Bolehkah
Kita Merayakan
oleh: Pdt. Budi Asali M.Div.
7) Tidak
ada perintah untuk merayakan hari kelahiran Kristus.
Rasul-rasul dan orang-orang kristen abad pertama tidak merayakan Natal;
tidak ada Natal pada waktu itu.
Internet: “TIDAK
ADA SATUPUN FIRMAN ALLAH ATAUPUN DENGAN PENYATAAN DI MANA ALLAH MEMERINTAHKAN
KEPADA KITA UNTUK MEMPERINGATI KELAHIRAN TUHAN KITA. Tidak ada satu katapun di
seluruh Perjanjian Baru, maupun di seluruh Alkitab, yang mengatakan agar supaya
kita merayakan Natal. Orang-orang Kristen pada abad pertama, di bawah
pengajaran Petrus, Paulus dan rasul-rasul lain, tidak pernah merayakan Natal.
Paulus tidak pernah merayakan Natal. Petrus tidak pernah merayakan Natal.
Yohanes tidak pernah merayakan Natal. Sesungguhnya – TIDAK ADA NATAL
– pada waktu itu! Tidak ada OTORITAS untuk merayakannya”.
Internet: “Yesus berbicara tentang praktek-praktek kedagingan ini ketika Ia
berkata, Hai orang-orang munafik! Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu: Bangsa
ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma
mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang diajarkan ialah perintah
manusia.
Inilah sebuah kebenaran yang sederhana:
apapun yang engkau lakukan guna MENGAGUNGKAN ALLAH – di mana Allah TIDAK
PERNAH MEMERINTAHKANNYA atau BERADA DI DALAMNYA – maka penyembahanmu itu
terhadap Allah adalah SIA-SIA! Semuanya TIDAK BERARTI!”.
Catatan: ayat yang dikutip dari Mat 15:8-9.
Mereka memberikan tambahan serangan dengan menggunakan Im 10:1-2 - “(1)
Kemudian anak-anak Harun, Nadab dan Abihu, masing-masing mengambil
perbaraannya, membubuh api ke dalamnya serta menaruh ukupan di atas api itu.
Dengan demikian mereka mempersembahkan ke hadapan TUHAN api yang asing yang
tidak diperintahkanNya kepada mereka. (2) Maka keluarlah api dari hadapan
TUHAN, lalu menghanguskan keduanya, sehingga mati di hadapan TUHAN”.
Orang-orang yang anti Natal menggunakan text ini dan mengatakan bahwa
Nadab dan Abihu bukan melakukan sesuatu yang dilarang oleh Tuhan, tetapi
hanya melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan oleh Tuhan, dan mereka
dihukum mati!
Jawaban saya:
a) Memang Kitab
Suci tidak pernah memerintahkan untuk merayakan Natal, tetapi jangan lupa bahwa
Kitab Suci juga tidak pernah melarang untuk merayakan Natal. Perayaan
Natal yang dilakukan oleh orang kristen memang merupakan tradisi, tetapi saya
berpendapat bahwa tradisi tidak salah:
1. Selama
tradisi itu tidak bertentangan dengan Kitab Suci.
2. Selama
tradisi itu tidak kita paksakan / haruskan kepada orang-orang lain.
Dalam gereja ada banyak hal-hal yang tidak diperintahkan, dan hanya
bersifat tradisi, misalnya:
·
penggunaan 12 Pengakuan Iman Rasuli dan
Doa Bapa Kami dalam banyak gereja-gereja Protestan.
·
pendeta memakai toga; paduan suara juga
demikian.
·
adanya salib di gereja. Siapa yang
menyuruh memasang tanda salib itu? Dan bagaimana bentuk salib Yesus? Berbentuk tiang
tegak saja, atau berbentuk seperti huruf X, Y, T? Atau
seperti yang biasa kita kenal? Kita bahkan tidak tahu dengan pasti bagaimana
bentuk salib yang digunakan terhadap Yesus! Memang ada orang-orang yang
melarang adanya salib di gereja, tetapi mereka juga tidak mempunyai dasar untuk
melarang, selama salib itu tidak disembah.
·
adanya pengedaran kantong kolekte; siapa
yang memerintahkan praktek ini? Dalam Bait Allah, tidak ada hal seperti itu,
karena mereka menggunakan peti persembahan, dan orang yang mau mempersembahkan,
mempersembahkan ke dalam peti tersebut.
Bdk. Luk 21:1-2 - “(1) Ketika Yesus mengangkat
mukaNya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti
persembahan. (2) Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua peser ke
dalam peti itu”.
·
doa dengan tutup mata, tunduk kepala,
dan sebagainya.
·
sakramen dan pemberkatan pernikahan
hanya boleh dilayani oleh pendeta.
·
upacara pemberkatan nikah di gereja.
·
adanya kebaktian tutup peti, kebaktian
penghiburan, dan kebaktian / upacara penguburan pada saat ada orang kristen
yang meninggal dunia.
Semua ini tidak pernah diperintahkan, tetapi juga tidak dilarang, dan
tidak bertentangan dengan Kitab Suci. Saya berpendapat perayaan Natal, dan
hari-hari raya Kristen yang lain juga demikian.
b) Rasul-rasul
juga tidak mempunyai gedung gereja, dan kita juga tidak pernah diperintahkan
untuk membangun gedung gereja. Jadi, apakah adanya gedung gereja merupakan
sesuatu yang salah?
c) Hal ini bisa
diextrimkan, misalnya dengan mengatakan: Tuhan juga tidak pernah menyuruh kita
mandi, dan karena itu orang kristen tidak boleh mandi! Atau ‘makan
menggunakan sendok garpu / sumpit’, ‘pakai sepatu’ ke gereja,
‘menggunakan piano / organ / band’ di gereja, dan sebagainya.
d) Pembahasan
tentang Mat 15:8-9.
Ini juga
penafsiran yang ‘out of context’ / keluar dari kontextnya. Akan
berbeda artinya kalau dibaca seluruhnya yaitu Mat 15:1-20 - “(1)
Kemudian datanglah beberapa orang Farisi dan ahli Taurat dari Yerusalem kepada
Yesus dan berkata: (2) ‘Mengapa murid-muridMu melanggar adat istiadat
nenek moyang kita? Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan.’ (3)
Tetapi jawab Yesus kepada mereka: ‘Mengapa kamupun melanggar perintah
Allah demi adat istiadat nenek moyangmu? (4) Sebab Allah berfirman: Hormatilah
ayahmu dan ibumu; dan lagi: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya pasti
dihukum mati. (5) Tetapi kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya atau
kepada ibunya: Apa yang ada padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu,
sudah digunakan untuk persembahan kepada Allah, (6) orang itu tidak wajib lagi
menghormati bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan
tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri. (7) Hai orang-orang munafik!
Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu: (8) Bangsa ini memuliakan Aku dengan
bibirnya, padahal hatinya jauh dari padaKu. (9) Percuma mereka beribadah
kepadaKu, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.’
(10) Lalu Yesus memanggil orang banyak dan berkata kepada mereka: (11)
‘Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan
orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.’
(12) Maka datanglah murid-muridNya dan bertanya kepadaNya: ‘Engkau tahu
bahwa perkataanMu itu telah menjadi batu sandungan bagi orang-orang
Farisi?’ (13) Jawab Yesus: ‘Setiap tanaman yang tidak ditanam oleh
BapaKu yang di sorga akan dicabut dengan akar-akarnya. (14) Biarkanlah mereka itu. Mereka orang buta yang menuntun orang buta. Jika orang buta
menuntun orang buta, pasti keduanya jatuh ke dalam lobang.’ (15) Lalu
Petrus berkata kepadaNya: ‘Jelaskanlah perumpamaan itu kepada
kami.’ (16) Jawab Yesus: ‘Kamupun masih belum dapat memahaminya?
(17) Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu yang masuk ke dalam mulut turun ke
dalam perut lalu dibuang di jamban? (18) Tetapi
apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang.
(19) Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan,
percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. (20) Itulah yang menajiskan
orang. Tetapi makan dengan tangan yang tidak dibasuh tidak menajiskan
orang.’”.
Yesus menyerang orang-orang
Farisi dan ahli-ahli Taurat itu karena:
1. Mereka menjadikan tradisi mereka sebagai suatu
keharusan bagi orang lain.
Mat 15:1-2 - “(1) Kemudian datanglah
beberapa orang Farisi dan ahli Taurat dari Yerusalem kepada Yesus dan berkata:
(2) ‘Mengapa murid-muridMu melanggar adat istiadat nenek moyang
kita? Mereka tidak membasuh tangan sebelum
makan.’”.
Kata yang diterjemahkan
‘adat istiadat’ dalam Kitab Suci
Pertama-tama perlu saudara
ketahui, bahwa apa yang dipersoalkan oleh orang-orang
Farisi dan ahli-ahli Taurat ini, sama sekali tidak berurusan dengan kesehatan,
tetapi semata-mata merupakan persoalan yang bersifat upacara. Cuci tangan yang mereka haruskan dalam ay 2 itu tidak sembarangan,
tetapi harus dengan cara tertentu. Ini tidak pernah diperintahkan dalam Kitab
Suci, tetapi hanya merupakan tradisi mereka, tetapi hal yang hanya merupakan
tradisi ini lalu dijadikan suatu keharusan.
William Barclay: “to the orthodox Jew all this
ritual ceremony was religion; this is what they believed, God demanded. To do
these things was to please God, and to be a good man. To put it in another way,
all this business of ritual washing was regarded as just as important and just
as binding as the Ten Commandments themselves” (= bagi orang-orang Yahudi yang
orthodox semua upacara ini adalah agama; ini adalah apa yang mereka percaya
sebagai tuntutan Allah. Melakukan hal-hal ini berarti
menyenangkan Allah, dan menjadi seorang yang baik. Dengan kata lain,
semua urusan pembasuhan yang bersifat upacara ini dianggap sama
penting dan sama mengikatnya seperti sepuluh Hukum Tuhan sendiri) - hal 115.
Kalau apa
yang sebetulnya bukan merupakan keharusan lalu dijadikan sebagai keharusan, itu
sama dengan menambahi Firman Tuhan. Dan itulah yang dilakukan
oleh orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu. Firman
Tuhan tidak pernah menyuruh orang yang mau makan untuk membasuh tangan lebih
dulu. Jadi semua itu hanya tradisi, tetapi
pada waktu para murid Yesus tidak melakukan hal itu, mereka menuduh para murid
sebagai telah berdosa.
2. Mereka
menggunakan tradisi yang salah.
Ini secara implicit terlihat dari kata-kata Yesus dalam
Mat 15:11,17-20 - “(11) ‘Dengar dan camkanlah:
bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang
keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.’ ...
(17) Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu yang masuk ke dalam mulut turun ke
dalam perut lalu dibuang di jamban? (18) Tetapi apa
yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. (19)
Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan,
percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. (20) Itulah yang menajiskan
orang. Tetapi makan dengan tangan yang tidak dibasuh tidak menajiskan orang.’”.
Dari kata-kata yang saya garis bawahi itu terlihat bahwa orang-orang
Farisi dan ahli-ahli Taurat mengajarkan bahwa makan dengan tangan yang tidak
dibasuh itu menajiskan seseorang, dan Yesus mengcounter ajaran tersebut,
dan mengatakan sebaliknya.
3. Mereka mengutamakan
tradisi sedemikian rupa sehingga menggeser Firman Tuhan.
Mat 15:3-6 - “(3) Tetapi jawab Yesus kepada
mereka: ‘Mengapa kamupun melanggar perintah Allah demi adat istiadat
nenek moyangmu? (4) Sebab Allah berfirman: Hormatilah ayahmu dan ibumu; dan
lagi: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya pasti dihukum mati. (5) Tetapi
kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada ibunya: Apa yang
ada padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk
persembahan kepada Allah, (6) orang itu tidak wajib lagi menghormati bapanya
atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat
istiadatmu sendiri”.
Karena itulah maka Yesus lalu menegur mereka dengan keras, dan
mengucapkan Mat 15:7-9 - “(7) Hai orang-orang
munafik! Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu: (8) Bangsa ini memuliakan Aku
dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari padaKu. (9) Percuma mereka beribadah
kepadaKu, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah
manusia.’”.
Sekarang, cocokkah kalau text
seperti ini diterapkan kepada orang-orang kristen yang
merayakan
e) Pembahasan tentang
Nadab dan Abihu dengan ‘api asing’ mereka.
Penulis di internet itu mengatakan bahwa Nadab dan Abihu dihukum mati
karena mereka memberikan api asing, dan dengan demikian mereka melakukan apa
yang tidak diperintahkan oleh Tuhan. Memang dalam Im 10:1b ada kata-kata ‘yang tidak
diperintahkanNya’. Tetapi mari kita membahas kontext itu
beserta dengan kontext-kontext lain yang berhubungan, untuk melihat apakah
Nadab dan Abihu sekedar melakukan apa yang tidak diperintahkan oleh Tuhan,
atau, mereka melakukan apa yang dilarang oleh Tuhan!
Im 10:1-7 - “(1) Kemudian anak-anak Harun,
Nadab dan Abihu, masing-masing mengambil perbaraannya, membubuh api ke dalamnya
serta menaruh ukupan di atas api itu. Dengan demikian mereka mempersembahkan ke
hadapan TUHAN api yang asing yang tidak
diperintahkanNya kepada mereka. (2) Maka keluarlah api
dari hadapan TUHAN, lalu menghanguskan keduanya, sehingga mati di hadapan
TUHAN. (3) Berkatalah Musa kepada Harun: ‘Inilah yang difirmankan TUHAN:
Kepada orang yang karib kepadaKu Kunyatakan kekudusanKu, dan di muka seluruh
bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaanKu.’ Dan Harun berdiam diri. (4) Kemudian Musa memanggil Misael
dan Elsafan, anak-anak Uziel, paman Harun, lalu berkatalah ia
kepada mereka: ‘Datang ke mari, angkatlah saudara-saudaramu ini dari
depan tempat kudus ke luar perkemahan.’ (5) Mereka datang, dan mengangkat
mayat keduanya, masih berpakaian kemeja, ke luar perkemahan, seperti yang
dikatakan Musa. (6) Kemudian berkatalah Musa kepada Harun dan kepada Eleazar
dan Itamar, anak-anak Harun: ‘Janganlah kamu berkabung dan janganlah kamu
berdukacita, supaya jangan kamu mati dan jangan TUHAN memurkai segenap umat
ini, tetapi saudara-saudaramu, yaitu seluruh bangsa Israel, merekalah yang
harus menangis karena api yang dinyalakan TUHAN itu. (7) Janganlah kamu pergi
dari depan pintu Kemah Pertemuan, supaya jangan kamu mati, karena minyak urapan
TUHAN ada di atasmu.’ Mereka melakukan sesuai dengan
perkataan Musa”.
Satu hal yang perlu
diperhatikan adalah bahwa dosa Nadab dan Abihu dalam menggunakan api asing ini,
dilakukan persis setelah ayat terakhir dalam Im 9, yaitu Im 9:24 yang
menunjukkan bahwa Tuhan sendiri yang memberikan api yang harus digunakan.
Im 9:24 - “Dan keluarlah api dari hadapan
TUHAN, lalu menghanguskan korban bakaran dan segala lemak di atas mezbah.
Tatkala seluruh bangsa itu melihatnya, bersorak-sorailah mereka, lalu sujud
menyembah”.
Dan sebelumnya Tuhan telah memerintahkan supaya api yang telah Ia
berikan itu dijaga supaya jangan sampai mati.
Im 6:9-13 - “(9) ‘Perintahkanlah kepada
Harun dan anak-anaknya: Inilah hukum tentang korban bakaran. Korban bakaran itu
haruslah tinggal di atas perapian di atas mezbah semalam-malaman sampai pagi,
dan api mezbah haruslah dipelihara menyala di atasnya. (10) Imam haruslah
mengenakan pakaian lenannya, dan mengenakan celana lenan untuk menutup
auratnya. Lalu ia harus mengangkat abu yang ada di atas mezbah sesudah korban
bakaran habis dimakan api, dan haruslah ia membuangnya di samping mezbah. (11)
Kemudian haruslah ia menanggalkan pakaiannya dan mengenakan pakaian lain, lalu
membawa abu itu ke luar perkemahan ke suatu tempat yang tahir. (12) Api yang
di atas mezbah itu harus dijaga supaya terus menyala, jangan dibiarkan padam.
Tiap-tiap pagi imam harus menaruh kayu di atas mezbah, mengatur korban bakaran
di atasnya dan membakar segala lemak korban keselamatan di sana. (13) Harus
dijaga supaya api tetap menyala di atas mezbah, janganlah dibiarkan padam.’”.
Adam Clarke tentang Im 9:24: “This celestial fire was
carefully preserved among the Israelites till the time of Solomon, when it was
renewed, and continued among them till the Babylonish captivity” (= Api dari surga itu harus
dipelihara dengan seksama di antara bangsa Israel sampai jaman Salomo, dimana
itu diperbaharui, dan dilanjutkan di antara mereka sampai pembuangan Babilonia) - hal 536.
Pulpit Commentary tentang Im 6: “The altar fire was never to
go out, because the daily sacrifices constantly burning on the altar symbolized
the unceasing worship of God by Israel, and the gracious acceptance of Israel
by God”
(= Api mezbah tidak pernah padam, karena korban-korban harian secara terus
menerus menyala pada mezbah menyimbolkan ibadah yang tak henti-hentinya kepada
Allah oleh Israel, dan penerimaan yang murah hati terhadap Israel oleh Allah) - hal 90.
Calvin tentang Im 6:
·
“The intent of this perpetuity was, that the offerings
should be burnt with heavenly fire; for on the day that Aaron was
consecrated, the sacrifice was reduced to ashes not by human means but miraculously,
in token of approbation. True that God did not choose daily to exert this
power; but He interposed the hand and labour of men in such a manner that
the origin of the sacred fire should still be from heaven” (= Tujuan dari keabadian ini
adalah supaya persembahan / korban dibakar dari api surgawi; karena pada
hari Harun ditahbiskan, korban dibakar menjadi abu bukan dengan cara manusiawi
tetapi secara mujizat, sebagai tanda penerimaan. Memang benar bahwa Allah tidak
memilih untuk menggunakan kuasa ini setiap hari; tetapi Ia
meletakkan di tengah-tengahnya tangan dan pekerjaan dari orang-orang dengan
cara sedemikian rupa sehingga asal usul dari api yang keramat itu tetap dari
surga) - hal 364.
·
“in order to prevent any adulterations, He chose to
have the fire continually burning on the altar day and night, nor was it
allowable to take it from elsewhere” (= untuk mencegah percampuran
apapun, Ia memilih untuk memerintahkan supaya api itu secara terus menerus
menyala di mezbah siang dan malam, juga tidak diijinkan untuk mengambilnya
dari tempat lain) - hal 364.
·
“the purpose of God in rejecting strange fire was
to retain the people in His own genuine ordinance prescribed by the Law, lest
any inventions of men should insinuate themselves; for the prohibition of
strange fire was tantamount to forbidding men to introduce anything of
their own, or to add to the pure doctrine of the Law, or to decline from its
rule”
(= tujuan dari Allah dalam menolak api asing adalah untuk mempertahankan
umatNya dalam peraturan / upacaraNya sendiri yang murni yang ditentukan oleh
hukum Taurat, supaya jangan penemuan manusia memasukkan dirinya sendiri; karena
larangan api asing sama dengan melarang orang untuk memperkenalkan
apapun dari diri mereka sendiri, atau untuk menambahkan kepada ajaran hukum
Taurat yang murni, atau untuk mundur dari peraturannya) - hal 365.
Jadi, pada waktu Nadab dan
Abihu tidak menggunakan api yang Tuhan berikan itu,
tetapi menggunakan api asing / api dari sumber lain, apakah mereka sekedar melakukan
apa yang tidak diperintahkan oleh Tuhan? Perhatikan
komentar dari para penafsir tentang Im 10 di bawah ini:
¨
Adam Clarke: “In
the preceding chapter we have seen how ... he sent his own fire ... Here we
find Aaron’s sons neglecting the Divine ordinance, and offering
incense with strange, that is, common fire, - fire not of a celestial
origin”
(= Dalam pasal sebelumnya kita telah melihat bagaimana ... Ia mengirim apiNya
sendiri ... Di sini kita mendapati bahwa anak-anak Harun mengabaikan
peraturan Ilahi, dan mempersembahkan ukupan / kemenyan dengan api asing,
yaitu api biasa, - api yang bukan berasal dari surga) - hal 537.
¨
Pulpit Commentary: “They
had acted presumptuously. ... they
had irreverently broken the custom, which rested upon a Divine command, of
taking the fire for the altar of incense from the altar of burnt sacrifice
alone. ... this offence was the transgression of a positive rather than of a
moral precept, ... They ... had, with whatever good intentions, done
what God had not commended, and in doing it had done what he had forbidden” (= Mereka telah bertindak dengan
lancang. ... dengan cara yang tidak hormat mereka merusak kebiasaan,
yang didasarkan pada perintah Ilahi, tentang pengambilan api untuk mezbah
ukupan dari mezbah korban bakaran saja. ... pelanggaran ini lebih merupakan
pelanggaran terhadap suatu peraturan / perintah yang positif dari pada moral,
... Mereka ... dengan maksud baik apapun, telah melakukan apa yang
Allah tidak perintahkan, dan dengan melakukannya mereka telah melakukan apa
yang Ia larang)
- hal 149.
¨
Calvin: “The
‘strange fire’ is distinguished from the sacred fire which was
always burning upon the altar: not miraculously, as some pretend, but by the
constant watchfulness of the priests. Now, God had forbidden any other fire to be used in the ordinances,
in order to exclude all extraneous rites, and to shew His detestation of
whatever might be derived from elsewhere. Let us learn, therefore, so to attend
to God’s command as not to corrupt His worship by any strange
inventions” (= ‘Api asing’ itu dibedakan dari api yang keramat
yang selalu menyala di mezbah: bukan secara mujizat, seperti yang dikira oleh
sebagian orang, tetapi oleh suatu penjagaan terus menerus dari para imam. Jadi,
Allah telah melarang api yang lain untuk digunakan dalam upacara, supaya
membuang semua upacara asing, dan untuk menunjukkan kebencianNya terhadap
apapun yang bisa didapatkan dari tempat lain. Karena itu, marilah kita belajar
untuk memperhatikan perintah Allah sedemikian rupa sehingga tidak merusak
ibadahNya dengan penemuan-penemuan asing) - hal 431-432.
Dari semua pembahasan ini bisa
disimpulkan bahwa pada waktu Nadab dan Abihu memberikan ‘api asing’, itu bukan berarti bahwa
mereka sekedar melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan oleh Tuhan. Tuhan memberikan api secara mujizat, dan mengharuskan memelihara api
itu. Secara implicit, Tuhan melarang penggunaan ‘api asing’.
Karena itu sekalipun Im 10:1 mengatakan ‘mereka
mempersembahkan ke hadapan TUHAN api yang asing yang tidak diperintahkanNya
kepada mereka’, tetapi kalau kita membandingkannya dengan text-text lain yang sudah kita
lihat di atas, jelas bahwa Nadab dan Abihu tidak bisa dikatakan hanya sebagai ‘melakukan
apa yang tidak diperintahkan’ oleh Tuhan,
tetapi harus juga dikatakan sebagai ‘melakukan
apa yang dilarang’ oleh Tuhan.
Jadi, menggunakan text tentang Nadab dan Abihu untuk menentang perayaan
Natal, adalah sangat tidak cocok.
f) Ada banyak
hal yang tidak diperintahkan Tuhan, tetapi toh dilakukan, dan tidak
dipersalahkan.
Misalnya:
1. Orang Israel
tidak makan daging yang menutupi sendi pangkal paha.
Kej 32:25,31-32 - “(25) Ketika orang itu
melihat, bahwa ia tidak dapat mengalahkannya, ia memukul sendi pangkal paha
Yakub, sehingga sendi pangkal paha itu terpelecok, ketika ia bergulat dengan
orang itu. ... (31) Lalu tampaklah kepadanya matahari terbit, ketika ia telah
melewati Pniel; dan Yakub pincang karena pangkal pahanya. (32) Itulah sebabnya
sampai sekarang orang Israel tidak memakan daging yang menutupi sendi pangkal
paha, karena Dia telah memukul sendi pangkal paha Yakub, pada otot pangkal
pahanya”.
Barnes’ Notes: “God did not demand this
ritual observance in the Mosaic law, but the descendants of Israel of their own
accord instituted the practice because they recognized how extremely important
this experience of Jacob was for him and for themselves” (= Allah tidak menuntut ketaatan /
ibadah yang bersifat upacara ini dalam hukum Musa, tetapi keturunan dari Israel
menyepakati sendiri untuk mengadakan praktek ini karena mereka menyadari betapa
pentingnya pengalaman Yakub ini untuk dirinya dan untuk diri mereka sendiri) - hal 883.
Matthew Poole: “Not from any superstitious conceit
about it, but only for a memorial of this admirable conflict, the blessed
effects whereof even the future generations received” (= Bukan dari pemikiran yang
bersifat takhyul tentangnya, tetapi hanya untuk suatu peringatan tentang
konflik yang mengagumkan ini, tentang mana akibat-akibat yang memberkati bahkan
diterima oleh generasi-generasi yang akan datang) - hal 76.
2. Musa
mendirikan 12 tugu peringatan tanpa adanya perintah dari Tuhan.
Kel 24:4 - “Lalu Musa menuliskan segala
firman TUHAN itu. Keesokan harinya pagi-pagi didirikannyalah mezbah di kaki
gunung itu, dengan dua belas tugu sesuai dengan kedua belas suku Israel”.
3. Anak-anak
perempuan Israel mempunyai tradisi untuk meratapi anak perempuan Yefta 4 hari
dalam setahun, dan ini juga tidak pernah diperintahkan oleh Tuhan.
Hak 11:34-40 - “(34) Ketika Yefta pulang ke Mizpa
ke rumahnya, tampaklah anaknya perempuan keluar menyongsong dia dengan memukul
rebana serta menari-nari. Dialah anaknya yang tunggal; selain dari dia tidak
ada anaknya laki-laki atau perempuan. (35) Demi dilihatnya dia,
dikoyakkannyalah bajunya, sambil berkata: ‘Ah, anakku, engkau membuat
hatiku hancur luluh dan engkaulah yang mencelakakan aku; aku telah membuka
mulutku bernazar kepada TUHAN, dan tidak dapat aku mundur.’ (36) Tetapi
jawabnya kepadanya: ‘Bapa, jika engkau telah membuka mulutmu bernazar
kepada TUHAN, maka perbuatlah kepadaku sesuai dengan nazar yang kauucapkan itu,
karena TUHAN telah mengadakan bagimu pembalasan terhadap musuhmu, yakni bani
Amon itu.’ (37) Lagi katanya kepada ayahnya: ‘Hanya izinkanlah aku
melakukan hal ini: berilah keluasan kepadaku dua bulan lamanya, supaya aku
pergi mengembara ke pegunungan dan menangisi kegadisanku bersama-sama dengan
teman-temanku.’ (38) Jawab Yefta: ‘Pergilah,’ dan ia membiarkan
dia pergi dua bulan lamanya. Maka pergilah gadis itu bersama-sama dengan
teman-temannya menangisi kegadisannya di pegunungan. (39) Setelah lewat kedua
bulan itu, kembalilah ia kepada ayahnya, dan ayahnya melakukan kepadanya apa
yang telah dinazarkannya itu; jadi gadis itu tidak pernah kenal laki-laki. Dan
telah menjadi adat di Israel, (40) bahwa dari tahun ke tahun anak-anak
perempuan orang Israel selama empat hari setahun meratapi anak perempuan Yefta,
orang Gilead itu”.
4. Samuel
mengambil batu sebagai suatu peringatan tentang penyertaan Tuhan, dan
menamainya Eben-Haezer.
1Sam 7:12 - “Kemudian Samuel mengambil sebuah
batu dan mendirikannya antara Mizpa dan Yesana; ia menamainya Eben-Haezer,
katanya: ‘Sampai di sini TUHAN menolong kita.’”.
Siapa yang
memerintahkan Samuel untuk melakukan hal itu? Tidak
ada. Dan apakah Tuhan mempersalahkannya atas hal itu? Sama sekali tidak!
5. Suku Ruben,
Gad, dan setengah suku Manasye, mendirikan mezbah sebagai saksi / peringatan,
tanpa perintah dari Tuhan. Ini menyebabkan sisa Israel yang lain marah dan mau
memerangi mereka, karena mengira bahwa 2 ½ suku itu memberontak terhadap Tuhan.
Memang sebetulnya 2 ½ suku itu juga mempunyai kesalahan, yaitu karena mereka
tidak memberitahu lebih dulu tentang hal itu kepada suku-suku yang lain,
sehingga muncul kecurigaan yang memang cukup beralasan. Tetapi setelah mereka
menjelaskan apa tujuan mezbah itu, suku-suku yang lain menganggap hal itu baik,
dan membatalkan rencana mereka untuk memerangi 2 ½ suku itu.
Yos 22:9-34 - “(9) Maka pulanglah bani Ruben,
bani Gad dan suku Manasye yang setengah itu dan mereka pergi meninggalkan orang
Israel, keluar dari Silo di tanah Kanaan untuk pergi ke tanah Gilead, tanah
milik mereka yang didiami mereka sesuai dengan titah TUHAN dengan perantaraan
Musa. (10) Ketika mereka sampai ke Gelilot pada sungai Yordan, yang di tanah
Kanaan, maka bani Ruben, bani Gad dan suku Manasye yang setengah itu
mendirikan mezbah di sana di tepi sungai Yordan, mezbah yang besar bangunannya.
(11) Lalu terdengarlah oleh orang Israel itu cakap orang: ‘Telah
didirikan mezbah oleh bani Ruben, bani Gad dan suku Manasye yang setengah itu,
mezbah menghadap ke tanah Kanaan, di Gelilot pada sungai Yordan, di sebelah
wilayah orang Israel.’ (12) Ketika hal itu terdengar oleh orang
Israel, berkumpullah segenap umat Israel di Silo, untuk maju memerangi mereka.
(13) Kemudian orang Israel mengutus kepada bani Ruben, kepada bani Gad dan
kepada suku Manasye yang setengah itu, ke tanah Gilead, imam Pinehas bin
Eleazar, (14) dan bersama-sama dengan dia sepuluh pemimpin, yakni seorang
pemimpin kaum keluarga sebagai wakil tiap-tiap suku Israel. Masing-masing
mereka itu kepala kaum keluarganya di antara kaum-kaum orang Israel. (15)
Setelah mereka sampai kepada bani Ruben, kepada bani Gad dan kepada suku
Manasye yang setengah itu di tanah Gilead, berkatalah mereka kepada orang-orang
itu, demikian: (16) ‘Beginilah kata segenap umat TUHAN: Apa macam
perbuatanmu yang tidak setia ini terhadap Allah Israel, dengan sekarang
berbalik dari pada TUHAN dan mendirikan mezbah bagimu, dengan demikian
memberontak terhadap TUHAN pada hari ini? (17) Belum cukupkah bagi kita noda
yang di Peor itu, yang dari padanya kita belum mentahirkan diri sampai hari ini
dan yang menyebabkan umat TUHAN kena tulah, (18) sehingga kamu berbalik pula
sekarang ini membelakangi TUHAN? Jika kamu hari ini memberontak terhadap TUHAN,
maka besok Ia akan murka kepada segenap umat Israel. (19) Akan tetapi, jika
sekiranya tanah milikmu itu najis, marilah menyeberang ke tanah milik TUHAN,
tempat kedudukan Kemah Suci TUHAN, dan menetaplah di tengah-tengah kami. Tetapi
janganlah memberontak terhadap TUHAN dan janganlah memberontak terhadap kami,
dengan mendirikan mezbah bagimu sendiri, selain dari mezbah TUHAN, Allah kita.
(20) Ketika Akhan bin Zerah berubah setia dengan mengambil barang-barang yang
dikhususkan, bukankah segenap umat Israel kena murka? Bukan orang itu saja yang
mati karena dosanya.’ (21) Lalu jawab bani Ruben, bani Gad dan suku
Manasye yang setengah itu, katanya kepada para kepala kaum-kaum orang Israel:
(22) ‘Allah segala allah, TUHAN, Allah segala allah, TUHAN, Dialah yang
mengetahui, dan patutlah orang Israel mengetahuinya juga!
Jika sekiranya hal ini terjadi dengan maksud memberontak atau dengan maksud
berubah setia terhadap TUHAN - biarlah jangan TUHAN selamatkan kami pada hari
ini. (23) Jika sekiranya kami mendirikan mezbah untuk berbalik dari pada TUHAN,
untuk mempersembahkan korban bakaran dan korban sajian di atasnya serta korban
keselamatan di atasnya, biarlah TUHAN sendiri yang menuntut balas terhadap
kami. (24) Tetapi sesungguhnya, kami telah melakukannya karena cemas. Sebab
pikir kami: Di kemudian hari anak-anak kamu mungkin berkata kepada anak-anak
kami, demikian: Apakah sangkut pautmu dengan TUHAN, Allah Israel? (25) Bukankah
TUHAN telah menentukan sungai Yordan sebagai batas antara kami dan kamu, hai
orang bani Ruben dan bani Gad! Kamu tidak mempunyai bagian akan TUHAN.
Demikianlah mungkin anak-anak kamu membuat anak-anak kami berhenti dari pada
takut akan TUHAN. (26) Sebab itu kata kami: Biarlah kita mendirikan mezbah itu
bagi kita! Bukanlah untuk korban bakaran dan bukanlah untuk korban sembelihan,
(27) tetapi supaya mezbah itu menjadi
saksi antara kami dan kamu, dan antara keturunan kita kemudian, bahwa
kami tetap beribadah kepada TUHAN di hadapanNya dengan korban bakaran, korban
sembelihan dan korban keselamatan kami. Jadi tidaklah mungkin anak-anak
kamu di kemudian hari berkata kepada anak-anak kami: Kamu tidak mempunyai
bagian pada TUHAN. (28) Lagi kata kami: Apabila di kemudian hari demikian
dikatakan mereka kepada kita dan kepada keturunan kita, maka kita akan berkata:
Tengoklah bangunan tiruan mezbah TUHAN itu, yang telah dibuat oleh nenek moyang
kami. Bukan untuk korban bakaran dan bukan untuk korban sembelihan, tetapi mezbah itu menjadi saksi antara kami dan kamu.
(29) Jauhlah dari pada kami untuk memberontak terhadap TUHAN, dan untuk
berbalik dari pada TUHAN pada hari ini dengan mendirikan mezbah untuk korban bakaran,
korban sajian atau korban sembelihan, mezbah yang bukan mezbah TUHAN, Allah
kita, yang ada di depan Kemah SuciNya!’ (30) Setelah imam Pinehas dan
para pemimpin umat serta para kepala kaum-kaum orang Israel yang bersama-sama
dengan dia, mendengar perkataan yang dikatakan oleh bani Ruben, bani Gad dan
bani Manasye itu, maka mereka menganggap
hal itu baik. (31) Kemudian berkatalah imam Pinehas bin Eleazar
kepada bani Ruben, bani Gad dan bani Manasye: ‘Sekarang tahulah kami
bahwa TUHAN ada di tengah-tengah kita, sebab tidaklah kamu berubah setia
terhadap TUHAN. Dengan demikian kamu telah melepaskan orang Israel dari hukuman
TUHAN.’ (32) Sesudah itu imam Pinehas bin Eleazar serta para pemimpin itu
meninggalkan bani Ruben dan bani Gad di tanah Gilead, pulang ke Kanaan kepada
orang Israel, lalu disampaikanlah berita itu kepada mereka. (33) Hal itu dipandang baik oleh orang Israel,
sehingga orang Israel memuji Allah dan tidak lagi berkata hendak maju
memerangi mereka untuk memusnahkan negeri yang didiami bani Ruben dan bani Gad
itu. (34) Dan bani Ruben dan bani Gad menamai mezbah itu: Saksi, karena
inilah saksi antara kita, bahwa TUHAN itulah Allah”.
Kalau ada orang-orang yang anti Natal yang membaca text ini, semoga
merekapun berhenti memerangi kita yang pro pada perayaan Natal! Kalau sudah dijelaskanpun mereka tetap ingin
‘memerangi’ kita, itu menunjukkan kebrengsekan mereka, yang tidak
mempunyai jiwa persatuan seperti suku-suku lain dalam cerita ini!
6. Salomo
mengadakan perayaan pentahbisan mezbah selama 7 hari; dan sepanjang yang saya
ketahui dari Kitab Suci, tidak ada perintah Tuhan untuk hal itu.
2Taw 7:9 - “Pada hari yang kedelapan mereka
mengadakan perkumpulan raya, karena mereka telah merayakan pentahbisan
mezbah selama tujuh hari, dan perayaan Pondok Daun selama tujuh hari”.
7. Perayaan hari-hari raya tertentu, seperti
Purim, hari raya pentahbisan Bait Suci, dsb.
Alfred Edersheim: “Besides the festivals
mentioned in the Law of Moses, other festive seasons were also observed at the
time of our Lord, to perpetuate the memory either of great national
deliverances or of great national calamities” (= Selain hari-hari raya yang
disebutkan dalam hukum Musa, waktu-waktu untuk hari raya yang lain juga
dijalankan pada jaman Tuhan kita, untuk mengabadikan ingatan terhadap
pembebasan-pembebasan nasional yang besar atau bencana-bencana nasional yang
besar) - ‘The
Temple’, hal 330.
Alfred Edersheim: “these feasts ... of human,
not Divine institution” (= hari-hari raya ini ... merupakan sesuatu yang didirikan oleh
manusia, bukan oleh Allah) - ‘The
Alfred Edersheim: “Besides the Mosaic festivals,
the Jews celebrated at the time of Christ two other feasts - that of Esther,
or Purim, and that of the Dedication of the Temple, on its restoration by Judas
Maccabee”
(= Disamping hari-hari raya dari hukum Musa, orang-orang Yahudi merayakan pada
jaman Kristus dua hari raya yang lain - hari raya dari Ester, atau Purim,
dan hari raya Pentahbisan Bait Suci, pada pemulihannya oleh Yudas Makabeus) - ‘The Temple’,
hal 197.
Catatan: Jadi, pada jaman Tuhan Yesus
hidup dan melayani dalam dunia ini, dalam kalangan orang-orang Yahudi ada
perayaan-perayaan dari hari-hari raja yang tidak diperintahkan dalam kitab Musa
/ Perjanjian Lama. Tetapi anehnya, Tuhan Yesus tidak bersikap
seperti orang-orang yang anti
Merrill C. Tenney: “Two other feasts were added
later in post-exilic times: the Feast of Lights and the Feast of Purim. ... The
Feast of Lights or the Feast of Dedication was observed for eight days
beginning with the twenty-fifth of Kislev. It is mentioned in John 10:22. It
was first established in 164 B.C. when Judas Maccabeus cleansed the temple,
which had been profaned by Antiochus Epiphanes, and rededicated it to the
service of God. Every Jewish home was brilliantly lighted in its honor and the
stories of the Maccabees were repeated for the benefit of the children. It
corresponds almost exactly in time to the Christian Christmas. ... The Feast of Purim. Purim, or ‘lots,’ as the
word signifies, was kept on the fourteenth and fifteenth days of Adar. On the
evening of the thirteenth day the whole of the book of Esther was read publicly
in the synagogue. It contained a minimum of religious observances and was
rather a national holiday, corresponding somewhat to the Fourth of July as
Americans used to celebrate it. It is not mentioned in the New Testament,
unless John 5:1 is an allusion to it” (= Dua hari raya ditambahkan
belakangan pada jaman setelah pembuangan: Hari Raya Terang dan Hari Raya Purim.
... Hari Raya Terang atau Hari Pentahbisan dijalankan /
diperhatikan untuk 8 hari mulai bulan Kislev tanggal 25. Itu disebutkan
dalam Yoh 10:22. Itu pertama-tama ditetapkan pada tahun 164
S. M. pada saat Yudas Makabeus membersihkan Bait Suci, yang telah dinodai oleh
Antiokhus Epiphanes, dan mempersembahkannya kembali bagi pelayanan Allah.
Setiap rumah Yahudi diterangi secara gemerlapan untuk
menghormatinya dan cerita-cerita tentang Makabeus diulang untuk kepentingan
anak-anak. Itu hampir bersamaan dengan Natalnya
orang kristen. ... Hari Raya Purim. Purim, atau ‘undi’, seperti
arti dari kata itu, dipelihara pada tanggal 14 dan 15 dari bulan Adar. Pada
malam hari dari tanggal 13 seluruh kitab Ester dibacakan di depan umum dalam
synagogue. Ini mengandung ibadat agama yang minimum dan lebih merupakan hari
libur nasional, agak mirip dengan tanggal 4 Juli sebagaimana orang-orang
Amerika merayakannya. Itu tidak disebutkan dalam Perjanjian Baru, kecuali kalau
Yoh 5:1 dianggap menunjuk kepada hari itu) - ‘New
Testament Survey’, hal 98-99.
Encyclopedia Britannica 2000
dengan topik ‘Jewish Holidays’: “Purim (Feast of Lots) and
Hanukka (Feast of Dedication), while not mentioned in the Torah (and therefore
of lesser solemnity), were instituted by Jewish authorities in the Persian and
Greco-Roman periods” [= Purim (Hari Raya Undian) dan Hanukka
(Hari Raya Pentahbisan), sementara tidak disebutkan dalam hukum Taurat (dan
karena itu mempunyai kekhidmatan yang agak kurang), didirikan oleh
otorita-otoritas Yahudi pada jaman Persia dan Romawi-Yunani].
a. Purim.
Dalam 2Makabe
15:36 disebut hari Mordekhai.
Ester 9:1-32 - “(1) Dalam bulan yang kedua
belas - yakni bulan Adar - , pada hari yang ketiga belas, ketika titah serta
undang-undang raja akan dilaksanakan, pada hari
musuh-musuh orang Yahudi berharap mengalahkan orang Yahudi, terjadilah yang
sebaliknya: orang Yahudi mengalahkan pembenci-pembenci mereka. (2) Maka
berkumpullah orang Yahudi di dalam kota-kotanya di seluruh daerah raja
Ahasyweros, untuk membunuh orang-orang yang berikhtiar mencelakakan mereka, dan
tiada seorangpun tahan menghadapi mereka, karena ketakutan kepada orang Yahudi
telah menimpa segala bangsa itu. (3) Dan semua pembesar daerah dan wakil
pemerintahan dan bupati serta pejabat kerajaan menyokong orang Yahudi, karena
ketakutan kepada Mordekhai telah menimpa mereka. (4) Sebab
Mordekhai besar kekuasaannya di dalam istana raja dan tersiarlah berita tentang
dia ke segenap daerah, karena Mordekhai itu bertambah-tambah besar
kekuasaannya. (5) Maka orang Yahudi mengalahkan semua musuhnya: mereka
memukulnya dengan pedang, membunuh dan membinasakannya; mereka berbuat
sekehendak hatinya terhadap pembenci-pembenci mereka. (6) Di dalam benteng
Susan saja orang Yahudi membunuh dan membinasakan
Text ini menunjukkan bahwa Purim diharuskan / diwajibkan. Perintah itu diberikan oleh Mordekhai dan
Ester, dan tidak pernah diberikan oleh Tuhan! Salah satu
hal yang mereka lakukan selain bergembira adalah saling mengirimkan makanan (ay
19).
KJV: ‘sending
portions’ (= mengirimkan bagian-bagian).
RSV: ‘send
choice portions’ (= mengirimkan bagian-bagian pilihan).
NIV: ‘giving
presents’ (= memberikan hadiah-hadiah).
NASB: ‘sending
portions of food’ (= mengirimkan bagian-bagian makanan).
Dalam komentarnya tentang
Ester 9:31, Adam Clarke berkata:
“‘As
they had decreed for themselves and for their seed’. There is no mention of their
receiving the approbation of any high priest, nor of any authority beyond that
of Mordecai and Esther; the king could not join in such a business, as he had
nothing to do with the Jewish religion, that not being the religion of the
country”
(= ‘Seperti yang diwajibkan mereka kepada dirinya sendiri serta keturunan
mereka’. Tidak disebutkan bahwa mereka menerima persetujuan dari imam
besar manapun, ataupun dari otoritas di atas Mordekhai dan Ester; raja tidak
bisa ikut dalam urusan seperti itu, karena ia tidak
mempunyai urusan dengan agama Yahudi, karena itu bukan agama negerinya) - hal 827.
Pulpit Commentary: “In modern times the Jews keep
up the practice, and on the 15th of Adar both interchange gifts,
chiefly sweetmeats, and make liberal offering for the poor (comp. ver. 22, ad
fin.)”
[= Dalam jaman modern orang-orang Yahudi mempertahankan praktek ini, dan pada
tanggal 15 bulan Adar mereka saling tukar menukar hadiah, yang terutama daging manis, dan memberikan persembahan yang murah hati kepada
orang-orang miskin (bdk. ay 22 bagian akhir)] - hal 158.
Pulpit Commentary: “The universal adoption of the
Purim feast by the Jewish nation, originating as it did at
Pulpit Commentary: “Other Jewish festivals, as
the passover and tabernacles, were instituted by express Divine authority. The
feast of Purim was instituted by the authority of Mordecai and Esther. Yet its
observance was undoubtedly sanctioned by the God whose merciful interposition
it commemorated” (= Hari-hari raya Yahudi yang lain, seperti Paskah dan Pondok
Daun, ditetapkan oleh otoritas Ilahi yang explicit. Pesta
Purim ditetapkan oleh otoritas dari Mordekhai dan Ester. Tetapi
pemeliharaannya tidak diragukan didukung oleh Allah yang campur tanganNya yang
penuh belas kasihan diperingati oleh hari itu) - hal 160.
Pulpit Commentary: “the observances consisting of a preliminary fast; and of
a sacred assembly in the synagogue, when the Megillah (or roll) of the Book of
Esther, is unfolded and solemnly read aloud; and of a repast at home, followed
by merry-making, and the sending of presents” (= Perayaan / peringatannya terdiri
dari suatu puasa pendahuluan; dan suatu pertemuan kudus dalam sinagog, dimana
gulungan kitab Ester dibuka dan dibaca dengan khidmat; dan suatu jamuan makan
di rumah, diikuti dengan acara suka ria dan pengiriman hadiah-hadiah) - hal 160.
Tentang Ester 9:28b - “sehingga
hari-hari Purim itu tidak akan lenyap dari tengah-tengah orang Yahudi dan
peringatannya tidak akan berakhir dari antara keturunan mereka”, Pulpit Commentary berkata:
“As a commemoration of human,
and not of Divine, appointment, the feast of Purim was
liable to abrogation or discontinuance. The Jews of that time resolved that the
observance should be perpetual; and in point of fact the feast has continued up
to the present date” (= Sebagai suatu peringatan oleh penetapan manusia, dan bukan
penetapan Ilahi, hari raya Purim bisa dihapuskan atau tidak dilanjutkan.
Orang-orang Yahudi pada jaman itu memutuskan bahwa pemeliharaan hari itu harus
kekal; dan dalam faktanya hari raya itu berlanjut sampai saat ini) - hal 159.
W. N. McElrath & Billy
Mathias: “Purim. Hari
raya bangsa Yahudi untuk memperingati kemenangan Ester dan Mordekhai atas
komplotan jahat Haman (Ester 9:23-26). Pesta itu agak luar biasa di antara
hari-hari raya bangsa Yahudi, karena dirayakan dengan penuh sukacita dan
keramaian. Kisah
Ester dipentaskan pula dengan cukup keriangan” - ‘Ensiklopedia Alkitab
Praktis’, hal 117.
Alfred Edersheim: “Purim was never more than a
popular festival. As such it was kept with great merriment and rejoicing, when
friends and relations were wont to send presents to each other” (= Purim tidak pernah lebih dari
suatu pesta / perayaan yang populer. Sebagai
pesta / perayaan populer itu dipelihara dengan keriangan dan sukacita yang besar,
pada waktu teman-teman dan famili biasa mengirimkan hadiah satu sama lain) - ‘The Temple’, hal 331.
Alfred Edersheim: “the religious
observances of Purim commenced with a fast” (= Pemeliharaan Purim secara
agamawi dimulai dengan suatu puasa) - ‘The
Alfred Edersheim: “in such synagogues the
Megillah, or at least the principal portions of it, was read on the previous
Thursday. It was also allowed to read the Book of Esther in any language
other than Hebrew, ... The prayers for the occasion now used in the
synagogue, ... ” (= dalam synagogue-synagogue seperti itu Megillah, atau
setidaknya bagian-bagian utama darinya, dibacakan pada hari Kamis sebelumnya.
Juga diijinkan untuk membaca kitab Ester dalam bahasa apapun selain Ibrani, ... Doa-doa untuk peristiwa itu yang sekarang
digunakan di synagogue, ...) - ‘The
Alfred Edersheim: “According to the testimony of
Josephus, in his time ‘all the Jews that are in the habitable
earth’ kept ‘these days festivals,’ and sent ‘portions
to one another.’. In our own days, though the
synagogue has prescribed for them special prayers and portions of Scripture,
they are chiefly marked by boisterous and uproarious merrymaking, even beyond
the limits of propriety” (= Menurut kesaksian dari Josephus, pada jamannya ‘semua
orang Yahudi yang ada di bagian bumi yang bisa dihuni’ memelihara
‘hari-hari pesta / perayaan ini’, dan mengirimkan ‘bagian
dari makanan satu sama lain’. Pada jaman kita, sekalipun sinagog telah
menentukan untuk hari-hari itu doa-doa khusus dan bagian-bagian Kitab Suci,
hari-hari itu terutama ditandai oleh tindakan bersenang-senang yang riuh dan
hiruk pikuk, bahkan melampaui batasan kepantasan) - ‘The
Catatan: bagian-bagian yang saya garis
bawahi dari 3 kutipan terakhir dari Edersheim itu menunjukkan bahwa hari raya
Purim itu, sekalipun tidak diperintahkan oleh Allah, dirayakan dalam sinagog,
yang bisa disamakan dengan gereja pada jaman sekarang.
Seorang penulis yang anti
·
“There is almost no resemblance between Christmas and
Purim. Purim consists of two days of thanksgiving. The events of Purim are:
‘joy and gladness, a feast and a good day. . .
and of sending portions one to another, and gifts to the poor’ (Est.
8:17; 9:22). There was no worship service. There were no levitical
priestly activities. There were no ceremonies. The two days of Purim have much
more in common with Thanksgiving and it’s
dinners than Christmas. Purim is certainly no justification for Christmas
services” [= Hampir tidak ada persamaan antara
·
“Purim ... The festival was
decreed by the civil magistrate: the prime minister, Mordecai, and the queen,
Esther. It was agreed to unanimously by the people. The occasion and authorization of Purim are inscripturated in the Word
of God and approved by the Holy Spirit. The biblical imperative of no
addition and no subtraction applies to man-made law and worship. It most certainly
does not forbid the Holy Spirit from completing the canon of Scripture and
instituting new regulations” (= Purim ... Pesta /
perayaan ini ditetapkan oleh hakim sipil: perdana menteri Mordekhai, dan ratu
Ester. Itu disetujui secara mutlak oleh bangsa itu. Peristiwa / upacara dan otorisasi dari Purim dituliskan dalam Firman
Allah dan disetujui oleh Roh Kudus. Perintah Alkitab tentang tidak boleh
ada penambahan dan pengurangan berlaku kepada hukum dan ibadah buatan manusia. Itu jelas tidak melarang Roh Kudus
untuk melengkapi kanon Kitab Suci dan mengadakan peraturan-peraturan baru).
·
“Christmas is intrinsically immoral because it is built
upon the monuments of pagan idolatry. There is nothing wrong with a country
having a day of thanksgiving for a special act of deliverance by God. But there
is something very wrong when a corrupt church attempts to sew Christian cloth
onto pagan garments. There is something very wrong when Protestants conspire
with the corrupt church of
Jawaban saya:
¨ Persoalan kekafiran sudah saya bahas di atas, dan tidak saya ulangi di
sini.
¨ Adalah omong kosong kalau dalam Purim tidak ada kebaktian, upacara dan
sebagainya. Bandingkan dengan dengan kata-kata Edersheim di atas yang
mengatakan perayaan Purim sebagai ‘religious observances’ (=
pemeliharaan agamawi). Juga bdk. dengan kata-kata Edersheim bahwa pada Purim
dilakukan perayaan di synagogue, dengan pembacaan kitab Ester, disertai doa,
dan sebagainya.
¨
Yang saya garis bawahi dobel itu juga
ngawur. Perayaan Purim tidak pernah diperintahkan oleh Tuhan, tetapi hanya oleh
Mordekhai dan Ester. Kitab Suci hanya menceritakan hal itu tetapi tidak
memberikan persetujuan / otoritas dari Tuhan! Baca sendiri Ester 9:20-32 -
“(20) Maka Mordekhai menuliskan peristiwa
itu, lalu mengirimkan surat-surat kepada semua orang Yahudi di seluruh daerah
raja Ahasyweros, baik yang dekat baik yang jauh, (21) untuk mewajibkan mereka,
supaya tiap-tiap tahun merayakan hari yang keempat belas dan yang kelima belas
bulan Adar, (22) karena pada hari-hari itulah orang Yahudi mendapat keamanan
terhadap musuhnya dan dalam bulan itulah dukacita mereka berubah menjadi
sukacita dan hari perkabungan menjadi hari gembira, dan supaya menjadikan
hari-hari itu hari perjamuan dan sukacita dan hari untuk antar-mengantar
makanan dan untuk bersedekah kepada orang-orang miskin. (23) Maka orang
Yahudi menerima sebagai ketetapan apa yang sudah dimulai mereka melakukannya
dan apa yang ditulis Mordekhai kepada mereka. (24) Sesungguhnya Haman bin
Hamedata, orang Agag, seteru semua orang Yahudi itu, telah merancangkan hendak
membinasakan orang Yahudi dan diapun telah membuang pur - yakni undi - untuk
menghancurkan dan membinasakan mereka, (25) akan tetapi ketika hal itu
disampaikan ke hadapan raja, maka dititahkannyalah dengan surat, supaya
rancangan jahat yang dibuat Haman terhadap orang Yahudi itu dibalikkan ke atas
kepalanya. Maka Haman beserta anak-anaknya disulakan pada tiang. (26) Oleh
sebab itulah hari-hari itu disebut Purim, menurut kata pur. Oleh sebab itu
jugalah, yakni karena seluruh isi surat itu dan karena apa yang dilihat mereka
mengenai hal itu dan apa yang dialami mereka, (27) orang Yahudi menerima
sebagai kewajiban dan sebagai ketetapan bagi dirinya sendiri dan keturunannya
dan bagi sekalian orang yang akan bergabung dengan mereka, bahwa mereka tidak
akan melampaui merayakan kedua hari itu tiap-tiap tahun, menurut yang
dituliskan tentang itu dan pada waktu yang ditentukan, (28) dan bahwa hari-hari
itu akan diperingati dan dirayakan di dalam tiap-tiap angkatan, di dalam
tiap-tiap kaum, di tiap-tiap daerah, di tiap-tiap kota, sehingga hari-hari
Purim itu tidak akan lenyap dari tengah-tengah orang Yahudi dan peringatannya
tidak akan berakhir dari antara keturunan mereka. (29) Lalu Ester, sang
ratu, anak Abihail, menulis surat, bersama-sama dengan Mordekhai, orang Yahudi
itu; surat yang kedua tentang hari raya Purim ini dituliskannya dengan segala
ketegasan untuk menguatkannya. (30) Lalu dikirimkanlah surat-surat kepada
semua orang Yahudi di dalam keseratus dua puluh tujuh daerah kerajaan
Ahasyweros, dengan kata-kata salam dan setia, (31) supaya hari-hari Purim
itu dirayakan pada waktu yang ditentukan, seperti yang diwajibkan kepada mereka
oleh Mordekhai, orang Yahudi itu, dan oleh Ester, sang ratu, dan seperti yang
diwajibkan mereka kepada dirinya sendiri serta keturunan mereka, mengenai hal
berpuasa dan meratap-ratap. (32) Demikianlah perintah Ester menetapkan perihal Purim itu,
kemudian dituliskan di dalam kitab”.
Cobalah
saudara sendiri mencari dalam text ini, apakah perayaan Purim tersebut disahkan
oleh Allah / Roh Kudus atau tidak. Jelas sekali bahwa Purim hanya diperintahkan
oleh Mordekhai dan Ester, dan disetujui oleh orang-orang Yahudi, tetapi tidak
pernah disetujui / disahkan oleh Tuhan.
b. Perayaan hari Pentahbisan Bait Suci.
Yoh 10:22-23
- “(22) Tidak
lama kemudian tibalah hari raya Pentahbisan Bait Allah di Yerusalem; ketika itu
musim dingin.
(23) Dan Yesus berjalan-jalan di Bait Allah, di
serambi Salomo”.
Yang dimaksud dengan Pentahbisan di sini adalah Pentahbisan Bait Suci
yang perayaannya diperintahkan oleh Yudas Makabe pada tahun 165 S. M. Ini
dicatat dalam kitab Apocrypha, yaitu 1Makabe 1:59 4:52,59. Pentahbisan ini lalu dirayakan
setiap tahun.
Pulpit Commentary: “This feast is not elsewhere
noticed in the New Testament. The account of its origin is found in 1Macc.
4:36, etc.; 2Macc. 10:1-8; ... It was held on the 25th of Chisleu,
which, in A.D. 29, would correspond with the 19th of December, in
commemoration of the ‘renewal,’ reconstruction, of the temple by
Judas Maccabæus after the gross profanation of it by Antiochus Epiphanes
(1Macc. 1:20-60; 4:36-57). It occupied eight days, was distinguished by
illumination of the city and temple and of other places throughout the land,
and hence was called the ‘Feast of Lights.’ ...
One feature was the increase night by night of the number of lights which
commemorated the restoration of the temple. All fasting and public mourning
were prohibited” [= Pesta / perayaan ini tidak terlihat dimanapun dalam
Perjanjian Baru. Cerita tentang asal usulnya ditemukan dalam 1Makabe 4:36,
dst.; 2Makabe 10:1-8; ... Itu diadakan pada tanggal 25 bulan Kislew, yang dalam
tahun 29 M. sesuai dengan tanggal 19 Desember, untuk memperingati pembaharuan,
rekonstruksi, dari Bait Suci oleh Yudas Makabe setelah pencemaran yang besar
terhadapnya oleh Antiokhus Epifanes (1Makabe 1:20-60; 4:36-57). Itu
memakan waktu 8 hari, terkenal oleh penerangan kota dan Bait Suci dan
tempat-tempat lain di seluruh negara, dan karena itu disebut ‘Pesta /
perayaan Terang’. ... Satu keistimewaan adalah naiknya malam demi malam
jumlah dari terang yang memperingati pemulihan dari Bait Suci. Semua puasa dan
perkabungan umum dilarang] - hal 48.
Catatan: Antiochus Epifanes adalah raja Syria
yang bertakhta tahun 175-164 S. M. (Barclay hal 69). Ia mempersembahkan daging babi
untuk dewa-dewa kafir di Bait Allah. Yudas Makabe
memerintahkan perayaan hari ini dalam 1Mak 4:59.
Calvin: “the temple, which had been
polluted, was again consecrated by the command of Judas Maccabæus; and at that
time it was enacted that the day of the new dedication or consecration should
be celebrated every year as a festival, that the people might recall to
remembrance the grace of God” (= Bait Suci, yang telah dicemarkan, ditahbiskan lagi
oleh perintah dari Yudas Makabe; dan pada saat itu ditetapkan sebagai hukum
bahwa hari dari pembaktian atau pentahbisan itu harus dirayakan setiap tahun
sebagai suatu perayaan / pesta, supaya bangsa itu bisa mengingat kasih karunia
Allah) - hal
412.
William Hendriksen: “Though it is not one of the
three great pilgrim-feasts, it nevertheless, drew many people to
Barclay: “This was the latest of the
great Jewish festivals to be founded. It was sometimes called The Festival of
Lights; and its Jewish name was Hanukkah. Its date is the 25th of
the Jewish month called Chislew which corresponds with our December. This
Festival therefore falls very near our Christmas time and is still universally
observed by the Jews” (= Ini adalah perayaan / hari raya Yahudi besar yang terakhir
yang ditetapkan. Hari itu kadang-kadang disebut Perayaan / Hari Raya Terang;
dan nama Yahudinya adalah HANUKKAH. Tanggalnya adalah
25 dari bulan Yahudi yang disebut Kislew, yang sesuai dengan bulan Desember
kita. Karena itu, perayaan / hari raya ini terletak dekat
dengan masa Natal kita dan tetap diperingati secara universal oleh orang-orang
Yahudi) - hal 69.
Alfred Edersheim: “It was not of Biblical
origin, but had been instituted by Judas Maccabaeus in 164 B.C., when the
Temple, which had been desecrated by Antiochus Epiphanes, was once more
purified, and re-dedicated to the Service of Jehovah (1Macc 6:52-59) ... In
memory of this, it was ordered the following year, that the Temple be
illuminated for eight days on the anniversary of its ‘Dedication’ ...
the ‘Lights’ in honour of the Feast were lit not only in the
Temple, but in every home. ... Certain benediction are spoken on lighting these
lights, all work is stayed, and the festive time spent in merriment” [= Itu bukan mempunyai asal usul
dari Alkitab, tetapi telah ditetapkan oleh Yudas Makabe pada tahun 164 S.M.,
pada waktu Bait Suci, yang telah dinajiskan oleh Antiokhus Epifanes, sekali
lagi disucikan, dan dipersembahkan ulang bagi Pelayanan Yehovah (1Makabe
6:52-59) ... Untuk memperingati hal ini, diperintahkan pada tahun berikutnya,
supaya Bait Suci diterangi untuk 8 hari pada hari ulang tahun dari
‘pentahbisan’nya ... Terang untuk menghormati perayaan / hari raya
itu dinyalakan bukan hanya dalam Bait Suci, tetapi di setiap rumah. ... Berkat
tertentu diucapkan pada waktu menyalakan terang-terang ini, semua pekerjaan
dihentikan / ditunda, dan saat perayaan dihabiskan dalam kegirangan] - ‘The Life and Times of Jesus the
Messiah’, hal 428-429.
Alfred Edersheim: “The Feast of the Dedication
of the
Alfred Edersheim: “the date of the Feast of the
Dedication - the 25th of Chislev - seems to have been adopted by the
ancient Church as that of the birth of our blessed Lord - Christmas - the
Dedication of the true Temple, which was the body of Jesus” [= tanggal dari hari raya
Pentahbisan Bait Allah - bulan Kislew tanggal 25 - kelihatannya telah diadopsi
oleh Gereja kuno sebagai tanggal kelahiran dari Tuhan kita yang terpuji - Natal
- Pentahbisan dari Bait Allah yang sejati, yang adalah tubuh dari Yesus (bdk. Yoh 2:19-22)] - ‘The
Alfred Edersheim: “From the hesitating language
of Josephus, we infer that even in his time the real origin of the practice of
illuminating the
Alfred Edersheim: “there cannot be a doubt that
our blessed Lord Himself attended this festival at
Yoh 10:22-23,30 - “(22) Tidak lama kemudian tibalah hari raya Pentahbisan
Bait Allah di Yerusalem; ketika itu musim dingin. (23)
Dan Yesus berjalan-jalan di Bait Allah, di serambi Salomo. ... (30) Aku dan
Bapa adalah satu.’”.
Calvin: “Christ appeared in the temple at that time, according to
custom, that his preaching might yield more abundant fruit amidst a large
assembly of men” (= Kristus muncul di Bait Allah pada saat itu, sesuai dengan kebiasaan
/ tradisi, supaya khotbahnya bisa menghasilkan buah yang lebih berlimpah-limpah
di tengah-tengah kumpulan orang banyak) - hal 412.
Ini
merupakan sesuatu yang harus diperhatikan. Hari Raya Pentahbisan itu bukanlah
hari Raya yang ditetapkan oleh Tuhan, tetapi oleh Yudas Makabe. Tetapi
sekalipun demikian, dalam perayaan hari itu, Yesus mengikutinya! Yesus tidak
bersikap sok suci seperti orang-orang yang anti
c. The Feast of Wood-offering, yang terjadi pada bulan Ab (Agustus) tanggal 15
(Edersheim, ‘The
d. Hari-hari puasa, yang banyak ditambahkan
kepada hari puasa yang memang merupakan perintah Allah. Yang ditambahkan
adalah:
·
puasa untuk memperingati pembuangan ke Babilonia (Edersheim, ‘The
·
puasa untuk memperingati direbutnya Yerusalem oleh Nebukadnezar
(Edersheim, ‘The
·
puasa untuk memperingati pembuatan anak lembu emas, dan pemecahan 10
hukum Tuhan oleh Musa (Edersheim, ‘The
Alfred Edersheim: “the Jewish calendar at
present contains other twenty-two fast-days” (= kalender Yahudi pada masa ini
berisikan 22 hari puasa yang lain) - ‘The
g. Dalam 2Makabe 15:35-36 terlihat bahwa
orang-orang Yahudi merayakan hari matinya Nikanor.
h. Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik
‘Calendar: Months and important days’: “The months of the Jewish year
and the notable days are as follows:
·
Tishri: 1-2, Rosh Hashana (New Year); 3, Fast of Gedaliah; 10,
Yom Kippur (Day of Atonement); 15-21, Sukkot (Tabernacles); 22, Shemini Atzeret
(Eighth Day of Solemn Assembly); 23, Simhat Torah (Rejoicing of the
Law).
·
Heshvan.
·
Kislev: 25, Hanukka (Festival of Lights) begins.
·
Tevet: 2 or 3, Hanukka ends; 10, Fast.
·
Shevat: 15, New Year for Trees (Mishna).
·
Adar: 13, Fast of Esther; 14-15, Purim (Lots).
·
Second Adar (Adar Sheni) or ve-Adar (intercalated month); Adar holidays
fall in ve-Adar during leap years.
·
Nisan: 15-22, Pesah (Passover).
·
Iyyar: 5,
·
Sivan: 6-7, Shavuot (Feast of Weeks [Pentecost]).
·
Tammuz: 17, Fast (Mishna).
·
Av: 9, Fast (Mishna).
·
Elul”.
Dari sini juga terlihat adanya
hari-hari yang dirayakan tanpa adanya perintah Tuhan, seperti ‘Shemini
Atzeret’, ‘Simhat Torah’, ‘Hezhvan’, ‘New
Year for Trees’, ‘Israel’s Independence Day’, dan
sebagainya.
8. Kebiasaan mendedikasikan rumah baru.
Orang-orang Yahudi biasanya selalu mendedikasikan rumah baru,
dan kebiasaan itu terlihat dari Ul 20:5.
Ul 20:5
- “
Kata ‘menempatinya’
salah terjemahan.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘and not dedicated it?’
(= dan belum mendedikasikannya?).
Kata ‘dedicate’
bisa berarti ‘mempersembahkan’, ‘membaktikan’,
‘meresmikan pemakaiannya’. Kelihatannya arti yang
terakhir yang harus diambil di sini.
Bdk.
Maz 30:1 - “Mazmur. Nyanyian untuk
pentahbisan Bait Suci. Dari Daud. (2) Aku akan memuji
Engkau, ya TUHAN, sebab Engkau telah menarik aku ke atas, dan tidak memberi
musuh-musuhku bersukacita atas aku”.
RSV/NIV:
‘temple’.
KJV/NASB:
‘house’.
Fred H.
Wight: “It was common when any person had finished
a house and entered into it, to celebrate it with great rejoicing, and keep a
festival, to which his friends are invited, and to perform some religious
ceremonies, to secure the protection of Heaven” (= Merupakan
sesuatu yang umum pada waktu seseorang telah menyelesaikan suatu rumah dan
memasukinya, untuk merayakannya dengan kegembiraan yang besar, dan mengadakan
suatu pesta, kemana teman-temannya diundang, dan melaksanakan upacara-upacara
agamawi, untuk memastikan perlindungan dari surga) - ‘Manners
and Customs of Bible Lands’, hal 135.
Hal seperti ini sebetulnya juga ada dalam kebiasaan orang-orang kristen
di Indonesia. Kalau pindah ke rumah baru, mereka mengadakan bidstond / acara persekutuan / syukuran
dsb.
9. Perayaan berkenaan dengan
penyapihan anak.
Pada jaman itu penyapihan (penghentian susu ibu) anak baru terjadi pada
usia 3 tahun, dan ini dilakukan dengan suatu perayaan, dimana teman-teman
berkumpul, ada pesta, dan ada upacara-upacara agama, dan kadang-kadang ada
acara pemberian nasi kepada anak itu.
Fred H. Wight: “The weaning of a child is an
important event in the domestic life of the East. In many places it is
celebrated by a festive gathering of friends, by feasting, by religious
ceremonies, and sometimes the formal presentation of rice to the child. ...
It was probably at this age of three, or possibly even later, that Hannah
weaned Samuel and brought him to God’s sanctuary, where offerings were
made to God, and he was presented to the Lord (1Sam 1:23)” [= Penyapihan seorang anak merupakan
suatu peristiwa yang penting dalam kehidupan domestik di Timur. Di
banyak tempat itu dirayakan dengan suatu perayaan dengan mengumpulkan
teman-teman, dengan pesta, dengan upacara-upacara agamawi, dan kadang-kadang
pemberian nasi secara formil kepada anak itu. ... Mungkin pada usia 3 tahun
atau lebih Hana menyapih Samuel dan membawanya ke rumah Allah, dimana
persembahan dibuat bagi Allah, dan Ia diberikan kepada Allah (1Sam 1:23)] - ‘Manners and Customs of Bible Lands’, hal 136.
Catatan: 2Makabe 7:27 mengatakan bahwa pada
jaman itu seorang ibu menyusui anaknya sampai usia 3 tahun.
Bdk. Kej 21:8 - “Bertambah besarlah anak itu dan
ia disapih, lalu Abraham mengadakan perjamuan besar pada hari Ishak disapih
itu”.
10. Perayaan pada masa pengguntingan
bulu domba.
Masa pengguntingan bulu domba juga merupakan saat dimana mereka
melakukan perayaan / pesta, sebagai suatu ucapan syukur kepada Tuhan.
Fred H. Wight: “It would seem from two Bible
references that sheep-shearing was another time of special festivity in the
ancient Hebrew home. ... without doubt, in many pious homes it was a time of
thanksgiving to God for the wool provided from the flock” (= Kelihatan dari 2 referensi
Alkitab bahwa pengguntingan bulu domba merupakan saat perayaan khusus yang lain
dalam rumah Ibrani kuno. ... tidak diragukan, dalam banyak rumah orang-orang
saleh, itu merupakan suatu saat pengucapan syukur kepada Allah untuk wol yang
disediakan dari kawanan domba) - ‘Manners and
Customs of Bible Lands’, hal 137.
1Sam 25:4,36 - “(4) Ketika didengar Daud di
2Sam 13:23-28 - “(23) Sesudah lewat dua tahun, Absalom
mengadakan pengguntingan bulu domba di Baal-Hazor yang dekat kota Efraim. Lalu
Absalom mengundang semua anak raja. (24) Kemudian Absalom menghadap raja, lalu
berkata: ‘Hambamu ini mengadakan pengguntingan bulu domba. Kiranya
raja dan pegawai-pegawainya ikut bersama-sama dengan hambamu ini.’
(25) Tetapi raja berkata kepada Absalom: ‘Maaf, anakku, jangan kami semua
pergi, supaya kami jangan menyusahkan engkau.’ Lalu Absalom mendesak,
tetapi raja tidak mau pergi, ia hanya memberi restu kepadanya. (26) Kemudian
berkatalah Absalom: ‘Kalau tidak, izinkanlah kakakku Amnon pergi
beserta kami.’ Tetapi raja menjawabnya: ‘Apa gunanya ia pergi
bersama-sama dengan engkau?’ (27) Tetapi ketika Absalom mendesak,
diizinkannyalah Amnon dan semua anak raja pergi beserta dia. (28) Lalu Absalom
memerintahkan orang-orangnya, demikian: ‘Perhatikan! Apabila hati
Amnon menjadi gembira karena anggur, dan aku berkata kepadamu: Paranglah
Amnon, maka haruslah kamu membunuh dia. Jangan takut. Bukankah aku yang
memerintahkannya kepadamu? Kuatkanlah hatimu dan tunjukkanlah dirimu sebagai
orang yang gagah perkasa!’”.
Memang
perjamuan dalam 2Sam 13 ini merupakan suatu perangkap dari Absalom. Tetapi seandainya hal itu
bukan sesuatu yang lazim dilakukan, tidak mungkin saudara-saudara yang lain mau
datang ke pesta itu.