Eksposisi Surat Roma
oleh: Ev. Yakub Tri Handoko, M.Th.
ABRAHAM DIBENARKAN KARENA IMAN (ROMA 4:1-25)
Bagian ini memiliki
proposisi yang sama dengan 3:27-31, yaitu pembenaran oleh iman meniadakan
kemegahan manusia (3:27 dan 4:1-2). Kesamaan tema inilah yang menghubungkan dua
bagian tersebut. Ada dua tujuan utama Paulus dalam mengelaborasi hidup Abraham
di pasal 4.
(1) Tujuan polemis.
Bangsa
Yahudi bukan hanya menganggap Abraham sebagai bapa mereka (Yes 51:1-2; m. Qidd.
4.14), tetapi juga sebagai model kualifikasi relasi Allah dengan umat-Nya.
Abraham dianggap sempurna dalam seluruh perbuatannya (Jub 23:10), tidak berdosa
(Pr. Man. 8) dan tidak ada orang lain seperti Abraham dalam kemuliaan (Sir
44:19; 1Mak 2:52; m. ‘Abot 5:3; Philo, On Abraham 52-54). Ia
bahkan dianggap telah menaati Taurat dengan sempurna sebelum Taurat itu
diberikan (M. Qidd. 4:14; Sir 44:19-21). Pendeknya, Paulus ingin membuktikan
bahwa semua pandangan tersebut tidak sesuai dengan PL. Abraham bukan merupakan
suatu perkecualian dalam prinsip “pembenaran oleh iman meniadakan kemegahan
manusia” (3:27-28).
(2) Tujuan teologis.
Paulus
memiliki beberapa tujuan teologis dengan menampilkan Abraham di sini:
Ø
Untuk membuktikan bahwa berita yang ia sampaikan merupakan ajaran yang
konsisten dengan dan bersumber dari PL (band. 1:2; 3:10-18, 21).
Ø
Untuk meletakkan dasar bagi inklusivitas Injil. Paulus bukan hanya
membuktikan bahwa Abraham dibenarkan karena iman (4:1-8). Ia justru lebih
menekankan implikasi konsep di atas bagi inklusivitas bangsa Yunani.
(a) Abraham dibenarkan sebelum
sunat à Abraham juga menjadi bapa
bagi bangsa Yunani yang tidak bersunat (4:11-12).
(b) Abraham diberi janji menjadi
bapa banyak bangsa dan janji ini tidak didasarkan pada Taurat, melainkan iman à Abraham juga menjadi bapa semua
orang yang memiliki iman seperti Abraham, meskipun mereka tidak memiliki Taurat
(4:16).
Roma 4:1-25 terdiri dari 4
bagian besar:
Dasar: Abraham dibenarkan
karena iman, bukan perbuatan (ay. 1-8)
Argumentasi (ay. 9-22)
Abraham dibenarkan sebelum ia disunat (ay. 9-12)
Abraham dijanjikan menjadi bapa banyak bangsa bukan berdasarkan Taurat,
tetapi iman (ay. 13-22)
Implikasi bagi orang Kristen
(ay. 23-25)
Dasar: Abraham dibenarkan
karena iman, bukan perbuatan (ay. 1-8)
Bagian ini dapat dibagi
sebagai berikut:
Abraham
termasuk dalam hukum iman di 3:26-27 (ay. 1-2)
Dasar:
Abraham dibenarkan karena iman (ay. 3. Kejadian 15:6)
Implikasi
ayat 3: pembenaran adalah anugerah, bukan upah (ay. 4-5)
Konfirmasi
bagi ayat 3: Mazmur 32:1-2.
Ayat 1-2. Penambahan frase “menurut daging”
di ayat 1 merupakan penegasan yang signifikan, karena di bagian selanjutnya
Paulus membuktikan bahwa Abraham adalah bapa semua orang (bukan hanya bangsa
Yahudi, ay. 12, 16-18). Abraham yang diagung-agungkan bangsa Yahudi sebagai
model orang yang dibenarkan karena perbuatan ternyata juga termasuk dalam
prinsip di 3:26-27. Ia tidak memiliki alasan apapun di hadapan Allah untuk
bermegah (ay. 2).
Ayat 3. Kejadian 15:6 merupakan ayat yang dianggap sangat penting dalam kehidupan
Abraham. Paulus memakai ayat ini untuk membuktikan bahwa Abraham dibenarkan
pada saat ia percaya pada janji Allah di kejadian 15:5. Ada beberapa alasan
mengapa Paulus mengutip teks PL dalam pasal ini.
(1) Kejadian 15:6 merupakan ayat
pertama yang memakai kata “percaya” (!m;a').
(2) Kejadian 15:6 merupakan ayat
pertama dan salah satu ayat dari segelintir bagian PL yang menghubungkan “iman”
dan “kebenaran”.
(3) Kejadian 15:6 terkait dengan
janji bahwa Abraham akan menjadi bapa bagi banyak bangsa (Kej 15:4). Kaitan
inilah yang akan dielaborasi lebih lanjut dalam pasal 4.
Ayat 4-5. Ayat 4-5 berfungsi untuk
menerangkan kata “diperhitungkan” (logi,zomai)
yang ada di ayat 3. Signifikansi kata ini terlihat dari pemunculan
sebanyak 5 kali dalam ayat 3-8. Paulus membuat kontras antara hutang/hak (ovfei,lhma) dan hadiah (ca,rij). Orang yang bekerja
menerima pahala sebagai haknya, karena ia telah berusaha mendapatkannya.
Mengingat pembenaran orang berdosa diberikan melalui iman (tanpa perbuatan),
maka pembenaran tersebut merupakan anugerah dari Allah (ay. 5).
Ayat 6-8. Bagian ini diyakini sebagai
contoh aplikasi metode exegesis para rabi yang disebut dengan gezerah shewa:
satu teks utama dibahas, lalu diperjelas atau diteguhkan dengan ayat lain yang
memiliki kesamaan/paralel verbal. Walaupun dugaan ini benar, tetapi Paulus
tidak sekedar mengabungkan Kej 15:6 dan Mzm 32:1-2 dengan paralelisme kata
“diperhitungkan” (logi,zomai). Mzm 32:1-2 menghubungkan pengampunan dengan ‘tidak
diperhitungkannya dosa’. Hal ini mengajarkan beberapa hal tentang pembenaran:
(1) Pengampunan merupakan bagian
integral dari pembenaran.
(2) Pembenaran berkaitan dengan
status (tidak diperhitngkan sebagai dosa), bukan transformasi moral. Yang
berubah adalah relasi orang berdosa dengan Allah.
Abraham dibenarkan sebelum
ia disunat (ay. 9-12)
Bagian ini memiliki tiga
fungsi dalam pasal 4. Pertama, ayat 9-12 merupakan argumentasi Paulus yang
pertama untuk membuktikan bahwa Abraham dibenarkan berdasarkan iman (band. 4:9b
dan 4:3). Kedua, ayat 9-12 merupakan penjelasan tentang cakupan anugerah di ayat
6-8 (band. kata sambung ‘karena itu’ dan ‘berkat ini’). Ketiga, ayat 9-12
meletakkan dasar bagi inklusivitas bangsa Yahudi (band. ayat 11).
Pembahasan Paulus di sini
disajikan secara induktif. Ia mulai dengan sebuah pertanyaan: apakah anugerah
pembenaran untuk orang tak bersunat juga? (ay. 9). Selanjutnya ia menjelaskan
beberapa hal tentang sunat Abraham (ay. 10-11a). Dari pembahasan ini ia menarik
implikasi (ay. 11b-12). Untuk mempermudah, struktur ayat 9-12 dapat dibagi
sebagai berikut:
Pertanyaan: apakah orang tak bersunat tercakup dalam
anugerah pembenaran (9)
Dasar jawaban (10-11a)
Abraham dibenarkan sebelum ia disunat (10)
Sunat hanyalah meterai dari status benar yang
ia peroleh sebelumnya (11)
Implikasi: yang penting adalah iman, bukan bersunat/tidak
(11b-12)
Ayat 9. Terjemahan literal ayat 9a
adalah “karena itu, apakah berkat ini (o` makarismo.j... ou-toj) atas (evpi.) orang bersunat atau juga
atas (evpi.) orang
yang tidak bersunat?”. Artikel di depan o`
makarismo.j dan
kata ganti ou-toj penunjuk mengindikasikan bahwa Paulus memaksudkan berkat
di ayat 7-8. Ada kemungkinan Paulus mengenal tradisi Yahudi yang mengatakan
bahwa pengampunan di Mzm 32 hanya berlaku untuk bangsa Israel (Pesiq. R. 45,
185b).
Ayat 10-11a. Paulus mendasarkan argumentasinya
pada faktor kronologis hidup Abraham. Bentuk pertanyaan yang dipakai
mengindikasikan bahwa lawan debat Paulus duah mengetahui kronologi tersebut.
Abraham dibenarkan di Kej 15:6, sedangkan ia disunat di Kej 17. Interval waktu
antara dua teks tersebut diduga para rabi sekitar 29 tahun. Setelah
mengingatkan bahwa Abraham disunat
setelah ia dibenarkan, Paulus selanjutnya menjelaskan hubungan antara
sunat dan pembenaran. Apakah guna sunat dalam pembenaran Abraham? Jawaban
Paulus berakar dari ucapan Allah di Kej 17:11 “itulah akan menjadi tanda
perjanjian antara Aku dan kamu”. Sunat hanyalah meterai
dari kebenaran oleh iman yang sudah diberikan Allah sebelum ia bersunat.
Ayat 11b-12. Bagian ini merupakan implikasi dari ayat
10-11a. Karena Abraham dibenarkan melalui iman sebelum ia bersunat, maka ia
juga menjadi bapa bagi orang-orang tidak bersunat yang beriman (ay. 11b).
Karena Abraham disunat sebagai tanda ia sudah dibenarkan, maka ia juga menjadi
bapa bagi orang-orang bersunat yang mengikuti langkah imannya (ay. 12). Dengan
kata lain, yang paling penting adalah iman. Bagian ini merupakan konsep yang
sangat penting. Bagi bangsa Yahudi, memiliki Abraham sebagai bapa secara
jasmani (band. 4:1) merupakan sesuatu yang sangat eksklusif dan memberikan kemegahan
spiritual. Para proselit bahkan dilarang memanggil Abraham sebagai bapa mereka
(Barret). Di sini Paulus menginterpretasikan ulang konsep Yahudi tentang
“ketrurunan Abraham”. Reinterpretasi ini juga sejalan dengan pemahaman Yohanes
Pembaptis (Mat 3:9) dan Yesus (Luk 19:8-9; Yoh 8:33-40).
Abraham dijanjikan menjadi
bapa banyak bangsa bukan berdasarkan Taurat, tetapi iman (ay. 13-22)
Tema bagian ini adalah janji
Allah kepada Abraham. Kata benda ‘janji’ muncul 4 kali (ay. 13, 14, 16, 20),
sedangkan kata kerjanya muncul sekali (ay. 14). Bagian ini merupakan
argumentasi Paulus kedua untuk membuktikan bahwa Abraham dibenarkan karena
iman, bukan karena perbuatan.
Ayat 13-22 dapat dibagi
menjadi dua bagian besar:
Janji
Abraham diberikan bukan berdasarkan Taurat (ay. 13-15)
Janji
Abraham diberikan berdasarkan iman (ay. 16-22)
Ayat 13-15. Paulus perlu membahas
posisi Taurat dalam topik di pasal 4, karena orang Yahudi mempercayai bahwa
seseorang hanya bisa menjadi keturunan Abraham jikalau ia memikul kuk Taurat.
Pembahasan tentang Taurat di sini berbeda dengan argumentasi Paulus di Gal 3.
Di Gal 3:15-17 Paulus mendasarkan argumentasinya pada kronologi Taurat yang
baru diberikan sekitar 430 tahun setelah Abraham. Dalam Rom 4:13-22 ia memakai
pendekatan yang agak berbeda.
Tiga kata sambung ga.r (‘karena’) di masing-masing ayat memberikan alasan bagi
pernyataan sebelumnya.
Orang
bersunat/tidak menjadi keturunan Abraham melalui iman (9-12)
|
|_____ Karena (ga.r) janji kepada Abraham diberikan tidak melalui Taurat (13)
|
|_____ Karena (ga.r) kalau melalui Taurat, janji itu akan sia-sia (14)
|
|_____ Karena (ga.r) Taurat justru menimbulkan murka (15)
Janji di ayat 13 tentang
menjadi ahli waris dunia tidak memiliki rujukan eksplisit di PL. Paulus
tampaknya memang tidak memikirkan teks tertentu. Ia hanya menyarikan
elemen-elemen penting janji Allah kepada Abraham: keturunan yang sangat besar
(Kej 12:2; 13:16; 15:5; 17:4-6, 16-20; 22:17), memiliki tanah (Kej 13:15-17;
15:12-21; 17:8), sarana berkat bagi semua bangsa di muka bumi (Kej 12:3; 18:18;
22:18), terutama elemen kedua. Ada indikasi bahwa janji memiliki tanah
selanjutnya dimengerti dalam pengertian mewarisi seluruh bumi (Yes 55:3-5; Sir
44:21; Jub 22:14; 32:19; 2 Apoc. Bar. 14:13; 51:3). Mengapa jika
diberikan melalui Taurat maka iman menjadi sia-sia dan janji tersebut batal?
Karena tidak ada seorangpun yang sanggup memenuhi tuntutan Taurat (ps. 2:1-3:8,
terutama 19-20). Tidak ada seorang pun yang bisa memenuhi tuntutan Taurat,
karena itu Taurat justru membawa murka (ay. 15). Ayat 15 tidak mengajarkan
bahwa kalau tidak ada Taurat berarti tidak ada dosa.
(1) Kata ‘pelanggaran’ (para,basij) berbeda dengan dosa. para,basij merujuk pada dosa khusus yang
melibatkan tindakan melampaui batasan atau aturan (TDNT). Dengan kata lain,
setiap pelanggaran adalah dosa, tetapi tidak setiap dosa adalah pelanggaran.
Paulus hanya menyatakan tidak ada pelanggaran seandainya tidak ada Taurat.
(2) Konsep murka di sini harus
dimengerti dalam konteks “menindas kebenaran”, sehingga manusia tidak dapat
berdalih (1:18-20; 2:1-5). Taurat membawa murka dalam arti eksistensi Taurat
membuat orang tidak bisa berdalih pada penghakiman Allah. Eksistensi Taurat
justru menjadi justifikasi bagi murka Allah.
(3) Tanpa Taurat pun manusia
telah berdosa (1:18-32). Taurat, sebagai wahyu khusus, justru memberikan
konfirmasi lebih berat terhadap keberdosaan orang yang memilikinya.
Ayat 16-22. Setelah membahas dari segi
negatif (janji tidak diberikan melalui Taurat), Paulus sekarang memaparkan sisi
positif. Ayat 16a mengembalikan pembahasan lagi pada topik anugerah pembenaran
melalui iman di ayat 1-8. Ayat 16-22 terdiri dari dua bagian penting:
Implikasi pemberian janji melalui iman (ay. 16-17)
Janji tersebut merupakan anugerah (ay. 16a)
Janji itu berlaku untuk semua orang yang
beriman (ay. 16b-17a)
Diskripsi iman Abraham (ay. 17b-22)
Diskripsi tentang iman
Abraham dijelaskan secara panjang lebar mulai ayat 17b-22 untuk memberikan
penekanan pada fakta bahwa Abraham adalah bapa orang beriman. Ayat 17b-22
memaparkan beberapa aspek penting dari iman Abraham.
Objek iman (ay. 17)
Melalui dua bentuk
participle yang ada, Paulus menjelaskan karakter Allah yang dipercayai oleh
Abraham.
1. Allah yang menghidupkan (zw|opoiou/ntoj) orang mati.
Konsep
ini merupakan sesuatu yang umum dalam PL (Ul 32:39; 1Sam 2:6). Paulus mungkin
sedang merujuk pada iman Abraham di Kej 22:5 “kami akan kembali”. Yang
menarik tentang ayat ini adalah pada jaman Abraham belum ada satu contoh pun
seorang mati yang bangkit kembali. Kasus pengangkatan Henokh (Kej 5:24) dalam
hal ini sedikit berbeda.
2. Allah yang memanggil (kalou/ntoj) yang tidak ada menjadi ada.
Frase
ini bisa ditafsirkan dalam dua cara. Pertama, terkait dengan konteks Rom
4:17b-22 dan Kej 17, ‘memanggil’ di sini ditujukan pada keturunan-keturunan
Abraham yang pada saat itu belum ada tetapi di hadapan Allah eksistensi mereka
merupakan suatu yang pasti. Kedua, frase ini lebih bersifat umum yang merujuk
balik pada kisah penciptaan. Kata kerja “memanggil” beberapa kali dikaitkan
dengan Allah dalam konteks penciptaan (Yes 41:4; 48:13). Dalam istilah teologi,
hal ini disebut creatio ex nihilo. Interpretasi pertama tampaknya lebih
bisa diterima:
Ø
Interpretasi 1 lebih sesuai dengan konteks pembicaraan Paulus.
Ø
Frase kalou/ntoj ta. mh.
o;nta w`j
o;nta (lit. “memanggil hal-hal yang tidak ada seolah-olah
[w`j] mereka ada”) merupakan sesuatu
yang janggal jika dikaitkan dengan penciptaan.
Tantangan iman (ay. 18-19)
Inti ayat 17b-22 terletak
pada iman Abraham yang tetap berharap sekalipun tidak ada alasan untuk berharap
(ay. 18a; EV’s “in hope believed against hope”). Ketidakadaan alasan untuk
berharap didasarkan pada keadaan fisik mereka ketika janji untuk menjadi bapa
sejumlah besar bangsa diberikan (ay. 19b). Tubuh Abraham telah sangat lemah (lit.
h;dh nenekrwme,non = “telah mati”; EV’s “as
good as dead”), karena pada saat ia menerima janji tersebut ia berumur 95 tahun
(Kej 17:1). Masalah yang lebih pelik bukanlah usia Abraham (faktanya ia masih
bisa memiliki keturunan dari Hagar [Kej 16] dan Kethura [Kej 25]), tetapi
kemandulan Sara. Paulus memakai istilah ‘mati’ (ne,krwsin) untuk kemandulan rahim.
Istilah ini (juga tubuh Abraham yang telah mati di bagian sebelumnya) mungkin
dimaksudkan sebagai kontras terhadap iman Abraham kepada Allah yang
menghidupkan orang mati (ay. 17).
Kualitas iman (ay. 19-21)
Ada beberapa ungkapan yang
dipakai untuk menunjukkan kualitas iman Abraham:
1. Ia tidak lemah dalam iman
(ay. 19).
2. Ia tidak dibimbangkan oleh
ketidakpercayaan (ay. 20a).
3. Ia dikuatkan dalam iman (ay.
20b).
Frase
terakhir ini selanjutnya diterangkan dengan memakai dua participle. Keduanya
berfungsi sebagai hasil dari iman Abraham yang dikuatkan.
Ø
Memberi (dou.j) kemuliaan pada Allah.
Ø
Diyakinkan secara penuh (plhroforhqei.j) bahwa Allah mampu melakukan apa
yang Ia telah janjikan.
Pujian Paulus terhadap iman
Abraham di atas, terutama ayat 20a, tampaknya berkontradiksi dengan Kej 17:17 “Lalu tertunduklah Abraham dan tertawa serta
berkata dalam hatinya”. Beberapa mencoba melihat tindakan itu bukan sebagai
bentuk ketidakpercayaan, tetapi kekaguman. Solusi ini justru bertentangan
dengan Kej 17:18 dan 18:12-15. Yang lain berpendapat bahwa Paulus sedang
memikirkan Kej 15. Solusi ini tetap tidak memuaskan. Ayat 19-20b jelas
menunjukkan pertumbuhan iman Abraham sepanjang hidupnya. Solusi yang lebih
tepat adalah melihat hal ini dari sisi permanensi waktu. Abraham memang pernah
ragu dalam beberapa kesempatan, tetapi keraguan itu bukanlah sikap hati
Abraham. Hal itu sifatnya tdiak permanen.
Implikasi bagi orang Kristen
(ay. 23-25)
Paulus secara implisit sudah
mengemukakan beberapa implikasi dari pembahasannya tentang Abraham di ayat
1-22. Bagaimanapun, ayat 23-25 merupakan konklusi dan implikasi eksplisit yang ingin
ditekankan Paulus. Posisi ayat 23-25 sebagai penutup diskusi di pasal 4 dapat
dilihat dari beberapa hal:
(1) Ayat 3 dan 22 membentuk
sebuah inclusio.
(2) Ayat 23 mengikat semua
pembahasan dalam lingkup inclusio tersebut.
(3) Identitas “kita” di ayat 24
berbeda dengan “kita” di ayat 1. Di ayat 1 Paulus memposisikan diri sebagai
keturunan Abraham secara jasmani, sedangkan di ayat 24 ia memposisikan
diri sebagai keturunan Abraham secara rohani.
Struktur teks ayat 23-25
dapat digambarkan sebagai berikut:
Dan
ini ditulis bukan hanya untuk dia
|
Tetapi
juga untuk kita
|
|_____ yang akan diperhitungkan
|_____ yang percaya pada Dia
yang
membangkitkan Yesus dari orang mati
________________________|
|
|_____ yang diserahkan karena pelanggaran kita
|_____ yang dibangkitkan karena pembenaran kita