Date: Thu, 15 Oct 1998 00:30:14 +0700
From: Hamzah <ums@bumi.net.id>
To: Saptadi Nurfarid <spt@indosat.co.id>
CC: Abu Al Fatih <abu_fatih@hotmail.com>,
Nadirsyah Hosen <nhosen@metz.une.edu.au>
Subject: Re: Bincang-Bincang Soal Beda Madzhab
Assalaamu'alaikum wr.wb.
Akhi Saptadi Nurfarid rahimakallah.
Menurut pengamatan saya buruknya "Amal Islami" umat islam, baik pada skala individu; jama'ah atau skala negara disebabkan karena tiga hal pokok:
Kalau saya sampaikan masalah kepada audience saya; umumnya mereka akan bereaksi dengan pertanyaan islam yang benar menurut siapa? Di sini lah saya sebenarnya meletakkan wawasan pluralitas, wawasan demokrasi, wawasan bhineka tunggal ika dan yang sejenisnya yang saya miliki. Artinya islam yang benar menurut siapapun. Di sini semua orang (kelompok) bebas untuk berbicara kepada siapapun tentang konsep islam yang benar; justru jangan coba-coba disatukan. Paramadina boleh ngomong tentang islam yang benar menurut mereka; NU boleh. Muhammadiyah boleh, Masyumi boleh, Ikhawanul Muslimin boleh, Hizbut Tahrir boleh, NII boleh, siapapun pada dasarnya boleh. Nah biarkan masyarakat memilih dan terikat oleh masing kelompok baik pada tingkat pemikiran maupun amali. Pada proses seperti ini ya biasa saling kritik, kadang saling melecehkan dan sebagainya, wajar terjadi dan tidak apa-apa; yang penting masing-masing kelompok tidak menggunakan kekerasan untuk saling berebut pengikut. Biarlah semua kelompok mencoba menyelesaikan ketiga masalah tersebut melalui dakwah yang familiar; biarlah semua masyarakat berhak untuk mendengar pemikiran semua kelompok.
Konsekuensinya akan terjadi kelompok-kelompok yang mungkin bisa berevolusi menjadi kelompok yang memiliki kekuatan apapun. Nah untuk mencegah terjadinya evolusi menjadi kelompok dengan kekuatan bersenjata, di sini sistem politik kita semestinya terbuka terhadap setiap kelompok tersebut; sehingga sistem politik kita bisa dipakai sebagai sarana setiap kelompok untuk memiliki kekuasaan proporsional sesuai dengan besarnya pengikut dan mewarnai kebijakan pembangunan sesuai dengan konsep islam yang benar menurut mereka. Nah dengan proses ini kalau Islam (yang militan sekalipun) ternyata dipilih oleh mayoritas untuk dijadikan dasar negara dan lain sebagainya ya semua kelompok harus setuju; wong itu keinginan mayoritas, ini kan namanya jumhuriyyah.
Friksi dan konflik selama ini kan lebih disebabkan karena masing-masing kelompok tidak diberi hak yang sama untuk tumbuh berkembang sesuai dengan ciri khasnya masing-masing. Kelompok NII, Masyumi misalnya tidak boleh eksis, beberapa ulama yang kritis terpaksa harus hijrah ke luar negeri atau masuk bui, dll. Sementara itu paramadina dan IAIN dengan pola pikir yang banyak diberati oleh banyak kelompok justru diberi tempat istimewa untuk berkembang dan menyebarkan pemikirannya. Ya akhirnya muncul pemikiran pada beberapa kelompok bahwa untuk eksis maka memang harus digunakan jihad dalam artian qital, dan ini memang logis. Saya pun akan memilih seperti itu.
Saya yakin bila ini bisa dilakukan maka dalam waktu dekat, Islam akan segera dapat membuktikan dirinya sebagai agama yang fitrah - agama rahmatan lil alamin - tanpa harus melalui jihad dalam artian qital. Mungkinkah ini??
Wassalaamu'alaikum wr.wb.
Hamzah
Back to "Bincang2 Soal Beda Madzhab part two"