MASYARAKAT ANTI SARA INDONESIA......MASYARAKAT ANTI SARA INDONESIA.......MASYARAKAT ANTI SARA INDONESIA

 

 

Dilarang memperbanyak atau menyebarluaskan artikel berikut ini dalam bentuk apapun tanpa ada ijin tertulis.

© Masyarakat Anti Sara Indonesia

 

 

 

DICARI ORANG INDONESIA ASLI UNTUK CALON PRESIDEN

Oleh: Bambang Jatmiko

 

 

Menyambut pemilihan umum yang semakin dekat pelaksanaannya, berbagai partai politik yang tumbuh menjamur sejak terbukanya katub reformasi, mulai disibukan untuk memilih calon presiden yang akan mereka calonkan, bahkan ada partai yang telah mencalonkan pimpinan partai masing-masing sebagai kandidat presiden pasca pemerintahan transisi. Yang menarik, dari semua kriteria penyaringan maupun isu yang mereka usung untuk menganulir keabsahan kandidat dari partai seteru mereka adalah jarigon-jargon simbolik yang artifisial, seperti gender atau agama. Tidak satupun dari mereka yang merujuk pada UUD 45 yang mengatur mengenai syarat calon presiden Indonesia.

Tidak banyak memang pasal yang mengatur ketentuan mengenai kiriteria presiden. Satu-satunya pasal yang dapat dirujuk mengenai kriteria kandidat presiden adalah Pasal 6 Ayat 1 yang berbunyi: Presiden ialah orang Indonesia asli. Jadi siapapun dapat menjadi presiden di negara kita ini sepanjang yang bersangkutan adalah orang Indonesia asli, tanpa memperdulikan agama, jenis kelamin, atau variabel-variabel lainnya. Itu berarti sepanjang yang bersangkutan adalah orang Indonesia asli dan rakyat memilihnya, maka tidak ada alasan bagi siapapun juga untuk mempersoalkan identitas lainnya yang melekat pada orang tersebut.

Sekalipun dengan jelas UUD 45 menyatakan persyaratannya, namun tidak satupun partai yang mengadakan screening mengenai keaslian ke-Indonesia-an para calon presiden mereka. Belum pernah terdengar badan litsus suatu partai menelusuri silsilah keturunan dari para calon presidennya untuk dapat memastikan bahwa kandidat presiden tersebut adalah Orang Indonesia Asli. Partai politik maupun masyarakat dengan mudah menyederhanakan persoalan yang menjadi persyaratan mutlak ini, walaupun sebenarnya tidak sesederhana itu Pengabaian kriteria yang paling mendasar bagi penentuan calon pemimpin bangsa ini mungkin karena bangsa kita, secara umum, tidak terlalu akrab dengan silsilah, atau karena kita semua sadar bahwa jika dinapak-tilasi silsilah setiap calon tersebut maka kita semua akan kecewa.

Yang menjadi pertanyaan dari satu-satunya kriteria yang dituangkan dalam UUD 45 ini adalah, mengapa keaslian seseorang, bukan ke-warganegara-annya yang menjadi persyaratan? Jika demikian apakah Orang Indonesia Asli namun bukan Warga Negara Indonesia dapat menjadi presiden Indonesia? Jika jawabannya tidak, lalu apakah itu berarti bahwa kita telah melanggar ketentuan dalam UUD 45? Bila jawabannya ya dan rakyat bersedia memilihnya, lalu apakah batasan suatu negara?

Mungkin rakyat tidak perlu mengerutkan kening hanya untuk memikirkan hal ini, toh kita semua telah terlalu sering menyaksikan banyak hal yang bertentangan dengan konstitusi dalam pelaksanaan kehidupan kenegaraan kita. Seluruh penafsiran akan hal-hal yang sensitif hanya menjadi wacana para elite politik dan rakyat tinggal tut wuri handayani. Kita telah terlalu lama terlena dalam paradigma yang menjadikan UUD negara kita sebagai wangsit keramat yang pantang untuk ditinjau ulang. Namun di era reformasi sekarang ini masih adakah hal-hal yang terlalu sakral untuk disentuh, jika itu demi kelangsungan hidup bangsa kita yang begitu majemuk?

 

Prototype Orang Indonesia Asli

Kamus Bahasa Indonesia karya berbagai penulis memberikan definisi kata 'asli' tidak jauh berbeda satu dengan lainnya. Yulius S (dkk.) serta Sulchan Yasyin mendefinisikan 'asli' sebagai sesuatu yang murni, sesuatu yang belum tercampur atau terpengaruh, tidak tiruan atau palsu. Dengan demikian berarti bahwa Orang Indonesia Asli adalah orang Indonesia yang belum tercampur atau terpengaruh, yang tidak tiruan atau palsu.

Yang membuat persoalan ini menjadi rumit adalah karena kitapun tidak tahu prototype macam apa yang disebut sebagai Orang Indonesia Asli. Karena Orang Indonesia merupakan suatu idea - bukan barang cetakan - yang disepakati sebagai suatu gagasan bersama dalam Sumpah Pemuda. Jika hanya mereka yang mengikrarkan Sumpah Pemuda saja yang dianggap sebagai Orang Indonesia Asli, maka dapat dibayangkan betapa geramnya mereka yang tidak memiliki garis keturunan dari para penggagas Sumpah Pemuda tersebut. Jika mereka yang menyusun UUD 45 atau proklamator negara ini yang dianggap sebagai prototype Orang Indonesia Asli, mungkin hanya segelintir orang saja yang ingin menjadi politikus di negeri ini. Lalu siapakah sebenarnya prototype Orang Indonesia Asli?

Banyak paradoksal yang kita temukan dalam persoalan ini. Mengatakan bahwa ada Orang Indonesia Asli berarti sama dengan menganggap orang Indonesia sama dengan barang cetakan yang dapat ditakar komposisi unsur-unsur penyusunnya dan juga bahan bakunya. Mengatakan bahwa tidak ada protype Orang Indonesia Asli juga tidak benar dan bahkan mungkin dianggap melecehkan. Sebab fakta sejarah menunjukan bahwa negara kita telah memiliki tiga orang presiden yang secara dejure tentunya telah lulus persyaratan konstitusional sebagai Orang Indonesia Asli. Hanya dari fakta sejarah inilah kita dapat merekonstruksi model Orang Indonesia Asli. Sekali lagi, kita hanya dapat merekonstruksi, tanpa pernah mengetahui secara pasti model Orang Indonesia Asli dan bahan bakunya. Namun sebelum kita beranjak lebih jauh lagi akan fakta sejarah ini kita harus kompromi terlebih dahulu bahwa ketiga presiden kita mengemban predikat tersebut secara konstitusional, bukan karena kecelakaan sejarah belaka, walaupun presiden kita yang pertama diculik oleh para pemuda untuk memproklamirkan kemerdekaan RI dan sebagai suatu negara yang merdeka tentu harus memiliki presiden, meskipun presiden ke dua naik pentas karena Supersemar yang masih banyak diperdebatkan orang, dan kendati presiden kita yang ketiga naik panggung secara tiba-tiba untuk menggantikan pendahulunya yang diturunkan rakyat.

Dari ketiga orang yang telah lulus screening keaslian tersebut, ada beberapa hal yang dapat ditarik sebagai kriteria untuk merekonstruksi prototype Orang Indonesia Asli. Menjadikan identitas kesukuan dan agama mereka sebagai kriteria tidak memenuhi quorum range para penggagas Sumpah Pemuda yang melahirkan 'Orang Indonesia'. Kriteria yang tersisa dan identik dengan identitas mereka yang mengumandangkan Sumpah Pemuda, serta sesuai dengan apa yang diajarkan kepada masyarakat awam, adalah kepribumian. Adanya klaim kepribumian ini, walaupun dahulu merupakan isu yang digunakan penjajah Belanda untuk memecah belah bangsa ini, menjadikan Orang Indonesia Asli hidup sebagai sosok yang riil, hadir dan lahir dari perut bumi Indonesia. Bila tidak ada klaim kepribumian, maka term Orang Indonesia Asli tidak akan tumbuh dan diterima dalam kehidupan praktis kita. Dan jika ada Orang Indonesia Asli tentu harus ada Orang Indonesia Palsu, hasil sepuhan. Maka harus ada yang harus dikorbankan untuk menerima label sebagai Orang Indonesia Palsu.

Jika memang Orang Indonesia Asli ditafsirkan sebagai pribumi, maka ada yang perlu diklarifikasi lebih dalam lagi mengenai kepribumian orang Indonesia. Selama ini kita yang keturunan Melayu menganggap diri kitalah pribumi itu, dengan kata lain Orang Indonesia Asli. Dan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan kita, karena kita pribumi dan merasa paling berhak atas wilayah ini, kita bisa dengan bebas memasukkan mereka yang kita kehendaki ke dalam rumpun Melayu, tanpa memperdulikan apakah mereka lebih hitam dari kita atau sama sipitnya seperti mereka yang kita sebut sebagai non-pribumi. Dan mereka yang disebut sebagai non-pribumi, sekedar tuntutan demi adanya paduan kata, terpaksa harus menerima label sebagai Orang Indonesia Palsu. Kejam? Memang, tapi itulah hegemoni politik.

 

Siapakah Pribumi di Indonesia?

Dalam berbagai kamus bahasa Indonesia kata pribumi didefinisikan sebagai penduduk asli suatu wilayah, bukan penduduk pendatang. Disini jelas bahwa persoalan waktu kedatangan bukan menjadi parameter, tapi sekali lagi keaslian. Tidak perduli kapan mereka datang dan menetap, selama mereka bukan penduduk asli, mereka adalah non-pribumi.

Sejauh ini, jika kita percaya pada teori evolusi, maka satu-satunya pribumi di dunia ini adalah orang Afrika. Karena itulah Afrika dikenal sebagai cradle of humankind, tempat terlahirnya manusia, yang kemudian menyebar keseluruh penjuru dunia. Memang ada juga teori yang mengatakan bahwa manusia berkembang di dua tempat - Afrika dan Asia - lalu kemudian menyebar ke berbagai wilayah. Dan Indonesia merupakan salah satu tempat berkembangnya manusia di Asia menurut teori tersebut. Apakah ini yang menyebabkan kita mengklaim diri kita sebagai pribumi di Indonesia? Mungkin, tapi tidak valid.

Secara samar-samar kita memang telah diajarkan mengenai keberadaan rumpun kita di wilayah ini. Namun entah disengaja atau tidak, sejak di bangku Sekolah Dasar kita diajarkan bahwa nenek moyang kita (Melayu) berasal dari Cina, titik. Seolah sejak dari daratan Cina nenek moyang kita sudah merupakann rumpun Melayu. Kita tidak diajarkan secara eksplisit bahwa nenek moyang kita tidak saja berasal dari Cina tapi juga orang Cina.

Habgood (1989) mengatakan bahwa manusia modern Indonesia berasal dari Cina daratan. Gelombang migrasi nenek moyang kita yang merupakan para petani Cina dimulai pada 5000 tahun yang lalu dan mencapai bagian barat Indonesia pada 3000 tahun yang lalu. Sebagai petani, nenek moyang kita memiliki teknologi yang lebih maju dibandingkan mereka, kaum negrito, yang terlebih dahulu mendiami wilayah ini dan sumber kehidupannya hanya dari berburu dan mengumpulkan makanan dihutan. Oleh karena memiliki teknologi yang lebih maju, maka dengan mudahnya nenek moyang kita menggusur kaum negrito keluar dari wilayah yang mereka diami selama ini. Keturunan dari kaum negrito yang tergusur ini masih bisa kita temukan diwilayah pedalamam Irian, yang masih tetap mempraktekan pola hidup berburu dan mengumpulkan makanan.

Baik dari sejarah maupun dari konteks kata pribumi itu sendiri, sudah jelas bahwa kita - rumpun Melayu - bukanlah penduduk asli di wilayah nusantara ini. Kita adalah pendatang sebagaimana halnya mereka yang kita labelkan sebagai non-pribumi. Lalu jika demikian mengapa klaim sebagai pribumi tetap ingin kita kibarkan dan kita arak dalam kehidupkan bernegara kita? Mungkin - walaupun dahulunya merupakan virus yang disebarkan oleh penjajah Belanda - istilah ini tetap dikampanyekan karena jika tidak ada klaim sebagai pribumi maka berarti menegasikan keberadaan Orang Indonesia Asli. Mengatakan Orang Indonesia Asli tidak ada berarti menyatakan bahwa UUD 45 harus diubah serta banyak kebijakan di negeri ini harus ditinjau ulang, dan yang jauh lebih berdampak, banyak orang akan kebakaran jenggot karena privilege mereka sebagai 'tuan tanah' akan terpangkas.

Sebaliknya, jika tetap bersikukuh bahwa Orang Indonesia Asli ada dan kita ingin semua berjalan sesuai dengan konstitusi, mungkin kita harus mempersiapkan diri untuk tidak memiliki presiden. Sebab di abad modern ini tak ada satu manusiapun, apalagi sebuah bangsa, di muka bumi ini yang mampu menjaga kemurnian garis keturunannya. Lalu kita mesti bertanya masih adakah sesuatu yang imun dari perubahan di era reformasi ini, sekalipun itu sesuatu yang selama ini kita sakralkan?

Mungkin kita perlu belajar dari negara-negara Amerika Latin akan makna bernegara dalam komponen bangsa yang majemuk. Bahwa bangsa dan nasionalisme adalah suatu idea, bukan pakaian seragam kodian yang dapat dibuktikan keasliannya, sededar dari kenampakan fisik belaka.

 

*****