SANG BUDDHA MENYADARKAN ANGULIMALA, PENYAMUN KEJAM DENGAN 999 UNTAIAN JARI TANGAN SEBAGAI KALUNG DI LEHERNYA.
Sang Buddha menaklukkan seorang penyamun ganas bernama Angulimala. Kisahnya adalah sebagai berikut :
Angulimala adalah anak seorang penasehat raja negara Kosala. Ayahnya bernama Bhaggava dan ibunya Mantani. Nama aslinya adalah Ahimsaka. Hari ia dilahirkan, semua senjata di seluruh negeri, termasuk yang ada di istana, mengeluarkan cahaya gemerlap. Raja menjadi takut sekali dan keesokan harinya memanggil penasehatnya untuk ditanyakan tentang sebab, mengapa semua senjata mengeluarkan cahaya.
Bhaggava menjawab : " Istriku baru saja melahirkan bayi laki-laki, Baginda."
Raja Kosala bertanya: "Tetapi, mengapa senjata-senjata itu lalu mengeluarkan cahaya gemerlapan?"
"Baginda, anakku itu kelak akan menjadi seorang penyamun, seorang penyamun yang luar biasa."
Kembali raja bertanya : "Apakah ia akan merampok seorang diri atau dengan berkawan ?"
Bhaggava menjawab : "Ia akan bekerja seorang diri, Baginda."
Raja kemudian berkata : "Kalau begitu, kenapa kita tidak sekarang saja membunuhnya ?"
Bhaggava menjawab : "Karena ia akan bekerja seorang diri, maka kita dengan mudah dapat menangkapnya."
Ketika Ahimsaka mencapai umur untuk bersekolah, maka ayahnya mengirim Ahimsaka ke sebuah sekolah di Takkasila. Ahimsaka merupakan murid yang terkuat, terpintar dan juga yang terpatuh dari semua murid di sekolah tersebut.
Karena itu anak-anak yang lain merasa iri hati kepada Ahimsaka.
Mereka sedikit demi sedikit menghasut guru mereka, sehingga akhirnya guru tersebut juga membenci Ahimsaka.
Setelah selesai belajar di sekolah tersebut, gurunya memanggil Ahimsaka dan berkata : " Sekarang engkau sudah tamat belajar di sekolah ini, tetapi sebelum engkau pulang, terlebih dulu engkau harus membayar uang-sekolah padaku."
"Berapakah yang harus kubayar, Guru ?"
"Engkau tidak usah membayar dengan uang. Cukup, jika engkau memberiku seribu buah jari tangan kanan manusia," jawab gurunya.
Meskipun hal ini sangat sulit sekali, namun sebagai murid yang sangat patuh, Ahimsaka berjanji pada gurunya untuk melaksanakan apa yang diminta oleh gurunya. Sebelum pergi, gurunya kembali berpesan : "Ingat, jangan membawa dua buah jari tangan dari orang yang sama".
Sampai hari itu Ahimsaka belum pernah menyakiti orang lain dan karena itu ia tidak tahu bagaimana harus memotong jari orang. Karena ingin mematuhi perintah gurunya, maka Ahimsaka membawa pedangnya dan pergi ke hutan Jalini di negara Kosala. Di hutan itu ia mencegat para pelancong yang lewat, membunuhnya dan mengambil jari tangan kanannya. Sesudah itu ia membuat kalung dari jari-jari tersebut dan menggantung kalung itu dilehernya. Karena kalung dari jari-jari tersebut ia kemudian mendapat nama baru sebagai Anglimala (Anguli = Jari; mala = kalung).
Sekarang Angulimala menjadi seorang pembunuh kejam yang ditakuti. Kalau ingin melewati hutan Jalini, para pedagang atau pelancong jalan berkelompok, berdua, berempat, bersepuluh, berdua puluh dan bertiga puluh. Tetapi, begitu mereka mendengar, "Aku Angulimala, jangan lari," mereka menggigil dan gemetaran, dan tidak dapat melarikan diri lagi. Dengan mudah Angulimala membunuh orang-orang tersebut dan memotong jari tangan kanannya. Karena itu tidak ada lagi orang yang berani lewat di hutan tersebut.
Angulimala kemudian memindahkan tempat kerjanya dan di tempat yang baru ia kembali mencegat dan membunuh orang yang lewat.
Karena itu, raja Kosala mempersiapkan tentara yang besar untuk menangkap Angulimala. Ibunya, Mantani, mendengar tentang persiapan yang dilakukan raja Kosala. Ia berkata kepada suaminya : "Anak kita yang tercinta sekarang telah menjadi seorang pembunuh. Sekarang raja sedang membuat persiapan untuk menangkap dan membunuhnya. Apakah kamu tidak dapat pergi menemui anak kita dan membujuknya supaya berhenti membunuh ?"
"Istriku tercinta, anak itu sekarang sudah terlalu ganas. Ia mungkin sudah berubah seluruhnya; dan kalau aku pergi menemuinya, mungkin akupun akan dibunuhnya. Aku tidak mau mati percuma."
Tetapi ibunya adalah seorang wanita yang halus budi pekertinya dan mempunyai hati yang baik. Apalagi ia mencintai anaknya lebih dari mencintai dirinya sendiri. Ia berpikir. "Aku harus pergi seorang diri ke hutan untuk menyelamatkan anakku." Kemudian ia berjalan pergi ke hutan dengan membawa bekal makanan seperlunya.
Ketika itu Angulimala sudah membunuh 999 orang. Berbulan-bulan lamanya ia berada di hutan tanpa memperoleh cukup makan, tidur, mandi dan pakaian yang bersih. Badannya sudah berbau busuk. Ia benci sekali dengan hidup seperti itu. Tetapi bagaimanapun juga, ia masih harus membunuh seorang lagi untuk memenuhi permintaan gurunya berupa seribu buah jari tangan kanan manusia.
Ia berpikir : "Sekarang, meskipun ibuku sendiri yang datang, aku akan membunuhnya, memotong jari tangan kanannya untuk mencukupi jumlah seribu yang diminta guruku."
Pagi hari itu, sebagai mana biasa, Sang Buddha melihat ke seluruh penjuru dunia untuk mencari orang yang mungkin dapat ditolong-Nya dalam bidang kerohanian. Ketika itu Sang Buddha melihat Angulimala, yang meskipun sudah jemu dengan perbuatan membunuh dan ingin kembali menjadi orang yang baik, masih kekurangan satu orang lagi yang akan dijadikan korban. Dan korban yang terakhir ini justru adalah ibunya sendiri.
Karena merasa kasihan, Sang Buddha lalu bertekad untuk menolong Angulimala, ibunya dan khalayak ramai. Karena itu, dengan membawa mangkuk-Nya Sang Buddha berjalan menuju ke hutan tempat Angulimala bersembunyi menunggu mangsanya yang terakhir.
Penduduk desa yang melihat Sang Buddha berjalan menuju hutan, berusaha mencegah-Nya dengan mengatakan :
"Bhikkhu, sebaiknya anda jangan pergi ke hutan itu. Di sana bersembunyi seorang penyamun bernama Angulimala. Ia telah membunuh ratusan orang. Ia adalah orang yang kejam, buas dan jahat. Ia juga pasti akan membunuh anda. Banyak orang yang sudah meninggalkan rumah dan desanya; sedangkan kami sendiri hari ini juga akan meninggalkan tempat ini; sebab siapa tahu, mungkin saja hari ini ia akan datang ke tempat ini. Karena itu, sebaiknya anda jangan berjalan terus. Kembalilah sekarang juga ke tempat dari mana anda datang."
Mereka menasehati Sang Buddha sampai tiga kali. Tetapi Sang Buddha hanya tersenyum, mengucapkan terima kasih dan melanjutkan perjalanan-Nya memasuki hutan.
Ketika itu ibu Angulimala sudah lebih dulu memasuki hutan. Angulimala melihat ibunya datang dan berpikir : "Alangkah kasihannya wanita ini. Ia datang seorang diri. Aku memang kasihan kepadanya, tetapi apa yang dapat aku lakukan? Aku harus memegang janjiku dan membunuhnya."
Ia menghunus pedangnya dan berlari mendekati ibunya. Tiba-tiba Sang Buddha berdiri antara Angulimala dan ibunya. Angulimala berpikir : "Baik juga pertapa ini berdiri di depan ibuku. Dengan demikian, aku tidak usah membunuh ibuku. Aku tidak akan mengganggunya, tetapi membunuh pertapa ini dan memotong jari tangannya."
Dengan pedang terhunus ia berlari mendekati Sang Buddha. Sang Buddha berjalan saja dengan tenang. Angulimala berlari-lari untuk menyergap dan membunuh Sang Buddha; tetapi meskipun badannya penuh dengan keringat ia tetap tak dapat menyentuh badan Sang Buddha yang sedang berjalan dengan tenang. Angulimala kemudian menjadi demikian letih, sehingga semua sendi-sendi- nya merasa sakit sekali dan tidak kuat lagi untuk berlari. Ia berpikir : "Tidak pernah aku seletih ini, meskipun dulu aku berlari-lari menangkap gajah, kuda, kereta perang, rusa atau binatang lainnya. Tetapi sekarang, sungguh mengherankan. Aneh sekali aku tak dapat mengejar pertapa ini."
Kemudian ia berteriak : " Hai berhenti, berhenti bhikkhu!"
Sang Buddha menjawab : "Aku berhenti, Angulimala! Tetapi, apakah engkau sendiri berhenti ?"
Angulimala tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Sang Buddha dan berpikir : "Seorang bhikkhu tidak boleh bohong. Bhikkhu ini, meskipun berjalan lebih cepat dari aku, mengatakan bahwa ia berhenti. Aku sekarang memang sangat letih. Tentu ada maksud tertentu dalam ucapan tersebut."
Kemudian ia bertanya pada Sang Buddha : "Bagaimana anda mengatakan berhenti, padahal anda berlari lebih cepat dari aku?"
Sang Buddha mengucapkan syair seperti di bawah ini :
Angulimala rupanya sangat terkesan dengan syair yang diucapkan Sang Buddha. Ia buang pedangnya dan berlutut di hadapan Sang Buddha.
"Sebagaimana biasa, Angulimala, aku berhenti. Karena aku berbelas-kasihan terhadap semua makluk hidup. Tetapi kamu tidak mempunyai belas kasihan terhadap makluk hidup. Karena itu aku berhenti dan kamu tidak mengerti."
Sang Buddha memberi berkah dan kemudian mengajaknya pergi ke vihara. Di vihara ia di tahbiskan menjadi bhikkhu. Ibu Anguliamala yang menyaksikan seluruh peristiwa ini dari dekat, merasa kagum sekali pada Sang Buddha, yang dalam waktu demikian singkat dapat menaklukkan Angulimala dan mengubahnya menjadi orang baik.