DOKTRIN KRISTUS: Christology
oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div.
KESUCIAN KRISTUS
I) Kesucian hidup Kristus.
Hal-hal
yang menunjukkan kesucian hidup Kristus:
1) Ayat-ayat
seperti 2Kor 5:21 Ibr 4:15 Ibr 7:26
1Pet 2:22
1Pet 3:18 1Yoh 3:5.
2) Sebutan
‘Yang Kudus dari Allah’ dalam Luk 4:34 dan Yoh 6:69,
sebutan ‘Yang Kudus dan Benar’ dalam Kis 3:14, sebutan
‘HambaMu yang Kudus’ dalam
Kis 4:27,30.
3) Yoh 10:36
mengatakan bahwa Yesus dikuduskan oleh Bapa.
4) Berbeda dengan
semua orang lain yang mengaku dosa pada waktu dibaptis oleh Yohanes Pembaptis
(Mat 3:6), Yesus tidak mengakui dosa pada saat dibaptis oleh Yohanes
Pembaptis (Mat 3:13-17).
Bahkan
dalam sepanjang hidupNya kita tidak pernah melihat Yesus mengaku dosa atau
memberi persembahan / korban penghapus dosa.
Kalau
dalam Mat 6:12 (Doa Bapa Kami) Ia mengatakan ‘dan ampunilah kami
akan kesalahan kami’ jelas bahwa Ia bukannya mengakui dosa, tetapi Ia sedang
mengajarkan doa Bapa Kami itu untuk murid-muridNya. Ini terlihat dari
Mat 6:9 yang berbunyi ‘Karena itu berdoalah demikian’ yang
jelas menunjukkan bahwa saat itu Ia sedang mengajarkan doa itu kepada
murid-muridNya.
5) Bahwa Yesus itu
suci / benar, diakui oleh:
a) Allah Bapa
(Mat 3:17).
Bahwa
Allah Bapa berkenan kepada Yesus, jelas menunjukkan kesucian Yesus.
b) Yesus sendiri (Yoh 8:29,46).
c) Pontius Pilatus (Luk 23:4,14-15,22
Yoh 18:38b Yoh 19:4).
d) Istri Pontius
Pilatus (Mat 27:19).
e) Herodes
(Luk 23:15).
f) Yudas Iskariot
(Mat 27:4).
g) Kepala Pasukan
Romawi yang menyalibkan Yesus (Luk 23:47).
6) Ia berhasil
menggagalkan 3 x pencobaan setan (Mat 4:1-11 Luk 4:1-13).
Perlu
juga dijelaskan bahwa sekalipun dalam Ibr 4:15 dikatakan bahwa
‘sama dengan kita, Ia telah dicobai’, tetapi itu hanya berhubungan
dengan pencobaan dari luar. Kesucian Kristus menyebabkan Ia tidak
mungkin mengalami pencobaan dari dalam seperti yang sering dialami
manusia yang lain (seperti berpikir untuk berzinah, dsb), karena dalam hal ini
pencobaan itu sendiri sudah merupakan dosa.
Karena
itu Yesus sendiri bisa berkata bahwa ‘penguasa dunia ini’ (yaitu
setan), tidak berkuasa sedikitpun atas diriNya (Yoh 14:30).
7) Lembu / domba / kambing
untuk korban penebus dosa, dan domba Paskah, yang merupakan TYPE / gambaran
dari Kristus (bdk. Yoh 1:29
1Kor 5:7) selalu digambarkan sebagai tidak bercela / tidak
bercacat (Im 4:3b,23b,28b,32b
Kel 12:5). Bdk. 1Pet 1:18-19.
8) Penderitaan dan
kematian Yesus bisa menggantikan kita untuk menerima hukuman Allah.
Kalau
Yesus tidak suci, maka pada saat Ia mati di kayu salib Ia mati untuk dosaNya
sendiri, sehingga Ia tidak mungkin bisa menggantikan kita untuk memikul hukuman
dosa kita. Bahwa Ia bisa menjadi pengganti, menunjukkan bahwa Ia suci. Dengan
demikian terlihat bahwa kesucian Kristus merupakan hal yang sangat vital dalam
kekristenan, karena tanpa hal itu, seluruh penebusan hancur.
II) Serangan terhadap kesucian Kristus.
1) Ayat-ayat yang
menunjukkan Yesus marah seperti Mat 21:12-13 Mark 3:5
Yoh 2:14,15.
Penjelasan:
a) Marah tidak
mesti dianggap sebagai dosa, dan hal ini terlihat dari Ef 4:26 dan Maz
4:5.
b) Kemarahan
terhadap dosa justru harus ada dalam diri orang yang dikuasai Roh Kudus (Kel 32:19 1Sam 11:6).
Dalam
Wah 2:2 ketidak-sabaran terhadap orang-orang yang jahat, justru merupakan
sesuatu yang dipuji dari gereja / jemaat Efesus. Sebaliknya, dalam
2Kor 11:4 kesabaran orang Korintus terhadap nabi-nabi palsu, justru
dikecam oleh Paulus. Demikian juga dalam Wah 2:20, jemaat Tiatira yang
membiarkan nabi palsu, juga dikecam.
c) Kemarahan Yesus
adalah kemarahan yang suci, yang ditujukan kepada dosa, sehingga jelas bukan
dosa.
Penerapan:
Orang Kristen
harus berani marah pada saat yang tepat, misalnya pada waktu melihat ada nabi
palsu atau korupsi dalam gereja.
2) Tuduhan bahwa
Yesus melanggar peraturan Sabat (Mat 12:9-14 Luk 14:1-6
Yoh 5:1-18 Yoh 9:14,16).
Untuk ini
perlu diketahui bahwa:
a) Yesus adalah
Tuhan atas hari Sabat (Mat 12:8).
b) Yesus berkata
bahwa hari Sabat diciptakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat
(Mark 2:27).
c) Yesus berkata
bahwa kita boleh berbuat baik pada hari Sabat (Mat 12:11-12 bdk. Yoh 7:22-23).
Yesus
bukan bekerja pada hari Sabat, tetapi menyembuhkan / menolong orang / berbuat
baik pada orang lain pada hari Sabat. Ini jelas bukan dosa.
d) Yang dilanggar
oleh Yesus bukanlah peraturan / hukum Tuhan tentang hari Sabat, tetapi
penafsiran yang salah dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi tentang
peraturan Sabat.
3) Yesus dibaptis
oleh Yohanes Pembaptis, padahal baptisan Yohanes adalah baptisan untuk
pengampunan dosa (Mark 1:4).
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam persoalan ini:
a) Berbeda dengan
semua orang lain, yang mengaku dosa pada saat dibaptis oleh Yohanes Pembaptis,
Yesus tidak mengaku dosa (Mat 3:6,13-17).
b) Yohanes
Pembaptis sendiri, yang mengenali Yesus sebagai Anak Allah / Mesias, mula-mula
menolak untuk membaptis Yesus, dan bahkan beranggapan bahwa ialah yang
seharusnya dibaptis oleh Yesus (Mat 3:14).
c) Yesus menjawab
keberatan Yohanes Pembaptis itu dengan berkata bahwa Ia harus dibaptis oleh
Yohanes, ‘untuk menggenapkan seluruh kehendak Allah’
(Mat 3:15).
Mat 3:15
(NIV): to fulfil all righteousness (=
untuk menggenapkan seluruh kebenaran).
Jadi
jelas bahwa Yesus tidak dibaptis untuk mendapatkan pengampunan dosa!
4) Yesus dianggap
bersikap tidak hormat kepada Maria / ibuNya, misalnya:
a) Kitab Suci tidak
pernah menyebutkan bahwa Yesus memanggil / menyebut Maria dengan sebutan
‘ibu / mama’. Kalau dalam Kitab Suci Indonesia ada ayat-ayat dimana
Yesus menyebut / memanggil Maria dengan sebutan ‘ibu’ (seperti
dalam Yoh 2:4 dan Yoh 19:26), maka perlu diketahui bahwa itu diterjemahkan
dari kata Yunani GUNAI yang sebetulnya berarti ‘perempuan’.
b) Sikap /
kata-kata Yesus terhadap / tentang Maria dalam:
·
Mat 12:46-50.
·
Luk 2:48-49.
·
Yoh 2:4.
Untuk ini perlu
diperhatikan bahwa Yesus adalah Allah dan manusia dalam satu pribadi. Sebagai manusia, Ia harus
hormat dan tunduk kepada orangtuaNya, tetapi sebagai Allah, Ia justru berkuasa
atas orang tuaNya, dan bahkan seharusnya orang tuanyalah yang mentaati Dia,
menghormati Dia, dan menyembah Dia!
Illustrasi:
Kalau ada seorang majikan dan pegawainya yang sama-sama menjadi majelis dari
suatu gereja, maka:
·
dalam pekerjaan, pegawai itu harus tunduk
pada majikannya.
·
dalam urusan gereja, pegawai itu tidak
harus tunduk kepada majikannya itu, karena ia mempunyai pangkat / jabatan yang
sama dengan majikannya. Dan kalau hal ini terjadi, kita pasti tidak akan
mengatakan bahwa pegawai itu kurang ajar kepada majikannya!
Hal yang
sama terjadi kalau ada seorang pendeta yang mempunyai orang tua atau mertua
sebagai jemaatnya.
5) Yesus takut dan
gentar (Mat 26:37-38
Mark 14:33 Luk 22:44).
Mat 26:37:
‘sedih dan gentar’. Ini salah terjemahan!
NIV: ‘to be sorrowful and troubled’ (= sedih dan susah).
NASB: ‘to be grieved and distressed’ (= sedih dan susah).
Jadi, dari ayat ini hanya
terlihat bahwa Yesus sedih, tetapi tidak terlihat bahwa Ia
takut.
Sekarang
mari kita perhatikan ayat-ayat paralel dari Mat 26:37 itu:
·
Luk 22:44: ‘Ia sangat
ketakutan’. Ini juga salah terjemahan!
NIV: ‘being in anguish’ (= ada dalam kesedihan).
NASB: ‘being in agony’ (= ada dalam penderitaan).
Jadi dari
ayat inipun tak terlihat bahwa Yesus takut.
·
Mark 14:33: ‘sangat takut dan
gentar’.
NIV/NASB: ‘deeply / very distressed and troubled’ (= sangat sedih
dan susah).
Tetapi di sini terjemahan
NIV/NASB juga salah, karena kata yang diterjemahkan ‘distressed’ (= sedih) itu di dalam bahasa Yunaninya
adalah EKTHAMBEISTHAI yang berasal dari kata EKTHAMBEOMAI, yang sebetulnya
berarti ‘be greatly alarmed’ (=
sangat takut).
Jadi, dari
ayat ini kita bisa melihat bahwa Yesus bukan hanya sedih tetapi juga takut.
Hal-hal
lain yang menunjukkan bahwa pada saat itu Yesus memang takut:
·
Doa Yesus dalam Mat 26:39 secara implicit menunjukkan bahwa Ia takut terhadap
‘cawan’ (simbol dari murka / hukuman Allah) itu.
·
Luk 22:44b mengatakan bahwa ia
mencucurkan peluh seperti darah. Ada yang menganggap bahwa ini betul-betul
adalah darah, dan orang-orang ini mengatakan bahwa hal seperti ini memang bisa
terjadi (dan pernah terjadi) pada orang yang mengalami ketakutan yang luar
biasa.
·
Ibr 5:7 (KJV): ‘...
he had offered up prayers and supplications with strong crying and tears unto
him that was able to save him from death, and was heard in that he feared’
(= Ia menaikkan doa dan permohonan dengan tangisan keras dan air mata
kepada Dia yang bisa melepaskanNya dari maut, dan didengarkan dalam hal yang
Ia takuti).
Catatan: Kata-kata yang oleh KJV
diterjemahkan ‘in that He
feared’ (= dalam hal yang Ia takuti),
diterjemahkan secara berbeda oleh Kitab Suci bahasa Inggris yang lain.
NIV: because of His reverent submission (= karena ketundukanNya yang
penuh hormat / takut).
NASB: because of His piety (= karena kesalehanNya).
NKJV: because of His godly fear (= karena rasa takutNya yang saleh).
RSV: for his godly fear (= karena rasa
takutNya yang saleh).
Sekalipun
demikian ada banyak penafsir tetap mempertahankan arti yang diberikan oleh KJV.
Bahwa
Yesus sedih, itu bukan sesuatu yang aneh, karena saat itu Ia sedang dikhianati
oleh Yudas, akan ditinggal oleh murid-muridNya, akan disangkal oleh Petrus,
akan ditolak oleh orang-orang Yahudi, dan akan terpisah dari Allah. Dan
kesedihan itu juga bukan dosa karena ayat seperti Fil 4:4 memang tidak
boleh dimutlakkan (bdk. Mat 5:4 Luk
6:21b)!
Tetapi
bagaimana dengan rasa takut yang dialami oleh Yesus? Apakah ini bukan dosa?
a) Pertama-tama
perlu diketahui bahwa Ia bukan takut pada kematian atau penderitaan, tetapi
takut pada murka Allah (Catatan: takut pada murka Allah jelas bukan merupakan
sesuatu yang salah!) yang akan menimpaNya pada saat Ia menanggung hukuman umat
manusia.
William Hendriksen: “Did he, perhaps, here in
Renungkan: bahwa Yesus, yang biasanya
tidak pernah takut itu, bisa takut melihat murka Allah itu, menunjukkan secara jelas
betapa hebatnya dan mengerikannya murka Allah atas dosa-dosa kita itu! Bdk. Wah
6:15-17. Karena itu, kalau saudara belum betul-betul percaya kepada Yesus
sebagai Juruselamat dan Tuhan, cepatlah percaya, sebelum saudara harus
menghadapi / mengalami murka Allah yang menakutkan itu!
b) Apakah rasa
takut Yesus di sini adalah dosa?
·
Kitab Suci jelas menunjukkan bahwa Yesus
tidak pernah berbuat dosa dalam bentuk apapun (Ibr 4:15 2Kor 5:21). Karena
itu jelas bahwa rasa takut di sini tidak bisa disebut sebagai dosa. Kita tidak
boleh menafsirkan ayat Kitab Suci yang satu sehingga bertentang-an dengan ayat
yang lain.
·
1Yoh 4:18 kelihatannya menunjukkan
bahwa rasa takut adalah dosa, tetapi kalau kita membaca mulai 1Yoh 4:17
maka akan terlihat bahwa rasa takut yang dimaksudkan di sini adalah rasa takut
terhadap hukuman Allah pada akhir jaman. Ayat ini hanya menunjukkan bahwa orang
kristen sejati, yang cinta kepada Allah, pasti tidak akan mempunyai rasa takut
terhadap hukuman Allah pada akhir jaman. Mengapa? Karena ia percaya bahwa semua
hukumannya sudah ditanggung oleh Kristus sehingga ia tidak mungkin dihukum (Ro
8:1). Jadi jelas bahwa ayat ini tidak bisa diterapkan terhadap rasa takut
Kristus pada saat ini.
·
Dalam tafsirannya tentang Mat 26:39, Calvin
mengatakan:
“In the present corruption of
our nature it is impossible to find ardour of affections accompanied by moderation,
such as existed in Christ; but we ought to give such honour to the Son of God,
as not to judge him by what we find in ourselves” (= Dalam keadaan kita yang berdosa sekarang ini, tidak mungkin
untuk mendapatkan perasaan yang tidak berlebihan, seperti yang ada dalam
Kristus; tetapi kita harus menghormati Anak Allah dengan tidak menghakimiNya
dengan apa yang kita dapatkan dalam diri kita sendiri).
“When Christ was struck with
horror at the divine curse, the feeling of the flesh affected him in such a
manner, that faith still remained firm and unshaken. For such was the purity of
his nature, that he felt, without being wounded by them, those temptations
which pierce us with their stings” (= Ketika Kristus takut pada kutuk ilahi,
perasaan dari daging mempengaruhiNya dengan cara sedemikian rupa, sehingga iman
tetap teguh dan tak tergoyahkan. Karena begitu murninya hakekatNya, sehingga Ia merasa tanpa terluka oleh pencobaan-pencobaan yang akan
menusuk kita dengan sengatnya).
Jadi
dengan kata-kata ini Calvin memaksudkan bahwa:
·
kita sebagai manusia yang berdosa, sangat
berbeda dengan Kristus yang suci murni itu.
·
karena itu kita tak boleh menghakimi
Kristus dengan apa yang ada dalam diri kita, karena Ia memang berbeda dengan
kita.
·
pada saat Kristus takut, Ia bisa tetap
beriman (kita tidak bisa seperti ini), dan karena itu Ia tetap tidak berdosa.
6) Ibr 5:8
mengatakan bahwa Yesus ‘belajar menjadi taat dari apa yang telah
dideritaNya’.
Ini
dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa ada saat dimana Yesus tidak taat.
Penjelasan:
a) Calvin
mengatakan bahwa ayat ini jelas tidak berarti bahwa dulunya Yesus tidak taat,
dan lalu Ia mengalami penderitaan yang membuat Dia taat, seakan-akan Yesus
adalah kuda / bagal yang baru mau menurut setelah dikendalikan dengan kekang,
cambuk, dsb (bdk. Maz 32:9). Setiap orang kristen akan mengalami ketaatan
seperti ini, tetapi Yesus tidak!
b) John Owen
mengatakan bahwa ‘belajar ketaatan’ bisa diartikan 3 macam:
·
dari tidak tahu lalu menjadi tahu tentang
apa yang harus ditaati.
Tentu
bukan ini yang dimaksud di sini.
·
belajar untuk melakukan ketaatan.
Kita semua perlu
belajar ketaatan dalam arti ini, dimana kita jatuh bangun berkali-kali, sampai
akhirnya kita bisa mengatasi dosa tertentu. Tentu bukan
ini yang dimaksud di sini.
·
mendapat pengalaman ketaatan.
Inilah arti
yang dimaksudkan di sini.
John Owen
juga mengatakan bahwa ketaatan yang dimaksud di sini adalah ketaatan dalam
mengalami penderitaan, bahkan kematian untuk menebus dosa manusia (bdk. Yes 50:5-6 Yes 53:7 Yoh 10:17-18
Fil 2:8).
Dengan mengalami semua itu Ia mengalami dalam diriNya sendiri betapa sukarnya ketaatan
dalam penderitaan itu, dan betapa besar kasih karunia yang dibutuhkan untuk
taat. Dengan demikian Ia bisa mempunyai belas kasihan dan simpati
terhadap kita yang menderita.
Kalau
yang dimaksud dengan ‘belajar ketaatan’ itu adalah ‘mengalami
ketaatan dalam penderitaan’, maka jelaslah itu tidak menunjukkan bahwa
tadinya Kristus tidak taat!
c) Tyndale Commentary mengutip Griffith Thomas yang berkata:
“This is the difference
between innocency and virtue. Innocency is life untested, while virtue is
innocency tested and triumphant. The Son had always possessed the disposition
of obedience, but for Him to possess the virtue of obedience, testing was
necessary” (= Inilah perbedaan antara
ketidak-bersalahan dan kebaikan / kebajikan. Ketidak-bersalahan
adalah hidup yang tidak / belum diuji, sedangkan kebaikan / kebajikan adalah
ketidakbersalahan yang telah diuji dan menang. Anak selalu mempunyai
kecondongan pada ketaatan, tetapi supaya Ia mempunyai
kebaikan / kebajikan dalam ketaatan, Ia harus diuji).
Kalau kita melihat kata-kata
ini, maka terlihat bahwa ia beranggapan bahwa sebelum
Yesus ‘belajar ketaatan’ Ia mempunyai innocency (= ketidak-bersalahan), tetapi setelah Yesus
‘belajar ketaatan’, Ia mempunyai virtue (= kebaikan / kebajikan). Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa
sebelum Yesus ‘belajar ketaatan’, Ia
bukannya tidak taat.
7) Ibr 5:9 mengatakan “sesudah Ia
mencapai kesempurnaanNya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi ...”.
NASB: “And having been made perfect, He became ...” (=
Dan setelah disempurnakan, Ia menjadi ...).
Ayat ini
dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa ada satu saat dimana Yesus itu tidak /
belum sempurna.
Penjelasan:
Kontex
(Ibr 4:14-5:10) berbicara tentang Yesus sebagai Imam Besar, dan karena itu
istilah ‘sempurna’ di sini harus dihubungkan dengan hal itu. Jadi
artinya adalah: Ia jadi cocok sempurna untuk menjadi Imam Besar.
8) Mark 10:17-18
menceritakan dialog antara Yesus dengan pemuda kaya, dimana ketika pemuda kaya
menyebut Yesus dengan istilah / sebutan ‘Guru yang baik’, Yesus
menjawab dengan berkata: ‘Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorangpun
yang baik selain dari pada Allah saja’.
Ini
sering dianggap sebagai pengakuan Yesus sendiri yang menyatakan bahwa Ia bukan
Allah, dan Ia tidak baik.
Penjelasan:
a) Kita tidak boleh
menafsirkan satu ayat sehingga bertentangan dengan ayat yang lain. Penafsiran
bahwa Mark 10:17-18 berarti bahwa Yesus bukan Allah dan Yesus tidak baik,
bertentangan dengan banyak ayat Kitab Suci yang menunjukkan keilahian dan kesucian
Yesus.
b) Pemuda kaya itu
menyebut Yesus dengan istilah ‘guru yang baik’. Dari istilah
‘guru’ jelaslah bahwa ia menganggap Yesus hanyalah manusia biasa.
Dengan menambahkan istilah ‘baik’, sebetulnya ia menggunakan
sebutan yang kontradiksi, karena tidak ada manusia biasa yang baik
(Maz 14:1-3 Maz 53:2-4 Ro 3:10-12).
Kata-kata
Yesus dalam Mark 10:18 itu dimaksudkan untuk membetulkan ketidakbenaran /
kontradiksi dalam sebutan pemuda kaya itu. Yesus mau bahwa pemuda itu tidak
hanya mengakui Dia sebagai baik, tetapi juga sebagai Allah.
III) Ketidak-bisa-berdosaan Kristus.
Semua
orang yang Injili dan Alkitabiah setuju bahwa bahwa dalam faktanya Kristus
tidak pernah berbuat dosa.
Tetapi yang
dibicarakan sekarang, adalah: secara teoritis, adakah kemungkinan bagi Yesus
untuk jatuh ke dalam dosa pada waktu Ia hidup sebagai manusia dalam dunia ini?
Dalam hal
ini tidak ada kesatuan pendapat, bahkan dalam kalangan Reformedpun tidak ada
keseragaman pendapat.
Sekarang
mari kita menyoroti macam-macam pandangan yang ada:
A) Kristus tidak
bisa berdosa (non posse peccare).
Ini
merupakan pandangan Calvin dan orang-orang Reformed pada umumnya
(Catatan: sepanjang yang saya tahu, dari para ahli theologia Reformed, hanya
Charles Hodge yang tidak setuju dengan pandangan ini).
Hal-hal
yang dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa Kristus tidak bisa berbuat dosa:
1) Ibr 13:8
berkata bahwa Kristus tidak berubah. Kalau Ia bisa berdosa, maka itu berarti Ia
bisa berubah (dari suci menjadi berdosa).
2) Ibr 10:7,9
mengatakan bahwa Kristus datang ke dunia untuk melakukan kehendak Allah. Tujuan
ini tidak mungkin tidak tercapai!
3) Kata-kata
Kristus dalam Yoh 14:30 dimana Ia berkata bahwa Penguasa dunia ini (yaitu
setan) tidak berkuasa sedikitpun atas diriNya, menunjukkan ketidak-mungkinanNya
untuk berbuat dosa.
4) Penebusan oleh
Kristus sudah ada sejak semula dalam Rencana Allah dan Rencana Allah tidak
mungkin berubah atau gagal.
a) Bahwa Rencana Allah
sudah ada sejak semula terlihat dari ayat-ayat seperti
2Raja-raja 19:25
Maz 139:16 Yes 37:26 Yes 46:10.
Kalau
manusia membuat rencana, maka manusia membuatnya secara bertahap. Misalnya pada
waktu kita ada di SMP kita merencanakan untuk masuk SMA tertentu, dan pada
waktu di SMA baru kita merencanakan untuk masuk perguruan tinggi tertentu.
Setelah lulus dari perguruan tinggi, baru kita merencanakan untuk bekerja di
tempat tertentu, dsb. Tidak ada manusia yang dari lahir lalu bisa merencanakan
segala sesuatu dalam seluruh hidupnya! Mengapa? Karena manusia tidak maha tahu
sehingga ia tidak mampu melakukan hal itu. Manusia membutuhkan penambahan
pengetahuan untuk bisa membuat rencana lanjutan.
Tetapi
Allah yang maha tahu dan maha bijaksana, merencanakan seluruh RencanaNya sejak
semula!
b) Penebusan dosa
umat manusia oleh Kristus sudah termasuk dalam Rencana Allah
(Kis 2:23 Kis 4:27-28 1Pet 1:20).
c) Rencana Allah
tidak mungkin berubah atau gagal (Ayub 42:2
Maz 33:10-11
Yes 14:24,26,27
Yes 46:10-11).
Orang
Arminian / non Reformed percaya bahwa Allah bisa mengubah RencanaNya, dan
percaya bahwa Rencana Allah bisa gagal. Sebetulnya ini suatu penghinaan bagi
Allah karena ini menyamakan Allah dengan manusia, yang sering harus mengubah
rencananya dan gagal dalam mencapai rencananya!
Ada
banyak hal yang tidak memungkinkan Allah mengubah rencanaNya / gagal dalam
mencapai rencanaNya:
·
ayat-ayat dalam point c di atas secara
jelas menunjukkan bahwa Rencana Allah tak mungkin berubah atau gagal!
·
kemahatahuan Allah.
Pada waktu Allah merencanakan,
bukankah Ia sudah tahu apakah rencanaNya akan berhasil
atau gagal?
·
kemahabijaksanaan Allah.
Kebijaksanaan Allah
menyebabkan Ia pasti membuat rencana yang terbaik. Kalau
rencana ini diubah, maka akan menjadi bukan yang terbaik. Ini tidak mungkin!
·
kemahakuasaan Allah.
Manusia sering gagal mencapai
rencananya atau terpaksa mengubah rencananya karena ia
tidak maha kuasa. Tetapi Allah yang maha kuasa tidak mungkin gagal mencapai
rencanaNya atau terpaksa harus mengubah rencanaNya!
·
kedaulatan Allah tidak memungkinkan Ia untuk mengubah rencanaNya, karena
perubahan rencana berarti Ia menjadi tergantung pada situasi dan kondisi (tidak
lagi berdaulat).
Kalau Kristus berdosa, maka Ia harus mati untuk dosaNya sendiri, sehingga Ia tidak bisa
menebus dosa umat manusia. Jadi kalau ada kemungkinan bagi
Kristus untuk berdosa, maka itu berarti ada kemungkinan bagi Rencana Allah
(tentang Penebusan) untuk gagal.
5) Dilihat dari
hakekat-hakekat yang ada dalam diri Kristus:
·
hakekat manusia mempunyai sifat ‘bisa
berdosa’ (posse peccare).
·
hakekat ilahi mempunyai sifat ‘tidak
bisa berdosa’ (non posse peccare).
Berdasarkan
Communicatio Idiomatum, maka semua
sifat dari hakekat manusia maupun hakekat ilahi diberikan kepada pribadi
Kristus. Jadi seharusnya pribadi Kristus mempunyai sifat
‘bisa berdosa’ dan ‘tidak bisa berdosa’. Tetapi
kesimpulan ini ditolak oleh orang-orang Reformed pada umumnya.
a) Pandangan Louis
Berkhof.
Adanya Communicatio Charismatum dimana hakekat
manusia dari Kristus ditinggikan melebihi makhluk-makhluk ciptaan yang lain
melalui pemberian karunia-karunia Roh dalam hal intelek, kehendak dan kuasa,
terutama dalam hal ketidak-mungkinannya untuk berbuat dosa.
Jadi,
Louis Berkhof beranggapan bahwa hakekat manusia Kristus itu sendiri sudah tidak
bisa berbuat dosa. Dan ini menyebabkan pribadi Kristus tidak bisa berdosa.
b) Pandangan W.G.T.
Shedd.
Shedd
beranggapan bahwa hakekat manusia dari Kristus bisa berdosa (posse peccare), tetapi dalam persatuan
antara hakekat manusia dan hakekat ilahi dalam satu pribadi, hakekat ilahilah
yang menguasai dan mengontrol hakekat manusia, dan bukan sebaliknya. Jadi
kekuatan pribadi Kristus untuk melawan godaan / serangan setan setara dengan
kekuatan dari hakekat ilahi untuk melawan godaan / serangan setan. Dengan
demikian, apa yang bisa dilakukan oleh hakekat manusia Kristus kalau hakekat
manusia itu terpisah dari hakekat ilahi (yaitu bisa berbuat dosa), tidak bisa
dilakukan oleh persatuan dari hakekat manusia dan hakekat ilahi dalam pribadi
Kristus.
Jadi
doktrin Shedd tentang Communicatio
Idiomatum adalah bahwa semua sifat dari hakekat ilahi diberikan kepada
pribadi Kristus, tetapi untuk hakekat manusia, ada 1 sifat yang tidak bisa
diberikan kepada pribadi Kristus, yaitu sifat ‘bisa berdosa’.
Alasan
Shedd adalah: dalam persoalan dosa, hakekat ilahi tidak bisa membiarkan hakekat
manusia pada keterbatasannya. Kalau hakekat ilahi melakukan hal itu, hakekat
ilahi sendiri sudah berdosa:
“In
this latter instance, the divine nature cannot innocently and righteously leave
the human nature to its own finiteness without any support from the divine, as
it can in other instances” (= Dalam hal yang terakhir ini, hakekat ilahi tidak bisa secara tak
berdosa dan secara benar, meninggalkan hakekat manusia pada keterbatasannya
tanpa pertolongan dari hakekat ilahi, seperti yang bisa dilakukan oleh hakekat
ilahi dalam hal-hal lain) - ‘Shedd’s
Dogmatic Theology’, vol II, hal 333-334.
c) Pandangan R.L.
Dabney.
Persatuan
2 hakekat itu adalah suatu perisai bagi hakekat manusia terhadap kesalahan:
“It is impossible that the
person constituted in union with the eternal and immutable Word, can sin; for
this union is an absolute shield to the lower nature, against error” (= Adalah tidak mungkin bahwa pribadi yang terbentuk / terdapat
dalam persatuan dengan Firman yang kekal dan yang tak berubah, bisa berdosa;
karena persatuan ini adalah suatu perisai yang mutlak bagi hakekat yang lebih
rendah, terhadap kesalahan) - ‘Lectures in
Systematic Theology’, hal 471.
Dalam persatuan hakekat
manusia dengan LOGOS, hakekat manusia itu dikuasai sepenuhnya oleh Roh Kudus:
“This lower nature, upon its
union with the Word, was imbued with the full influence of the Holy
Ghost” (= Hakekat yang lebih rendah ini,
dalam persatuannya dengan Firman, dikaruniai dengan pengaruh penuh dari Roh
Kudus) - ‘Lectures in Systematic
Theology’, hal 471.
Dabney juga memberikan
dasar-dasar Kitab Suci yang menunjukkan peranan Roh Kudus dalam diri Kristus,
yaitu: Maz 45:8
Yes 11:2,3 Yes 61:1
(bdk. Luk 4:21)
Luk 4:1 Yoh 1:32 Yoh 3:34.
Ini kelihatannya sesuai dengan
pandangan Calvin, karena dalam komentarnya tentang Mat 4:1 (dimana Kristus
dipenuhi oleh Roh Kudus sebelum Ia dicobai oleh setan)
ia berkata sebagai berikut:
“Christ was fortified by the
Spirit with such power that the darts of Satan could not pierce him” (= Kristus dibentengi oleh Roh dengan kuasa sedemikian rupa sehingga
panah-panah Setan tidak bisa menusukNya).
d) G. C. Berkouwer
mengutip seseorang yang berkata:
“The inner incapacity for sin
results from the fact that the ‘I’ of the human nature is the
Logos” (= Ketidak-mampuan untuk berbuat
dosa merupakan akibat dari fakta bahwa ‘Aku’ dari hakekat manusia
itu adalah Logos)
- ‘Studies in Dogmatics: The Person
of Christ’, hal 258.
Perlu
ditambahkan kata-kata Herman Hoeksema sebagai berikut:
“My person is that which I know
to be the subject of all my actions, ... It is not my nature, my body or my
soul, my brain, my eye, my ear, my mouth, my feet, that acts, thinks, sees,
hears, speaks, runs; but it is my person. I act, I think, I see, and I hear and
speak and run, in and through my nature. ... Now in Christ this person is the
Son of God, the Second Person of the Holy Trinity” (= Pribadiku adalah apa yang aku ketahui merupakan subyek dari
semua tindakanku, ... Bukanlah hakekatku, tubuhku atau jiwaku, otakku, mataku,
telingaku, mulutku, kakiku, yang bertindak, berpikir, melihat, mendengar,
berbicara, lari; tetapi pribadikulah yang melakukannya. Aku bertindak, aku berpikir, aku melihat,
dan aku mendengar dan berbicara dan berlari, di dalam dan melalui hakekatku.
... Dalam hal Kristus, pribadiNya adalah Anak Allah, pribadi yang kedua dari
Tritunggal yang Kudus) - ‘Reformed
Dogmatics’, hal 359-360.
Karena
pribadi merupakan subyek dari semua tindakan, maka jelaslah bahwa Kristus tidak
bisa berbuat dosa, karena pribadiNya adalah Allah Anak / LOGOS sendiri!
e) G. C. Berkouwer
juga memberikan pandangan Abraham Kuyper (yang kelihatannya merupakan gabungan
dari pandangan c) dan d). Berkouwer berkata sebagai berikut:
“Kuyper says that owing to the
human nature of Christ there was in him the possibility of sin (as it existed
in Adam before the Fall). But since Jesus did not
assume a human person, a ‘homo’, but human nature, and since there
was in him no human ego (to realize this possibilitas) but, on the contrary,
the human nature remained eternally united to the second person of the Trinity,
therefore the control of this divine person makes it absolutely impossible for
the possibilitas to become reality” [= Kuyper mengatakan
bahwa hakekat manusia Kristus menyebabkan dalam Dia ada kemungkinan untuk
berbuat dosa (seperti yang ada dalam Adam sebelum Kejatuhan dalam dosa). Tetapi
karena Yesus tidak mengambil seorang pribadi manusia, seorang
‘manusia’, tetapi hakekat manusia, dan karena dalam Dia tidak ada
ego manusia (untuk mewujudkan kemungkinan ini) tetapi, sebaliknya, hakekat
manusia itu tetap bersatu secara kekal dengan pribadi kedua dari Trinitas,
karena itu kontrol dari pribadi ilahi ini menyebabkan ketidakmungkinan mutlak
untuk terwujudnya kemungkinan tersebut] - ‘Studies
in Dogmatics: the Person of Christ’, hal 259.
Sekalipun pandangan-pandangan
tersebut di atas (a - e) berbeda satu sama lain,
tetapi kesimpulannya adalah sama, yaitu: pribadi Kristus tidak bisa berdosa.
B) Kristus bisa
berdosa (posse peccare).
1) Charles Hodge berkata:
“The sinlessness of our Lord,
however, does not amount to absolute impeccability. ... If He was a true man He
must have been capable of sinning. ... Temptation implies the possibility of
sin. If from the constitution of his person it was impossible for Christ to
sin, then his temptation was unreal and without effect, and He cannot
sympathize with his people” (= Tetapi,
ketidak-berdosaan Tuhan kita, tidak berarti ketidak-bisa-berdosaan yang mutlak. ...
Jadi,
alasan yang diberikan oleh Charles Hodge untuk mendukung pandangan ini adalah:
·
Kalau Kristus menjadi manusia yang sama
seperti kita (Ibr 2:14-17), maka Ia juga harus bisa berbuat dosa, sama
seperti kita.
Jawab:
Ini bisa
dijawab dengan point A no 5 di atas.
·
Kalau Kristus tidak bisa berbuat dosa, Ia
tidak bisa dicobai. Dengan kata lain, fakta bahwa Kristus dicobai, menunjukkan
bahwa Ia bisa berbuat dosa.
Jawab:
Pandangan
ini tidak benar, karena bahwa suatu pasukan tidak bisa dikalahkan, tidak
berarti bahwa pasukan itu tidak bisa diserang. Jadi analoginya adalah: bahwa
Kristus tidak bisa berdosa, tidak berarti Ia tidak bisa dicobai.
·
Kalau Kristus tidak bisa berbuat dosa, maka
pencobaan yang Ia alami tidak nyata dan tidak berguna, dan Ia tidak bisa
bersimpati dengan umatNya.
Jawab:
·
Sekalipun Kristus tidak bisa berbuat dosa, ini tidak berarti
bahwa pencobaan yang dialami oleh Kristus adalah sepele / ringan
(bdk. Mat 26:36-46 Ibr 2:18 Ibr 4:15
Ibr 5:7-8).
Tentang
hal ini Berkouwer berkata:
“Christ’s sinlessness
does not nullify the temptation but rather demonstrates its superiority in the
teeth of temptation” (= ketidak-berdosaan Kristus tidak
meniadakan pencobaan tetapi sebaliknya menunjukkan kesuperiorannya dalam
gigitan pencobaan) - ‘Studies in
Dogmatics: the Person of Christ’, hal 263.
·
Pada waktu membahas tentang pencobaan di
“Sympathy with the sinner in
his trial does not depend on the experience of sin, but on the experience of
the strength of the temptation to sin, which only the sinless can know in its
full intensity. He who falls yields before the last strain” (= Simpati dengan orang berdosa dalam pencobaannya tidak
tergantung pada pengalaman tentang dosa, tetapi pada pengalaman tentang
kekuatan pencobaan kepada dosa, yang hanya orang yang tak berdosa bisa
mengetahuinya dalam intensitasnya sepenuhnya. Ia yang jatuh, menyerah sebelum tekanan terakhir) - hal 157.
Geldenhuis
juga mengutip Plummer yang berkata:
“... a righteous man, whose will
never falters for a moment, may feel the attractiveness of the advantage more
keenly than the weak man who succumbs; for the latter probably gave way before
he recognised the whole of the attractiveness” (= ... orang yang benar, yang tidak pernah goyah sesaatpun,
bisa merasakan daya tarik dari keuntungan dengan lebih hebat / keras dari pada
orang lemah yang menyerah / mengalah; karena yang terakhir ini mungkin menyerah
sebelum ia mengenal seluruh daya tarik itu) - hal 157.
Dari 2
kutipan di atas ini Geldenhuis menyimpulkan:
“If we bear these
considerations in mind we shall realise that the Saviour experienced the
violence of the attacks of temptation as no other human being ever did, because
all others are sinful and therefore not able to remain standing until the
temptations have exhausted all their terrible violence in assailing them” (= Jika kita mengingat pertimbangan-pertimbangan ini, kita akan
menyadari bahwa sang Juruselamat mengalami hebatnya serangan pencobaan yang
tidak pernah dialami oleh orang lain, karena semua yang lain adalah orang
berdosa dan karena itu tidak bisa tetap berdiri sampai pencobaan-pencobaan itu
menghabiskan seluruh kekuatannya dalam menyerang mereka) -
hal 157.
Illustrasi dan contoh:
o
Kalau seorang petinju yang tidak terlalu tahan pukul menghadapi
Mike Tyson, maka mungkin sekali bahwa baru satu kali terkena pukulan Mike Tyson
ia sudah KO, sehingga ia tidak merasakan seluruh
kekuatan Mike Tyson. Tetapi petinju lain yang betul-betul tahan pukulan, tidak
jatuh sekalipun terkena banyak pukulan Tyson, sehingga ia
betul-betul merasakan seluruh kekuatan Tyson.
o Orang
yang mengalami godaan sex. Kalau begitu ada godaan ia langsung menyerah, maka
jelas bahwa ia tidak merasakan seluruh kekuatan godaan itu. Tetapi kalau ia
bertahan, maka orang yang menggodanya itu akan menggunakan bermacam-macam cara
dan taktik untuk menjatuhkannya, sehingga ia akan merasakan seluruh kekuatan
godaan itu.
2) Ada juga yang
membuktikan bahwa Kristus bisa berbuat dosa dengan menggunakan Mat 26:53
dimana Yesus berkata: “Atau
kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada BapaKu, supaya Ia segera
mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku?”.
Ayat ini
dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa saat itu Yesus ada di persimpangan
jalan. Ia bisa memilih untuk tunduk pada kehendak Allah, dengan membiarkan
diriNya ditangkap dan dibunuh. Tetapi Ia bisa juga memilih untuk tidak tunduk
pada kehendak Allah, dengan berdoa kepada BapaNya supaya BapaNya mengirim lebih
dari 12 pasukan malaikat membantu Dia. Sekalipun akhirnya / dalam faktanya Ia
memilih untuk taat pada kehendak Allah, tetapi ayat ini dianggap sebagai dasar
untuk menunjukkan bahwa sebetulnya Ia bisa saja tidak tunduk pada kehendak
Allah.
Jawab:
Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan:
·
Yesus mengucapkan Mat 26:53 ini hanya
untuk meluruskan pemikiran / tindakan dari Petrus yang berusaha ‘menolong
Yesus’ dengan membacok telinga hamba Imam Besar.
·
Calvin beranggapan bahwa dalam
Mat 26:53 ini Yesus hanya mengandaikan.
Jadi maksudnya
adalah sebagai berikut: Andaikata saja hal itu tidak bertentangan dengan
kehendak Allah, maka dari pada dibantu oleh Petrus menggunakan pedangnya,
Yesus mempunyai cara yang lebih baik, yaitu berdoa kepada Bapa untuk mengirim
lebih dari 12 pasukan malaikat.
·
Mat 26:53 tidak boleh dipisahkan dari
Mat 26:54 yang berbunyi: “Jika
begitu, bagaimanakah mungkin akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang
mengatakan bahwa harus terjadi demikian?”.
Kata ‘harus’
menunjukkan bahwa penangkapan terhadap Kristus dan kematianNya, tidak bisa
tidak terjadi!
·
kita juga harus mengingat doa Yesus dalam
taman Getsemani dimana Ia berdoa: “Ya
BapaKu, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan itu lalu dari padaKu”
(Mat 26:39a). Tetapi karena kesucianNya, yang tidak memungkinkan Dia untuk
menentang kehendak Allah, Ia lalu menambahkan: “Tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang
Engkau kehendaki” (Mat 26:39b).
Karena
itu, andaikatapun Yesus di sini berdoa meminta Bapa mengirim pasukan malaikat,
tidakkah Ia juga akan menambahkan kata-kata dalam Mat 26:39 itu?
C) Kristus bisa tidak berdosa (posse non peccare).
Pandangan
ini berkata bahwa Kristus bukannya ‘tidak bisa berdosa’ (non posse peccare), juga bukannya
‘bisa berdosa’ (posse
peccare), tetapi ‘bisa tidak berdosa’ (posse non peccare).
Jawab:
Pandangan
ini juga tidak logis, karena memiliki sifat ‘bisa tidak berdosa’
tanpa memiliki sifat ‘bisa berdosa’ adalah sama dengan memiliki
sifat ‘tidak bisa berdosa’.
PNP PNP NPP
½ ½ ½
½ A B
½ C ½ D
¾¾¾+¾¾¾¾¾+¾¾¾¾¾¾+¾¾¾¾¾+¾¾¾¾¾¾
½ ½
½
½ ½
½
PP NPNP PP
Keterangan
gambar:
PP = posse peccare = possible to sin = bisa berdosa.
PNP = posse non peccare = possible not to sin = bisa tidak berdosa.
NPNP =
non posse non peccare = not possible not
to sin = tidak bisa tidak berdosa.
NPP = non posse peccare = not possible to sin = tidak bisa berdosa.
A = Adam
dan Hawa sebelum jatuh ke dalam dosa. Mereka ‘bisa berdosa’ dan
‘bisa tidak berdosa’.
B = orang
dalam dosa yang masih di luar Kristus. Mereka ‘tidak bisa tidak
berdosa’.
C = orang
yang ada dalam Kristus. Mereka dikembalikan kepada kondisi Adam dan Hawa
sebelum jatuh ke dalam dosa, yaitu ‘bisa berdosa’ dan ‘bisa
tidak berdosa’.
D = orang
kristen di surga. Mereka ‘tidak bisa berdosa’.
Sekarang
perhatikan hanya bagian C dan D saja. Pada waktu ada di C, manusia ‘bisa
berdosa’ dan ‘bisa tidak berdosa’. Pada waktu masuk ke D,
‘bisa berdosa’ hilang, tetapi yang tertinggal bukanlah ‘bisa
tidak berdosa’, melainkan berubah menjadi ‘tidak bisa berdosa’.
Dari sini
jelas bahwa ‘bisa tidak berdosa’ tanpa disertai ‘bisa
berdosa’, menjadi ‘tidak bisa berdosa’.