
it was used as food for man. We must never reckon that lost which is laid
out for God”
(= ‘Tetapi untuk apa’, seseorang akan berkata’ semua
pemborosan ini? Mengapa semua daging yang baik ini, yang bisa diberikan kepada
orang-orang miskin, dan melayani makanan keluarga-keluarga mereka yang lapar
untuk waktu yang lama, dibakar bersama-sama menjadi abu?’ Demikianlah
kehendak Allah; dan bukan hak kita untuk keberatan atau mencari kesalahan
padanya. Pada waktu itu dibakar untuk kehormatan Allah, dalam
ketaatan pada perintahNya, dan untuk menunjukkan berkat rohani, itu betul-betul
diberikan dengan lebih baik, dan dengan lebih baik memenuhi tujuan dari
penciptaan binatang itu, dari pada jika itu digunakan sebagai makanan untuk
manusia. Kita tidak pernah boleh menganggap hilang apa
yang dikeluarkan untuk Allah).
b) Sebagaimana api
menunjuk kepada murka Allah, maka pembakaran korban sampai habis menunjuk
kepada tindakan melepaskan murka seluruhnya.
Andrew Bonar: “The offering first spoken of are
those that are to be wholly consumed - types of complete exhaustion of wrath” (= Persembahan yang pertama
dibicarakan adalah mereka yang dibakar seluruhnya - Type dari tindakan
melepaskan murka sepenuhnya) - hal 11.
Jadi, kalau binatang yang
dibakar seluruhnya ini merupakan Type dari Kristus, kita boleh percaya bahwa
pada waktu Kristus menderita dan mati di kayu salib, murka / hukuman Allah
sudah dilepaskan seluruhnya kepada Dia (ingat kata-kata ‘Sudah selesai’ - Yoh 19:30), sehingga
sekarang bagi kita yang percaya tidak ada lagi hukuman sama sekali.
Ro 8:1
- “Demikianlah
sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus”.
c) Pembakaran seluruh korban menunjukkan apa yang sebetulnya layak kita terima, dan juga menunjukkan
bahwa kita harus menyerahkan diri sepenuhnya untuk melayani Tuhan.
John Wesley: “The sacrifices signified that the
whole man, in whose stead the sacrifice was offered, was to be entirely offered
or devoted to God’s service; and that the whole man did deserve to be
utterly consumed, if God should deal severely with him; and directed us to
serve the Lord with all singleness of heart, and to be ready to offer to God
even such sacrifices or services wherein we ourselves should have no part or
benefit” (= Korban menunjukkan bahwa seluruh
manusia, sebagai ganti siapa korban itu dipersembahkan, harus dipersembahkan
atau dibaktikan seluruhnya kepada pelayanan Allah; dan bahwa seluruh manusia
layak untuk dibakar sampai habis, jika Allah menangani dia dengan keras; dan
mengarahkan kita untuk melayani Tuhan dengan
seluruh kesatuan hati (kontrasnya adalah pelayanan dengan hati yang bercabang), dan siap untuk mempersembahkan
kepada Allah korban atau pelayanan seperti itu, dalam mana kita sendiri tidak mendapat bagian atau manfaat (kontrasnya adalah pelayanan
yang egois)].
Jadi sebetulnya hukuman bagi kita itu begitu hebat, tetapi
karena sudah digantikan oleh Kristus, maka kita bebas. Kita bebas
bukan untuk hidup semau kita, tetapi supaya kita membaktikan hidup kita bagi
Allah.
2Kor 5:15 - “Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang
hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang
telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka”.
4) Bau yang menyenangkan bagi Tuhan.
Ay 9c: “sebagai korban api-apian yang
baunya menyenangkan bagi TUHAN”.
a) Jangan mengartikan bagian ini seolah-olah Allah harus diberi makan,
seperti dewa-dewa kafir.
b) Perbandingan ay 9c ini dengan Ef 5:2.
Ay 9c: “sebagai korban api-apian yang
baunya menyenangkan bagi TUHAN”.
Bdk. Ef 5:2
- “dan hiduplah di
dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah
menyerahkan diriNya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi
Allah”.
Clarke mengatakan (hal 510)
bahwa dalam Septuaginta, bagian kata-kata ‘korban api-apian yang baunya menyenangkan bagi TUHAN’ dari ay 9 itu sama
dengan kata-kata yang digunakan dalam Ef 5:2 bagian akhir.
Jadi, dari
persamaan / analogi ‘bau
yang menyenangkan / harum’ ini, kita lagi-lagi melihat secara sangat jelas bahwa korban
binatang itu merupakan Type dari korban Kristus di kayu salib.
Adam Clarke: “Hence, we find that the holocaust,
or burnt-offering, typified the sacrifice and death of Christ for the sins of
the world”
(= Dari hal ini, kita mendapati bahwa pembakaran seluruhnya, atau korban
bakaran, yang adalah Type dari korban dan kematian Kristus untuk dosa-dosa
dunia).
c) Kalau dikatakan berbau harum / menyenangkan
bagi Allah, tak berarti pembakaran korban itu sendiri betul-betul mengeluarkan
bau harum. Pasti baunya yang sebenarnya tidak enak (bau
gosong). Tetapi bagi Allah itu harum / menyenangkan,
karena dilakukan sebagai ketaatan pada perintahNya, dan merupakan Type dari
Kristus.
Matthew Henry: “The burning of flesh is unsavoury
in itself; but this, as an act of obedience to a divine command, and a type of
Christ, was well pleasing to God: he was reconciled to the offerer, and did
himself take a complacency in that reconciliation. ...
Christ’s offering of himself to God is said to be of a sweet-smelling savour
(Eph. 5:2)”
[= Pembakaran daging sebetulnya baunya tidak enak; tetapi ini, sebagai suatu
tindakan ketaatan kepada suatu perintah ilahi, dan suatu Type dari Kristus,
baunya menyenangkan bagi Allah: Ia diperdamaikan dengan si pemberi persembahan,
dan Ia sendiri mengalami kepuasan dalam perdamaian itu. ...
Persembahan diri sendiri dari Kristus bagi Allah dikatakan
sebagai berbau harum (Ef 5:2)].
5) Tidak semua korban baunya harum / menyenangkan
bagi Tuhan; ada persembahan korban yang baunya menjijikkan bagi Tuhan.
Sebagai
kontras dengan korban yang baunya menyenangkan Tuhan, ada korban yang baunya
menjijikkan bagi Tuhan atau tidak disenangi oleh Tuhan, yaitu kalau orang yang
mempersembahkan korban itu hidup dalam dosa / kejahatan.
·
Yes 1:11-15 - “(11) ‘Untuk apa itu korbanmu yang banyak-banyak?’ firman TUHAN;
‘Aku sudah jemu akan korban-korban bakaran
berupa domba jantan dan akan lemak dari anak lembu gemukan; darah lembu jantan
dan domba-domba dan kambing jantan tidak Kusukai. (12) Apabila kamu
datang untuk menghadap di hadiratKu, siapakah yang menuntut itu dari padamu,
bahwa kamu menginjak-injak pelataran Bait SuciKu? (13) Jangan lagi membawa
persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagiKu.
Kalau kamu merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan pertemuan-pertemuan, Aku
tidak tahan melihatnya, karena perayaanmu itu penuh kejahatan. (14)
Perayaan-perayaan bulan barumu dan pertemuan-pertemuanmu yang tetap, Aku
benci melihatnya; semuanya itu menjadi beban bagiKu, Aku telah payah
menanggungnya. (15) Apabila kamu menadahkan tanganmu untuk berdoa, Aku akan
memalingkan mukaKu, bahkan sekalipun kamu berkali-kali berdoa, Aku tidak akan
mendengarkannya, sebab tanganmu penuh dengan darah”.
·
Yer 6:20 - “Apakah gunanya bagiKu kamu bawa kemenyan dari Syeba dan tebu
yang baik dari negeri yang jauh? Aku tidak berkenan kepada korban-korban
bakaranmu dan korban-korban sembelihanmu tidak menyenangkan hatiKu”.
·
Amos 5:21-24 - “(21) ‘Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu
dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu. (22) Sungguh, apabila
kamu mempersembahkan kepadaKu korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu,
Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku
tidak mau pandang. (23) Jauhkanlah dari padaKu keramaian
nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar. (24) Tetapi
biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang
selalu mengalir.’”.
Penerapan:
Jangan
anggap Tuhan selalu senang dengan ibadah saudara, persembahan saudara,
pelayanan saudara, dan sebagainya. Kalau saudara melakukan hal-hal itu dengan
hidup dalam dosa, itu merupakan sesuatu yang menjijikkan bagi Allah.
Ay 10-13: “(10) Jikalau persembahannya untuk korban bakaran adalah dari
kambing domba, baik dari domba, maupun dari kambing, haruslah ia mempersembahkan seekor jantan yang tidak bercela. (11)
Haruslah ia menyembelihnya pada sisi mezbah sebelah
utara di hadapan TUHAN, lalu haruslah anak-anak Harun, imam-imam itu,
menyiramkan darahnya pada mezbah sekelilingnya. (12) Kemudian haruslah ia memotong-motongnya menurut bagian-bagian tertentu, dan
bersama-sama kepalanya dan lemaknya diaturlah semuanya itu oleh imam di atas kayu
yang sedang menyala di atas mezbah. (13) Isi perut dan betisnya haruslah
dibasuhnya dengan air, dan seluruhnya itu haruslah dipersembahkan oleh imam dan
dibakar di atas mezbah: itulah korban bakaran, suatu korban api-apian yang
baunya menyenangkan bagi TUHAN”.
1) Orang yang tak mampu menyediakan sapi, boleh
menggunakan domba / kambing, yang harganya tentu lebih murah.
2) Boleh dikatakan seluruh bagian ini sama dengan korban sapi jantan, tetapi ada satu
perkecualian, yaitu tentang tempat membakar korban ini, yang dikatakan ‘pada sisi mezbah sebelah utara’ (ay 11), atau di sebelah
utara dari mezbah.
Matthew
Henry mengatakan bahwa sekalipun bagian ini tidak ada dalam pembicaraan tentang
korban sapi jantan atau burung, tetapi mungkin semua korban juga dibakar di
tempat ini.
Jadi, ini mungkin hanya merupakan penggambaran yang lebih spesifik dari ‘di depan
Kemah Pertemuan’
(ay 3). Matthew Henry menduga bahwa alasan digunakannya
tempat itu hanyalah alasan praktis saja, karena itu adalah tempat yang paling
luas.
Keil &
Delitzsch mengatakan bahwa tempat ini dipilih karena meja roti sajian ada di
bagian Utara dari Ruang Suci (Kel 25:23-30), dimana secara terus menerus
dipersembahkan roti sajian itu. Lebih lagi, di bagian Timur dari mezbah di
halaman Kemah Suci itu merupakan tempat dari sampah, atau tumpukan abu (ay 16).
Jalan menuju mezbah ada di sebelah Selatan, dan di sebelah Barat, adalah tempat
antara mezbah dan pintu masuk ke Ruang Suci, yang jelas merupakan tempat yang
paling tidak cocok untuk penyembelihan.
Matthew Henry: “The method of managing these is
much the same with that of the bullocks; only it is ordered here that the
sacrifice should be killed on the side of the altar northward, which, though
mentioned here only, was probably to be observed concerning the former, and
other sacrifices. Perhaps on that side of the altar there was the largest
vacant space, and room for the priests to turn them
in”.
Keil & Delitzsch: “The northern side of the altar was
appointed as the place of slaughtering, ... probably
because the table of shew-bread, with the continual meat-offering, stood on the
north side in the holy place. Moreover, the eastern side of the altar in the
court was the place for the refuse, or heap of ashes (v. 16); the ascent to the
altar was probably on the south side, as Josephus affirms that it was in the
second temple (J. de bell. jud. v. 5, 6); and the western side, or the space
between the altar and the entrance to the holy place, would unquestionably have
been the most unsuitable of all for the slaughtering”.
Catatan: kedua kutipan ini tidak saya
terjemahkan, karena intinya sudah saya berikan di atas.
Ay 14: “Jikalau persembahannya kepada TUHAN
merupakan korban bakaran dari burung, haruslah ia mempersembahkan korbannya itu
dari burung tekukur atau dari anak burung merpati”.
KJV/RSV: ‘of turtledoves or of young
pigeons’ (= dari burung tekukur atau dari burung merpati muda).
NIV: ‘a dove or a young pigeon’ (=
seekor burung dara atau seekor burung merpati muda).
NASB: ‘from the turtledoves or from the
young pigeons’ (= dari burung tekukur atau dari burung merpati muda).
Catatan:
·
Turtledove = burung tekukur.
·
Pigeon / dove = burung merpati.
1) Jadi, korban yang dipersembahkan bisa sapi
jantan (ay 3), domba / kambing jantan (ay 10), atau burung tekukur /
anak merpati (ay 14).
a) Mengapa Kristus selalu disebut sebagai ‘Anak Domba Allah’, tidak pernah sebagai ‘Sapi Jantan Allah’, atau ‘Burung Allah’?
1. Berbeda dengan sapi jantan dan burung, domba
merupakan korban harian / setiap hari, sehingga lebih cocok untuk menunjuk
kepada darah Kristus yang selalu siap untuk digunakan.
Andrew Bonar: “An old writer asks why Christ is
called so often ‘the Lamb of God,’ and not ‘the ox, or the ram, of God.’ The
reply is, because these were not offered ‘every day,’ whereas the lamb was a
daily offering, and therefore better fitted to proclaim Christ’s blood as
always ready for use” (= Seorang penulis kuno menanyakan mengapa Kristus disebut
begitu sering ‘Anak Domba Allah’, dan tidak ‘sapi jantan, atau domba jantan
Allah’. Jawabannya adalah, karena binatang-binatang ini tidak dipersembahkan
‘setiap hari’, sedangkan anak domba merupakan suatu persembahan harian, dan
karena itu lebih cocok untuk memproklamirkan darah Kristus sebagai selalu siap
untuk digunakan) - hal 23 (footnote).
Bahwa Kristus memang sering
disebut sebagai ‘Anak
Domba’ bisa saudara lihat dalam
ayat-ayat sebagai berikut: Yoh 1:29
1Pet 1:18-19
Yes 53:7 Wah 5:6,7,8,12,13 Wah 6:1,3,5,7,9,12,16 Wah 7:9 dimana Yesus disebut sebagai ‘Anak Domba’ atau ‘Anak Domba Allah’, atau ‘Anak
Domba yang telah disembelih’.
Bahwa domba memang merupakan
korban harian / setiap hari, bisa kita lihat dalam Kel 29:38-42 - “(38) ‘Inilah yang harus kauolah di atas mezbah itu: dua
anak domba berumur setahun, tetap tiap-tiap hari. (39) Domba yang
satu haruslah kauolah pada waktu pagi dan domba yang lain
kauolah pada waktu senja. (40) Dan beserta domba yang satu kauolah
sepersepuluh efa tepung yang terbaik dengan minyak tumbuk seperempat hin, dan
korban curahan dari seperempat hin anggur. (41) Domba yang lain haruslah
kauolah pada waktu senja; sama seperti korban sajian
dan korban curahannya pada waktu pagi harus engkau mengolahnya sebagai persembahan
yang harum, suatu korban api-apian bagi TUHAN, (42) suatu korban bakaran yang tetap di antara kamu turun-temurun,
di depan pintu Kemah Pertemuan di hadapan TUHAN. Sebab di sana
Aku akan bertemu dengan kamu, untuk berfirman kepadamu”.
2. Dalam perayaan Paskah, juga digunakan anak
domba, yang merupakan Type dari Kristus.
Pada
perayaan Paskah, binatang yang disembelih harus ‘anak domba’ (tidak pernah sapi jantan
atau burung merpati). Memang boleh juga ‘anak kambing’, tetapi istilah yang digunakan selalu adalah ‘anak domba Paskah’ (Kel 12:21 Ezra 6:20). Anak
domba Paskah ini jelas merupakan TYPE / bayangan dari Kristus; sedangkan
Kristus merupakan Anti-Type dari anak domba Paskah itu.
1Kor 5:7 - “Buanglah
ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang
tidak beragi. Sebab
anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus”.
b) Burung tekukur atau anak burung merpati ini
adalah persembahan dari orang miskin.
Barnes’ Notes: “The offering of a bird was
permitted to one who was too poor to offer a quadruped” (= Persembahan / korban dari burung
diijinkan bagi seseorang yang terlalu miskin untuk mempersembahkan binatang
berkaki empat).
Nelson’s Bible Dictionary,
‘Animals of the Bible’, ‘Dove’: “Even a poor man could provide a
pigeon or two for worship, as Joseph and Mary did at Jesus’ circumcision (Luke
2:21-24; Lev. 12:8)” [= Bahkan seorang yang miskin bisa menyediakan seekor atau 2
ekor burung merpati untuk ibadah, seperti yang dilakukan oleh Yusuf dan Maria
pada penyunatan Yesus (Luk 2:21-24; Im 12:8)].
1. Hanya orang miskin, yang memang tidak mampu
mempersembahkan sapi jantan atau kambing / domba, yang boleh mempersembahkan
burung tekukur / anak burung merpati.
Sapi, domba
/ kambing, dan burung tekukur / anak burung merpati ini bukannya boleh dipilih
sembarangan.
Kalau boleh memilih sembarangan, mungkin 99 % dari korban bakaran akan berupa burung! Orang yang mampu harus
menyediakan korban bakaran yang lebih besar / mahal, dan yang tidak mampu
menyediakan korban bakaran yang lebih kecil / murah. Jadi,
persembahan berupa burung tekukur atau anak burung merpati ini, adalah
persembahan untuk orang miskin, yang tidak mampu mengusahakan sapi atau domba /
kambing.
Pulpit Commentary: “If poor, a turtle-dove would not
be rejected, but for a rich man to offer the same would be treated as an insult
to God. ... We ought to ask, not what is there can be easily spared, but
how much can possibly be laid upon the altar. Let us not mock him by indulging
in our own pleasures, and then giving to him the petty remains of our poverty!” (= Jika miskin, seekor burung
tekukur tidak akan ditolak, tetapi untuk seorang kaya yang mempersembahkan hal
yang sama akan dianggap sebagai suatu penghinaan kepada Allah. ... Kita
harus bertanya, bukan apa yang dengan mudah bisa
dihemat, tetapi berapa banyak yang mungkin diletakkan di atas mezbah. Hendaklah kita jangan mempermainkan Dia dengan memuaskan diri
dalam kesenangan-kesenangan kita sendiri, dan lalu memberikan kepadaNya
sisa-sisa yang kecil dari kemiskinan kita!) - hal
10.
2. Dari sini terlihat bahwa baik dalam Injil
maupun dalam hukum Taurat, Allah memperhatikan orang miskin.
Matthew Henry: “Here we have the laws concerning
the burnt-offerings, which were of the flock or of the fowls. Those of the
middle rank, that could not well afford to offer a bullock, would bring a sheep
or a goat; and those that were not able to do that should be accepted of God if
they brought a turtle-dove or a pigeon. For God, in his law and in his
gospel, as well as in his providence, considers the poor” (= Di sini kita mempunyai
hukum-hukum mengenai korban bakaran, yang adalah dari ternak atau dari unggas.
Mereka yang dari tingkat menengah, yang tidak bisa dengan baik mengusahakan
untuk mempersembahkan seekor sapi, akan membawa seekor domba atau kambing; dan
mereka yang tidak bisa melakukan hal itu, diterima oleh Allah jika mereka
membawa burung tekukur atau burung merpati. Karena Allah,
dalam hukum TauratNya dan dalam injilNya, maupun dalam providensiaNya,
mempertimbangkan orang miskin).
Adam Clarke: “The RICH were to bring the most
costly; the POOR, those of least price. Even in this requisition of justice how
much mercy was mingled! If a man could not bring a bullock or a heifer, a goat
or a sheep let him bring a calf, a kid, or a lamb. If he could not bring any of
these because of his poverty, let him bring a turtle-dove, or a young pigeon
(see Lev. 5:7); and it appears that in cases of extreme poverty, even a little
meal or fine flour was accepted by the bountiful Lord as a sufficient oblation;
see Lev. 5:11. This brought down the benefits of the sacrificial service within
the reach of the poorest of the poor; as we may take for granted that every
person, however low in his circumstances, might be able to provide the tenth
part of an ephah, about three quarts of meal, to make an offering for his soul
unto the Lord. But every man must bring something; the law stooped to the
lowest circumstances of the poorest of the people, but every man must
sacrifice, because every man had sinned. ... God’s justice requires a
measure of that which His mercy has bestowed. But remember that as thou hast
sinned, thou needest a Saviour. Jesus is that lamb without spot which has
been offered to God for the sin of the world, and which thou must offer to him
for thy sin; and it is only through Him that thou canst be accepted, ... Thanks
be to God, the rich and the poor have equal access unto Him through the Son of
his love, and equal right to claim the benefits of the great sacrifice!” (= Orang kaya harus membawa yang
paling mahal; orang miskin membawa yang berharga paling rendah. Bahkan dalam
daftar tuntutan keadilan ini, betapa banyak belas kasihan yang dicampurkan!
Jika seseorang tidak bisa membawa seekor sapi jantan atau sapi dewasa, seekor
kambing atau seekor domba, hendaklah ia membawa seekor
anak sapi, anak kambing, atau anak domba. Jika ia tidak bisa membawa yang
manapun dari ini karena kemiskinannya, hendaklah ia membawa seekor burung
tekukur, atau anak burung merpati (lihat Im 5:7); dan kelihatannya bahwa dalam
kasus-kasus kemiskinan yang sangat, bahkan sedikit tepung yang baik diterima
oleh Tuhan yang murah hati sebagai suatu persembahan / korban yang cukup; lihat
Im 5:11. Ini membawa turun manfaat dari ibadah korban ke dalam jangkauan dari
yang paling miskin dari orang miskin; karena bisa kita anggap bahwa setiap
orang, betapapun rendahnya keadaannya, mampu menyediakan 1/10 efa, sekitar 3 quarts tepung, untuk membuat suatu persembahan
bagi jiwanya kepada Tuhan. Tetapi setiap orang harus membawa sesuatu; hukum
membungkuk kepada keadaan yang paling rendah dari yang termiskin dari orang
miskin, tetapi setiap orang harus berkorban, karena setiap orang telah berdosa.
... Keadilan Allah mengharuskan suatu ukuran / kadar
dari apa yang telah diberikan oleh belas kasihanNya. Tetapi ingat bahwa
karena engkau telah berdosa, engkau membutuhkan seorang Juruselamat. Yesus
adalah anak domba tak bercela itu yang telah dipersembahkan kepada Allah untuk
dosa dunia ini, dan yang harus kaupersembahkan bagiNya untuk dosamu; dan hanya
melalui Dia engkau bisa diterima. ... Syukur kepada Allah, orang kaya dan orang
miskin mempunyai jalan masuk yang sama kepada Dia melalui Anak dari kasihNya,
dan hak yang sama untuk mengclaim manfaat dari korban yang besar / agung
itu!].
Catatan:
·
Webster’s New World Dictionary mengatakan
bahwa kata ‘quart’ menunjuk pada satuan volume.
*
untuk benda cair, ini menunjuk
pada ¼ gallon (= 57,75 inci3 atau 0.95 liter).
*
untuk benda kering, seperti
tepung, ini menunjuk pada 1/8 peck. Sedangkan Kamus Inggris -
*
tetapi Unger’s Bible Dictionary dengan
topik ‘Metrology’ mengatakan sebagai berikut:
“Ephah. ... A measure of
Egyptian origin and in very common use among the Hebrews. It contained
ten omers (Exo. 16:36), about three pecks and three pints” [= Efa. ... Suatu ukuran yang berasal usul
dari Mesir dan sangat umum digunakan di antara orang-orang Ibrani. Itu
berisi 10 gomer (Kel 16:36), sekitar 3 pecks dan 3 pints].
Kamus
Inggris -
Jadi 1
efa = (3 x 7,5 liter) + (3 x 0,568 liter) = 24,2 lter.
Yang
harus dibawa orang miskin itu 1/10 efa, atau hampir 2,5
liter.
·
Im 5:7,11 - “(7) Tetapi jikalau ia tidak mampu untuk menyediakan kambing
atau domba, maka sebagai tebusan salah karena dosa yang telah diperbuatnya
itu, haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN dua ekor burung tekukur atau
dua ekor anak burung merpati, yang seekor menjadi korban penghapus dosa dan
yang seekor lagi menjadi korban bakaran. ... (11) Tetapi jikalau ia tidak mampu menyediakan dua ekor burung tekukur atau dua
ekor anak burung merpati, maka haruslah ia membawa sebagai
persembahannya karena dosanya itu sepersepuluh efa tepung yang terbaik
menjadi korban penghapus dosa. Tidak boleh ditaruhnya minyak dan dibubuhnya
kemenyan di atasnya, karena itulah korban penghapus dosa”.
Catatan: saya tidak mengerti mengapa
di sini diijinkan korban yang tidak berdarah. Ini rasanya
tidak cocok dengan Anti-Typenya, yaitu Kristus. Tetapi ini akan kita pelajari belakangan, pada saat membahas Im 5.
3. Bagi imam, prosedur untuk mempersembahkan
korban burung ini cukup sukar untuk dilakukan.
Perhatikan ay 15-17 - “(15) Imam harus
membawanya ke mezbah, lalu memulas kepalanya dan membakarnya di atas mezbah. Darahnya harus ditekan ke luar pada dinding mezbah. (16)
Temboloknya serta dengan bulunya haruslah disisihkan dan dibuang ke samping
mezbah sebelah timur, ke tempat abu. (17) Dan ia harus mencabik burung itu pada
pangkal sayapnya, tetapi tidak sampai terpisah; lalu imam harus membakarnya di
atas mezbah, di atas kayu yang sedang terbakar; itulah korban bakaran, suatu
korban api-apian yang baunya menyenangkan bagi TUHAN.’”.
Matthew Henry: “the body was to be opened,
sprinkled with salt, and then burnt upon the altar. ‘This sacrifice of birds,’
the Jews say, ‘was one of the most difficult services the priests had to do,’
to teach those that minister in holy things to be as solicitous for the
salvation of the poor as for that of the rich” (= tubuh / badannya harus dibuka, diperciki dengan garam, dan lalu dibakar di
atas mezbah. ‘Korban burung’, kata orang-orang Yahudi, ‘adalah salah satu
pelayanan yang tersukar yang harus dilakukan imam-imam’, untuk mengajar
mereka yang melayani dalam hal-hal yang kudus untuk
berusaha secara sama bagi keselamatan dari orang miskin seperti bagi orang kaya).
Catatan: mungkin Matthew Henry
mendapatkan kata-kata ‘diperciki
dengan garam’
itu dari Im 2:13 - “Dan
tiap-tiap persembahanmu yang berupa korban sajian haruslah kaububuhi garam,
janganlah kaulalaikan garam perjanjian Allahmu dari korban sajianmu; beserta
segala persembahanmu haruslah kaupersembahkan garam”.
4. Kata-kata ‘itulah korban bakaran, suatu korban api-apian yang
baunya menyenangkan bagi TUHAN’ pada ay 17b, untuk korban burung dari orang miskin, sama
dengan kata-kata pada ay 9b (tentang korban sapi jantan, persembahan orang
kaya), dan ay 13b (tentang korban domba / kambing, persembahan kelas
menengah), dan ini menunjukkan bahwa Tuhan memberikan penghargaan yang sama
untuk korban yang diberikan oleh orang miskin, asal ia memberikan dengan hati
yang benar.
Pulpit Commentary: “The offering of the poor is
pronounced equally acceptable. Note the repetition of ‘it is a sacrifice, of a
sweet savour unto the Lord’ after the 17th verse. It is rather the
spirit than the action itself which God regards. Not the results of labour so
much as its motives and the proportion of ability to accomplishment” [= Persembahan dari orang miskin
dinyatakan diterima secara setara. Perhatikan pengulangan
dari kata-kata ‘itu adalah suatu korban yang berbau harum bagi Tuhan’ setelah
ay 17. Roh / semangatnya, dan bukan tindakannya sendiri yang
diperhatikan oleh Allah. (Yang penting) bukan hasil dari jerih payah tetapi motivasinya dan perbandingan
dari kemampuan dengan pencapaiannya] -
hal 9.
Pulpit Commentary: “He knows little of God who imagines
that he will be put off with scanty service, mean oblations” (= Ia, yang membayangkan bahwa ia
akan ditolak dengan pelayanan yang sedikit, persembahan / korban yang bernilai
rendah, hanya tahu sedikit tentang Allah) - hal 10.
5. Karena itu, orang miskin tak boleh takut untuk
mempersembahkan sesuatu yang kelihatannya tak berarti (bdk. Luk
21:1-4 - persembahan janda miskin). Tuhan sama
tidak senangnya melihat orang miskin yang tidak mau mempersembahkan uang
recehnya dengan melihat orang kaya yang tidak mau mempersembahkan emasnya.
Pulpit Commentary: “Notice is taken of the poor, and
appropriate offerings permitted. ... God expects every man to come and testify
his respect and affection. The poor may bring ‘turtle doves or young pigeons.’ ... It is to be feared that many withhold a
contribution because it seems so insignificant. But the Lord is as sorry to see
the mite retained in the pocket as the gold which the wealthy refuse to part
with” (=
Orang miskin diperhatikan, dan persembahan yang sesuai diijinkan.
... Allah mengharapkan setiap orang untuk datang dan
menyaksikan hormat dan kasihnya. Orang miskin boleh
membawa ‘burung tekukur atau anak burung merpati’. ... Ditakutkan bahwa banyak orang menahan suatu kontribusi /
sumbangsih karena itu kelihatan begitu tidak berarti. Tetapi
Tuhan sama menyesalnya melihat uang receh / koin yang
ditahan dalam kantong (dari orang miskin), seperti emas yang tak mau dilepaskan / diberikan oleh
orang yang kaya) - hal 9.
c) Burung tekukur / burung merpati menyimbolkan
damai, kelembutan, dan sifat tak melawan.
Matthew Henry: “It is observable that those
creatures were chosen for sacrifice which were most mild and gentle, harmless
and inoffensive, to typify the innocence and meekness that were in Christ, and
to teach the innocence and meekness that should be in Christians” (= Terlihat bahwa makhluk-makhluk
yang dipilih untuk korban itu adalah yang paling baik, lembut, tak berbahaya
dan tidak mengganggu, untuk menjadi Type dari ketidak-bersalahan dan kelembutan
yang ada dalam Kristus, dan untuk mengajar ketidak-bersalahan dan kelembutan
yang harus ada dalam diri orang-orang Kristen).
Nelson’s Bible Dictionary,
‘Animals of the Bible’, ‘Dove’: “They
are gentle birds that never resist attack or retaliate against their enemies.
Even when her young are attacked, a dove will give only a pitiful call of
distress. Because of its innocence and gentle nature, the dove is a common
religious symbol. The Holy Spirit took the form of a dove at Jesus’ baptism
(Matt. 3:16; Mark 1:10; Luke 3:22). The dove also symbolizes peace, love,
forgiveness, and the church” [= Mereka adalah burung-burung yang lembut yang tidak pernah
menahan serangan atau membalas terhadap musuh-musuh mereka. Bahkan pada saat
anak-anaknya diserang, seekor burung merpati hanya akan
memberikan jeritan kesedihan yang membangkitkan belas kasihan. Karena ketidak-bersalahan dan sifat lembutnya, burung merpati
merupakan suatu simbol agamawi yang umum. Roh Kudus
mengambil bentuk dari seekor burung merpati pada pembaptisan Yesus (Mat 3:16;
Mark 1:10; Luk 3:22). Burung merpati juga menyimbolkan damai, kasih,
pengampunan, dan gereja].
d) Mengapa ada pilihan antara burung tekukur dan
anak burung merpati, dan mengapa untuk burung merpati diberi kata ‘anak’ [KJV/RSV/NIV/NASB: ‘young’ (= muda)], sedangkan untuk
burung tekukur tidak?
Jamieson,
Fausset & Brown: “The fowls were always offered in
pairs; and the reason why Moses ordered two turtle-doves, or two young pigeons,
was not merely to suit the convenience of the offerer, but according as the
latter was in season; because pigeons are sometimes quite hard and unfit for
eating, at which time turtle-doves are very good in Egypt and Palestine. The
turtle-doves are not restricted to any age, because they are always good when
they appear in those countries, being birds of passage; but the age of
the pigeons is particularly marked, that they might not be offered to God at
times when they are rejected by men (Harmer). It is obvious, from the
varying scale of these voluntary sacrifices, that the disposition of the
offerer was the thing looked to - not the costliness of his offering” [= Unggas
selalu dipersembahkan dalam pasangan; dan alasan mengapa Musa memerintahkan 2
burung tekukur, atau 2 anak burung merpati, bukan semata-mata untuk
menyesuaikan dengan kesenangan dari si pemberi persembahan, tetapi sesuai
dengan yang terakhir pada musimnya; karena burung merpati kadang-kadang
cukup keras / alot dan tidak cocok untuk dimakan, pada saat mana burung
tekukur sangat baik di Mesir dan Palestina. Burung tekukur tidak dibatasi
pada usia berapapun, karena mereka selalu baik (enak
untuk dimakan) pada waktu muncul di negara-negara itu, karena
merupakan burung pindahan dari tempat lain (migrasi); tetapi umur dari
burung merpati ditandai / diperhatikan secara khusus (‘anak
burung merpati’), supaya mereka tidak dipersembahkan kepada Allah pada
saat dimana mereka ditolak oleh manusia (Harmer). Jelaslah, dari skala yang bervariasi dari korban-korban sukarela
ini, bahwa kecondongan hati dari si pemberi persembahan adalah hal yang
diperhatikan - bukan mahalnya persembahannya].
Catatan: saya
tidak mengerti mengapa penafsir ini mengatakan 2 ekor burung. Itu benar
dalam kasus dalam Im 5:7, tetapi tidak di sini.
Dari
kata-kata penafsir di atas ini terlihat jelas bahwa Tuhan tidak mau barang
jelek, bahkan dari orang miskin. Kalau burung merpati itu sudah tua, sehingga
kita sendiri tidak mau memakannya, masakan kita memberikannya sebagai
persembahan bagi Tuhan? Karena itu hati-hatilah dalam:
·
memberi persembahan.
·
melayani Tuhan.
·
beribadah kepada Tuhan.
Berusahalah
memberikan yang terbaik, dari harta, waktu, tenaga, pikiran, dan sebagainya.
e) Burung tekukur dan burung merpati ada yang
merupakan binatang domestik / peliharaan, tetapi ada yang liar. Tetapi yang liarpun mudah didapatkan.
Barnes’ Notes: “The turtles come in the early part
of April, but as the season advances they wholly disappear. The pigeons, on the
contrary, do not leave the country; and their nests, with young ones in them,
may be easily found at any season of the year. Hence, it would appear, that
when turtledoves could not be obtained, nestling pigeons were accepted as a
substitute”
(= Burung tekukur datang pada awal April, tetapi setelah musim itu maju lebih
jauh mereka menghilang sama sekali. Burung
merpati, sebaliknya, tidak meninggalkan negeri itu; dan sarang-sarang mereka,
dengan anak-anak mereka di dalamnya, bisa dengan mudah didapatkan pada musim
manapun dalam sepanjang tahun. Karena itu, terlihat bahwa pada waktu
burung tekukur tidak bisa didapatkan, burung merpati yang ada di sarang,
diterima sebagai pengganti).
Nelson’s Bible Dictionary,
‘Animals of the Bible’, ‘Dove’: “Pigeons
were probably the first domesticated bird. When people realized doves could
travel long distances and always find their way home, they used them to carry
messages” (=
Burung merpati mungkin merupakan burung peliharaan pertama. Pada
waktu orang-orang menyadari bahwa burung merpati bisa terbang jarak jauh dan
selalu menemukan jalan untuk pulang, mereka menggunakannya untuk membawa pesan).
Keil & Delitzsch: “The Israelites have reared pigeons
and kept dovecots from time immemorial (Isa. 60:8, cf. 2 Kings 6:25); and the
rearing of pigeons continued to be a favourite pursuit with the later Jews
(Josephus, de bell. jud. v. 4, 4), so that they might
very well be reckoned among the domesticated animals. There are also
turtle-doves and wild pigeons in Palestine in such abundance, that they could
easily furnish the ordinary animal food of the poorer classes, and serve as
sacrifices in the place of the larger animals” [= Orang-orang Israel telah
membiakkan burung merpati dan memelihara rumah burung sejak waktu yang sudah
lama sekali (Yes 60:8, bdk. 2Raja 6:25); dan pembiakan burung merpati terus
menjadi pekerjaan / mata pencaharian yang disenangi orang-orang Yahudi belakangan
(Josephus, de bell, jud. v. 4, 4), sehingga burung-burung itu bisa dianggap
sebagai binatang-binatang domestik / peliharaan. Ada juga burung tekukur dan
burung merpati liar yang sangat banyak di Palestina, sehingga burung-burung itu
dengan mudah menyediakan makanan binatang yang biasa dari golongan-golongan
yang miskin, dan berfungsi sebagai korban-korban menggantikan binatang-binatang
yang lebih besar].
Lagi-lagi
kita melihat bahwa Tuhan tidak menuntut binatang yang sukar didapatkan. Bayangkan kalau Dia meminta
burung kasuari, yang tidak bisa didapatkan di
f) Apakah untuk persembahan / korban burung,
burungnya juga harus jantan, seperti sapi dan kambing / domba (ay 3,10)?
Andrew Bonar: “The dove or pigeon was to be a male; for the Hebrew word
for ‘young pigeons’ is hnAOy yneb., ‘sons of the dove.’ Thus it was fitter to
represent Christ” [= Burung dara
atau merpati itu harus laki-laki; karena kata Ibrani untuk ‘anak burung
merpati’ adalah hnAOy
yneb. (BENEY YONAH), ‘anak laki-laki dari burung merpati’. Dengan demikian itu lebih cocok untuk menggambarkan
Kristus] -
hal 25.
Catatan: sepanjang yang saya ketahui
Bonar adalah satu-satunya penafsir yang menekankan jenis kelamin jantan dari
burung ini. Tetapi saya sendiri meragukan apakah ia
bisa dibenarkan, karena:
·
untuk burung merpati memang ada kata ‘anak’ yang seharusnya adalah ‘son’ (= anak laki-laki), tetapi
untuk burung tekukur tidak ada. Jadi jenis kelamin burung tekukur pasti tidak
ditentukan. Kalau burung tekukurnya tidak ditentukan jenis kelaminnya, agak
aneh kalau untuk burung merpatinya ditentukan.
·
istilah BENEY (sons of / anak laki-laki dari) sering berlaku
umum, untuk laki-laki maupun perempuan. Seperti dalam istilah ‘sons of
Ay 15: “Imam harus membawanya ke mezbah, lalu
memulas kepalanya dan membakarnya di atas mezbah. Darahnya
harus ditekan ke luar pada dinding mezbah”.
Mengapa burung tekukur / anak
burung merpati yang begitu lembut harus diperlakukan dengan begitu kejam? Bayangkan, kepalanya dipulas
/ diputar sampai putus! Mengapa? Karena ini menunjuk
kepada kekejaman yang dilakukan kepada Kristus, pada waktu Ia
memikul hukuman dosa kita.
Matthew Henry: “The
head must be wrung off, ‘quite off,’ say some; others think only pinched, so as
to kill the bird, and yet leave the head hanging to the body. But it seems more
likely that it was to be quite separated, for it was to be burnt first” (= Kepalanya harus dipulas, ‘sampai
putus’ kata beberapa orang; orang-orang lain beranggapan hanya menjepit,
sehingga membunuh burung itu, tetapi membiarkan kepalanya tergantung pada
tubuhnya. Tetapi kelihatannya lebih memungkinkan bahwa
kepalanya betul-betul terpisah, karena kepalanya dibakar pertama).
Andrew Bonar: “this
arrangement is the better fitted to exhibit another feature in the death of
Jesus, viz., the awful violence done to one so pure, so tender, and so lovely.
We shrink back from the terrible harshness of the act, whether it be plunging
the knife into the neck of the innocent lamb, or wringing off the head of the
tender dove. But, on this very account, the circumstances are the better figure
of the death of Jesus. ‘He had done no violence, neither was any deceit in His
mouth; yet it pleased the Lord to bruise Him.’ ... It
was the priest who performed this apparently harsh and cruel act, for the
Father bruised Jesus, and the priest acts in His name” [= pengaturan ini makin cocok untuk
menunjukkan ciri yang lain dalam kematian Yesus, yaitu, kekerasan yang
mengerikan dilakukan kepada seseorang yang begitu murni, begitu lembut, dan
begitu elok / bagus. Kita mengkerut mundur dari kekerasan yang mengerikan dari
tindakan tersebut, apakah itu menghunjamkan pisau ke dalam tengkuk dari anak
domba yang tak bersalah, atau memutar sampai putus kepala dari burung merpati
yang lembut. Tetapi, karena ini keadaannya merupakan gambaran
yang lebih baik dari kematian Yesus. ‘Sekalipun ia
tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya. Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia
dengan kesakitan’ (Yes 53:9b-10a). ... Imamlah yang melakukan tindakan yang jelas kelihatan
sebagai keras / kasar dan kejam ini, karena Bapa melukai / meremukkan Yesus,
dan imam bertindak dalam namaNya] - hal 27.
Bdk. Yoh 18:11 - “Kata Yesus kepada Petrus: ‘Sarungkan pedangmu itu; bukankah Aku
harus minum cawan yang diberikan Bapa kepadaKu?’”.
Ay 16: “Temboloknya serta dengan bulunya
haruslah disisihkan dan dibuang ke samping mezbah sebelah timur, ke tempat abu”.
1) Pembuangan tembolok dan bulu.
a) Tembolok.
Andrew Bonar: “‘The crop,’ containing the food,
seems to be considered unclean, because an emblem of man’s appetites. Now, as
there was nothing of man’s sinful appetites in the Holy One, there must be
nothing even in the type that might lead us to suppose that He was otherwise
than perfectly holy. Hence, ‘the crop’ is removed” (= ‘Tembolok’, berisikan makanan,
kelihatannya dianggap najis, karena merupakan lambang dari nafsu manusia.
Karena tidak ada dari nafsu manusia yang berdosa dalam diri Yang Kudus, maka
dalam Typenyapun tidak boleh ada hal yang bisa menyebabkan kita menganggap
bahwa Ia tidak kudus secara sempurna. Karena itu,
‘tembolok’ dibuang) - hal 27-28.
b) Bulu.
Andrew Bonar: “‘The feathers,’ also, are removed,
because they are covering to the dove; and it must be left quite unsheltered
when the drops of the storm fall thick and heavy upon it. These are to be cast
to ‘the place of ashes,’ out of the sight of God; and thus the dove is offered,
in a state of purity and of unprotectedness, on the altar” (= ‘Bulu’ juga dibuang, karena
mereka merupakan penutup dari burung merpati; dan burung merpati itu harus
tanpa penutup pada waktu titik-titik dari badai jatuh dengan tebal dan berat
padanya. Ini harus dibuang ke ‘tempat abu’, jauh dari pandangan Allah; dan
demikianlah burung merpati itu dipersembahkan, dalam keadaan kemurnian dan
tanpa perlindungan, pada mezbah) - hal 28.
Dalam kasus sapi jantan kulit
juga tidak dibakar, mungkin dengan alasan yang sama. Dan saya memikirkan adanya kemungkinan pembuangan kulit / bulu ini
sebagai Type dari Kristus yang ditelanjangi pada waktu disalibkan.
2) Tempat pembuangan adalah sebelah Timur dari
mezbah, yang juga merupakan tempat pembuangan abu pembakaran.
Wesley: “Here the filth was cast, because
this was the remotest place from the holy of holies, which was in the west-end;
to teach us, that impure things and persons should not presume to approach to
God, and that they should be banished from his presence” (= Di sini kotoran dibuang, karena
ini adalah tempat yang terjauh dari Ruang Maha Suci, yang ada di bagian Barat;
untuk mengajar kita, bahwa hal-hal dan orang-orang yang tidak murni tidak boleh
dengan lancang mendekat kepada Allah, dan bahwa mereka harus dibuang dari
hadapanNya).
Ay 17: “Dan ia harus mencabik burung itu
pada pangkal sayapnya, tetapi tidak sampai terpisah; lalu imam harus
membakarnya di atas mezbah, di atas kayu yang sedang terbakar; itulah korban
bakaran, suatu korban api-apian yang baunya menyenangkan bagi TUHAN.’”.
1) “Dan ia harus mencabik burung itu pada pangkal sayapnya, tetapi
tidak sampai terpisah”.
a) Mencabik tetapi tak sampai terpisah / putus.
Andrew Bonar: “‘The cleaving’ (fs;wi) implies such a separation as is
not complete. It is only dislocation but not disruption of the parts; as is
also explained in the clause, ‘but shall not divide it asunder.’ In this we see
another typical circumstance. It is like the case of the paschal lamb - ‘ A bone of him shall not be broken.’ At the same time, this
type gives us in addition a reference to the Saviour’s racked frame on the
cross, when He said, ‘All my bones are out of joint’ (Ps. 22:14). All this
seems intended to intimate that Jesus, in His death, was whole, though broken” [= ‘Pencabikan’ (fs;wi) secara implicit menunjuk pada pemisahan yang tidak
sempurna. Itu hanya merupakan sendi yang terlepas dan bukan
pemutusan dari bagian-bagian; seperti juga dijelaskan dalam anak kalimat
‘tetapi tidak sampai terpisah’. Dalam hal ini kita melihat keadaan lain yang merupakan Type. Ini seperti
dalam kasus anak domba Paskah - ‘Tidak ada satu tulangnya yang akan
dipatahkan’. Pada saat yang sama, Type ini memberi
kita tambahan referensi kepada kerangka yang tersiksa dari Juruselamat pada
kayu salib, pada waktu Ia berkata, ‘Segala tulangku terlepas dari
sendinya’ (Maz 22:15). Semua ini kelihatannya dimaksudkan untuk menunjukkan
bahwa Yesus, dalam kematianNya, tetap utuh, sekalipun hancur] - hal 28.
Catatan: itu bukan kata-kata Yesus di
atas kayu salib, tetapi hanya nubuat tentang Yesus, dalam Maz 22!
Saya tidak tahu apakah
penafsiran ini bisa dibenarkan, mengingat bahwa dalam kasus sapi jantan dan
domba / kambing, tubuhnya memang dipotong-potong (ay 6,8,9,12,13).
b) Pada pangkal sayapnya.
Andrew Bonar: “‘With the wings thereof,’ to show
nothing left whatsoever that could be means of escape - total weakness. Jesus
said, as He suffered, ‘I am poured out like water’ (Ps. 22:14)” [= ‘Dengan sayapnya darinya’, untuk
menunjukkan bahwa tidak ada apapun yang tertinggal yang bisa menjadi cara / jalan untuk lolos - kelemahan total. Yesus berkata,
pada saat Ia menderita, ‘Aku dicurahkan seperti air’
(Maz 22:14)]
- hal 28.
Catatan: lagi-lagi itu bukan kata-kata
Yesus di atas kayu salib, tetapi hanya nubuat tentang Yesus, dalam Maz 22!
2) “lalu imam harus membakarnya di atas
mezbah, di atas kayu yang sedang terbakar; itulah korban bakaran, suatu korban
api-apian yang baunya menyenangkan bagi TUHAN.’”.
Andrew Bonar: “‘And this sacrifice is ‘a sweet
savour to the Lord.’ It satisfies the Father well - so much so, that we find
His redeemed ones called by the name that refers us back to the sacrifice.” (= Dan korban ini merupakan ‘bau
yang menyenangkan bagi Tuhan’. Itu memuaskan Bapa dengan baik - sedemikian
rupa, sehingga kita mendapati orang-orang yang ditebusNya disebut dengan nama yang menunjukkan kita kembali pada korban) - hal 29.
Ia lalu memberi contoh:
·
Dalam Kidung 2:14 Gereja juga disebut ‘the dove’ (=
merpati).
Kidung 2:14
- “Merpatiku
di celah-celah batu, di persembunyian lereng-lereng gunung, perlihatkanlah
wajahmu, perdengarkanlah suaramu! Sebab merdu suaramu dan elok
wajahmu!’”.
·
Dalam Maz 74:19 versi KJV, Gereja disebut ‘turtledove’ (=
burung tekukur / merpati).
Maz 74:19
- “Janganlah berikan
nyawa merpatiMu kepada binatang liar! Janganlah lupakan terus-menerus
nyawa orang-orangMu yang tertindas!”.
Juga dalam banyak bagian,
Kristus disebut dengan sebutan yang sama seperti
sebutan terhadap orang-orang percaya / gereja.
¨
Baik Kristus maupun Gereja disebut ‘lily’ (= bunga
bakung) dalam Kidung 2:1-2.
Kidung 2:1-2 - “(1) Bunga mawar dari Saron aku, bunga
bakung di lembah-lembah. (2) - Seperti bunga bakung
di antara duri-duri, demikianlah manisku di antara gadis-gadis”.
¨
Baik suara Kristus maupun suara Gereja dikatakan ‘like the
voice of many waters’ (= seperti suara dari banyak air / air bah) dalam
kitab Wahyu (Wah 1:15
14:2 19:6).
Wah 1:15
- “Dan kakiNya
mengkilap bagaikan tembaga membara di dalam perapian; suaraNya bagaikan
desau air bah”.
Wah 14:2 - “Dan aku mendengar suatu suara
dari langit bagaikan desau air bah dan bagaikan deru guruh yang dahsyat. Dan suara yang kudengar itu seperti bunyi pemain-pemain kecapi yang
memetik kecapinya”.
Wah 19:6 - “Lalu aku mendengar seperti suara
himpunan besar orang banyak, seperti desau air bah dan seperti deru
guruh yang hebat, katanya: ‘Haleluya! Karena Tuhan, Allah kita, Yang Mahakuasa,
telah menjadi raja”.
¨
Jika Gereja berkata: ‘Lihatlah, tampan engkau kekasihku, sungguh menarik’ (Kidung 1:16), itu adalah jawaban / tanggapan
terhadap kata-kata Kristus, yang berkata: ‘Lihatlah, cantik engkau, manisku, sungguh cantik
engkau’ (Kidung 1:15).
Kidung
1:15-16 - “(15) - Lihatlah,
cantik engkau, manisku, sungguh cantik engkau, bagaikan merpati matamu. (16) - Lihatlah,
tampan engkau, kekasihku, sungguh menarik; sungguh sejuk petiduran kita”.
Catatan: orang-orang jaman kuno pada
umumnya menganggap kitab Kidung Agung sebagai kitab yang membicarakan
percintaan Kristus dengan gereja / orang percaya, tetapi orang-orang sekarang
pada umumnya tidak menganggap demikian. Saya sendiri belum
menentukan posisi dalam persoalan ini.
Andrew Bonar lalu menambahkan: “So truly one is Christ and His
people, they are in a manner identified! ‘Lord, thou art my righteousness, and
I am thy sin; thou hast taken from me what was mine, and given me what was thine.’ ... ‘Oh, sweet exchange!
Oh, unsearchable device! Oh, benefits beyond all expectations!’” (= Begitu sungguh-sungguh satu
Kristus dan umatNya, sehingga mereka dengan suatu cara
disatukan / dianggap sama! ‘Tuhan, Engaku adalah kebenaranku, dan aku adalah
dosaMu; Engkau telah mengambil dari aku apa yang
adalah milikku, dan memberikan kepadaku apa yang adalah milikMu’. ... ‘Oh,
pertukaran yang manis! Oh, pemikiran yang tak
terselami! Oh, manfaat yang melampaui pengharapan!’) - hal
29.
Wenham (NICOT): “With the death of Christ the only
sufficient ‘burnt offering’ was offered once and for all, and therefore the
animal sacrifices which foreshadowed Christ’s sacrifice were made obsolete.
Christians therefore have no need to offer burnt-offerings for the atonement of
their sins. The shedding of Christ’s blood was the payment of the perfect
ransom price. He has borne the Father’s wrath for us, just as the bulls and
lambs in the OT did, so that sinful men can, despite their sin, enjoy the
presence of God and have their prayers answered” (= Dengan kematian Kristus,
satu-satunya ‘korban bakaran’ yang cukup telah dipersembahkan sekali untuk
selama-lamanya, dan karena itu korban-korban binatang yang membayangkan lebih
dulu korban Kristus menjadi usang / kuno. Karena itu orang-orang kristen tidak perlu mempersembahkan korban bakaran untuk
penebusan dosa-dosa mereka. Pencurahan darah Kristus
merupakan pembayaran harga tebusan yang sempurna. Ia telah memikul murka
Bapa untuk kita, sama seperti sapi jantan dan anak domba dalam PL melakukannya,
sehingga manusia yang berdosa bisa, sekalipun mereka berdosa, menikmati
kehadiran Allah dan mendapatkan jawaban untuk doa-doa mereka) - hal 65.
-AMIN-