Bolehkah
Kita Merayakan
oleh: Pdt. Budi Asali M.Div.
5) Natal
berasal dari kekafiran.
Internet:
1. “Catatan-catatan sejarah di dalam Ensiklopedia, yang bisa
kita dapatkan di perpustakaan-perpustakaan, dan yang dapat dipercaya,
memberikan fakta-fakta ini: bahwa
2. “Mengikuti
CARA-CARA ORANG KAFIR bukanlah persoalan mengenai mana yang harus kita lakukan
atau mana yang tidak boleh kita lakukan menurut pemikiran kita sendiri. Di
dalam 1 Raja-raja 11:4-11 Allah menghukum raja Salomo untuk hal yang satu ini.
Allah merobek Kerajaannya darinya”.
Penyamaan dengan Salomo, yang memang
mendukung penyembahan berhala ini merupakan kegilaan yang tidak perlu ditanggapi.
3. “Tradisi
ini mungkin berasal dari perayaan Saturnalia, di mana para budak menjadi
sejajar dengan tuannya. Membakar kayu Natal dimasukkan menjadi adat orang
Inggris yang asalnya dari adat orang Skandinavia tatkala mereka menghormati
titik balik matahari pada musim dingin”.
4. “Asal
mula Natal. Alasan mengapa menetapkan tanggal 25 Desember sebagai Natal
adalah tidak jelas, tetapi seperti yang dipercayai tanggal ini dipilih
untuk menyesuaikan dengan perayaan penyembahan berhala yang berlangsung pada
musim dingin waktu terjadi titik balik matahari, yaitu ketika siang hari mulai
panjang, untuk merayakan lahirnya kembali sang matahari. Suku-suku bangsa Eropa
Utara merayakan Natal mereka pada musim dingin waktu titik balik matahari untuk
merayakan kelahiran kembali sang matahari (dewa) sebagai yang memberikan terang
dan kehangatan. Saturnalia Romawi (perayaan yang dipersembahkan kepada
Saturnus, dewa pertanian) juga berlangsung pada waktu tersebut, dan beberapa
adat Natal diperkirakan berakar pada perayaan penyembahan berhala ini.
Perayaan ini diadakan oleh beberapa orang terpelajar bahwa kelahiran Kristus
sebagai Terang Dunia dianalogikan dengan kelahiran kembali sang matahari agar
supaya kekristenan menjadi lebih berarti bagi para petobat baru yang dulunya
menyembah matahari”.
Jawaban saya:
a) Penulis di
internet ini berbicara dengan lidah bercabang.
Perhatikan
bagian-bagian yang saya garis bawahi dari kutipan pertama, ketiga dan keempat. Dalam
kutipan pertama dia mengatakan bahwa hal itu (bahwa
b) Asal usul
Di sini saya memberikan
informasi dari Encyclopedia Britannica tentang sejarah Natal, juga tentang kata
‘Christmas’, dan asal usul tanggal 25
Desember dan perayaannya.
Encyclopedia Britannica 2000
dengan topik ‘Christmas’: “from Old English Cristes maesse,
‘Christ’s mass’), Christian festival celebrated on December
25, commemorating the birth of Jesus Christ. It is also a popular secular
holiday. According to a Roman almanac, the Christian festival of Christmas was
celebrated in
Saya
hanya menterjemahkan bagian yang saya garis bawahi:
“Alasan
mengapa Natal sampai dirayakan pada tanggal 25 Desember tetap tidak pasti, tetapi paling
mungkin alasannya adalah bahwa orang-orang kristen mula-mula ingin tanggal itu
bertepatan dengan hari raya kafir Romawi yang menandai ‘hari lahir dari
matahari yang tak terkalahkan’ ...; hari raya ini merayakan titik balik
matahari pada musim dingin, dimana siang hari kembali memanjang dan matahari
mulai naik lebih tinggi di langit. Jadi, kebiasaan yang
bersifat tradisionil yang berhubungan dengan
Encyclopedia
Britannica 2000 dengan topik ‘from church year Christmas’: “The
word Christmas is derived from the Old English Cristes maesse,
‘Christ’s
Saya
hanya menterjemahkan bagian yang saya garis bawahi:
“Tidak ada tradisi
tertentu yang pasti tentang tanggal kelahiran Kristus. Para penghitung
waktu Kristen dari abad ketiga percaya bahwa penciptaan dunia / alam semesta
terjadi pada musim semi di saat siang dan malam sama lamanya, yang pada saat
itu dianggap sebagai tanggal 25 Maret; karena itu penciptaan baru dalam
inkarnasi (yaitu ‘pembuahan’ / mulai adanya janin Kristus) dan kematian Kristus
harus terjadi pada hari yang sama, dengan kelahiranNya 9 bulan berikutnya pada
titik balik matahari pada musim dingin, 25 Desember. ... Banyak orang
memberikan teori bahwa hari raya tentang kelahiran Kristus, hari lahir dari
‘surya kebenaran’ (Mal 4:2) ditetapkan di Roma, atau mungkin di
Afrika Utara, sebagai suatu saingan Kristen terhadap hari raya kafir dari Surya
yang tak terkalahkan pada titik balik matahari. ... Keadaan yang tepat tentang permulaan / asal usul hari
Perhatikan
2 hal:
1. Kata-kata ‘tetap
tidak pasti’, ‘tidak ada tradisi tertentu yang pasti’, dan
‘keadaan
yang tepat tentang permulaan / asal usul hari Natal tetap kabur’,
yang saya cetak dengan huruf besar itu. Ini menunjukkan bahwa
asal usul kafir itu memang tidak bisa dipastikan. Lalu
mengapa orang-orang bodoh yang anti
2. Sedikitnya
ada 4 asal usul tanggal 25 Desember (yang tiga dari Encyclopedia Britannica
2000 di atas, dan yang satu ditambahkan oleh Alfred Edersheim), yaitu:
a. Hari raya Romawi yang
memperingati titik balik matahari.
b. Hari
lahir dari dewa bangsa Iran.
c. Itu
ditentukan oleh para penghitung waktu Kristen (sekalipun dengan cara yang
sangat tidak masuk akal).
d. Alfred Edersheim memberikan asal usul tanggal 25 Desember yang
berbeda.
Alfred Edersheim: “the date of the Feast of the
Dedication - the 25th of Chislev - seems to have been adopted by the
ancient Church as that of the birth of our blessed Lord - Christmas - the
Dedication of the true Temple, which was the body of Jesus” [= tanggal dari hari raya
Pentahbisan Bait Allah - bulan Kislew tanggal 25 - kelihatannya telah diadopsi
oleh Gereja kuno sebagai tanggal kelahiran dari Tuhan kita yang terpuji - Natal
- Pentahbisan dari Bait Allah yang sejati, yang adalah tubuh dari Yesus (bdk. Yoh 2:19-22)] - ‘The
Perhatikan
bahwa point c. dan d. tidak menunjukkan asal usul dari kafir!
Semua
ini jelas menunjukkan bahwa asal usul tanggal 25 Desember sebagai hari
c) Sekarang andaikata tanggal 25 Desember itu
memang diadopsi dari hari raya kafir, kita masih harus memperhitungkan apa motivasi orang-orang kristen pada saat itu untuk
melakukan hal tersebut.
Encyclopedia
Britannica 2000 yang sudah saya kutip di atas, mengatakan bahwa ada teori yang
mengatakan bahwa orang-orang kristen mengadopsi
tanggal itu supaya perayaan
Encyclopedia
Britannica 2000 dengan topik ‘from church year Christmas’: “The
word Christmas is derived from the Old English Cristes maesse,
‘Christ’s
Saya
hanya menterjemahkan bagian yang saya garis bawahi:
“Banyak
orang memberikan teori bahwa hari raya tentang kelahiran Kristus, hari lahir
dari ‘surya kebenaran’ (Mal 4:2) ditetapkan di Roma, atau mungkin
di Afrika Utara, sebagai suatu saingan Kristen terhadap hari raya kafir dari
Surya yang tak terkalahkan pada titik balik matahari”.
Hal yang mirip dengan itu adalah, baik Nebukadnezar dan Artahsasta
disebut dengan istilah ‘raja di atas segala raja’.
Dan 2:37 - “Ya tuanku raja, raja segala
raja, yang kepadanya oleh Allah semesta langit telah diberikan kerajaan,
kekuasaan, kekuatan dan kemuliaan”.
Ezra 7:12 - “‘Artahsasta, raja segala
raja, kepada Ezra, imam dan ahli Taurat Allah semesta langit, dan
selanjutnya. Maka sekarang”.
Tetapi gelar dari raja kafir itu lalu diberikan kepada Yesus / Allah.
1Tim 6:15 - “yaitu saat yang akan ditentukan
oleh Penguasa yang satu-satunya dan yang penuh bahagia, Raja di atas segala
raja dan Tuan di atas segala tuan”.
Wah 17:14
- “Mereka akan
berperang melawan Anak Domba. Tetapi Anak Domba akan
mengalahkan mereka, karena Ia adalah Tuan di atas segala tuan dan Raja di
atas segala raja. Mereka bersama-sama dengan Dia juga akan menang, yaitu
mereka yang terpanggil, yang telah dipilih dan yang setia.’”.
Wah 19:16 - “Dan pada jubahNya dan pahaNya
tertulis suatu nama, yaitu: ‘Raja segala raja dan Tuan di atas
segala tuan.’”.
Mengapa bisa demikian? Jawabannya diberikan oleh Encyclopedia di bawah
ini.
The
International Standard Bible Encyclopedia, vol II: “The
title ‘King of kings,’ denoting absolute authority rather than divinity
per se, is used of God and Christ in the NT (always with ‘Lord of
lords’: 1Tim. 6:15; Rev. 17:14; 19:16). Its use was a response by both
Jews and Christians to the practice of deifying earthly political rulers” [= Gelar
‘Raja segala raja’ lebih menunjukkan otoritas mutlak dari pada
keilahian sendiri, digunakan terhadap Allah dan Kristus dalam PB (selalu dengan
‘Tuhan segala Tuhan’: 1Tim 6:15; Wah 17:14; 19:16). Penggunaannya
merupakan suatu tanggapan baik oleh orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen
terhadap praktek pendewaan penguasa-penguasa politik duniawi] -
hal 508.
Jadi rupanya pada jaman itu banyak raja
duniawi disebut dengan istilah ‘raja di atas segala
raja’. Orang-orang
kristen merasakan itu sebagai tidak tepat, dan mereka menganggap hanya Yesus /
Allah yang pantas memakai gelar itu, dan mereka lalu memberikan gelar itu
kepada Allah / Yesus, dan bahkan setiap kali gelar itu mereka berikan kepada
Allah / Yesus, maka mereka menambahi dengan kata-kata ‘Tuhan atas segala Tuhan’. Jadi mereka menampilkan Yesus / Allah sebagai
saingan terhadap raja-raja kafir yang didewakan oleh rakyat kafir mereka.
Apakah ini juga mau kita anggap berasal dari kafir? Kalau mau dikatakan berasal
dari kafir, memang jelas berasal dari kafir. Tetapi apakah kita mau menyalahkan
motivasi mereka, yang sebetulnya bisa dikatakan sebagai ‘mulia’?
Demikian juga, andaikata Natal memang
diambil dari kafir, tetapi motivasinya adalah untuk menyaingi hari-hari raya
kafir, itu adalah sesuatu yang ‘mulia’, dan bertujuan untuk
memuliakan Tuhan.
Apa maksudnya orang-orang kristen itu menyaingi
hari-hari raya kafir itu? Mungkin pada jaman itu orang-orang kristen tertentu sering menghadiri hari raya kafir, dan pada
saat-saat seperti itu biasanya mereka jatuh ke dalam dosa-dosa tertentu,
seperti penyembahan berhala, perzinahan, makan makanan yang telah
dipersembahkan kepada berhala, dan sebagainya. Karena itu gereja lalu
menepatkan
Ini
mirip dengan kalau gereja mengadakan acara pada malam tahun baru (tanggal 31
Desember), yang sebenarnya sama sekali bukan hari
kristen / rohani, tetapi sebaliknya hanya merupakan hari sekuler. Dari pada jemaatnya pergi ke tempat-tempat hiburan yang tidak
karuan, lebih baik mereka diarahkan untuk pergi ke gereja. Hanya orang
bodoh dan tidak rohani yang akan menyalahkan hal
seperti ini!
d) Dalam
kristen maupun dalam kehidupan kita sehari-hari ada banyak hal yang berasal
dari kekafiran, tetapi tetap dipertahankan, setelah dibuang kekafirannya. Sebagai contoh adalah gelar ‘raja di atas segala raja’ yang sudah kita bahas di atas. Saya akan
memberikan beberapa contoh lain:
1. Nama ‘Lucifer’ (KJV) / ‘Bintang Timur’ (Yes 14:12), yang berasal dari astrology, suatu bentuk pemberhalaan.
Yes 14:12 - “‘Wah, engkau sudah jatuh
dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan
dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa!”.
KJV: ‘How
art thou fallen from heaven, O Lucifer, son of the morning!
how art thou cut down to the ground, which didst
weaken the nations!’ (= Bagaimana engkau jatuh dari surga, hai Lucifer
/ Bintang Timur, putera pagi / Fajar! bagaimana engkau ditebang /
dijatuhkan ke tanah, yang melemahkan bangsa-bangsa!).
Dari ‘International
Standard Bible Encyclopedia’ dengan topik ‘ASTROLOGY’:
“THE WORSHIP OF THE HEAVENLY
BODIES THE FORM OF IDOLATRY TO WHICH THE ISRAELITES WERE MOST PRONE: ... 5.
Lucifer, the Shining Star” (= Penyembahan
terhadap benda-benda surgawi / angkasa; bentuk pemberhalaan terhadap mana
bangsa
Tetapi nama
‘Lucifer’ / ‘Bintang Timur’ ini akhirnya dipakai oleh
Yesus untuk diriNya sendiri dalam Wah 22:16 - “‘Aku, Yesus, telah mengutus
malaikatKu untuk memberi kesaksian tentang semuanya ini kepadamu bagi
jemaat-jemaat. Aku adalah tunas, yaitu keturunan Daud, bintang timur
yang gilang-gemilang.’”.
Kalau Yesus sendiri boleh
menggunakan suatu nama yang berasal dari kekafiran
untuk diriNya sendiri, lalu mengapa kita tidak boleh?
Catatan: sebetulnya merupakan sesuatu
yang salah untuk mengatakan bahwa kata Lucifer itu menunjuk kepada pemimpin
malaikat yang lalu jatuh dan menjadi setan.
·
Kata / nama ‘Lucifer’ hanya muncul satu kali dalam Kitab Suci, yaitu
dalam Yes 14:12, dan itupun hanya dalam versi-versi Kitab Suci tertentu,
seperti KJV, NKJV, Living Bible. Selain ketiga versi ini, saya tidak tahu
apakah ada versi lain lagi yang menterjemahkannya seperti itu.
·
Kata / nama ‘Lucifer’, berarti ‘light-bearer’ (= pembawa terang), dan merupakan nama bahasa
Latin untuk planet Venus, benda yang paling terang di langit selain matahari
dan bulan, yang kelihatan sebagai suatu bintang, kadang-kadang pada malam dan
kadang-kadang pada pagi (‘The New
Bible Dictionary’).
Kata ‘Bintang Timur’
/ ‘Lucifer’ dalam Yes 14:12 ini lalu ditujukan kepada Iblis / setan, karena:
¨ kontex dari Yes 14:12,
khususnya Yes 14:12-14 yang berbunyi: “(12) Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai
Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi,
hai yang mengalahkan bangsa-bangsa! (13) Engkau yang tadinya berkata dalam
hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi
bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di
sebelah utara. (14) Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak
menyamai Yang Mahatinggi!”.
¨
dihubungkan dengan ayat-ayat seperti:
*
Luk 10:18 - “Lalu kata Yesus kepada
mereka: ‘Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit.”.
*
Wah 9:1
- “Lalu malaikat yang kelima meniup sangkakalanya, dan aku
melihat sebuah bintang yang jatuh dari langit ke atas bumi, dan kepadanya
diberikan anak kunci lobang jurang maut”.
*
Wah 12:9
- “Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau
Satan, yang menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke
bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya”.
Tetapi, sekalipun penafsiran seperti ini sangat populer, ini adalah
penafsiran yang salah, karena:
a. Jelas bahwa
dalam Yes 14 istilah ‘Bintang Timur’
/ ‘Lucifer’ itu sebetulnya menunjuk kepada raja Babel.
Yes 14:4,22-23 - “(4) maka engkau akan memperdengarkan ejekan ini tentang
raja
b. Kejatuhan raja
Peristiwa sejarah tidak boleh dilambangkan / dialegorikan. Peristiwa
sejarah hanya bisa menjadi TYPE, tetapi kalau demikian, maka peristiwa itu akan
menunjuk ke masa depan, karena TYPE tidak pernah menunjuk ke masa lalu. Padahal
kejatuhan setan terjadi di masa lalu. Karena itu, saya menganggap bahwa text
tersebut (Yes 14) itu sama sekali tidak berbicara tentang setan maupun
kejatuhannya. Kalau saudara merasa bahwa penggambaran tentang raja Babel
(perhatikan bagian-bagian yang saya garis-bawahi dalam Yes 14:12-14)
rasanya tidak menunjuk kepada seorang manusia, maka ingatlah bahwa bagian ini
berbentuk suatu puisi, dan karenanya menggunakan bahasa puisi, yang tentunya
tidak bisa diartikan secara hurufiah.
Untuk mendukung pandangan saya
ini, saya memberikan 2 kutipan di bawah ini, yang merupakan komentar John
Calvin dan Adam Clarke tentang Yes 14:12.
Calvin: “The exposition of this passage, which some have given, as
if it referred to Satan, has arisen from ignorance; for the context plainly shows
that these statements must be understood in reference to the king of the
Babylonians. But when passages of Scripture are taken at random, and no
attention is paid to the context, we need not wonder that mistake of this kind
frequently arise. Yet it was an instance of very gross ignorance, to imagine
that Lucifer was the king of devils, and that the Prophet gave him this name.
But as these inventions have no probability whatever, let us pass by them as
useless fables” (= Exposisi yang diberikan oleh beberapa
orang tentang text ini, seakan-akan text ini menunjuk kepada setan / berkenaan
dengan setan, muncul / timbul dari ketidak-tahuan; karena kontex secara jelas
menunjukkan bahwa pernyataan-pernyataan ini harus dimengerti dalam hubungannya
dengan raja Babel. Tetapi pada waktu bagian-bagian Kitab Suci
diambil secara sembarangan, dan kontex tidak diperhatikan, kita tidak perlu
heran bahwa kesalahan seperti ini muncul / timbul. Tetapi itu merupakan
contoh dari ketidak-tahuan yang sangat hebat, untuk membayangkan bahwa Lucifer
adalah raja dari setan-setan, dan bahwa sang nabi memberikan dia nama ini. Tetapi karena penemuan-penemuan ini tidak
mempunyai kemungkinan apapun, marilah kita mengabaikan mereka sebagai dongeng /
cerita bohong yang tidak ada gunanya) - hal 442.
Adam Clarke: “And although the context speaks explicitly concerning
Nebuchadnezzar, yet this has been, I know not why, applied to the chief of the
fallen angels, who is most incongruously denominated Lucifer, (the bringer of
light!) an epithet as common to him as those of Satan
and Devil. That the Holy Spirit by his prophets should call this arch-enemy of
God and man the light-bringer, would be strange
indeed. But the truth is, the text speaks nothing at
all concerning Satan nor his fall, nor the occasion of that fall, which many
divines have with great confidence deduced from this text. O how necessary it
is to understand the literal meaning of Scripture, that
preposterous comments may be prevented!” [= Dan sekalipun kontexnya berbicara secara explicit tentang
Nebukadnezar, tetapi entah mengapa kontex ini telah diterapkan kepada kepala
dari malaikat-malaikat yang jatuh, yang secara sangat tidak pantas disebut /
dinamakan Lucifer (pembawa terang!), suatu julukan yang sama
umumnya bagi dia, seperti Iblis dan Setan. Bahwa Roh Kudus oleh nabiNya
menyebut musuh utama dari Allah dan manusia sebagai ‘pembawa
terang’, betul-betul merupakan hal yang sangat aneh. Tetapi kebenarannya
adalah, text ini tidak berbicara sama sekali tentang Setan maupun kejatuhannya,
ataupun saat / alasan kejatuhan itu, yang dengan keyakinan yang besar telah
disimpulkan dari text ini oleh banyak ahli theologia. O
alangkah pentingnya untuk mengerti arti hurufiah dari Kitab Suci, supaya
komentar-komentar yang gila-gilaan / tidak masuk akal bisa dicegah!] - hal 82.
2. Kata ‘Behold’ / ‘Lihatlah’
dalam Yes 7:14 diambil dari kekafiran dan diterapkan pada kelahiran
Kristus.
Yes 7:14 - “Sebab
itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu
suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan
melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel”.
KJV: ‘Therefore the Lord himself shall give
you a sign; Behold, a virgin shall conceive, and bear a son, and shall
call his name Immanuel’ (= Karena itu, Tuhan sendiri akan memberimu suatu tanda; Lihatlah, seorang perawan
akan mengandung, dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan akan menamaiNya
Immanuel).
E. J.
Young: “‘Behold!’
... It has also appeared in the texts from
Kalau Yesaya
boleh menggunakan kata yang berasal dari orang kafir dalam urusan berhala
mereka, dan menggunakannya untuk menubuatkan kelahiran Kristus, mengapa orang
Kristen jaman sekarang menolak
3. Kata Yunani THEOS (= Allah) mungkin juga
berhubungan dengan kekafiran, seperti yang dikatakan oleh Bavinck di bawah ini.
Herman Bavinck: “Formerly the Greek word
THEOS was held to be derived from TITHENAI, THEEIN, THEASTHAI.
At present some philologists connect it with Zeus, Dios, Jupiter, Deus,
Diana, Juno, Dio, Dieu. So interpreted it would be
identical with the Sanskrit ‘deva,’ the shinning heaven, from
‘divorce’ to shine. Others, however, deny all etymological
connection between the Greek word THEOS and the Latin Deus and connect the
former with the root THES in THESSASTHAI to desire, to invoke. In many
languages the words ‘heaven’ and ‘God’ are used
synonymously; the oldest Grecian deity Uranus was probably identical with the
Sanskrit Varuna; the Tartar and Turkish word ‘Taengri’ and the
Chinese word ‘Thian’ mean both heaven and God; and also in
Scripture the words heaven and God are sometimes used interchangeably; e.g., in
the expression ‘kingdom of heaven’ or ‘kingdom of
God.’” (= Dahulu dipercaya bahwa kata Yunani THEOS diturunkan
dari TITHENAI, THEEIN, THEASTHAI. Pada saat ini
beberapa ahli bahasa menghubungkannya dengan Zeus, Dios, Jupiter, Deus, Diana,
Juno, Dio, Dieu. Ditafsirkan demikian, maka kata itu menjadi identik dengan
kata Sansekerta ‘deva’,
‘langit / surga yang berkilau / bersinar’, dan berasal dari kata
‘div’ yang berarti ‘berkilau / bersinar’. Tetapi para
ahli bahasa yang lain menyangkal semua hubungan asal usul kata antara kata
Yunani THEOS dan kata Latin DEUS dan menghubungkan kata THEOS itu dengan akar
kata THES dalam THESSASTHAI, yang berarti ‘menginginkan’,
‘meminta / memohon’) - ‘The Doctrine of God’, hal 98-99.
Juga bandingkan dengan kata-kata Dabney di bawah ini.
R. L. Dabney: “... the Greek and Latin names of God, Zeuj and Jove. ... Now the votaries of
the comparative philology of modern days, will have Zeuj derived (by a change of Z to its
cognate D,) from the sanscrit root, Dis, whose
root-meaning was supposed to be ‘splendour.’ To the same source
they trace qeoj, Deus, Divus, Dies, &c. ... But as to Zeuj and Jove, may not another etymology be more probable? (as is confessed by some of the best Greek scholars) that Zeuj is from Zew, Zaw, ‘I live,’ and Zwh, ‘life.’ Notice, then, the
strange resemblance, almost an identity, between ‘Jehovah,’ and
‘Jove.’ The latter, with ‘pater,’ makes the
Latin nominative Jupiter - Jov-Pater - father Jove. If this origin is true,
then we have the Greek name of the chief God, Zeuj, involving the same fundamental
idea; ‘The Living One,’ - the self-existent source of life. This is
much more explanatory of the early myths touching Jove, as the ‘Father of
Gods and men,’ than the primary idea of the supposed sanscrit root” [= ... nama-nama Allah dalam bahasa Yunani dan Latin, Zeuj dan Jove. ... Sekarang penggemar-penggemar dari ilmu
perbandingan bahasa jaman modern, menurunkan kata Zeuj (dengan
suatu perubahan dari Z kepada D yang asal usulnya sama), dari akar kata Sansekerta, Dis, yang arti akar katanya
dianggap sebagai ‘semarak / kemegahan’. Kepada sumber / asal usul
yang sama mereka menelusuri qeoj, Deus, Divus, Dies,
&c. ... Tetapi berkenaan dengan Zeuj dan Jove, tidak bisakah etymology /
asal usul kata yang lain lebih memungkinkan? (seperti
yang diakui oleh sebagian ahli-ahli bahasa Yunani yang terbaik) bahwa Zeuj berasal dari Zew
(ZEO), Zaw (ZAO),
‘Aku hidup’, and Zwh (ZOE), ‘kehidupan’. Lalu perhatikan
kemiripan, dan bahkan hampir merupakan suatu keindetikan, yang aneh, antara
‘Yehovah’ dan ‘Jove’. Yang terakhir,
dengan ‘pater’, membuat kata nominatif bahasa Latin
‘Yupiter’ - ‘Yov-Pater’ - ‘bapa Jove’.
Jika asal usul ini benar, maka kita mempunyai nama
Yunani dari Allah utama / tertinggi, Zeuj, melibatkan pengertian dasar yang
sama; ‘Yang Hidup’, - sumber kehidupan yang ada dari dirinya
sendiri. Ini lebih memberi penjelasan dari mitos-mitos mula-mula mengenai Jove,
sebagai ‘Bapa dari Allah-Allah dan manusia-manusia’, dari pada
pengertian utama dari akar kata Sansekerta yang diduga]
- ‘Lectures in Systematic
Theology’, hal 145 (footnote).
Memang dalam Kitab Suci kata Elohim, Theos, dsb, dipakai, baik untuk menunjuk kepada Allah yang
benar, maupun kepada dewa-dewa / berhala-berhala kafir, bahkan kepada setan
(1Sam 28:13 2Kor 4:4). Apakah kita harus membuang penggunaan istilah itu?
1Sam 28:13 - “Maka berbicaralah raja
kepadanya: ‘Janganlah takut; tetapi apakah yang kaulihat?’
Perempuan itu menjawab Saul: ‘Aku melihat sesuatu yang ilahi (Ibrani: ELOHIM) muncul dari dalam
bumi.’”.
Istilah ELOHIM, yang biasanya
diterjemahkan ‘Allah’, di sini diterjemahkan ‘sesuatu yang
ilahi’, dan pasti menunjuk kepada setan.
2Kor 4:4 - “yaitu orang-orang yang tidak
percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah (THEOS)
zaman ini,
sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang
adalah gambaran Allah”.
Istilah ‘ilah zaman ini’ tentu menunjuk kepada setan.
4. Istilah dalam
Wah 1:4 yang digunakan untuk Allah juga mempunyai banyak kemiripan dengan
istilah-istilah yang digunakan terhadap dewa kafir.
Wah 1:4 - “Dari Yohanes kepada ketujuh jemaat yang di Asia
Kecil: Kasih karunia dan damai sejahtera menyertai kamu, dari Dia, yang ada
dan yang sudah ada dan yang akan datang, dan dari ketujuh roh yang ada di
hadapan takhtaNya”.
Barnes’ Notes (tentang
Wah 1:4):
“It is
remarkable that there are some passages in pagan inscriptions and writings
which bear a very strong resemblance to the language used here by John
respecting God. Thus, Plutarch (De Isa. et Osir., p.
354.), speaking of a
5. Pada jaman dahulu
(Perjanjian Lama) banyak orang kafir menyembah benda-benda angkasa, termasuk
bintang.
2Raja 23:5 - “Ia memberhentikan para imam dewa
asing yang telah diangkat oleh raja-raja Yehuda untuk membakar korban di bukit
pengorbanan di kota-kota Yehuda dan di sekitar Yerusalem, juga orang-orang yang
membakar korban untuk Baal, untuk dewa matahari, untuk dewa bulan, untuk
rasi-rasi bintang dan untuk segenap tentara langit”.
Amos 5:26
- “Kamu akan
mengangkut Sakut, rajamu, dan Kewan, dewa bintangmu, patung-patungmu
yang telah kamu buat bagimu itu”.
Kis 7:43
- “Tidak
pernah, malahan kamu mengusung kemah Molokh dan bintang dewa Refan,
patung-patung yang kamu buat itu untuk disembah. Maka Aku akan
membawa kamu ke dalam pembuangan, sampai di seberang
Juga bintang dipakai sebagai
alat meramal (horoscope) seperti dalam Yes 47:13 - “Engkau telah payah karena
banyaknya nasihat! Biarlah tampil dan menyelamatkan engkau orang-orang yang
meneliti segala penjuru langit, yang menilik bintang-bintang dan yang pada
setiap bulan baru memberitahukan apa yang akan terjadi atasmu!”.
Encyclopedia Britannica 2000
dengan topik ‘nature worship’, ‘Stars and
constellations’: “True
star worship existed only among some ancient civilizations associated with
Mesopotamia, where star worship was practiced” (= Penyembahan bintang yang
sesungguhnya hanya ada di antara beberapa kebudayaan kuno yang bersekutu dengan
Tetapi pada
kelahiran Kristus, bintang dipakai oleh Allah untuk memimpin orang-orang Majus
untuk bisa menemukan Kristus.
Mat 2:2,7,9-10
- “(2) dan
bertanya-tanya: ‘Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan
itu? Kami telah melihat bintangNya di Timur dan kami
datang untuk menyembah Dia.’ ... (7) Lalu dengan diam-diam Herodes
memanggil orang-orang majus itu dan dengan teliti bertanya kepada mereka,
bilamana bintang itu nampak. ... (9) Setelah mendengar kata-kata
raja itu, berangkatlah mereka. Dan lihatlah, bintang yang mereka lihat
di Timur itu mendahului mereka hingga tiba dan berhenti di atas tempat, di mana
Anak itu berada. (10) Ketika mereka melihat bintang
itu, sangat bersukacitalah mereka”.
Mengapa
Allah mau menggunakan bintang, yang tadinya merupakan ‘alat kafir’
ini, sebagai alatNya untuk menunjukkan Kristus kepada orang-orang Majus?
6. Tahun Baru
dan perayaannya juga berasal dari kekafiran.
Saksi Yehuwa mengatakan: “Menurut ‘The World Book Encyclopedia,
‘Penguasa Roma Julius Caesar menetapkan tanggal 1 Januari sebagai Hari
Tahun Baru pada tahun 46 S.M. Orang-orang Roma membaktikan hari ini kepada
Yanus, dewa dari gerbang, pintu, dan awal mula. Bulan Januari disebut menurut
nama Yanus, yang mempunyai dua wajah - satu melihat ke depan dan yang lainnya
melihat ke belakang.’
- (1984), Jil. 14, h. 237.” - ‘Bertukar Pikiran Mengenai
Ayat-Ayat Alkitab’, hal 133.
Secara implicit Saksi Yehuwa menentang
perayaan tahun baru dengan alasan ini. Dengan kata lain, mereka menentang
perayaan Tahun Baru karena berbau kafir, atau berasal usul kafir. Haruskah kita
mengikuti Saksi-Saksi Yehuwa yang sesat ini, dengan mulai sekarang mengabaikan
Tahun Baru dan perayaannya?
7. Orang kristen
berbakti pada hari yang dalam bahasa Inggris disebut ‘Sunday’, yang berasal dari nama hari raya kafir.
Microsoft Encarta Reference
Library 2003:
“‘Sunday,’
first day of the week. Its English name and its German name ( Sonntag) are derived from the Latin dies solis,
‘sun’s day,’ the name of a pagan Roman holiday. In the
New Testament (see Revelation 1:10) it is called the Lord’s Day (
Apakah kita tidak boleh berbakti pada hari itu, karena hari itu berasal
usul dari hari raya kafir? Atau apakah kita sebagai orang-orang kristen harus
mengubah nama hari itu? Apakah orang kristen tidak boleh
menggunakan istilah ‘Sunday School’ (= Sekolah Minggu)?
Juga, semua nama hari dalam bahasa Inggris dan juga nama-nama bulan
seperti Januari, dan sebagainya, berasal dari nama-nama dewa atau dari
nama-nama kaisar Romawi yang didewakan. Apakah kita sebagai orang-orang kristen
tidak boleh memakai nama-nama hari dan bulan itu?
8. Kebiasaan
melakukan ‘toast’ dalam perayaan pernikahan juga berasal dari
tradisi kafir dalam penyembahan berhala. Tetapi boleh dikatakan semua orang
kristen melakukan ‘toast’ tersebut.
Dalam tafsirannya tentang
1Kor 10:21 Albert Barnes mengatakan:
“In the feasts in honor of the
gods, wine was poured out as a libation, or drank by the worshippers; .... The
custom of drinking ‘toasts’ at feasts and celebrations arose from
this practice of pouring out wine, or drinking in honor of the pagan gods; and
is a practice that still partakes of the nature of paganism. It was one of the
abominations of paganism to suppose that their gods would be pleased with the
intoxicating drink. Such a pouring out of a libation was usually accompanied
with a prayer to the idol god, that he would accept the offering; that he would
be propitious; and that he would grant the desire of the worshipper. From that
custom the habit of expressing a sentiment, or proposing a toast, uttered in
drinking wine, has been derived” (= Dalam pesta-pesta untuk menghormati dewa-dewa, anggur dicurahkan
sebagai suatu upacara pencurahan, atau diminum oleh penyembah-penyembah itu;
... Kebiasaan untuk minum toast pada pesta-pesta dan perayaan-perayaan muncul
dari praktek pencurahan anggur ini, atau minum untuk menghormati dewa-dewa
kafir; dan merupakan suatu praktek yang tetap mengambil bagian dalam sifat
dasar / hakekat dari kekafiran. Merupakan sesuatu yang
menjijikkan dari kekafiran untuk menganggap bahwa dewa-dewa mereka disenangkan
dengan minuman yang memabukkan. Pencurahan minuman keras seperti itu
biasanya disertai dengan suatu doa kepada dewa
berhala, supaya ia menerima persembahan itu; supaya ia bermurah hati / senang;
dan supaya ia mau mengabulkan keinginan dari si penyembah. Dari tradisi itu
telah didapatkan kebiasaan untuk menyatakan suatu permohonan, atau pengajuan
‘toast’, dinyatakan dengan peminuman anggur).
9. Seluruh Kanaan dulunya adalah negeri kafir
yang dipenuhi dengan penyembahan berhala. Tetapi Tuhan mengambilnya dan memberikannya
kepada bangsa pilihanNya, dan Kanaan lalu menjadi Holy Land, dan Bait
Allah dibangun di sana.
10. Bahasa Yunani juga merupakan bahasa bangsa
kafir, tetapi lalu diambil dan digunakan sebagai bahasa asli dari Kitab Suci.
Kesimpulan: karena dunia ini
dulunya seluruhnya kafir, adalah mustahil bagi kita untuk menghindari hal-hal
yang berasal dari kekafiran. Jadi selama kekafiran itu bisa disaring /
dibersihkan, tidak jadi soal dengan hal-hal yang asal usulnya kafir itu.