DOKTRIN KRISTUS: Christology
oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div.
CHRIST: THE GOD-MAN
I) Kristus adalah sungguh-sungguh Allah.
Bukti-bukti keilahian
Kristus:
1) Kitab Suci
secara explicit mengatakan demikian
(Yes 9:5 Yoh 1:1 Ro 9:5
Fil 2:5b-7 Titus 2:13 Ibr 1:8
2Pet 1:1 1Yoh 5:20).
Beberapa
dari ayat-ayat ini saya jelaskan di bawah ini:
a) Yoh 1:1 - “Pada
mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah
Allah”.
Kata
‘Firman’ (bahasa Yunani: LOGOS) di sini jelas menunjuk kepada
Yesus. Ini terlihat dari Yoh 1:14a yang mengatakan bahwa ‘Firman itu
telah menjadi manusia’ dan dari Yoh 1:14b yang menyebutNya sebagai
‘Anak Tunggal Allah’.
Dan
Yoh 1:1 ini secara explicit
mengatakan bahwa Firman / Yesus itu adalah Allah.
Tetapi
Saksi-Saksi Yehuwa mengatakan bahwa kata ‘God / Allah’ yang ditujukan kepada Yesus dalam Yoh 1:1
ini dalam bahasa Yunaninya tidak mempunyai definite
article / kata sandang (Inggris: ‘the’
) dan karena itu harus diterjemahkan sebagai ‘a god’
(= suatu allah), dan diartikan bahwa Yesus adalah ‘allah kecil’
yang lebih rendah dari YEHOVAH / YAHWEH, yang adalah Allah yang sesungguhnya.
Sebagai
jawaban bisa kita katakan bahwa dalam Kitab Suci ada sedikitnya 7 ayat dimana
Yesus disebut ‘the God’.
Ayat-ayat itu adalah:
1. Yoh
20:28 - “Tomas menjawab Dia: ‘Ya Tuhanku dan Allahku!’”.
2. Kis
20:28 - “Karena itu jagalah dirimu dan
jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi
penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperolehNya dengan darah
AnakNya sendiri”.
Ayat ini salah terjemahan karena kata ‘Anak’ (yang saya coret itu), sebetulnya tidak
ada. Dengan demikian kata ‘Nya’ jelas menunjuk kepada kata ‘Allah’ (yang saya garis bawahi), dan sekaligus
kata itu pasti menunjuk kepada Yesus (karena ada kata ‘darah’). Karena itu jelas bahwa ayat ini
menyatakan Yesus sebagai Allah. Bandingkan dengan KJV di bawah ini.
KJV: ‘Take heed therefore
unto yourselves, and to all the flock, over the which the Holy Ghost hath made
you overseers, to feed the church of God, which he hath purchased
with his own blood’ (= Karena itu perhatikanlah dirimu
sendiri, dan seluruh kawanan, di atas mana Roh Kudus telah menjadikan kamu
penilik, untuk memberi makan gereja Allah, yang telah dibeliNya
dengan darahNya sendiri).
Catatan: NIV dan NASB menterjemahkan seperti KJV.
RSV = Kitab Suci Indonesia, tetapi pada catatan kakinya memberikan terjemahan
seperti KJV/NIV/NASB.
3. Tit 2:13 -
“dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia
dan penyataan kemuliaan [Allah yang Mahabesar dan
Juruselamat kita] Yesus Kristus” (tanda kurung dari saya).
4. Ibr 1:8 -
“Tetapi tentang Anak Ia berkata: ‘TakhtaMu, ya Allah,
tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaanMu adalah tongkat
kebenaran”.
5. 2Pet 1:1
- “Dari Simon Petrus, hamba dan rasul Yesus Kristus, kepada mereka yang
bersama-sama dengan kami memperoleh iman oleh karena keadilan [Allah
dan Juruselamat kita], Yesus Kristus” (tanda kurung
dari saya).
2Pet 1:1
(NASB): “... by the righteousness
of our God and Savior, Jesus Christ” [= oleh kebenaran Allah dan
Juruselamat kita, Yesus Kristus].
Jadi di sini Yesus disebut dengan istilah ‘Allah
dan Juruselamat kita’.
6. 1Yoh
5:20 - “Akan tetapi kita tahu, bahwa
Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan pengertian kepada kita, supaya
kita mengenal Yang Benar; dan kita ada di dalam Yang Benar, di dalam AnakNya
Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal”.
7. Wah
1:7-8 - “(7) Lihatlah, Ia datang dengan awan-awan dan
setiap mata akan melihat Dia, juga mereka yang telah menikam Dia. Dan
semua bangsa di bumi akan meratapi Dia. Ya, amin. (8) ‘Aku adalah Alfa
dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan
datang, Yang Mahakuasa.’”.
Ketujuh ayat ini secara explicit menyebut Yesus
sebagai Allah, dan dalam ketujuh ayat ini, kata ‘Allah’ dalam bahasa Yunaninya menggunakan definite
article.
Untuk kata ‘Allah’ dalam:
1. Yoh 20:28
digunakan kata bahasa Yunani HO THEOS.
2. Kis 20:28
digunakan kata bahasa Yunani TOU THEOU.
3. Tit 2:13
digunakan kata bahasa Yunani TOU THEOU.
4. Ibr 1:8 digunakan
kata bahasa Yunani HO THEOS.
5. 2Pet 1:1
digunakan kata bahasa Yunani TOU THEOU.
6. 1Yoh 5:20
digunakan kata bahasa Yunani HO THEOS.
7. Wah 1:8
digunakan kata bahasa Yunani HO THEOS.
Dimana kata TOU dan HO adalah definite article / kata
sandang tertentu. Karena itu jelaslah bahwa dalam ketujuh ayat di atas,
kita tidak bisa menterjemahkan ‘a
god’, dan secara
hurufiah seharusnya diterjemahkan ‘the God’.
Kalau Yoh
1:1 diterjemahkan ‘a god’ (= suatu allah) dan
diartikan bahwa Yesus adalah ‘allah kecil’, maka itu akan
bertentangan dengan ketujuh ayat ini.
b) Ro 9:5 - “Mereka
adalah keturunan bapa-bapa leluhur, yang menurunkan Mesias dalam keadaanNya
sebagai manusia, yang ada di atas segala sesuatu. Ia adalah Allah
yang harus dipuji sampai selama-lamanya. Amin!”.
c) Fil 2:5b-7
- “(5b) ... Kristus Yesus, (6) yang walaupun dalam rupa Allah,
tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan, (7) melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil
rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia”.
Ada beberapa hal yang perlu
dibahas dari text ini:
1. Pertama-tama
mari kita menyoroti kata-kata ‘walaupun dalam rupa
Allah’ (ay 6a).
Kata-kata
ini oleh KJV diterjemahkan ‘being in
the form of God’ (= berada dalam bentuk Allah).
a. Kata ‘being’ (= berada) itu
dalam bahasa Yunani adalah HUPARCHON dan ini ada dalam bentuk present participle.
Ini aneh
dan kontras sekali dengan penggunaan bentuk-bentuk aorist (= past / lampau) pada
kata-kata setelahnya, seperti:
·
‘menganggap’ (h[ghsato / HEGESATO).
·
‘mengosongkan’ (e]kenwsen / EKENOSEN).
·
‘mengambil’ (labwn / LABON).
·
‘menjadi’ (genomenoj / GENOMENOS).
Bentuk present dari
kata HUPARCHON ini menunjuk pada ‘continuance
of being’ (= keberadaan yang terus-menerus). Walter Martin
mengatakan (hal 94) bahwa kata HUPARCHON itu berarti ‘remaining or not ceasing to
be’ (=
tetap atau tidak berhenti sebagai).
William Barclay mengatakan
bahwa kata HUPARCHON itu ‘menggambarkan seseorang sebagaimana adanya secara hakiki
dan hal itu tak bisa berubah’ (‘It describes that which a man is in his very essence and which
cannot be changed’) - hal 35.
Karena itu, kalau dikatakan
bahwa Yesus itu ‘being in the form
of God’, maka itu berarti bahwa Yesus adalah Allah, dan Ia tetap adalah Allah, dan ini tidak bisa berubah.
b. Kata ‘form’ (= bentuk).
Dalam bahasa
Yunani ada 2 kata yang bisa diterjemahkan ‘bentuk’ / ‘rupa’,
yaitu MORPHE dan SKHEMA.
William Hendriksen: “Do these two words - morphe and schema - have the same meaning? At times, throughout Greek
literature, as any good lexicon will indicate, both can have the meaning
‘outward appearance’, ‘form’, ‘shape’. In
certain contexts they can be just about interchangable. But at other times
there is a clear difference in meaning. The context in each separate instance
must decide” (= Apakah dua kata ini - morphe
dan sKhema - mempunyai arti yang sama? Kadang-kadang, dalam literatur Yunani, seperti yang
ditunjukkan oleh sembarang lexicon yang baik, keduanya bisa mempunyai arti
‘penampilan lahiriah’, ‘wujud’, ‘bentuk’. Dalam
kontext-kontext tertentu kedua kata itu bisa dibolak-balik. Tetapi pada
saat-saat lain ada perbedaan arti yang jelas. Kontext dalam setiap peristiwa
harus menentukan) - hal 103 (footnote).
Dalam
Fil 2:6 ini William Hendriksen menganggap bahwa kata MORPHE itu berbeda
dengan SKHEMA. Mengapa? Mari kita melihat terjemahan dari NASB di bawah ini.
Fil 2:6-7 (NASB): ‘(6) who,
although He existed in the form of God, did not regard equality with God
a thing to be grasped, (7) but emptied Himself, taking the form of a
bond-servant, and being made in the likeness of men’ [= (6) yang, sekalipun Ia berada dalam bentuk (MORPHE) Allah, tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai sesuatu untuk dipertahankan, (7)
tetapi telah mengosongkan diriNya sendiri, mengambil bentuk (MORPHE) seorang hamba, dan
dijadikan dalam bentuk (SKHEMA) manusia].
Perhatikan kata-kata yang saya garis bawahi itu. Untuk
dua kata yang pertama digunakan kata Yunani MORPHE (Yesus sebagai Allah
dan sebagai hamba), sedangkan untuk kata yang ketiga digunakan kata
Yunani SKHEMA (Yesus sebagai manusia).
William Hendriksen menganggap adanya perubahan dari MORPHE
ke SKHEMA menunjukkan bahwa di sini ada perbedaan arti antara kedua kata itu.
Memang sebagai manusia Yesus tidak terus sama. Ia bertumbuh makin besar,
makin tua dalam usia, sehingga tentu berubah dalam wajah / bentuk badan. Ia
bisa menjadi kurus (misalnya pada saat berpuasa), dan kembali menjadi gemuk
(setelah puasa), dsb. Karena itu di sini digunakan SKHEMA.
Tetapi sebagai Allah, Ia tidak berubah. Karena
itu digunakan MORPHE. Juga sebagai hamba, Ia tidak berubah. Ia boleh
menjadi dewasa, tua, kurus, gemuk, dsb., tetapi Ia tetap adalah hamba. Dan karena itu di sini juga digunakan MORPHE.
William Barclay: “There are two Greek words for
‘form’, MORPHE and SCHEMA. They must both be translated
‘form’, because there is no other English equivalent, but they do
not mean the same thing. MORPHE is the essential form which never alters;
SCHEMA is the outward form which changes from time to time and from
circumstance to circumstance. ... The word Paul uses for Jesus being in the
form of God is MORPHE; that is to say, his unchangeable being is divine.
However his outward SCHEMA might alter, he remained in essence divine” (=
Jadi,
baik penguraian tentang kata ‘being’ (= ada / berada)
maupun kata ‘form’ (= bentuk), menunjukkan
ketidak-berubahan Yesus sebagai Allah. Allah memang mempunyai sifat tidak bisa
berubah (Mal 3:6
Maz 102:26-28
Yak 1:17), karena kalau Ia bisa berubah, itu menunjukkan Ia tidak
sempurna!
2. Sekarang mari
kita melihat text yang sedang kita bahas ini sekali lagi.
Fil 2:5b-7
- “(5b) ... Kristus Yesus, (6) yang walaupun dalam rupa Allah,
tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan, (7) melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil
rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia”.
Kalau
kata-kata dalam ay 7 yang mengatakan ‘mengambil
rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia’
diartikan bahwa Yesus betul-betul menjadi manusia, maka konsekwensinya,
kata-kata dalam ay 6 yang mengatakan bahwa Yesus ada ‘dalam
rupa Allah’ haruslah diartikan bahwa Yesus betul-betul
adalah Allah.
3. Sekarang kita
akan membahas bagian yang sukar dari text ini, yaitu kata-kata ‘tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan’.
Fil 2:5b-7
- “(5b) ... Kristus Yesus, (6) yang walaupun dalam rupa Allah, tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,
(7) melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang
hamba, dan menjadi sama dengan manusia”.
KJV: ‘(5) Let this mind be in you, which was
also in Christ Jesus: (6) Who, being in the form of
God, thought it not robbery to be equal with God’ (= Hendaknya
pikiran ini ada dalam kamu, yang juga ada dalam Kristus Yesus: Yang, ada dalam
bentuk Allah, menganggapnya bukan sebagai perampokan untuk menjadi setara
dengan Allah).
RSV: ‘(5) Have this mind among yourselves,
which is yours in Christ Jesus, (6) who, though he was in the form of God, did
not count equality with God a thing to be grasped’ (= Milikilah
pikiran ini di antara kamu sendiri, yang adalah milikmu dalam Kristus Yesus,
yang sekalipun Ia ada dalam bentuk Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan
Allah suatu hal yang harus direbut / dipegang erat-erat).
NIV: ‘(5) Your
attitude should be the same as that of Christ Jesus: (6) Who,
being in very nature God, did not consider equality with God something to be
grasped’ (= Sikapmu harus sama seperti sikap dari Kristus Yesus:
Yang, ada dalam hakekat Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah
sesuatu untuk direbut / dipegang erat-erat).
NASB: ‘(5) Have
this attitude in yourselves which was also in Christ Jesus, (6) who, although
He existed in the form of God, did not regard equality with God a thing to
be grasped’ (= Milikilah sikap ini dalam dirimu sendiri yang juga
ada dalam Kristus Yesus, yang, sekalipun Ia berada dalam bentuk Allah, tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah sesuatu untuk direbut / dipegang erat-erat).
Kata bahasa Inggris ‘grasp’
yang digunakan oleh RSV/NIV/NASB bisa diartikan ‘merebut’
atau ‘memegang erat-erat’. Oleh KJV kata itu diterjemahkan ‘robbery’
(= perampokan). Kata bahasa Yunaninya adalah HARPAGMON.
Kalau nanti di bawah digunakan istilah HARPAGMOS, jangan
terlalu mempersoalkan perbedaan antara HARPAGMON dengan HARPAGMOS. Perbedaan
ini hanya terjadi karena posisi kata itu dalam suatu kalimat (casenya).
William Hendriksen mengatakan bahwa kata HARPAGMOS
merupakan suatu kata benda, yang bisa diartikan secara aktif, atau secara
pasif.
Kalau diartikan secara aktif,
maka itu menjadi ‘an act’ / ‘suatu
tindakan’ (suatu tindakan
perampokan / perebutan kekuasaan).
Kalau diartikan secara pasif,
maka itu menjadi ‘a thing’ / ‘suatu
hal’ (suatu rampasan
/ harta / kekayaan untuk dipegang erat-erat).
Arti aktif diambil oleh KJV (yang menterjemahkannya ‘robbery’ / ‘perampokan’), tetapi Hendriksen berpendapat ini tidak
sesuai dengan kontext yang mendahului ayat ini, yang menekankan supaya kita
menjadi rendah hati dan tidak berpegang pada hak kita tetapi lebih memikirkan
kepentingan orang lain. Jadi, Hendriksen memilih arti pasif.
William Hendriksen menambahkan bahwa ada orang yang
mengatakan bahwa kata HARPAGMOS, karena berakhiran MOS, pasti adalah kata benda
yang mempunyai arti aktif. Kata yang mempunyai arti pasif,
biasanya berakhiran MA, bukan berakhiran MOS. Tetapi Hendriksen mengatakan
bahwa terhadap peraturan tersebut, ada perkecualiannya, dan ia memberikan
banyak contoh dari Kitab Suci tentang perkecualian tersebut, yaitu:
Kata EPISITISMOS (Luk 9:12) berarti ‘food’
(= makanan).
Kata THERISMOS (Luk 10:2) berarti ‘harvest
/ crop’ (= panen / tuaian).
Kata HIMATISMOS (Yoh 19:24) berarti ‘vestment’
(= jubah).
Kata HUPOGRAMMOS (1Pet 2:21) berarti ‘example’
(= teladan).
Kata PHRAGMOS (Luk 14:23) berarti ‘hedge /
fence’ (= pagar).
Kata KHREMATISMOS (Ro 11:4) berarti ‘oracle’
(= firman Allah).
Kata PSALMOS (1Kor 14:26) berarti ‘psalm’
(= mazmur).
Catatan: semua kata berakhiran MOS ini diartikan ‘a
thing’ / ‘suatu hal’ (arti pasif), bukan ‘an
act’ / ‘suatu tindakan’ (arti aktif).
Hendriksen juga mengatakan bahwa kata HARPAGMOS juga
digunakan dalam tafsiran dari Eusebius tentang Injil Lukas, dan diartikan dalam
arti pasif, yaitu ‘rampasan’.
Selanjutnya, kalau kata HARPAGMOS ini diartikan dalam
arti pasif, maka Hendriksen mengatakan bahwa itu memungkinkan 2 arti lagi,
yaitu:
·
Itu adalah
sesuatu yang sudah dimiliki, dan dipertahankan.
·
Itu adalah
sesuatu yang belum dimiliki, dan diusahakan / dicari dengan sungguh-sungguh.
Lagi-lagi dalam hal ini, kontextnya yang harus
menentukan, arti mana yang diambil.
Arti yang kedua jelas bertentangan dengan kata-kata ‘walaupun
dalam rupa / bentuk Allah’
dalam Fil 2:6a, yang menunjukkan bahwa Yesus sudah adalah Allah (ini sudah
dibahas di atas).
Jadi, jelas bahwa kita harus mengambil arti pertama. Dan
ini menjadi cocok dengan terjemahan Kitab Suci Indonesia.
d) Tit 2:13 -
“dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia
dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus
Kristus”.
Bagian
terakhir dari ayat ini (yang saya garis bawahi) memungkinkan 2 cara pembacaan:
·
(Allah yang Mahabesar) dan (Juruselamat kita Yesus
Kristus).
Kalau dipilih pembacaan yang ini, maka ayat ini
membicarakan 2 pribadi, yang pertama adalah ‘Allah yang Mahabesar’, dan yang kedua adalah ‘Juruselamat kita Yesus Kristus’. Dengan demikian ayat ini tidak menunjukkan Yesus
sebagai Allah.
·
(Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita), Yesus
Kristus.
Kalau dipilih pembacaan yang ini, maka ayat ini hanya
membicarakan satu pribadi, yaitu Yesus Kristus, yang digambarkan sebagai ‘Allah yang Mahabesar’ maupun sebagai ‘Juruselamat kita’.
NIV
memilih pilihan kedua karena NIV menterjemahkannya sebagai berikut: ‘while
we wait for the blessed hope - the glorious appearing of our great God and
Savior, Jesus Christ’
(= sementara kita menantikan pengharapan yang mulia - penampilan yang mulia
dari Allah kita yang besar dan Juruselamat kita, Yesus Kristus).
Saya
sendiri memilih pembacaan kedua, karena:
Alasan
pertama: Kata ‘appearing’
(= penampilan / pemunculan), yang dalam Kitab Suci Indonesia diterjemahkan ‘penyataan’,
diterjemahkan dari kata bahasa Yunani EPIPHANEIA, yang selalu menunjuk pada
kedatangan Yesus (bdk. 2Tes 2:8
1Tim 6:14
2Tim 1:10 2Tim 4:1,8), dan
tidak pernah menunjuk kepada Bapa.
Alasan
kedua: Pembacaan kedua ini sesuai dengan hukum bahasa Yunani
yang diberikan oleh Dana & Mantey, dan juga ahli-ahli bahasa Yunani yang
lain.
Dana
& Mantey mengatakan bahwa bila kata Yunani KAI (= dan) menghubungkan 2 kata
benda dengan case / kasus yang sama, dan jika ada kata sandang yang
mendahului kata benda yang pertama, dan kata sandang itu tidak diulangi sebelum
kata benda yang kedua, maka kata benda yang terakhir selalu berhubungan dengan
pribadi / orang yang dinyatakan / digambarkan oleh kata benda yang pertama.
Dengan kata lain, kata benda yang kedua merupakan pengambaran lebih jauh
tentang pribadi / orang itu (‘A Manual Grammar of the Greek New
Testament’, hal 147).
Catatan: ‘case’
/ ‘kasus’ merupakan suatu istilah dalam gramatika bahasa Yunani.
+¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾+
½ ½
½ +¾¾¾¾¾+ ½
½ ½ ¯ ¯
Tit 2:13
- “Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus
Kristus”.
k.b. 1
½
k.b. 2 pribadi
yg digambarkan
¯
kata penghubung KAI
Di sini
ada dua kata benda dengan case yang sama (Genitive Case), yaitu ‘Allah
yang Mahabesar’ dan ‘Juruselamat’.
Kedua kata benda itu dihubungkan oleh kata penghubung KAI (= dan). Kata benda
yang pertama (k.b. 1), yaitu ‘Allah yang Mahabesar’
mempunyai definite article / kata sandang (TOU MEGALOU THEOU / the
great God), tetapi kata benda yang kedua (k.b. 2), yaitu ‘Juruselamat’
tidak mempunyainya (SOTEROS). Kata benda pertama, yaitu ‘Allah
yang Mahabesar’ merupakan penggambaran dari kata ‘Yesus
Kristus’. Maka kata benda kedua, yaitu ‘Juruselamat’
merupakan penggambaran lanjutan terhadap pribadi yang sama, yaitu ‘Yesus
Kristus’. Jadi, Tit 2:13 ini menggambarkan
Yesus Kristus dengan istilah ‘Allah yang Mahabesar’
maupun ‘Juruselamat’.
e) Ibr 1:8 - “Tetapi
tentang Anak Ia berkata: ‘TakhtaMu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan
selamanya, dan tongkat kerajaanMu adalah tongkat kebenaran”.
f) 2Pet 1:1 - “Dari
Simon Petrus, hamba dan rasul Yesus Kristus, kepada mereka yang bersama-sama
dengan kami memperoleh iman oleh karena keadilan Allah dan Juruselamat kita,
Yesus Kristus”.
Di sini
kita kembali bertemu dengan hukum bahasa Yunani yang telah kita bahas pada
pembahasan Tit 2:13 di depan.
+¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾+
½ ½
½
+¾¾¾¾¾¾+ ½
½
½ ¯ ¯
2Pet 1:1b
- “Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus”.
k.b.1 ½
k.b.2 pribadi
yg digambarkan
¯
kata penghubung KAI
Di sini ada
dua kata benda dengan case yang sama (Genitive Case), yaitu ‘Allah’
dan ‘Juruselamat’. Kedua
kata benda itu dihubungkan oleh kata penghubung KAI (= dan). Kata benda yang
pertama (k.b.1), yaitu ‘Allah’
mempunyai kata sandang (TOU THEOU / the God), tetapi kata
benda yang kedua (k.b.2), yaitu ‘Juruselamat’, tidak mempunyainya
(SOTEROS). Kata benda pertama, yaitu ‘Allah’
merupakan penggambaran dari kata ‘Yesus Kristus’.
Maka kata benda kedua, yaitu ‘Juruselamat’
merupakan penggambaran lanjutan terhadap pribadi yang sama, yaitu
‘Yesus Kristus’. Jadi, 2Pet 1:1b ini
menggambarkan Yesus Kristus dengan istilah ‘Allah’
maupun ‘Juruselamat’.
g) 1Yoh 5:20 - “Akan
tetapi kita tahu, bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan
pengertian kepada kita, supaya kita mengenal Yang Benar; dan kita ada di dalam
Yang Benar, di dalam AnakNya Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang benar dan
hidup yang kekal”.
Sekalipun
ada banyak ayat yang menyebut Yesus dengan sebutan ‘Allah’,
tetapi ada banyak orang yang tetap menolak keilahian Kristus. Mereka mengatakan
bahwa dalam Kitab Suci kata ‘Allah’ sering digunakan untuk ‘yang
bukan Allah’.
Ada 2 hal
yang bisa diberikan sebagai jawaban:
1. Sekalipun dalam Kitab Suci kata ‘allah’ memang bisa digunakan untuk
malaikat, setan, dan bahkan manusia, tetapi kata-kata itu tidak pernah
digunakan sesering kata itu digunakan terhadap Yesus.
2. Pada saat Kitab Suci menyebut seseorang yang
bukan Allah yang sesungguhnya dengan sebutan ‘allah’, Kitab Suci selalu menunjukkan
secara jelas bahwa orang-orang itu disebut ‘allah’ bukan dalam arti seperti
biasanya / yang sesungguhnya.
Contoh:
a. Kel 7:1
- “Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Lihat, Aku mengangkat engkau sebagai
Allah (ELOHIM) bagi Firaun, dan
Harun, abangmu, akan menjadi nabimu”.
Perhatikan bahwa sekalipun ayat ini menyebut Musa sebagai
‘Allah’, tetapi ada
tambahan kata-kata ‘bagi Firaun’. Dan ini jelas menunjukkan bahwa Musa
bukanlah Allah dalam arti yang sesungguhnya.
b. Kel 12:12 - “Sebab
pada malam ini Aku akan menjalani tanah Mesir, dan semua anak sulung, dari anak
manusia sampai anak binatang, akan Kubunuh, dan kepada semua allah (ELOHEY = gods of / allah-allah dari) di Mesir akan Kujatuhkan hukuman, Akulah,
TUHAN”.
Jelas bahwa kata ‘allah’ di sini tidak
menunjuk kepada Allah yang sejati, karena dikatakan bahwa Allah yang sejati itu
akan menghukum ‘semua
allah’ ini. Jadi di
sini kata itu menunjuk kepada dewa-dewa sembahan Mesir, yang sering berupa
binatang, khususnya sapi. Pada saat Tuhan menghukum Mesir dengan membunuh semua
anak sulung, maka anak binatang (dewa / allah mereka) juga ikut dibunuh /
dihukum.
c. Kel 20:3 - “Jangan
ada padamu allah (ELOHIM) lain di hadapanKu”.
Adanya kata-kata ‘lain’ dan ‘di hadapanKu’, membuat ayat ini jelas menunjukkan bahwa yang
dimaksud dengan ‘allah’ bukanlah Allah yang sebenarnya.
Selain dalam ayat ini, dalam banyak ayat-ayat lain,
kata ‘allah’ digunakan untuk menunjuk kepada dewa / berhala dari
bangsa-bangsa kafir, dan kontextnya selalu menunjukkan secara jelas bahwa yang
dimaksud bukanlah Allah yang sesungguhnya, tetapi hanya dewa / berhala yang
dalam Kitab Suci dikatakan tidak mempunyai existensi (1Kor 8:4-6).
d. Hak 5:8 - “Ketika
orang memilih allah (ELOHIM) baru, maka terjadilah perang di pintu
gerbang. Sesungguhnya,
perisai ataupun tombak tidak terlihat di antara empat puluh ribu orang di
Israel”.
Kata-kata dari ayat ini yang mengatakan bahwa ‘orang
memilih allah baru’, sudah
menunjukkan bahwa kata ‘allah’ ini tidak digunakan dalam arti yang
sebenarnya. Jadi ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang Israel memilih dewa /
berhala baru (sambil meninggalkan YAHWEH), dan sebagai akibatnya terjadilah
bencana seperti perang dan sebagainya.
e. 1Sam 28:13b:
“Perempuan
itu menjawab Saul: ‘Aku melihat sesuatu yang ilahi (ELOHIM) muncul dari dalam
bumi.’”.
KJV: ‘gods’
(= allah-allah).
RSV/NWT: ‘a
god’ (= suatu allah).
NIV: ‘a
spirit’ (= suatu roh).
NASB: ‘a
divine being’ (= suatu makhluk yang ilahi).
Kata Ibrani yang dipakai adalah ELOHIM.
·
Kata ELOHIM menunjuk kepada penampilan
yang supranatural / gaib.
·
Kata ELOHIM digunakan
karena ‘arwah’ itu boleh
dikatakan merupakan allah dari si
dukun yang memanggilnya.
Tidak peduli mana arti yang benar, yang jelas ayat itu
sendiri secara menyolok menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan ELOHIM di sini
bukanlah Allah yang sesungguhnya. Ada yang menganggap bahwa ini betul-betul
adalah roh Samuel, tetapi saya yakin bahwa itu salah, dan bahwa ini hanyalah
setan yang menyamar sebagai roh Samuel. Jika saudara mau mempelajari hal ini
secara mendetail, bacalah buku saya yang berjudul ‘Penginjilan
Terhadap Orang Mati’.
f. Maz 82:1-8
- “(1) Mazmur Asaf. Allah berdiri dalam sidang ilahi, di antara para
allah (Ibrani: ELOHIM) Ia menghakimi:
(2) ‘Berapa lama lagi kamu menghakimi dengan lalim dan memihak kepada
orang fasik? Sela (3) Berilah keadilan kepada orang yang lemah dan kepada anak
yatim, belalah hak orang sengsara dan orang yang kekurangan! (4) Luputkanlah
orang yang lemah dan yang miskin, lepaskanlah mereka dari tangan orang
fasik!’ (5) Mereka tidak tahu dan tidak mengerti apa-apa, dalam kegelapan
mereka berjalan; goyanglah segala dasar bumi. (6) Aku sendiri telah berfirman:
‘Kamu adalah allah (Ibrani: ELOHIM), dan
anak-anak Yang Mahatinggi kamu sekalian. - (7) Namun seperti manusia kamu akan
mati dan seperti salah seorang pembesar kamu akan tewas.’ (8) Bangunlah
ya Allah, hakimilah bumi, sebab Engkaulah yang memiliki segala bangsa”.
Yang disebut ELOHIM (‘allah-allah’) dalam ay 1 dan ay 6 itu jelas
adalah hakim-hakim yang lalim / tidak adil pada saat itu. Sekalipun mereka
disebut ‘allah-allah’ (ELOHIM), tetapi mereka jelas bukan Allah dalam arti
yang sesungguhnya, dan itu terlihat dari:
·
mereka ini bukan
satu orang tetapi sekelompok orang, sehingga tidak mungkin mereka adalah Allah
semua, karena akan menimbulkan polytheisme.
·
mereka dihakimi
oleh Allah (ay 1).
·
mereka
menghakimi dengan tidak adil (ay 2-4), dan hidup dalam kegelapan (ay 5).
·
mereka akan mati
sebagai manusia (ay 7).
g. Maz 95:3 - “Sebab
TUHAN adalah Allah yang besar, dan Raja yang besar mengatasi segala allah
(ELOHIM)”.
Dalam ayat ini yang disebut ‘allah’ (ELOHIM) juga adalah sekelompok orang. Ada yang
menganggap mereka ini sebagai dewa-dewa, dan ada juga yang menganggap mereka
ini sebagai malaikat-malaikat. Bahwa mereka ini sekelompok, bukan tunggal, dan
bahwa TUHAN dikatakan mengatasi mereka semua, jelas menunjukkan bahwa pada saat
kata ‘allah’ (ELOHIM) diterapkan kepada mereka, kata itu tidak
digunakan dalam arti yang sebenarnya.
h. Maz 96:4-5 - “Sebab
TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih dahsyat dari pada segala allah
(ELOHIM). Sebab segala allah (ELOHIM)
bangsa-bangsa adalah hampa, tetapi Tuhanlah yang menjadikan langit”.
Ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa yang disebut
‘allah’ di sini adalah berhala-berhala / dewa-dewa.
i. Maz 138:1
- “Aku
hendak bersyukur kepadaMu dengan segenap hatiku, di hadapan para allah (ELOHIM) aku akan bermazmur
bagiMu”.
Calvin
menganggap bahwa kata ELOHIM di sini menunjuk atau kepada malaikat-malaikat
atau kepada raja-raja; Calvin lebih condong pada arti pertama. Siapapun yang
disebut sebagai ELOHIM di sini, jelas sekali bahwa mereka bukanlah Allah dalam
arti sesungguhnya, karena dalam ayat ini Allah yang sesungguhnya disebut ‘Mu’, kepada siapa Daud bersyukur dan
bermazmur.
j. 1Kor
8:5-6 - “(5) Sebab sungguhpun ada apa yang disebut ‘allah’
(THEOI
= gods / allah-allah), baik di sorga,
maupun di bumi - dan memang benar ada banyak ‘allah’ (THEOI) dan banyak
‘tuhan’ yang demikian - (6) namun bagi kita hanya ada satu Allah
saja, yaitu Bapa, yang dari padaNya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia
kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang olehNya segala
sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup”.
Apakah yang
disebut dengan ‘allah’ dalam ay 5 itu, malaikat atau berhala, tidak jadi soal.
Yang jelas kata-kata tambahan dalam ay 6nya menunjukkan bahwa ‘allah’ dalam ay 5 itu bukan betul-betul Allah.
k. Kis 12:22
- “Dan rakyatnya bersorak membalasnya: ‘Ini suara allah (THEOU) dan
bukan suara manusia!’”.
Jelas bahwa ini tidak menunjuk kepada Allah yang benar,
karena kata-kata ini ditujukan kepada Herodes.
l. 2Kor
4:4 - “yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang
pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak
melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran
Allah”.
Kata Yunani yang diterjemahkan ‘ilah’ di sini adalah HO THEOS (= the God
/ sang Allah)! Jelas bahwa di sini kata itu tidak menunjuk kepada Allah yang
sejati, tetapi menunjuk kepada setan.
m. 2Tes 2:4
- “yaitu lawan yang meninggikan diri di atas segala yang disebut atau
yang disembah sebagai Allah (THEON).
Bahkan ia duduk di Bait Allah dan mau menyatakan diri sebagai Allah (TOU
THEOU)”.
Kontext menunjukkan bahwa ini sama sekali tidak menunjuk
kepada Allah yang sebenarnya, tetapi mungkin ini menunjuk kepada Antikristus.
Tetapi pada waktu kata ‘Allah’ digunakan untuk Yesus, Kitab Suci tidak
memberi petunjuk apapun bahwa kata itu digunakan bukan dalam arti yang
sesungguhnya, tetapi sebaliknya bahkan memberikan keterangan yang menunjukkan
bahwa Ia memang adalah Allah yang sejati.
A.
H. Strong: “It is sometimes objected that the ascription of
the name ‘God’ to Christ proves nothing as to his absolute deity,
since angels and even human judges are called gods, as representing God’s
authority and executing his will. But we reply that, while it is true that
the name is sometimes so applied, it is always with adjuncts and in connections
which leaves no doubt of its figurative and secondary meaning. When,
however, the name is applied to Christ, it is, on the contrary, with adjuncts
and in connections which leaves no doubt that it signifies absolute
Godhead” (= Kadang-kadang diajukan keberatan yang mengatakan
bahwa pemberian nama ‘Allah’ kepada Kristus tidak membuktikan
apa-apa berkenaan dengan keilahianNya yang mutlak, karena malaikat-malaikat dan
bahkan hakim-hakim manusia disebut allah-allah, karena mewakili otoritas Allah
dan melaksanakan kehendakNya. Tetapi kami menjawab bahwa sekalipun memang
benar bahwa nama itu kadang-kadang diterapkan seperti
itu, itu selalu disertai dengan tambahan / keterangan dan dalam hubungan yang
membuang semua keragu-raguan tentang arti kiasan dan arti sekundernya.
Tetapi pada waktu nama itu diterapkan kepada Kristus,
sebaliknya itu disertai dengan tambahan / keterangan dan dalam hubungan yang
membuang semua keragu-raguan bahwa itu menunjukkan keAllahan yang mutlak) - ‘Systematic
Theology’, hal 307.
Contoh:
·
Yoh 1:1c, yang mengatakan bahwa ‘Firman (Yesus) itu adalah Allah’,
didahului oleh kata-kata ‘Pada mulanya adalah Firman’, yang
menunjukkan kekekalan dari Firman itu, dan lalu dilanjutkan dengan
Yoh 1:3, yang menunjukkan bahwa Firman / Yesus itu adalah Pencipta segala
sesuatu!
·
Ro 9:5, yang menyatakan Yesus
sebagai Allah, juga menambahkan bahwa Ia ada di atas
sesuatu, dan harus dipuji selama-lamanya.
·
Ibr 1:8, selain menyebut Anak
sebagai Allah, juga mengatakan bahwa Ia mempunyai takhta yang kekal, dan masih
disusul lagi oleh Ibr 1:10-12 yang menyatakan Anak sebagai Tuhan, dan
sebagai Pencipta, yang kekal dan yang tidak pernah berubah.
·
Wah 1:8, selain menyebut Yesus
sebagai ‘Tuhan
Allah’, juga menyebutNya dengan sebutan ‘Yang Mahakuasa’
dan ‘Alfa dan
Omega’.
2) Kitab Suci memberikan nama-nama ilahi untuk
Yesus (Yes 9:5
Yer 23:5-6
Mat 1:23 2Tim 1:10 Ibr 1:8,10).
a) Yes 9:5 - “Sebab seorang anak telah
lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang
pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat
Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai”.
Ayat ini jelas merupakan suatu
nubuat tentang Kristus, dan dalam ayat ini Ia disebut
sebagai ‘Allah
yang perkasa’ (Ibrani: EL GIBOR).
Tetapi Saksi-Saksi Yehuwa
justru menyerang keilahian Kristus menggunakan ayat ini dengan berkata bahwa
Kristus hanya disebut sebagai ‘Allah yang perkasa’, sedangkan YAHWEH / YEHOVAH
disebut sebagai ‘Allah
yang mahakuasa’ (Ibrani: EL SHADDAI) seperti dalam Kel 17:1.
Untuk menjawab serangan ini
kita bisa melihat Yes 10:21 yang menyebut Allah / YAHWEH / YEHOVAH dengan
sebutan ‘Allah
yang perkasa’. Dalam bahasa Ibraninya digunakan istilah
yang persis sama dengan dalam Yes 9:5 yaitu EL GIBOR.
b) Yer 23:5-6
juga jelas merupakan nubuat tentang Kristus, dan dalam ayat-ayat itu Kristus
disebut sebagai ‘TUHAN keadilan’, dimana
kata ‘TUHAN’ semua
hurufnya ditulis dengan huruf besar. Ini menunjukkan bahwa dalam bahasa
Ibraninya digunakan kata ‘YAHWEH’ / ‘YEHOVAH’.
Ini adalah ayat-ayat yang sangat penting
dalam menghadapi Saksi-Saksi Yehuwa karena dalam ayat-ayat ini Yesus Kristus
disebut dengan sebutan YAHWEH / YEHOVAH.
Perlu
diketahui bahwa dalam Kitab Suci kata Ibrani ‘ADONAY’ (= Tuhan / Lord - hanya huruf pertama yang
menggunakan huruf besar) bisa digunakan untuk seseorang yang bukan Allah
(Misalnya dalam Yes 21:8). Demikian juga dengan kata Ibrani ‘ELOHIM’
[= Allah / God(s)], atau kata Yunani
THEOS (= Allah), bisa digunakan untuk menunjuk kepada dewa, manusia, dan bahkan
setan (Misalnya: Kel 4:16
Kel 7:1 Kel 12:12 Kel 20:3,23 Hak 16:23-24 1Raja 18:27 Maz 82:1,6
Kis 28:6 2Kor 4:4).
Tetapi sebutan YAHWEH / YEHOVAH (= TUHAN / LORD) tidak pernah digunakan untuk
siapapun selain Allah, karena YAHWEH adalah nama Allah (Kel 3:15 Yes 42:8)!
Maz 83:19 - “supaya
mereka tahu bahwa Engkau sajalah yang bernama TUHAN, Yang Mahatinggi atas
seluruh bumi”.
NIV menterjemahkan secara berbeda.
NIV: ‘Let them know
that you, whose name is the LORD - that you alone are the Most High over all
the earth’ (= Biarlah mereka mengetahui bahwa Engkau, yang namaNya adalah TUHAN - bahwa
Engkau saja adalah Yang Maha Tinggi atas seluruh bumi).
Tetapi KJV/RSV/NASB menterjemahkan
seperti Kitab Suci Indonesia.
KJV: ‘That men may know
that thou, whose name alone is JEHOVAH, art the most high over all the
earth’ (= Supaya manusia bisa mengetahui bahwa Engkau sendiri yang
namaNya adalah Yehovah, adalah yang maha tinggi atas seluruh bumi).
RSV: ‘Let them know that thou alone, whose name
is the LORD, art the Most High over all the earth’ (= Biarlah mereka
mengetahui bahwa Engkau saja, yang namanya adalah TUHAN, adalah Yang Maha
Tinggi atas seluruh bumi).
NASB: ‘That they
may know that Thou alone, whose name is the LORD, Art the Most High over all
the earth’ (= Supaya mereka bisa mengetahui bahwa Engkau saja,
yang namanya adalah TUHAN, adalah Yang Maha Tinggi atas seluruh bumi).
Karena itu, kalau Yesus disebut dengan istilah YAHWEH / YEHOVAH,
itu jelas menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah sendiri.
c) Dalam Mat 1:23 Yesus disebut dengan
istilah ‘Immanuel’, yang artinya adalah God with us (= Allah dengan kita).
d) 1Kor 8:4-6 menyatakan Yesus sebagai
Tuhan.
1Kor 8:4-6 - “(4) Tentang hal makan
daging persembahan berhala kita tahu: ‘tidak ada berhala di dunia dan
tidak ada Allah lain dari pada Allah yang esa.’ (5) Sebab sungguhpun ada
apa yang disebut ‘allah’, baik di sorga, maupun di bumi - dan
memang benar ada banyak ‘allah’ dan banyak ‘tuhan’
yang demikian - (6) namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa,
yang dari padaNya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu
Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang olehNya segala sesuatu telah
dijadikan dan yang karena Dia kita hidup”.
Orang-orang yang menolak keilahian Yesus sering menggunakan kata-kata ‘hanya ada satu Allah saja, yaitu
Bapa’ (ay 6)
untuk mengatakan bahwa Yesus bukan Allah. Tetapi ini merupakan suatu argumentasi yang bodoh,
karena kalau dari kata-kata tersebut disimpulkan bahwa hanya Bapa
yang adalah Allah, dan Yesus bukan Allah, maka konsekwensinya adalah: dari
kata-kata dalam ay 6b - ‘dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus’,
kita harus menyimpulkan bahwa hanya Yesus yang adalah Tuhan, dan Bapa bukan
Tuhan! Tentu tidak ada orang yang waras yang
mau menerima konsekwensi ini!
Jadi, penafsiran yang benar tentang text ini adalah
sebagai berikut:
·
memang hanya ada
satu Allah yaitu Bapa, tetapi karena Yesus (dan Roh Kudus) satu dengan Bapa,
maka Yesus (dan Roh Kudus) juga adalah Allah.
·
memang hanya ada
satu Tuhan, yaitu Yesus, tetapi karena Bapa (dan Roh Kudus) satu dengan Yesus,
maka Bapa (dan Roh Kudus) juga adalah Tuhan.
Sekalipun Kristen mempercayai bahwa Bapa adalah Allah /
Tuhan, Yesus adalah Allah / Tuhan, dan Roh Kudus adalah Allah / Tuhan, tetapi
Kristen tidak percaya adanya 3 Allah / Tuhan!
Bandingkan dengan Pengakuan Iman Athanasius,
no 7-19, yang berbunyi sebagai berikut:
“7. What
the Father is, the same is the Son, and the Holy Ghost.
8. The Father is uncreated, the Son uncreated, the Holy Ghost
uncreated. 9. The Father is immense,
the Son immense, the Holy Ghost immense.
10. The Father is eternal, the Son
eternal, the Holy Ghost eternal.
11. And yet there are not three eternals,
but one eternal. 12. So there are
not three (beings) uncreated, nor three immense, but one uncreated, and one
immense. 13. In like manner the
Father is omnipotent, the Son is omnipotent, the Holy
Ghost is omnipotent. 14. And yet there are not three omnipotents, but one
omnipotent. 15. Thus the Father
is God, The Son is God, the Holy Ghost is God. 16. And
yet there are not three Gods, but one God.
17. Thus The Father is Lord, the
Son is Lord, the Holy Ghost is Lord.
18. And yet there are not three
Lords, but one Lord. 19. Because
as we are thus compelled by Christian verity to confess each person severally
to be God and Lord; so we are prohibited by the Catholic religion from saying
that there are three Gods or Lords” (= 7. Apa
adanya Bapa itu, demikian juga dengan Anak, dan juga Roh Kudus.
8. Bapa tidak diciptakan, Anak tidak diciptakan, Roh Kudus tidak
diciptakan. 9. Bapa itu maha besar,
Anak itu maha besar, Roh Kudus itu maha besar.
10. Bapa itu kekal, Anak itu kekal, Roh Kudus itu kekal. 11. Tetapi tidak ada tiga yang kekal,
tetapi satu yang kekal.
12. Demikian juga tidak ada tiga (makhluk) yang tidak dicipta, juga
tidak tiga yang maha besar, tetapi satu yang tidak dicipta, dan satu yang maha
besar. 13. Dengan cara yang sama
Bapa adalah maha kuasa, Anak adalah maha kuasa, Roh Kudus adalah maha
kuasa. 14. Tetapi tidak ada tiga
yang maha kuasa, tetapi satu yang maha kuasa.
15. Demikian juga Bapa adalah Allah, Anak adalah Allah, Roh
Kudus adalah Allah. 16. Tetapi
tidak ada tiga Allah, tetapi satu Allah.
17. Demikian pula Bapa adalah Tuhan, Anak adalah Tuhan, dan Roh
Kudus adalah Tuhan. 18. Tetapi
tidak ada tiga Tuhan, tetapi satu Tuhan.
19. Karena sebagaimana kami didorong seperti itu oleh kebenaran
Kristen untuk mengakui setiap pribadi secara terpisah / individuil sebagai
Allah dan Tuhan; demikian pula kami dilarang oleh agama Katolik / universal /
am untuk mengatakan bahwa ada tiga Allah atau Tuhan) - A. A. Hodge, ‘Outlines of Theology’, hal 117-118.
Ada
banyak sekali ayat-ayat lain yang menyatakan Yesus sebagai Tuhan.
1. Ada orang yang berkata
bahwa dalam kitab Kisah Rasul, yang menekankan penginjilan, sehingga seharusnya
menekankan Yesus sebagai Juruselamat, ternyata hanya ada 2 x sebutan ‘Juruselamat’
untuk Yesus, yaitu dalam Kis 5:31 dan 13:23. Tetapi Yesus disebut ‘Tuhan’
sebanyak 92 x, disebut ‘Tuhan Yesus’
sebanyak 13 x, dan disebut ‘Tuhan Yesus Kristus’
sebanyak 6 x!
2. Kata Yunani
KURIOS yang biasanya diterjemahkan ‘Tuhan’,
memang bisa diterjemahkan ‘tuan’. Kitab
Suci bahasa Inggris (KJV/RSV/NIV/NASB) kadang-kadang menterjemahkan ‘Sir’ (=
Tuan), misalnya dalam Yoh 4:11, padahal kata itu
ditujukan kepada Yesus. Mengapa diterjemahkan demikian? Karena kontextnya
menunjukkan bahwa perempuan Samaria itu baru bertemu dengan Yesus dan
sebelumnya tidak pernah mendengar ataupun mengenal Yesus. Jadi tidak mungkin ia
tahu-tahu menyebut Yesus dengan sebutan ‘Tuhan’.
3. Tetapi ada
banyak ayat yang menyatakan Yesus betul-betul sebagai ‘Tuhan’
dan tidak mungkin diterjemahkan ‘tuan’,
seperti: Mat 7:21-22 12:8 25:37,44
Luk 2:11 5:8 6:46
Yoh 11:27 20:28 Kis 2:20,21,25,36 4:33
7:59,60 8:16 9:1,2,5,10,11,13,15,17,31 10:13,36
11:16,20,21,24 15:11,26 16:15,31
18:8,25 19:5,9,13,17 20:21,24,35
21:13 22:4,5,8,10,16 24:14
26:15 28:31 Ro 1:4,7
4:24 5:1,11,21 6:23
7:25 8:39 10:9,13
13:14 14:14 15:6,30
16:18,20,24
1Kor 1:2,3,7,8,9,10 2:8 4:4,5
5:5 6:11,14 9:1
11:23,26,27,29 12:3,5 15:31,57,58
16:23 2Kor 1:2,3,14 4:5,14
8:9 11:31 13:13
Gal 1:3,19 6:14,18 Ef 1:2,3,15,17 3:11
4:1,5 5:20 6:23,24
Fil 2:11,19 3:20 4:23
Kol 2:6 3:17 1Tes 1:1,3 2:15,19
3:11,13 4:1,2,15,16,17 5:2,9,23,28
2Tes 1:1,2,7,8,12
2:1,2,8,14,16 3:6,12,18 1Tim 1:2,12 6:3,14
2Tim 1:2,8,12,19 4:8 Filemon 3,5,25 Ibr 1:10
7:14 13:20 Yak 1:1
2:1 5:7 1Pet 1:3
3:15 2Pet 1:2,8,14,16,20 3:2,10,18
Yudas 21,25
Wah 1:8,10 14:13 22:20,21.
4. Sebutan ‘Tuhan’
bagi Yesus dikontraskan dengan ‘hamba’ / ’budak’.
Hal ini
terlihat dalam banyak tempat, misalnya dalam Ro 1:1,4 - “(1)
Dari Paulus, hamba Kristus Yesus, yang dipanggil menjadi rasul dan
dikuduskan untuk memberitakan Injil Allah. ... (4) dan menurut Roh kekudusan
dinyatakan oleh kebangkitanNya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak
Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita”.
Bdk. Yak 1:1 2Pet 1:1-2 Yudas 1,4.
5. Ingat juga bahwa
yang menyebut Yesus dengan sebutan ‘Tuhan’
adalah orang-orang Yahudi yang adalah bangsa monotheist, sehingga tidak mungkin
begitu sering menyebut Yesus dengan sebutan ‘Tuhan’,
seandainya Yesus bukan betul-betul Tuhan dalam arti yang setinggi-tingginya.
W. E. Vine: “The full significance of this
association of Jesus with God under the one appellation, ‘Lord,’ is
seen when it is remembered that these men belonged to the only monotheistic
race in the world. To associate with the Creator one known to be a creature,
however exalted, though possible to Pagan Philosophers, was quite impossible to
a Jew”
(= Arti sepenuhnya dari persatuan Yesus dengan Allah di bawah satu sebutan
‘Tuhan’ ini, terlihat pada waktu diingat bahwa orang-orang ini
termasuk dalam satu-satunya bangsa monotheist dalam dunia ini. Menyatukan /
menggabungkan sang Pencipta dengan seseorang yang diketahui sebagai ciptaan,
bagaimanapun ditinggikannya dia, sekalipun merupakan sesuatu yang memungkinkan
bagi ahli-ahli filsafat kafir, adalah mustahil bagi seorang Yahudi) - ‘An Expository
Dictionary of New Testament Words’, hal 689.
Catatan: bangsa Yahudi memang adalah
satu-satunya bangsa monotheist di dunia pada saat itu.
e) Dalam Perjanjian Lama, sebutan
‘Juruselamat’ dan ‘Penebus’ / ‘Penolong’
ditujukan kepada Allah (Yes 43:3,11
Yes 45:15 Yer 14:8 Hos 13:4), tetapi dalam Perjanjian Baru,
sebutan itu ditujukan kepada Yesus (2Tim 1:10 Tit 1:4
Tit 2:13 Tit 3:6 2Pet 1:11 2Pet 2:20 2Pet 3:18).
3) Kitab Suci menunjukkan bahwa Yesus mempunyai sifat-sifat ilahi
seperti:
a) Kekal (Mikha 5:1b Yoh 1:1 Yoh 8:58
Yoh 10:10 Yoh 17:5 Ibr 1:11-12 Wah 1:8,17-18
Wah 22:13).
·
Mikha 5:1b, yang jelas merupakan suatu nubuat tentang
Kristus, mengatakan ‘yang
permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala’.
·
Yoh 1:1 mengatakan bahwa Firman / Yesus itu sudah ada
‘pada mulanya’.
·
Yoh 8:58 mengatakan bahwa Yesus sudah ada sebelum Abraham,
padahal Abraham hidup lebih dari 2000 tahun sebelum Kristus lahir.
·
Yoh 10:10, dan banyak ayat Kitab Suci
yang lain, mengatakan bahwa Yesus ‘datang’. Ini menunjuk pada saat
kelahiran Yesus. Tidak dikatakan ‘dilahirkan’ tetapi
‘datang’, karena ‘datang’ menunjukkan bahwa Ia sudah
ada sebelum saat itu.
·
Yoh 17:5 mengatakan bahwa Yesus
memiliki kemuliaan di hadapan hadirat Allah sebelum dunia ada.
·
Ibr 1:11-12.
Perhatikan
kata-kata ‘semuanya itu akan binasa, tetapi Engkau tetap
ada. ... tetapi
Engkau tetap sama, dan tahun-tahunMu tidak berkesudahan’.
Bahwa bagian ini menunjuk
kepada Yesus adalah sesuatu yang jelas, karena Ibr 1:10-12 merupakan
sambungan dari Ibr 1:8-9 (dihubungkan oleh kata ‘dan’ pada
awal Ibr 1:10), dan Ibr 1:8 berkata ‘tentang Anak’.
·
Wah 1:8 dan Wah 22:13 menyebut Yesus sebagai Alfa dan
Omega (huruf pertama dan terakhir dalam abjad Yunani), dan Wah 1:17 dan
Wah 22:13 mengatakan bahwa Ia adalah ‘Yang Awal dan Yang Akhir’, dan Wah 22:13 juga
mengatakan bahwa Yesus adalah ‘Yang pertama dan Yang terkemudian’, dan semua ini jelas
menunjukkan bahwa Ia ada dari selama-lamanya sampai selama-lamanya. Lalu
Wah 1:18 mengatakan bahwa Ia hidup sampai
selama-lamanya.
b) Suci / tak
berdosa (2Kor 5:21 Ibr 4:15).
c) Mahakuasa.
Mujijat-mujijat
yang Ia lakukan, seperti membangkitkan orang mati, menyembuhkan orang sakit,
memberi makan 5000 orang lebih dengan 5 roti dan 2 ikan, menenangkan badai,
mengubah air menjadi anggur, berjalan di atas air, mengusir setan, dsb,
menunjukkan kemaha-kuasaanNya.
Memang
nabi-nabi dan rasul-rasul tertentu juga melakukan banyak mujijat, tetapi ada
beberapa perbedaan:
·
Tidak ada nabi / rasul yang bisa melakukan
mujijat sesuai kehendaknya sendiri, tetapi Kristus bisa (Yoh 5:21).
·
Nabi melakukan mujijat bukan dengan
kuasanya sendiri tetapi dengan kuasa Allah, sedangkan rasul juga demikian
karena mereka melakukan mujijat dengan menggunakan nama Yesus. Tetapi Yesus
melakukan mujijat dengan kuasaNya sendiri (bdk. Yoh 10:18), dan Ia tidak
pernah menggunakan nama orang lain untuk melakukan mujijat.
·
Tidak ada seorangpun pernah melakukan
mujijat sebanyak / sehebat yang Yesus lakukan (Yoh 15:24).
d) Mahatahu (Mat
9:4 Mat 12:25 Yoh 2:24-25
Yoh 6:64).
e) Mahaada.
·
Ini terlihat dari Yoh 1, yang mula-mula menyatakan bahwa
Firman / Yesus itu pada mulanya bersama-sama dengan Allah (Yoh 1:1),
tetapi lalu menunjukkan bahwa Firman / Yesus itu lalu menjadi manusia dan diam
di antara kita (Yoh 1:14). Tetapi anehnya Yoh 1:18 mengatakan bahwa Firman
/ Yesus itu masih ada di pangkuan Bapa (Yoh 1:18 NIV: “... but God the only Son, who is at
the Father’s side ...”).
Catatan:
kata ‘pangkuan’ sebetulnya salah terjemahan. NASB: ‘bosom’ (= dada).
·
Kemahaadaan Yesus juga jelas terlihat dari
janji yang Ia berikan dalam Mat 18:20 dan Mat 28:20b. Dengan adanya
janji seperti itu, kalau Ia tidak mahaada, maka Ia pasti adalah seorang
pendusta!
f) Tidak berubah
(Ibr 13:8).
4) Kitab Suci
menunjukkan bahwa Yesus melakukan pekerjaan-pekerjaan ilahi seperti:
a) Penciptaan (Yoh 1:3,10 Kol 1:16
Ibr 1:2,10).
b) Pengampunan dosa (Mat 9:2-7).
c) Penghancuran segala sesuatu (Ibr 1:10-12).
d) Pembaharuan segala sesuatu (Fil 3:21 Wah 21:5).
e) Penghakiman pada akhir jaman (Mat 25:31-32 Yoh 5:22,27).
Bahwa Yesus akan
menjadi Hakim pada akhir jaman, menunjukkan bahwa Ia juga adalah Allah
sendiri. Mengapa?
·
Jumlah manusia yang pernah hidup dalam
dunia ini sejak jaman Adam dan Hawa sampai kedatangan Kristus yang
kedua-kalinya adalah begitu banyak.
Kalau
Kristus bukanlah Allah sendiri, bagaimana mungkin Ia bisa menghakimi begitu
banyak manusia itu dengan adil?
·
Karena ada begitu banyaknya faktor yang
harus dipertimbangkan dalam menjatuhkan hukuman kepada orang-orang berdosa
(ingat bahwa neraka bukanlah semacam ‘masyarakat komunis’ dimana
hukuman semua orang sama), seperti:
*
banyaknya dosa yang dilakukan seseorang.
Orang yang dosanya sedikit tentu tidak bisa disamakan hukumannya dengan orang
yang dosanya banyak.
*
tingkat dosanya.
Misalnya,
dosa membunuh dan mencuri tentu tidak sama hukumannya (bdk. Kel 21:12 dan Kel 22:1).
*
tingkat pengetahuannya.
Makin
banyak pengetahuan Firman Tuhan yang dimiliki seseorang, makin berat hukumannya
kalau ia berbuat dosa (Luk 12:47-48).
*
kesengajaannya.
Dosa
sengaja dan tidak sengaja tentu juga berbeda hukumannya (Kel 21:12-14).
*
pengaruh dosa yang ditimbulkan.
Kalau seseorang yang mempunyai
kedudukan tinggi dalam gereja berbuat dosa, maka pengaruh negatif yang ditimbulkan
akan lebih besar dari pada kalau orang kristen biasa
berbuat dosa. Dan karena itu hukumannya juga lebih berat.
Hal ini bisa terlihat dari kata-kata Yesus yang menunjukkan bahwa para ahli
Taurat pasti akan menerima hukuman yang lebih berat (Mark 12:40b Luk 20:47b).
*
apa yang menyebabkan seseorang berbuat
dosa.
Seseorang
yang mencuri tanpa ada pencobaan yang terlalu berarti tentu lebih berat dosanya
dari pada orang yang mencuri karena membutuhkan uang untuk mengobati anaknya
yang hampir mati. Hal ini bisa terlihat dari ayat-ayat Kitab Suci yang mengecam
orang-orang yang melakukan dosa tanpa sebab / alasan, seperti dalam
Maz 35:19 Maz 69:5 Maz 119:78,86. Juga dari ayat-ayat Kitab
Suci yang mengecam orang yang mencintai / mencari dosa, seperti
Maz 4:3.
·
Demikian juga pada saat mau memberi pahala
kepada orang-orang yang benar, pasti ada banyak hal yang harus dipertimbangkan,
seperti:
*
banyaknya perbuatan baik yang dilakukan.
*
jenis perbuatan baik yang dilakukan.
*
besarnya pengorbanan pada waktu melakukan
perbuatan baik. Yesus berkata bahwa janda yang memberi 2 peser memberi lebih
banyak dari semua orang kaya yang memberi persembahan besar, karena janda itu
memberikan seluruh nafkahnya (Luk 21:1-4).
*
motivasinya dalam melakukan perbuatan baik
itu, dsb.
Untuk bisa melakukan semua hal-hal di atas
ini dengan benar / adil, maka Hakim itu haruslah seseorang yang maha tahu, maha
bijaksana dan maha adil, dan karena itu Ia harus adalah Allah sendiri!
Charles Hodge: “As Christ is to be the judge, as all men are to appear
before him, as the secrets of the hearts are to be the grounds of judgment, it
is obvious that the sacred writers believed Christ to be a divine person, for
nothing less than omniscience could qualify any one for the office here
ascribed to our Lord” (= Karena Kristus akan menjadi
Hakim, karena semua orang akan menghadap di hadapanNya, karena rahasia dari
hati adalah dasar penghakiman, jelaslah bahwa penulis-penulis sakral / kudus
percaya bahwa Kristus adalah Pribadi ilahi, karena hanya kemaha-tahuan yang bisa
memenuhi syarat bagi siapapun untuk jabatan / tugas yang di sini dianggap
sebagai milik Tuhan kita) - ‘I & II
Corinthians’, hal 501.
Karena itu adalah sesuatu yang aneh kalau ada orang-orang yang
percaya bahwa Yesus akan menjadi Hakim pada akhir
jaman, tetapi tidak mempercayai bahwa Yesus adalah Allah sendiri!
5) Kitab Suci memberikan kehormatan ilahi kepada Yesus seperti:
a) Penghormatan (Yoh 5:23).
b) Kepercayaan (Yoh 14:1).
c) Pengharapan
(1Kor 15:19).
d) Penyejajaran
namaNya dengan pribadi-pribadi lain dari Allah Tritunggal (Mat 28:19 2Kor 13:13).
6) Daud
menyebut Yesus, yang adalah keturunannya, sebagai ‘Tuhan’.
Mat 22:41-46 -
“(41) Ketika orang-orang Farisi sedang berkumpul, Yesus bertanya
kepada mereka, kataNya: (42) ‘Apakah pendapatmu tentang Mesias? Anak
siapakah Dia?’ Kata mereka kepadaNya: ‘Anak Daud.’ (43)
KataNya kepada mereka: ‘Jika demikian, bagaimanakah Daud oleh pimpinan
Roh dapat menyebut Dia Tuannya, ketika ia berkata: (44) Tuhan telah
berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kananKu, sampai
musuh-musuhMu Kutaruh di bawah kakiMu. (45) Jadi jika Daud menyebut Dia Tuannya,
bagaimana mungkin Ia anaknya pula?’ (46) Tidak ada seorangpun yang dapat
menjawabNya, dan sejak hari itu tidak ada seorangpun juga yang berani
menanyakan sesuatu kepadaNya”.
Text yang
dimaksudkan oleh Yesus adalah Maz 110:1 - “Mazmur
Daud. Demikianlah firman TUHAN kepada tuanku: ‘Duduklah di sebelah
kananKu, sampai Kubuat musuh-musuhmu menjadi tumpuan kakimu.’”.
Catatan:
dalam Maz 110:1, RSV menterjemahkan ‘lord’ (= tuhan /
tuan), tetapi KJV/NIV/NASB menterjemahkan ‘Lord’ (= Tuhan).
Sedangkan dalam Mat 22:43,44,45, KJV/RSV/NIV/NASB semua menterjemahkan ‘Lord’
(= Tuhan).
Jelas
bahwa terjemahan yang benar adalah ‘Lord’ (= Tuhan), karena
dalam Mat 22:41-46 itu jelas bahwa Yesus sedang berusaha untuk membuktikan
keilahianNya kepada orang-orang Yahudi.
H. P. Liddon: “David’s
Son is David’s Lord. ... David describes his great descendant Messiah as
his ‘Lord’ (Psa. 110:1). ... He is David’s descendant; the
Pharisees knew that truth. But He is also David’s Lord. How could He both
if He was merely human? The belief of Christendom can alone answer the question
which our Lord addressed to the Pharisees. The Son of David is David’s
Lord because He is God; the Lord of David is David’s Son because He is
God incarnate” [= ‘Anak dari Daud’ adalah ‘Tuhan dari
Daud’. ... Daud menggambarkan keturunannya yang agung,
Mesias, sebagai ‘Tuhan’nya (Maz 110:1). ... Ia adalah keturunan dari Daud; orang-orang Farisi mengetahui
kebenaran itu.
7) KesatuanNya dengan Bapa seperti yang
dinyatakan oleh ayat-ayat seperti Yoh 10:30 dan Yoh 14:7-11, jelas
menunjukkan keilahian Yesus.
Penafsiran Saksi Yehovah, yang
mengatakan bahwa ayat-ayat ini hanya memaksudkan kesatuan pikiran atau tujuan,
merupakan penafsiran yang tidak sesuai dengan kontex, karena kalau kita lihat
Yoh 10:31 terlihat bahwa orang-orang Yahudi itu lalu mau merajam Yesus
dengan batu. Mengapa? Jelas karena
mereka mengerti bahwa maksud Yesus bukannya menyatakan kesatuan pikiran /
tujuan, tetapi kesatuan hakekat. Ini mereka anggap sebagai
penghujatan terhadap Allah, dan karenanya mereka mau merajam Yesus. Ini
terlihat dengan lebih jelas dari Yoh 10:33 dimana mereka mengatakan: “Bukan karena suatu pekerjaan baik
maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena
Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diriMu dengan Allah”.
Dalam
tafsirannya tentang Yoh 17:10 (“dan segala milikKu adalah milikMu dan milikMu
adalah milikKu”), Calvin memberikan suatu penerapan yang
indah tentang kesatuan Bapa dan Anak dalam hidup / iman kita.
Calvin: “All these things are spoken for the confirmation of our
faith. We must not seek salvation anywhere else than in Christ. But we shall
not be satisfied with having Christ, if we do not know that we possess God in
him. We must therefore believe that there is such unity between The Father and
the Son as makes it impossible that they shall have anything separate from each
other” (= Semua hal-hal ini dikatakan
untuk meneguhkan iman kita. Kita tidak boleh mencari keselamatan di tempat lain manapun juga selain di dalam Kristus. Tetapi kita tidak
akan puas dengan memiliki Kristus, jika kita tidak mengetahui bahwa kita
memiliki Allah dalam Dia. Karena itu kita harus percaya bahwa ada suatu
kesatuan sedemikian rupa antara Bapa dan Anak sehingga membuatnya mustahil
bahwa yang satu mempunyai apapun terpisah dari yang lainnya) - hal 174.
8) Yesus sendiri mengakui bahwa Ia adalah Allah /
Anak Allah (Yoh 5:23 Yoh 10:30 Yoh 14:7-10
Yoh 15:23 Mat 26:63-64).
Catatan:
Pengakuan Yesus sebagai Anak Allah, tidak perlu dan tidak boleh dibedakan
dengan pengakuan sebagai Allah. Untuk itu lihat Yoh 5:18 yang
berbunyi: “Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi
untuk membunuhNya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga
karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah BapaNya sendiri dan dengan demikian
menyamakan diriNya dengan Allah”.
Memang kalau seseorang mengaku
bahwa dirinya adalah Allah / Anak Allah, itu tidak / belum berarti bahwa ia memang betul-betul adalah Allah. Bisa saja bahwa ia adalah seorang pendusta. Tetapi Yesus bukan hanya
mengaku bahwa diriNya adalah Allah / Anak Allah, tetapi Ia
juga rela mati demi pengakuan tersebut!
Yesus = Allah / Anak Allah
½
+¾¾¾¾¾ +¾¾¾¾¾ +
¯ ¯
Tidak
benar Benar
½ ½
+¾¾ +¾¾ + ½
¯ ¯ ½
Tahu Tidak tahu ½
¯ ¯ ¯
Pendusta
Orang gila Allah
¾¾¾¾¾ ¾¾¾¾
Orang tolol Anak Allah
Keterangan:
Yesus mengaku sebagai Allah / Anak Allah, dan Ia mau mati untuk pengakuan itu.
Ada 2
kemungkinan tentang pengakuan itu, yaitu: TIDAK BENAR atau BENAR.
Kalau
pengakuan itu TIDAK BENAR, maka ada 2 kemungkinan lagi yaitu: Yesus TAHU bahwa
pengakuanNya tidak benar, atau Yesus TIDAK TAHU bahwa pengakuanNya tidak benar.
Kalau
Yesus tahu bahwa pengakuannya tidak benar, maka Ia pasti adalah seorang
PENDUSTA, bahkan ORANG TOLOL (karena Ia mau mati untuk suatu dusta).
Kalau
Yesus tidak tahu bahwa pengakuanNya tidak benar, maka Ia pasti adalah ORANG
GILA, karena hanya orang gila yang tidak mengerti apa yang Ia sendiri katakan.
Kalau
pengakuan Yesus tersebut adalah BENAR, maka Yesus adalah ALLAH / ANAK ALLAH.
Jadi
sekarang, hanya ada beberapa pilihan untuk saudara:
(1) Yesus adalah
pendusta / orang tolol.
(2) Yesus adalah
orang gila.
(3) Yesus
betul-betul adalah Allah / Anak Allah.
Yang mana
yang menjadi pilihan saudara?
C.S. Lewis berkata: “A man who was merely a man
and said the sort of things Jesus said wouldn’t be a great moral teacher.
He’d either be a lunatic ... or else he’d be the Devil of Hell. You
must make your choice. Either this man was, and is, the Son of God, or else a
madman or something worse” (= seseorang yang
adalah semata-mata seorang manusia dan mengucapkan hal-hal seperti yang Yesus
katakan, bukanlah seorang guru moral yang agung. Atau ia adalah seorang gila ... atau ia
adalah Iblis dari Neraka. Kamu harus menentukan pilihanmu. Atau orang ini
adalah Allah, baik dulu maupun sekarang, atau ia adalah orang gila atau sesuatu
yang lebih jelek lagi).
Banyak orang yang mempercayai Yesus hanya
sebagai nabi, orang yang baik / saleh, dsb, tetapi mereka tidak mempercayai
bahwa Yesus adalah Allah. Tetapi penjelasan di atas ini menunjukkan bahwa tidak
ada kemungkinan bahwa Ia adalah nabi atau orang baik. Atau Ia adalah Allah
sendiri, atau Ia adalah orang yang sangat brengsek!
9) Setan mengakui
bahwa Yesus adalah Allah / Anak Allah dan setan tunduk kepada Yesus (Mat
8:28-32).
10) Kitab Suci memerintahkan penyembahan terhadap
Yesus.
Dalam
Ibr 1:6 Allah sendiri berkata bahwa malaikat-malaikat harus menyembah Anak
/ Yesus.
Yesus sendiri mau disembah dan
disebut Tuhan / Allah (Mat 14:33 Mat 28:9,17 Yoh 9:38
Yoh 20:28), padahal Yesus sendiri berkata bahwa kita hanya boleh
menyembah Allah (Mat 4:10).
Perhatikan juga bahwa:
·
rasul-rasul menolak sembah (Kis 10:25-26
Kis 14:14-18).
·
malaikatpun menolak sembah, dan berusaha mengalihkan sembah itu kepada
Allah (Wah 19:10 Wah 22:8-9).
·
Herodes dihukum mati oleh Tuhan karena
menerima penghormatan ilahi (Kis 12:20-23).
Karena itu, kalau Yesus menerima sembah,
dan bahkan menerima sebutan Tuhan / Allah bagi diriNya, maka hanya ada 2
pilihan: atau Dia adalah orang yang kurang ajar / nabi palsu, atau Dia adalah
Allah sendiri! Yang mana yang saudara pilih?
Bukti-bukti kemanusiaan
Kristus:
1) Ia disebut
‘orang / seorang manusia’ (Yoh 8:40 Kis 2:22
Ro 5:15 1Kor 15:21).
2) Ia menyebut
diriNya sendiri ‘Anak Manusia’ (Mat 24:44).
3) Kitab Suci
mengatakan bahwa Ia telah menjadi manusia / daging (Yoh 1:14 1Tim 3:16 Ibr 2:14
1Yoh 4:2).
Semua
ayat-ayat ini sebetulnya terjemahan hurufiahnya menggunakan kata
‘daging’. Ini merupakan
suatu synecdoche (= gaya bahasa
dimana yang sebagian mewakili seluruhnya), dan karena itu kata
‘daging’ ini bukan hanya menunjuk pada daging / tubuh manusia,
tetapi pada seluruh manusia. Dengan demikian ayat-ayat tersebut tidak boleh
diartikan bahwa Kristus hanya mempunyai tubuh manusia tetapi tidak mempunyai
jiwa / roh manusia.
4) Kitab Suci menggambarkan Kristus sebagai
seseorang yang:
a) Mempunyai tubuh (darah, daging, dan tulang)
dan jiwa / roh.
·
Bahwa Kristus betul-betul mempunyai tubuh (darah, daging,
tulang) ditunjukkan oleh ayat-ayat seperti Mat 26:26,28 Luk 24:39 Ibr 2:14.
·
Bahwa Kristus mempunyai jiwa / roh
ditunjukkan oleh:
*
ayat-ayat seperti Mat 26:38 Mat 27:50 Luk 23:46 Yoh 11:33 Yoh 12:27 Yoh 13:21 1Yoh 3:16.
Dalam
Mat 26:38 kata ‘hati’ seharusnya adalah ‘jiwa’
(bahasa Yunani: PSUCHE).
Dalam
Mat 27:50 dan Luk 23:46, kata ‘nyawa’ seharusnya adalah
‘roh’ (bahasa Yunani: PNEUMA).
Dalam
Yoh 11:33 kata ‘hati’ seharusnya adalah ‘roh’.
Dalam
Yoh 12:27 Kitab Suci Indonesia memberikan terjemahan yang benar, yaitu
‘jiwaKu’.
Dalam Yoh 13:21
terjemahan hurufiahnya adalah: ‘was
troubled in spirit’ (= terganggu / susah
dalam roh).
Dalam
1Yoh 3:16 kata ‘nyawa’ seharusnya adalah ‘jiwa’.
*
adanya pikiran manusia
(Mat 24:36 Luk 2:40,52), perasaan
manusia (Mat 8:10
Mat 9:36
Mat 26:37,38 Mark 3:5 Mark 6:6 Luk 7:9
Yoh 11:33,35
Yoh 12:27), dan kehendak manusia (Mat 26:39). Ini semua jelas menunjukkan
adanya jiwa / roh manusia.
b) Mengalami
pertumbuhan / perkembangan (Luk 2:40,52).
c) Mengalami segala
sesuatu yang dialami oleh manusia-manusia yang lain (kecuali dalam hal
melakukan dosa), seperti: lahir (Luk 2:7), lapar (Mat 4:2), haus
(Yoh 4:7 Yoh 19:28), letih
(Yoh 4:6), tidur (Mat 8:24), penderitaan (Ibr 2:10,18 Ibr 5:8), dan mati (Yoh 19:30).
5) Ayat-ayat
seperti Ro 8:3 Fil 2:7-8 Ibr 2:14-17 jelas menunjukkan bahwa
Yesus sungguh-sungguh adalah manusia.
Keberatan terhadap
kemanusiaan Yesus dan jawabannya:
1) Ada orang yang
mengatakan bahwa kalau Yesus adalah manusia yang suci, maka sebetulnya Ia bukan
manusia, karena semua manusia berdosa. Untuk ini perlu diketahui bahwa dosa
tidak termasuk dalam hakekat manusia. Sebelum jatuh ke dalam dosa, Adam dan
Hawa sudah adalah manusia!
2) Ada juga yang
mengatakan bahwa Yesus bukanlah manusia yang sama seperti kita karena dalam
pembuahannya tidak digunakan air mani laki-laki. Untuk menjawab serangan ini,
kita bisa menunjuk pada Adam dan Hawa, yang dalam pembentukannya juga tidak
menggunakan air mani laki-laki. Bahkan boleh dikatakan bahwa dalam pembentukan
mereka tidak ada pembuahan apapun. Tetapi mereka tetap adalah manusia
sungguh-sungguh, sama seperti kita.
Seseorang
pernah berkata bahwa Allah bisa dan pernah mencipta manusia dengan 4 cara:
a) Tanpa
menggunakan laki-laki ataupun perempuan - yaitu pada waktu Ia menciptakan Adam.
b) Tanpa menggunakan
perempuan, tetapi menggunakan laki-laki - yaitu pada waktu Ia menciptakan Hawa.
c) Tanpa
menggunakan laki-laki, tetapi menggunakan perempuan - yaitu pada waktu Ia
menciptakan manusia Yesus.
d) Dengan
menggunakan laki-laki dan perempuan - yaitu pada waktu Ia menciptakan semua
manusia selain Adam, Hawa, dan manusia Yesus.
Jadi
kesimpulannya adalah: bahwa ‘manusia Yesus’ diciptakan oleh Allah
hanya dengan menggunakan seorang perempuan, tidak menyebabkan Ia bukanlah
manusia yang sejati.
Catatan:
Sesuatu yang penting sekali untuk
diwaspadai / diperhatikan adalah: Ada banyak ayat yang menunjukkan keilahian
Kristus, dan ada banyak ayat yang menunjukkan kemanusiaan Kristus. Kita tidak
boleh menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan keilahian Kristus untuk
membuktikan bahwa Ia bukanlah manusia, dan kita juga tidak boleh menggunakan
ayat-ayat yang menunjukkan kemanusiaan Kristus untuk membuktikan bahwa Ia
bukanlah Allah!
Orang-orang
Saksi Yehovah sering melakukan kesalahan ini dimana mereka menggunakan ayat-ayat
yang menunjukkan kemanusiaan Kristus untuk membuktikan bahwa Kristus bukanlah
Allah.
Misalnya:
·
Mat 24:36 yang menunjukkan pikiran manusia yang terbatas
dalam diri Yesus, dipakai sebagai bukti bahwa Yesus bukanlah Allah.
·
Yoh 14:28 yang jelas juga menekankan Yesus sebagai manusia
(pikiran manusialah yang saat itu timbul) dipakai untuk membuktikan bahwa Yesus
bukanlah Allah, atau bahwa Yesus lebih rendah dari pada Allah.
·
Ibr 5:8 yang mengatakan bahwa Yesus ‘telah belajar
menjadi taat dari apa yang telah dideritaNya’, yang jelas juga
menunjukkan Yesus sebagai manusia, dipakai untuk menunjukkan bahwa Yesus
bukanlah Allah, karena Allah tak perlu belajar.
·
Mat 4:1-11 yang menunjukkan bahwa Yesus dicobai, dipakai
sebagai dasar untuk mengatakan bahwa Yesus bukanlah Allah, karena Allah tidak
bisa dicobai (bdk. Yak 1:13).
·
Ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Yesus berdoa, juga mereka pakai
untuk membuktikan bahwa Ia bukanlah Allah, karena
Allah tidak perlu berdoa.
Illustrasi: Saya adalah seorang pendeta,
tetapi pada saat yang sama saya juga adalah seorang
olahragawan. Kadang-kadang saya memakai toga dan memimpin Perjamuan
Kudus, sehingga saya terlihat sebagai pendeta. Tetapi kadang-kadang saya
memakai celana pendek, kaos, dan sepatu olah raga, sehingga saya terlihat
sebagai olahragawan. Tidak ada orang yang pada waktu melihat saya memakai toga,
menganggap itu sebagai bukti bahwa saya bukan olahragawan, dan sebaliknya, pada
waktu melihat saya memakai pakaian olah raga, menganggap itu sebagai bukti
bahwa saya bukan pendeta!
Analoginya,
karena Yesus adalah Allah dan manusia, maka kita tidak boleh menggunakan
ayat-ayat yang menunjukkan keilahian Yesus untuk membuktikan bahwa Ia bukan
manusia, atau menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan kemanusiaan Yesus untuk
membuktikan bahwa Ia bukan Allah!
Herschel H. Hobbs: “It is just as great a heresy to deny His humanity as to
deny His deity” (= Menyangkal kemanusiaanNya adalah
sama sesatnya dengan menyangkal keilahianNya) - ‘The Epistles of John’, hal 21.
1) Supaya Ia bisa taat sempurna kepada BapaNya.
Ini
penting karena kalau Ia jatuh ke dalam dosa 1 x saja, maka Ia tidak mungkin
menebus dosa kita.
2) Supaya
pengorbanan / kematianNya mempunyai nilai penebusan yang tak terbatas.
Logikanya,
kalau Ia hanya seorang manusia biasa, maka paling-paling kematianNya hanya bisa
menebus seorang manusia. Bahkan sebetulnya tidak ada manusia bisa menebus
manusia yang lain. Hal ini dinyatakan dalam Maz 49:8-9. Tetapi karena
dalam Kitab Suci bahasa Indonesia ada kesalahan penterjemahan, maka di sini
saya memberikan terjemahan NIV.
Ps 49:6-7 (NIV): “No man can redeem the life of
another, or give to God a ransom for him; the ransom for a life is costly,
no payment is ever enough” (= tidak seorang manusiapun bisa menebus nyawa
orang lain, atau memberikan kepada Allah tebusan untuk dia; tebusan untuk
suatu nyawa sangat mahal, tidak ada pembayaran yang bisa mencukupi).
Charles Hodge: “This perfection of the satisfaction of Christ, as already
remarked, is not due to his having suffered either in kind or in degree what
the sinner would have been required to endure; but principally to the infinite
dignity of his person. He was not a mere man, but God and man in one
person” (= Kesempurnaan dari penebusan
Kristus, seperti yang telah dinyatakan, tidak berkaitan dengan penderitaanNya
baik dalam macam atau tingkatan yang seharusnya orang berdosa dituntut untuk
memikulnya, tetapi secara prinsip berkaitan dengan martabat pribadiNya yang tak
terbatas. Dia bukan sesosok manusia belaka tetapi Allah dan manusia dalam satu
pribadi) -
‘Systematic Theology’, vol II, hal 483.
3) Supaya pada waktu Allah menimpakan hukuman
umat manusia kepada
Kalau Yesus hanya seorang
manusia biasa, dan Allah menimpakan hukuman umat manusia kepada Yesus, maka
Allah jelas telah bertindak tidak adil, karena Ia menghukum seseorang karena
dosa orang lain. Tetapi karena Yesus adalah Allah sendiri, maka Allah tetap
adil, karena pada waktu Ia menimpakan hukuman umat manusia kepada Yesus, pada
hakekatnya Ia menimpakan hukuman itu kepada diriNya sendiri.
IV)
Pentingnya kemanusiaan Yesus.
1) Yang berbuat dosa adalah manusia, dan karena
itu hukumannya harus ditanggung oleh seorang manusia. Karena itulah Kristus
harus menjadi seorang manusia yang sama seperti kita (Ro 8:3 Ibr 2:14-17)
yang mempunyai tubuh dan jiwa / roh (pikiran, perasaan, kehendak).
Gregory Nazianzus: “For that which is not taken up is not healed” (= karena apa yang tidak diambil,
tidak disembuhkan).
Cyril of
Tetapi Kristus haruslah
menjadi seorang manusia yang suci, karena kalau Ia
sendiri berdosa, Ia tidak bisa menebus dosa kita (Ibr 7:26-27).
2) Supaya bisa menjadi pengantara antara Allah
dan manusia (1Tim 2:5).
3) Supaya Ia bisa
merasakan pencobaan dan penderitaan yang dialami oleh manusia. Dengan demikian
Ia bisa bersimpati terhadap manusia yang menderita dan dicobai dan bisa menolong
mereka (Ibr 2:17-18 Ibr 4:15).
William G.T. Shedd: “Previous to the assumption of a human nature, the Logos
could not experience a human feeling because he had no human heart, but after
the assumption he could; previous to the incarnation, he could not have a
finite perception because he had no finite intellect, but after this event he
could; ... The unincarnate Logos could think and feel only like God; he had
only one form of consciousness. The incarnate Logos can think and feel either
like God, or like man; he has two modes or forms of consciousness” (= sebelum mengambil hakekat manusia, Logos tidak bisa
mengalami perasaan manusia karena Ia tidak mempunyai hati manusia, tetapi
setelah mengambil hakekat manusia Ia bisa; sebelum inkarnasi, Ia tidak bisa
mempunyai pengertian yang terbatas karena Ia tidak mempunyai pikiran yang
terbatas, tetapi setelah peristiwa itu Ia bisa; ... Logos yang tidak / belum berinkarnasi bisa
berpikir dan merasa hanya sebagai Allah; Ia hanya mempunyai satu bentuk
kesadaran. Logos yang berinkarnasi bisa berpikir dan merasa, atau seperti
Allah, atau seperti manusia; Ia mempunyai dua bentuk kesadaran)
- ‘Shedd’s Dogmatic
Theology’, vol II, hal 267.
Matthew
Poole memberikan komentar tentang Ibr 2:18 sebagai berikut:
“He had the mercies of God
before, and as if that were not enough, the tempted nature of man, to soften
his heart to pity his brethren in their suffering and temptations” (= sebelumnya Ia sudah mempunyai belas kasihan Allah, dan
seakan-akan itu belum cukup, sekarang Ia mempunyai hakekat manusia yang telah
dicobai, untuk melunakkan / melembutkan hatiNya supaya Ia mengasihani
saudara-saudaraNya dalam penderitaan dan pencobaan mereka).
4) Supaya Ia bisa menjadi
teladan bagi manusia (Mat 11:29 Yoh
13:14-15 Fil 2:5-8 Ibr 12:2-4 1Pet 2:21).
Kalau Ia
tetap sebagai Allah, maka bagaimanapun sucinya Ia hidup, Ia tidak bisa menjadi
teladan bagi manusia, karena manusia tidak bisa melihat Dia. Tetapi dengan Ia sudah
menjadi manusia, maka manusia bisa melihat kehidupanNya yang suci dan
meneladaninya.
V) Kristus: 1 person
/ pribadi dengan 2 natures / hakekat.
A) Istilah ‘Person’
dan ‘Nature’.
1) Mengapa
digunakan istilah-istilah seperti ‘person’
(= pribadi) dan ‘nature’
(= hakekat), padahal istilah-istilah tersebut tidak ada dalam Kitab Suci?
Calvin
(pada waktu ia berbicara tentang Allah Tritunggal dalam Yoh 1:1-2) menjawab
pertanyaan tersebut sebagai berikut:
“And yet the ancient writers
of the Church were excusable, when, finding that they could not in any other
way maintain sound and pure doctrine in opposition to the perplexed and
ambiguous phraseology of the heretics, they were compelled to invent some
words, which after all had no other meaning than what is taught in the
Scriptures. They said that there are three Hypostases, or Subsistences, or
Persons, in the one and simple essence of God” (= dan penulis-penulis kuno dari gereja bisa dibenarkan, karena
pada waktu mereka melihat bahwa tidak ada jalan lain untuk mempertahankan
doktrin yang sehat dan murni untuk menentang penyusunan kata yang membingungkan
dan berarti dua dari orang-orang sesat, maka mereka terpaksa menciptakan
beberapa kata-kata, yang sebetulnya tidak mempunyai arti lain dari pada apa yang
diajarkan dalam Kitab Suci. Mereka
berkata bahwa ada tiga pribadi dalam hakekat Allah yang satu dan sederhana).
Herman
Bavinck mengatakan sebagai berikut:
“It is of course self-evident
that this confession of Nicea and
Bavinck melanjutkan lagi:
“There have been many, and
there still are many, who look down upon the doctrine of the two natures from a
lofty vantage point, and try to supplant it by other words and phrases.
What differences does it really make, they begin by saying, whether we agree
with this doctrine or not? What matters is that we ourselves possess the person
of Christ, He who stands high and exalted above this awkward confession. But
before long these same persons begin introducing words and terms themselves in
order to describe the person of Christ whom they accept. ... And then history
has taught that the terms of the attackers of the Doctrine of the Two Natures
are far poorer in worth and force, and that they often, indeed, involve doing
injustice to the incarnation as Scripture explains it to us” (= pernah ada banyak orang, dan sampai sekarang masih ada
banyak orang, yang dari tempat yang tinggi dan menguntungkan, meremehkan /
memandang rendah doktrin tentang 2 hakekat ini, dan mencoba untuk
menggantinya dengan kata-kata dan ungkapan-ungkapan yang lain. Mereka
memulainya dengan berkata: apa bedanya apakah kami
menyetujui doktrin ini atau tidak? Yang penting adalah bahwa
kami memiliki pribadi Kristus, yang berdiri jauh di atas pengakuan yang aneh
ini. Tetapi sebentar lagi, orang-orang ini sendiri mulai
memperkenalkan kata-kata dan istilah-istilah untuk menggambarkan pribadi Kristus yang
mereka terima. ... Dan sejarah telah mengajar bahwa istilah-istilah
dari para penyerang doktrin tentang 2
hakekat ini, jauh lebih jelek dalam nilainya dan kekuatannya, dan bahwa mereka
bahkan sering terlibat dalam perlakuan yang tidak benar terhadap inkarnasi
seperti yang dijelaskan oleh Kitab Suci kepada kita) - ‘Our Reasonable
Faith’,
hal 322.
Apa yang
dikatakan oleh Bavinck ini terbukti dalam buku sesat dari Pdt. Yohanes Bambang,
yang berjudul ‘Tuhan, Ajarlah Aku’. Dalam hal 131, ia berkata
sebagai berikut:
“Jadi karena hakikat Alkitab
berfungsi sebagai pewartaan iman maka dalam kesaksiannya tidak pernah
berspekulasi juga mengenai masalah sebagaimana yang dikemukakan oleh
Tertullianus. Alkitab tidak pernah membuat hipotesa tentang Allah Bapa,
Allah Anak dan Roh Kudus dengan kategori-kategori 'UNA SUBSTANTIA, TRES
PERSONAE' (satu zat yang memiliki tiga pribadi). Cara berpikir Tertullianus
adalah cara berpikir yang filsafati ketimbang cara berpikir
teologis-alkitabiah. Bila demikian, identitas Roh Kudus bukan dalam pengertian
ZAT ILAHI yang memiliki kepribadian sendiri. Alkitab tidak pernah mengenal
atau mempergunakan istilah dan pengertian ZAT ILAHI”.
Jadi
terlihat bahwa ia menolak ajaran Tertullian ini dengan alasan bahwa istilah
‘zat ilahi’ itu tidak ada dalam Kitab Suci. Tetapi anehnya dalam
bagian lain dari bukunya ia berkata:
·
“Secara
matematis memang berjumlah tiga. Tetapi dari penghayatan iman dan materi
Allah: ketigaNya adalah YANG TUNGGAL” (hal
109).
·
“Jadi
Allah dan Yesus adalah satu, tapi bukan satu dalam arti matematis, juga bukan
dalam arti satu zat. Allah dan Yesus adalah satu dalam ciri hakiki ilahi
dan karya (pekerjaan)Nya” (hal 110).
·
“...
sehingga dalam diri Yesus Kristus nampak seluruh ciri hakiki Allah
sendiri” (hal 135).
Perhatikan
bahwa sekarang ia menggunakan istilah-istilah ‘materi Allah’,
‘ciri hakiki ilahi’, dan ‘ciri hakiki Allah’. Bukankah
istilah-istilah itu juga tidak ada dalam Kitab Suci? Jadi terlihat kebenaran
kata-kata Bavinck di atas. Orang ini baru saja mencela penggunaan istilah
‘zat ilahi’, tetapi lalu menciptakan istilahnya sendiri, yang juga
tidak ada dalam Kitab Suci, dan jelas lebih jelek nilainya dari istilah
‘zat ilahi’ yang ia cela.
2) Arti dari person dan nature.
Pada
waktu LOGOS / Anak Allah berinkarnasi, Ia tidak mengambil pribadi manusia,
tetapi hakekat manusia (yang lalu mendapat kepribadiannya dari LOGOS).
Kalau
demikian, bisakah kita berkata bahwa Yesus tidak mengambil seluruh
manusia, karena yang Ia ambil adalah manusia tanpa kepribadian? Kalau memang
LOGOS tidak mengambil seluruh manusia, bukankah itu berarti bahwa Ia tidak
menebus seluruh manusia? Kalau Ia tidak mengambil kepribadian manusia, bukankah
itu berarti bahwa kepribadian kita tidak ditebus?
Untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kita perlu mengerti tentang arti / definisi
dari istilah ‘person /
pribadi’ dan ‘nature /
hekekat’.
a) Human
nature adalah substance / essence
(= hakekat) dari manusia. Tidak ada perbedaan antara human nature yang satu dengan human nature yang lain. Semua manusia
mempunyai human nature yang sama.
b) Human nature sudah merupakan seluruh
manusia, tidak ada sedikitpun yang kurang.
c) Human person (= pribadi manusia) adalah human nature yang sudah dipribadikan.
Karena itu, human person yang satu
berbeda dengan human person yang
lain.
Beberapa
kutipan kata-kata William G. T. Shedd:
·
“Personality is not an integral and essential part of a
nature, but is, as it were, the terminus to which it tends” (= Kepribadian bukanlah merupakan bagian yang perlu untuk
melengkapi dan bukan bagian yang pokok / hakiki dari suatu hakekat, tetapi
merupakan terminal yang dituju oleh hakekat itu) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 287.
·
“When we
speak of a human nature, a real substance having physical,
rational, moral and spiritual properties is meant. This human nature is capable
of becoming a human person but as yet is not one. It requires to be
personalized, in order to be a self-conscious individual man. A human person is
a fractional part of a specific human nature or substance which has been
separated from the common mass, and formed into a distinct and separate
individual, by the process of generation. Prior to this separation and
formation, this fractional portion of the common human nature has all the
qualities of the common mass of which it is a part, but it is not yet
individualized. It is potentially, not actually personal. It has all the
properties that subsequently appear in the particular individual formed of
it” [= Pada waktu kita berbicara
tentang suatu hakekat manusia, maka yang dimaksud adalah suatu zat yang nyata
yang memiliki sifat-sifat fisik, ratio, moral dan rohani. Hakekat manusia ini
bisa (mempunyai kemampuan) menjadi pribadi manusia tetapi belum / bukan
merupakan pribadi manusia. Hakekat manusia itu perlu dipribadikan supaya
menjadi seorang manusia tersendiri yang sadar. Seorang pribadi manusia adalah
sebagian kecil dari hakekat atau zat manusia tertentu yang telah dipisahkan
dari seluruh massa, dan dibentuk menjadi pribadi
tersendiri yang berbeda dan terpisah, oleh proses kelahiran. Sebelum pemisahan
dan pembentukan ini, bagian kecil dari seluruh hakekat manusia itu, mempunyai
semua sifat-sifat dari seluruh
·
“A lump of clay has all the properties of matter that
belong to the vessel of honor and dishonor. But it has not as yet the
individual form of the vessel. An act of the potter must intervene, whereby a
piece of clay is separated from the lump and moulded into a particular vase
having its own peculiar shape and figure. In like manner, human nature as an
entire whole existing in Adam possessed all the elementary properties that are
requisite to personality, though it was not yet personalized” (= segumpal tanah liat mempunyai semua sifat-sifat dari bahan /
zat yang dimiliki oleh bejana yang terhormat dan tak terhormat. Tetapi gumpalan
tanah liat itu belum mempunyai bentuk dari bejana itu. Suatu tindakan dari
penjunan harus ikut campur, dengan mana segumpal tanah liat itu dipisahkan dari
seluruh gumpalan dan dibentuk menjadi suatu jambangan tertentu yang mempunyai
bentuknya yang khas. Demikian juga, hakekat manusia sebagai suatu keseluruhan
yang ada di dalam Adam mempunyai semua sifat-sifat dasar yang diperlukan untuk
kepribadian, sekalipun hakekat manusia itu belum dipribadikan) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal
290-291.
·
“The difference, then, between nature and person is
virtually that between substance and form” (= Jadi, perbedaan sebenarnya antara hakekat dan pribadi adalah
perbedaan antara zat dan bentuk) - ‘Shedd’s
Dogmatic Theology’, vol II, hal 291.
·
“Still another point of difference between a
‘nature’ and a ‘person’ is the fact that a nature can
not be distinguished from another nature, but a person can be from another
person” (= perbedaan lain lagi antara
‘hakekat’ dan ‘pribadi’ adalah fakta bahwa suatu
hakekat tidak bisa dibedakan dari hakekat yang lain, sedangkan suatu pribadi
bisa dibedakan dari pribadi yang lain) - ‘Shedd’s
Dogmatic Theology’, vol II, hal 294.
Kesimpulan dari semua ini:
Karena person / pribadi
adalah nature / hakekat yang sudah
dibentuk / dipribadikan, maka sebetulnya person
/ pribadi tidak memiliki kelebihan zat dibandingkan dengan nature / hakekat. Ingat bahwa ‘pembentukan’ bukanlah
penambahan zat!
Sama seperti segumpal tanah liat, yang sudah
dibentuk menjadi jambangan / gelas, tidak mempunyai kelebihan zat dibandingkan
dengan saat gumpalan tanah liat itu belum dibentuk, demikian juga person / pribadi tidak mempunyai
kelebihan zat dibandingkan dengan nature
/ hakekat.
Illustrasi:
+¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾+
½ tanah liat ½ ® Common Mass
+¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾+
¯ ¯ ¯
+¾¾+ +¾¾+ +¾¾+
½ ½ ½ ½ ½ ½ ® Nature
+¾¾+ +¾¾+ +¾¾+
¯ ¯ ¯
½ ½ ½ ½ ½ ½
½ ½ ½ ½ +¾+¾+
+¾+¾+ ½ ½ ½ ® Person
½ ½ ½ ½
+¾+¾+ +¾¾+ +¾+¾+
Dari
illustrasi gambar ini terlihat dengan jelas bahwa perbedaan antara nature dan person, tidak terletak pada perbedaan zat / hakekat, tetapi pada
pembentukan (nature - belum dibentuk;
person - sudah dibentuk).
Dengan demikian, pada waktu Yesus mengambil human nature / hakekat manusia, Ia
sebetulnya sudah mengambil seluruh manusia, tanpa ada yang kurang sedikitpun.
B) Hypostatical / Personal Union
(= persatuan pribadi).
1) Yesus Kristus adalah sungguh-sungguh Allah dan
sungguh-sungguh manusia.
Dasar dari pandangan ini:
Dalam Kitab Suci sering
ditunjukkan akan adanya lebih dari 1 pribadi dalam
diri Allah. Misalnya:
a) Penggunaan kata ganti orang bentuk jamak
(Kej 1:26).
b) Pembicaraan antara satu pribadi dengan pribadi
yang lain (Maz 2:7).
c) Adanya saling
kasih-mengasihi antara pribadi-pribadi itu (Mat 3:17 Yoh 17:23-24).
d) Pribadi yang
satu mengutus pribadi yang lain (Yoh 14:26 Yoh 15:26 Yoh 17:3).
Tetapi
hal-hal tersebut tidak pernah terjadi pada waktu Kitab Suci menggambarkan Yesus
Kristus. Jadi jelaslah bahwa berbeda dengan Allah Tritunggal yang memiliki
lebih dari 1 pribadi, Yesus Kristus hanya memiliki 1 pribadi saja!
2) Sebelum
inkarnasi, Yesus adalah Allah Anak yang jelas merupakan ‘seseorang’
yang berpribadi. Jadi pada saat itu Ia adalah 1 pribadi dengan 1 hakekat, yaitu
hakekat ilahi. Pada saat Ia berinkarnasi, Ia tidak mengambil ‘pribadi
manusia’ karena ini akan menimbulkan adanya 2 pribadi seperti yang
diajarkan oleh Nestorianism. Yang diambil olehNya adalah hakekat manusia.
Hakekat manusia dan hakekat ilahi bersatu dalam pribadi Anak Allah sehingga
setelah inkarnasi, Yesus adalah 1 pribadi dengan 2 hakekat (ilahi dan manusia).
Ada yang
beranggapan bahwa yang diambil oleh Logos bukanlah ‘hakekat
manusia’ tetapi ‘pribadi manusia’, karena yang diambil itu
terdiri dari tubuh dan jiwa / roh, yang mencakup pikiran, perasaan, dan
kehendak, dan ketiga hal ini merupakan ciri-ciri dari seorang pribadi. Tetapi
ini tidak benar, karena sekalipun Logos itu mengambil tubuh manusia dan jiwa /
roh manusia, yang mempunyai pikiran, perasaan dan kehendak, tetapi semua itu
belum dipribadikan, sehingga sifatnya belum / tidak specific (= tertentu).
Jadi,
pikirannya belum tertentu (pandai atau bodoh), perasaannya belum tertentu
(halus atau kasar), kehendaknya belum tertentu (keras atau tidak). Bahkan
tubuhnyapun belum tertentu (tinggi atau pendek, berkulit putih atau kuning atau
hitam, bermata biru atau coklat, berambut pirang atau hitam, dsb). Dengan
demikian ini bukan pribadi manusia, tetapi hakekat manusia.
Tetapi
pada saat pertama Logos mengambil hakekat manusia itu, maka hakekat manusia itu
mendapat kepribadiannya dari Logos, sehingga menjadi manusia tertentu.
3) Hakekat manusia
itu tidak pernah ada terpisah dari pribadi Allah Anak. Hakekat manusia itu
mendapat kepribadiannya dari pribadi Allah Anak dan selalu ada di dalam pribadi
Allah Anak itu. Bahkan antara kematian dan kebangkitan Yesuspun, hakekat
manusia itu tak terpisah dengan LOGOS / Allah Anak, karena sekalipun hakekat manusia itu terpecah (roh pisah
dengan tubuh), tetapi LOGOS / Allah Anak yang maha ada itu tetap bersatu baik
dengan tubuh (yang ada di kuburan) maupun dengan roh (yang ada di surga).
4) Dalam Personal Union (= persatuan pribadi) ini
terjadi suatu persatuan, bukan suatu percampuran (mixture / confusion), antara hakekat manusia dan hakekat ilahi.
Jadi, baik hakekat manusia maupun hakekat ilahi tetap mempunyai /
mempertahankan sifat-sifat-nya sendiri-sendiri. Mereka berbeda, tetapi bersatu
dalam diri Yesus Kristus.
5) Akibat adanya 2
hakekat dalam pribadi Yesus Kristus ini maka:
a) Kristus
mempunyai 2 macam kesadaran, yaitu ilahi dan manusia. Kadang-kadang Ia berpikir
dan merasa sebagai Allah, dan kadang-kadang sebagai manusia.
Contoh:
·
kesadaran ilahi: Mat 8:26 Yoh 8:58
Yoh 11:44.
·
kesadaran manusia: Mat 24:36 Mat 26:37-38 Yoh 11:35 Yoh 19:28.
Tetapi harus
diingat bahwa dalam setiap contoh-contoh itu, adalah pribadi yang sama yang
berpikir / mempunyai kesadaran.
b) Kristus
mempunyai 2 kehendak, ilahi dan manusia. Tetapi karena kehendak manusia yang
ada dalam diri Yesus adalah suci, maka tidak ada pertentangan / konfrontasi
antara kehendak ilahi dan kehendak manusia dalam diri Yesus. Karena itu,
sekalipun ada 2 kehendak, selalu hanya menghasilkan satu tindakan (bdk. Mat
26:36-46).
Illustrasi
/ analogi:
Illustrasi
/ analogi yang paling cocok untuk menjelaskan Personal Union ini adalah persatuan antara tubuh dan jiwa pada
manusia (Catatan: ini hanya berlaku untuk orang yang percaya pada Dichotomy,
bukan pada Trichotomy!).
·
Pada manusia, tubuh dan jiwa membentuk 1 pribadi.
Pada
Yesus Kristus, hakekat manusia dan Allah Anak membentuk 1 pribadi.
·
Pada manusia, kepribadian terletak pada jiwa, bukan pada tubuh.
Pada
Yesus Kristus, kepribadian terletak pada Allah Anak, bukan pada hakekat
manusia.
·
Pada manusia, tubuh berbeda dengan jiwa; mereka
tidak bercampur, dan masing-masing mempertahankan sifat-sifatnya
sendiri-sendiri.
Pada
Yesus Kristus, hakekat manusia berbeda dengan hakekat ilahi; mereka tidak
bercampur dan masing-masing mempertahankan sifat-sifatNya sendiri-sendiri.
C) Akibat dari Personal Union.
1) Communicatio Idiomatum [communication of properties (= pemberian
sifat-sifat / sama-sama memiliki sifat-sifat)].
Catatan:
Istilah ‘Communicatio Idiomatum’ ini adalah istilah bahasa Latin,
yang begitu populer dalam Kristologi, sehingga dalam buku-buku Theologia
sering digunakan begitu saja tanpa diberikan terjemahannya.
a) Arti istilah ini:
·
kata Idiomatum
/ properties berarti ‘sifat dasar’.
Dalam
diri manusia, sifat-sifat seperti pemarah, sombong, pelit, tidak termasuk
sifat dasar, karena tidak semua orang mempunyai sifat seperti itu.
Contoh
sifat dasar dalam diri manusia adalah: terbatas, dicipta / tidak ada dengan
sendirinya, tidak maha tahu, bisa berdosa, bisa mati, dsb. Sifat-sifat ini
dimiliki oleh semua manusia.
Catatan:
Perhatikan bahwa dalam sepanjang pembahasan tentang Communicatio Idiomatum ini,
yang dimaksud dengan ‘sifat’ adalah ‘sifat dasar’.
·
Dalam bahasa Yunani istilah Communicatio diterjemahkan dengan
istilah KOINONIA.
Kata
Yunani KOINONIA bisa berarti:
1. fellowship (= persekutuan).
2. a close mutual
relationship
(= hubungan timbal balik yang dekat).
3. participation (= partisipasi).
4.
sharing
in (= sama-sama menikmati / memiliki).
5. partnership (= persekutuan).
6. contribution (= sumbangan).
7. gift (= pemberian).
Jadi, kalau dikatakan bahwa
terjadi Communicatio Idiomatum dari
A kepada B, maka itu berarti bahwa sifat-sifat A diberikan kepada B, atau bahwa
B sama-sama memiliki sifat-sifat yang dimiliki oleh A (dari ke 7 arti di atas,
mungkin yang paling ditekankan adalah arti ke 4 dan ke 7).
b) Dalam hal Communicatio Idiomatum ini, ajaran
Reformed bertentangan dengan Lutheran.
·
Ajaran Reformed:
Sifat-sifat
dari hakekat manusia tidak diberikan kepada hakekat ilahi / tidak menjadi
sifat-sifat dari hakekat ilahi, dan sebaliknya, sifat-sifat dari hakekat ilahi
tidak diberikan kepada hakekat manusia / tidak menjadi sifat-sifat dari hakekat
manusia. Tetapi, baik sifat-sifat dari hakekat manusia maupun sifat-sifat
dari hakekat ilahi diberikan kepada pribadi Kristus / menjadi sifat-sifat dari
pribadi Kristus.
Charles Hodge: “Hence, inconsistent, or apparently contradictory
affirmations may be made of the same person” (= Karena itu, ketidak-konsistenan, atau pernyataan-pernyataan
yang kelihatannya kontradiksi / bertentangan bisa dibuat tentang pribadi yang sama) - ‘Systematic
Theology’, vol II, hal 379.
+¾¾+
®®®½ P ½¬¬¬
½
+¾¾+ ½
½ ½
+¾¾+ X +¾¾+
½ HM ½®®®®X¬¬¬¬½ HI ½
+¾¾+ X +¾¾+
Keterangan
gambar:
P =
Pribadi Kristus; HM = Hakekat Manusia; HI = Hakekat Ilahi.
Catatan:
Jangan membayangkan bahwa diri Kristus
betul-betul seperti gambar di atas! Gambar ini hanya untuk membantu saudara
untuk melihat dimana terjadi pemberian sifat-sifat dan dimana tidak terjadi
pemberian sifat-sifat.
Penjelasan:
Hakekat
manusia mempunyai sifat terbatas, sedangkan hakekat ilahi mempunyai sifat tidak
terbatas. Sifat terbatas dari hakekat manusia tidak diberikan kepada hakekat
ilahi / tidak menjadi sifat dari hakekat ilahi, dan sifat tidak terbatas dari
hakekat ilahi tidak diberikan kepada hakekat manusia / tidak menjadi sifat dari
hakekat manusia. Tetapi baik sifat terbatas dari hakekat manusia, maupun sifat
tidak terbatas dari hakekat ilahi, sama-sama diberikan kepada pribadi Kristus /
menjadi sifat dari pribadi Kristus. Jadi, pribadi Kristus mempunyai sifat
terbatas dan tidak terbatas sekaligus.
Dengan
cara yang sama bisa kita dapatkan bahwa pribadi Yesus bisa dikatakan terbatas
pengetahuannya maupun maha tahu, lemah / terbatas kekuatannya maupun maha kuasa.
Karena
itu jangan heran kalau melihat bahwa Kitab Suci kadang-kadang menggambarkan
Yesus itu terbatas pengetahuannya (Mat 24:36), tetapi juga sering
menggambarkan Yesus itu mahatahu (Mat 9:4
Mat 12:25 Yoh 2:24-25 Yoh 6:64). Juga jangan heran kalau Kitab
Suci kadang-kadang menggambarkan Yesus lemah / terbatas kekuatannya, sehingga
bisa lelah, membutuhkan istirahat / tidur (Yoh 4:6 Mat 8:24), tetapi juga sering
menggambarkan Yesus itu mahakuasa, dimana Ia bisa membangkitkan orang mati,
menghentikan badai, memberi makan 5000 orang dengan menggunakan 5 roti dan 2
ikan, mengusir setan, dsb.
·
Ajaran Lutheran:
Mereka mengatakan:
*
ada pemberian sifat-sifat dari kedua hakekat
kepada pribadi. Dengan kata lain, pribadi memiliki sifat-sifat dari kedua
hakekat. Ini
sesuai dengan ajaran Reformed.
*
juga ada pemberian sifat-sifat antar kedua
hakekat tersebut.
Dengan
kata lain, hakekat yang satu juga memiliki sifat-sifat dari hakekat yang lain.
Ini tidak sesuai dengan ajaran Reformed.
+¾¾+
®®®½ P ½¬¬¬
½
+¾¾+ ½
½ ½
+¾¾+ +¾¾+
½ HM ½®®®® ¬¬¬¬½ HI ½
+¾¾+ +¾¾+
Perkembangan
ajaran tentang Communicatio Idiomatum
dalam kalangan Lutheran:
(1) Luther dan
orang-orang Lutheran yang mula-mula mengajarkan adanya pemberian sifat-sifat,
baik dari hakekat manusia kepada hakekat ilahi, maupun dari hakekat ilahi
kepada hakekat manusia.
(2) Orang-orang
Lutheran selanjutnya hanyalah menekankan pemberian sifat-sifat dari hakekat
ilahi kepada hakekat manusia. Ini mereka lakukan untuk menghindarkan hakekat
ilahi menjadi terbatas karena pemberian sifat dari hakekat manusia.
(3) Dalam
perkembangan selanjutnya, orang-orang Lutheran membedakan antara operative attributes / sifat-sifat
operative (seperti maha kuasa, maha ada, maha tahu) dengan quiescent attributes / sifat-sifat diam (seperti tak terbatas,
kekal) dari Allah, dan mereka mengatakan bahwa hanya operative atrributes sajalah yang diberikan dari hakekat ilahi
kepada hakekat manusia. Ini mereka lakukan untuk menghindarkan hakekat manusia
menjadi tak terbatas dan kekal karena pemberian sifat dari hakekat ilahi.
Catatan:
Doktrin Lutheran yang salah tentang diri Kristus ini, dimana mereka menganggap bahwa
hakekat manusia Yesus itu maha ada, menyebabkan mereka bisa percaya bahwa dalam
Perjamuan Kudus, Yesus hadir secara jasmani.
Keberatan
/ sanggahan terhadap ajaran Lutheran ini:
(a) Ajaran ini
menunjukkan adanya pembauran / percampuran antara hakekat ilahi dan hakekat
manusia dalam diri Kristus. Hakekat manusia yang mempunyai sifat-sifat ilahi
seperti maha ada, maha tahu dsb, tidak lagi bisa disebut sebagai hakekat
manusia (perhatikan kutipan dari Charles Hodge di bawah). Jadi jelas bahwa
ajaran ini berbau ajaran Eutychianism dan jelas bahwa ajaran ini bertentangan
dengan Chalcedonian Creed yang
mengatakan ‘without confusion,
without change’ (= ‘tanpa percampuran, tanpa perubahan’).
Charles Hodge: “... the properties or attributes of a substance constitute
its essence, so that if they be removed or if others
of a different nature be added to them, the substance itself is changed. ... If
divine attributes be conferred on man, he ceases to be man; and if human
attributes be transferred to God, he ceases to be God”. (= sifat-sifat dari suatu zat / bahan membentuk hakekatnya,
sehingga kalau mereka disingkirkan atau kalau sifat-sifat yang lain ditambahkan
kepada mereka, maka zat / bahan itu sendiri berubah. ...
Kalau sifat-sifat ilahi diberikan kepada manusia, ia
berhenti menjadi manusia; dan kalau sifat-sifat manusia diberikan kepada Allah,
ia berhenti menjadi Allah) - ‘Systematic
Theology’, vol II, hal 390.
(b) Ajaran ini tidak
konsekwen, karena kalau sifat-sifat ilahi diberikan kepada hakekat manusia, maka
sifat-sifat manusia juga harus diberikan kepada hakekat ilahi.
Yoh 3:13
menggunakan sebutan / gelar manusia (‘Anak Manusia’), tetapi
memberikan predikat ilahi (‘turun dari sorga’). Ayat ini dipakai
sebagai dasar (secara salah) oleh orang Lutheran untuk mengatakan bahwa
sifat-sifat dari hakekat ilahi diberikan kepada hakekat manusia.
Tetapi
anehnya, kalau mereka melihat ayat seperti 1Kor 2:8, yang menggunakan
sebutan / gelar ilahi (‘Tuhan yang mulia / The Lord of glory’ ), tetapi memberikan predikat manusia
(‘menyalibkan’), mereka tidak mau memakainya sebagai dasar untuk
mengatakan bahwa sifat-sifat dari hakekat manusia diberikan kepada hakekat
ilahi.
Ketidak-konsekwenan
yang lain ialah bahwa mereka hanya memberikan sebagian sifat-sifat ilahi kepada
hakekat manusia. Kalau beberapa sifat hakekat ilahi diberikan kepada hakekat
manusia, maka konsekwensinya adalah bahwa semua sifat-sifat ilahi harus
diberikan kepada hakekat manusia.
(c) Ajaran ini tidak
sesuai dengan gambaran tentang diri Kristus dalam Kitab Suci, karena dalam
Kitab Suci Kristus tidak pernah digambarkan sebagai manusia yang maha
tahu / maha ada / maha kuasa. Sebaliknya, Kitab Suci menggambarkan Yesus sebagai
manusia yang terbatas pengetahuannya (Mat 24:36), terbatas keberadaannya
(tidak bisa ada di lebih dari satu tempat pada saat yang sama), dan lemah (bisa
lelah, butuh istirahat, tidur, dsb. Bdk. Yoh 4:6 Mat 8:24).
(d) Ajaran ini tidak
bisa menjelaskan Luk 2:40,52 yang mengatakan bahwa Kristus bertumbuh dalam
hikmat dan kekuatan.
Ingat
bahwa orang Lutheran beranggapan bahwa Communicatio
Idiomatum ini terjadi pada saat yang sama dengan inkarnasi. Dengan
demikian, seharusnya manusia Yesus itu sudah maha tahu dan maha kuasa sejak lahir,
dan kalau demikian, Ia tidak mungkin bertumbuh dalam hikmat maupun kekuatan.
2) Communicatio
Operationum / Apotelesmatum [communication
of acts (= pemberian tindakan-tindakan)].
Semua
tindakan / perbuatan Kristus, baik yang bersifat:
a) ilahi, seperti
penciptaan, pemeliharaan.
b) manusia, seperti
makan, minum.
c) gabungan ilahi
dan manusia, seperti penebusan.
adalah
tindakan / perbuatan dari seluruh pribadi Kristus.
Jadi,
pada waktu melihat Kristus makan, kita tidak perlu berkata ‘hakekat
manusiaNya makan’, tetapi kita bisa berkata ‘Kristus makan’.
Pada waktu kita mau mengatakan bahwa Kristus mencipta dan mengatur alam
semesta, kita tidak perlu berkata ‘hakekat ilahiNya mencipta dan mengatur
alam semesta’, tetapi kita bisa berkata ‘Kristus mencipta dan
mengatur alam semesta’.
Illustrasi:
Manusia
terdiri dari tubuh + jiwa.
Ada
tindakan dari jiwa, seperti berpikir, marah, benci.
Ada
tindakan dari tubuh, seperti mencerna makanan.
Ada
tindakan dari gabungan tubuh dan jiwa, seperti membaca, menulis, berbicara dsb.
Tetapi
adalah seluruh pribadi manusia yang marah, mencerna makanan, membaca dsb.
Karena
itu kalau kita melihat seseorang (si A) sedang makan / berpikir, kita tidak
mengatakan ‘tubuhnya makan’ tetapi ‘Dia / si A makan’. Kita
tidak mengatakan ‘jiwanya berpikir’, tetapi ‘Dia / si A
berpikir’.
3) Communicatio Charismatum / Gratiarum [communication of gifts (= pemberian
karunia-karunia)].
Hakekat
manusia dari Kristus, sejak saat pertama keberadaannya, telah diberi bermacam-macam
karunia yang mulia.
Misalnya:
a) Dipersatukannya
hakekat manusia itu dengan LOGOS, dengan mana hakekat manusia itu ditinggikan
melebihi semua ciptaan dan, menurut Louis Berkhof, ‘menjadi object
penyembahan’ (‘Systematic
Theology’, hal 324).
Tetapi G.
C. Berkouwer menentang pandangan ini dengan mengatakan:
“Reformed theology resisted
every form of the deification of the human nature of Christ” (= theologia Reformed menentang setiap
bentuk pendewaan terhadap hakekat manusia Kristus) - ‘Studies in Dogmatics: The Person of Christ’, hal 295.
Memang pada waktu seseorang
bertemu dengan Kristus pada waktu Ia hidup dalam dunia
ini, tentu saja orang itu boleh menyembahNya. Tetapi yang
disembah adalah pribadi Kristusnya, atau hakekat ilahinya, bukan hakekat
manusianya. Hal-hal ini memang tidak bisa dipisahkan
tetapi bisa dibedakan.
John Owen: “Hence the human nature of Christ, in his divine person
and together with it, is the object of all divine adoration and worship” (= ) - ‘The Works of
John Owen’, vol I, hal 241.
b) Karunia-karunia Roh, khususnya dalam hal
intelek, kehendak dan kuasa, dengan mana hakekat manusia itu ditinggikan
melebihi makhluk-makhluk ciptaan yang lain. Menurut Louis Berkhof, termasuk di
sini ketidak-mungkinannya untuk berbuat dosa (impeccability / non posse
peccare).
Catatan: Communicatio Charismatum /
Gratiarum ini tidak mengubah hakekat manusia itu menjadi Allah!
D) Ayat-ayat Kitab Suci yang berhubungan dengan Personal
1) Ayat-ayat yang menggunakan sebutan bagi
Kristus dengan sebutan yang berlaku untuk seluruh pribadi Kristus, tetapi tidak
cocok / berlaku baik untuk hakekat manusia saja maupun untuk hakekat ilahi
saja.
Contoh:
·
Yoh 1:29 - Anak Domba Allah.
·
Yoh 5:21-23 - Hakim.
·
Yoh 9:5 - Terang dunia.
·
Yoh 10:9,11 - Pintu, Gembala.
·
Yoh 15:1 - Pokok anggur yang benar.
·
Ro 8:34 - Pembela.
·
Ef 4:15 - Kepala Gereja.
Sebutan-sebutan
ini tidak ditujukan kepada Kristus sebagai Allah Anak / LOGOS, juga tidak
kepada Kristus sebagai manusia, tetapi kepada seluruh pribadi Kristus (The God- man).
Calvin: “Let this, then, be our key to right understanding: those
things which apply to the office of the Mediator are not spoken simply either
of the divine nature or of the human” (= Biarlah ini
menjadi kunci bagi kita untuk mendapatkan pengertian yang benar: hal-hal yang
berhubungan dengan jabatan dari Pengantara, tidak dikatakan hanya tentang
hakekat ilahi atau manusia) - ‘Institutes of
the Christian Religion’, Book II, chapter XIV, 3.
2) Ayat-ayat yang sebetulnya hanya cocok untuk
hakekat ilahi / LOGOS, tetapi ditujukan kepada seluruh pribadi Kristus.
Contoh:
·
Yoh 8:58.
Sebetulnya
kata-kata ‘sudah ada sebelum Abraham jadi’ hanya berlaku untuk hakekat
ilahi, bukan untuk hakekat manusia. Tetapi sekalipun demikian, Yesus tidak berkata ‘sebelum
Abraham jadi, hakekat ilahiKu sudah ada’, tetapi Ia berkata ‘sebelum Abraham jadi, Aku (menunjuk
pada pribadiNya) sudah ada’.
·
Yoh 17:5.
Sebetulnya
kata-kata ‘memiliki kemuliaan di hadirat Allah sebelum dunia
dijadikan’ hanya berlaku untuk hakekat ilahi, bukan untuk hakekat
manusia.
Tetapi Yesus lagi-lagi menggunakan kata ‘Aku’, yang menunjukkan
bahwa kata-kata itu Ia tujukan untuk pribadi-Nya.
3) Ayat-ayat yang sebetulnya hanya cocok untuk
hakekat manusia, tetapi ditujukan kepada seluruh pribadi Kristus.
Contoh:
·
Mat 24:36.
Sebetulnya
‘tidak tahu akan hari Tuhan’ hanya berlaku untuk hakekat manusia,
bukan untuk hakekat ilahi. Tetapi ayat ini menujukan kata-kata itu untuk
Anak, yang menunjuk pada seluruh pribadi Yesus.
·
Mat 26:37-38.
Sebetulnya
yang bisa merasa sedih dan gentar, seperti mau mati, dsb, hanyalah hakekat
manusia, bukan hakekat ilahi. Tetapi ayat-ayat ini menujukannya untuk
seluruh pribadi Yesus.
·
Hal yang sama bisa saudara jumpai dalam Luk
2:40,52 Luk 24:39-43 Yoh 11:35.
4) Ayat-ayat yang
menggunakan sebutan / gelar yang hanya cocok untuk hakekat yang satu, tetapi
menggunakan predikat yang hanya cocok untuk hakekat yang lain.
Ini terbagi
dalam 2 golongan:
a) Ayat-ayat yang
menyebut Kristus dengan sebutan / gelar ilahi, tetapi menggunakan predikat yang
hanya cocok untuk hakekat manusia.
Contoh:
·
Kis 20:28 (NIV) - “...
the
Catatan:
dalam ayat ini TB1 - LAI salah terjemahan karena menterjemahkan ‘darah
AnakNya’. Ini dibetulkan dalam TB2 - LAI yang menterjemahkan
‘darahNya’ (menghapus kata ‘Anak’ yang memang sebetulnya
tidak ada dalam bahasa aslinya).
Ayat
ini menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Allah’), tetapi predikatnya
berbicara tentang ‘darah’, yang sebetulnya hanya cocok untuk
hakekat manusia Yesus.
·
1Kor 2:8.
Ayat ini
menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Tuhan yang mulia’ / ‘The Lord of glory’), tetapi
menggunakan predikat ‘menyalibkan’ yang sebetulnya hanya cocok
untuk hakekat manusia Yesus.
·
1Yoh 1:1.
Ayat ini menggunakan sebutan /
gelar ilahi (‘Firman’ / LOGOS), tetapi menggunakan predikat ‘telah
kami lihat dengan mata kami’ dan ‘telah kami saksikan dan yang
telah kami raba dengan tangan kami’, yang sebetulnya hanya cocok untuk
hakekat manusia Yesus.
·
Wah 11:8 - “Dan mayat mereka akan terletak di atas jalan raya
Ayat ini
menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Tuhan’), tetapi menggunakan
predikat ‘disalibkan’ yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat
manusia Yesus.
·
Ibr 7:14 - “Sebab telah diketahui semua orang, bahwa Tuhan kita
berasal dari suku Yehuda dan mengenai suku itu Musa tidak pernah mengatakan
suatu apapun tentang imam-imam”.
Ayat ini
menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Tuhan’), tetapi menggunakan
predikat ‘berasal dari suku Yehuda’, yang tentu saja hanya cocok
untuk hakekat manusia Yesus.
b) Ayat-ayat yang menyebut Kristus dengan sebutan
/ gelar manusia, tetapi menggunakan predikat yang hanya cocok untuk hakekat
ilahi.
Contoh:
·
Mat 9:6.
Ayat ini
menggunakan sebutan / gelar manusia (‘Anak Manusia’), tetapi
menggunakan predikat ‘berkuasa mengampuni dosa’ yang hanya cocok
untuk hakekat ilahi.
·
Mat 12:8.
Ayat ini
menggunakan sebutan / gelar manusia (‘Anak Manusia’), tetapi
menggunakan predikat ‘Tuhan atas hari Sabat’ yang hanya cocok untuk
hakekat ilahi.
·
Hal yang sama bisa saudara lihat dalam
ayat-ayat seperti: Mat 13:41
Luk 19:10
Yoh 3:13-15
Yoh 6:62 1Kor 15:47b.
Calvin
menjelaskan mengapa hal itu dilakukan dalam Kitab Suci dengan berkata sebagai
berikut:
“And they (Scriptures) so earnestly
express this union of the two natures that is in Christ as sometimes to interchange
them”
[= dan mereka (Kitab-kitab Suci) begitu sungguh-sungguh mewujudkan
kesatuan dari dua hakekat yang ada di dalam Kristus sehingga kadang-kadang
menukar / membolak-balik mereka] - ‘Institutes of
the Christian Religion’, book II, chapter XIV, 1.
“Because the selfsame one was
both God and man, for the sake of the union of both natures he gave to the one
what belonged to the other” (= karena orang yang
sama adalah Allah dan manusia, demi kesatuan dari kedua hakekat, ia memberikan
kepada yang satu apa yang termasuk pada yang lain) - ‘Institutes of the Christian Religion’, book II,
chapter XIV, 2.