Tahun 1825-1830 seorang pendekar dari Malang Kelurahan Caturharja
Daerah Istimewa Yogyakarta bernama DEMANG DAWUK yang bersama-sama muridnya melawan penjajahan Belanda. Tapi karena hanya memiliki
peralatan yang sederhana usaha mereka mengalami kegagalan, bahkan tidak sedikit pendekar sakti yang gugur dalam pertempuran
itu.
Perjuangan mereka masih tetap diteruskan oleh salah seorang keturunan sekaligus
murid Demang Dawuk yang bernama RADEN KARMENI yang kemudian diangkat menjadi Bekel (Lurah).
Raden Karmeni adalah seorang pengajar agama, petani sekaligus pendekar silat yang
tangguh, tetapi tak seorangpun yang mengetahui hal tersebut begitu juga anak-anak beliau. Beliau tidak mau mengajarkan kepandaian
beladirinya kepada orang lain bahkan kepada saudara-saudara dan anak-anaknya sendiri. Anak-anak beliau dibiarkan memilih bakatnya
masing-masing. Dari 5 orang anaknya hanya 2 orang saja yang mengikuti beliau yang mau belajar ilmu beladiri, yaitu J. SUKIRNO
dan SUKIRJO (GURU BESAR PS. GARUDA JISAI).
J. Sukirno, sang kakak lebih dahulu belajar ilmu beladiri dari bermacam-macam
aliran, misalnya Cimande dan Setia Hati, selain itu mewarisi silat keluarga. Dan mendirikan Perguruan BAYU MANUNGGAL pada
tahun 1954.
Sedangkan sang adik, Sukirjo belajar ilmu beladiri pada kakaknya pada umur 11
tahun dari tahun 1956 sampai dengan 1962, dan akhirnya berpisah mengikuti jalannya masing-masing. J. Sukirno menyempurnakan
ilmu dan akhirnya menjadi paranormal.
Pemuda Sukirjo selain belajar ilmu beladiri juga belajar SENI TARI pada GURU SOMO
pada tahun 1958 sampai dengan tahun 1963, sehingga pada tahun 1962-beliau waktu itu masih duduk di bangku SMP-dapat mendirikan
suatu perkumpulan yang dinamakan PORSETAM (Persatuan Olah Raga, Seni Tari dan Drama). Dari seni tari inilah beliau belajar
FILSAFAT JAWA yang diambil dari tokoh-tokoh pewayangan seperti Buto Cakil, Gatot Koco, Hanoman dan lain-lain. Dan selanjutnya
untuk menambah wawasan, beliau belajar FILSAFAT YUNANI di Perguruan Tinggi.
Pada tahun 1963 Sukirjo belajar tinju pada PAIJAN dan pada tahun itu juga beliau
belajar JUDO DEFENCE pada GABRIEL SUHITO.
Pada tahun 1963-1964 akhir, beliau berguru pada SALEH WASESO untuk mempelajari
THE ART OF JUDO atau lebih dikenal dengan JIUJITSU yang merupakan induk dari Judo dan Karate. Tetapi beliau berhenti sampai
tingkat sabuk coklat karena tidak ada biaya untuk mengikuti ujian kenaikan tingkat sabuk hitam di Jakarta.
Tahun 1964-1965 beliau diajak PENDEKAR SAWALI untuk masuk Perguruan JUGIL AWAR
AWAR yang dipimpin oleh ROMO SUGENG sebagai Guru Besarnya. Dan di perguruan ini beliau diajar oleh PENDEKAR KUSMIARTO di Desa
Morangan.
Nama Jugil Awar awar diambil dari sebuah goa di daerah Ungaran yang di sekelilingnya
banyak ditumbuhi pohon awar awar. JUGIL adalah modal atau alat untuk mencungkil dan AWAR AWAR adalah pohon yang rahasianya
terletak pada bunganya, jadi secara keseluruhan JUGIL AWAR AWAR berarti memberantas rahasia kejahatan.
Di perguruan inilah Sukirjo belajar ilmu PERMOHONAN yang nantinya akan berkembang
menjadi ilmu PANUNGGALAN yang hasilnya beliau mendapat ilmu WUTONGPAI, KUNTONGPAI, mampu melawan ilmu kontak, dan mampu melawan
ilmu kebal serta pengobatan spiritual.
Perbedaan dari ilmu Permohonan dan ilmu Panunggalan adalah :
Permohonan berdasarkan KARSA, RASA dan CIPTA, sedangkan Panunggalan berdasarkan
CIPTA, RASA dan KARSA.
Ilmu Panunggalan ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 1625 peninggalan dari SULTAN
AGUNG MATARAM PANEMBAHAN SENOPATI.
Tahun 1965 Sukirjo dipercaya melatih Perguruan Jugil Awar awar di daerah Wirosari,
Semarang. Dari hanya 3 orang murid menjadi 40 orang,
pada saat itu beliau sudah kuliah di DI. Yogyakarta,
sehingga beliau harus pulang pergi Semarang-Yogyakarta setiap minggunya.
Tahun 1965-1966 pada saat pemberontakan G 30 S/PKI meletus, beliau melatih di
KAMI/KAPI dan BATALYON V YOS SUDARSO. Dan di sela-sela semua kegiatan itu beliau berlatih KUNGFU dan ILMU TENAGA DALAM di
KELUARGA TANG.
Setelah Perguruan Jugil Awar awar mulai goyah dan jarang kegiatan, maka pada
28 April 1966
(HUT ALIRAN) Sukirjo mendirikan PASIKAT JUA (Pasukan Kilat Jugil Awar Awar) di di Tromol Pos 29 Merican DI Yogyakarta yang
didukung oleh Batalyon V Yos Sudarso.
Tanggal 12 Desember 1967 beliau dipanggil Romo Sugeng untuk mengadakan konsolidasi
Perguruan Jugil Awar awar yang hampir bubar dan sekaligus menguji beliau sebagai
Guru Besar Pasikat Jua. Setelah mengalami ujian yang berat baik dalam ilmu beladiri maupun ilmu pengobatan spiritual oleh
tiga pendekar yaitu SAWALI, SUWAJI dan PARDI, akhirnya beliau lulus dan mendapat restu dari Romo Sugeng.
Tahun 1968-1969 beliau kembali melatih di Perguruan Jugil Awar awar dan juga melatih
di Pasikat Jua. Pergruan Jugil Awar awar beraliran RELIGIUS sedangkan Pasikat Jua beraliran RASIONAL, gabungan keduanya adalah
merupakan aliran dari PS. GARUDA JISAI yaitu RASIONAL RELIGIUS.
7 Februari 1970 beliau hijrah ke Jakarta dan mendirikan Perguruan SELF DEFENCE GARUDA CLUB INDONESIA (SDGCI) di Jalan
Sangidu Trikora dengan pembina SERMA MASIMAN dan PELTU MARTIN NAYOAN.
Setelah dikonsultasikan dengan para pembina dan anggotanya pada 4 Agustus 1970
SDGCI diresmikan dan diganti namanya menjadi SODO JISAI (Silat Olah Judo Pengkajian Silat Amarta Indonesia) serta membakukan kurikulum. Para pembinanya adalah MAYOR ERHAS dan MAYOR PANJI WIRANATA.
Tahun 1973 mencoba masuk IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia), tapi ditolak dengan alasan namanya masih
berbau asing dan tidak mencerminkan budaya bangsa Indonesia.
Dan tahun 1976 kembali mencoba masuk IPSI dengan merubah namanya menjadi GARUDA
JISAI dan diterima menjadi anggota tercatat.
Pengambilan nama GARUDA dengan alasan :
1. Atas lahirnya yang bersifat nasional;
2. Lambang negara/Pagar Udara; dan
3. Kenangan pertama kali latihan di
GEDUNG GARUDA Halim.
Dan akhirnya pada tahun 1979 masuk sebagai anggota terdaftar IPSI dan namanya
menjadi IPSI GARUDA JISAI.