Eksposisi Injil Yohanes
oleh: Pdt. Budi
Asali MDiv.
Ay 1: “Lalu Pilatus mengambil Yesus dan menyuruh orang menyesah
Dia”.
1) Pontius Pilatus menyuruh orang
untuk menyesah Yesus.
KJV: ‘Then Pilate therefore took Jesus, and
scourged him’ (= Karena itu lalu
Pilatus mengambil Yesus dan menyesahNya).
Clarke mengatakan bahwa ini tentu harus
diartikan bahwa Pilatus menyuruh orang untuk menyesah Yesus. Tidak mungkin
Pilatus sendiri yang melakukan penyesahan tersebut, sekalipun Clarke mengatakan
bahwa ada orang yang menganggapnya demikian.
2) Penyesahan Romawi jauh lebih hebat
dari penyesahan Yahudi.
Adam Clarke: “As
our Lord was scourged by order of Pilate, it is probable he was scourged in the
Roman manner, which was much severe than that of the Jews” (= Karena Tuhan kita disesah oleh perintah dari Pilatus,
mungkin Ia disesah dengan cara Romawi, yang jauh lebih berat / hebat dari pada
penyesahan Yahudi) -
hal 648-649.
Thomas Whitelaw mengatakan
(hal 392) bahwa orang Yahudi hanya mencambuki bagian atas dari tubuh,
tetapi orang Romawi mencambuki seluruh tubuh.
Dalam hukum Taurat dikatakan bahwa
pencambukan tidak boleh dilakukan lebih dari 40 x.
Ul 25:3 - “Empat puluh kali harus orang itu dipukuli, jangan lebih;
supaya jangan saudaramu menjadi rendah di matamu, apabila ia dipukul lebih
banyak lagi”.
Tetapi kalau orang Yahudi melakukan
pencambukan, maka mereka melakukan hanya 39 x, supaya kalau ada salah
perhitungan, tetap tidak melebihi batas 40 x yang ditentukan hukum Taurat.
Bdk. 2Kor 11:24 - “Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat
puluh kurang satu pukulan”.
Tetapi orang Romawi tidak terikat oleh
peraturan hukum Taurat ini, dan mereka mencambuki tanpa menghitung maupun belas
kasihan.
3) Versi Yohanes dan versi Matius /
Markus.
Matius dan Markus menceritakan bahwa
penyesahan dilakukan sebelum penyaliban, tetapi berbeda dengan Yohanes, mereka
tidak menceritakan bahwa Pontius Pilatus menyesah Yesus dengan tujuan
melepaskan Yesus dari salib.
4) Mengapa penyesahan mendahului
penyaliban?
Pulpit Commentary: “Roman
and Greek historians confirm the custom (Josephus, ‘Ant,’ v. 11.1; ‘Bel.
Jud.,’ii.14.9; comp. Matt. 20:19; Luke 18:33) of scourging before crucifixion.
It may have had a twofold motive - one to glut the desire of inflicting
physical torment and ignominy, and another allied to the offer of anodyne, to
hasten the final sufferings of the cross” [= Para ahli sejarah Romawi dan Yunani meneguhkan
kebiasaan / tradisi (Josephus, ‘Ant,’ v. 11.1; ‘Bel. Jud.,’ii.14.9; comp.
Mat 20:19; Luk 18:33) tentang penyesahan sebelum penyaliban. Itu bisa
mempunyai motivasi ganda - pertama untuk memuaskan keinginan untuk memberikan
siksaan fisik dan kehinaan, dan yang kedua berhubungan dengan tawaran pengurangan
rasa sakit, untuk mempercepat penderitaan akhir pada salib] - hal 416.
5) Kitab Suci (ay 1) hanya
menggunakan satu kata, yaitu EMASTIGOSEN (= menyesah).
Leon Morris (NICNT): “It
is a further example of the reserve of the Gospels that they use but one word to
describe this piece of frightfulness. There is no attempt to play on our
emotions” (= Itu merupakan contoh
lagi tentang sikap hati-hati dari Injil-injil dimana mereka menggunakan hanya
satu kata untuk menggambar-kan potongan yang menakutkan ini. Tidak ada usaha
untuk mengambil keuntungan secara tidak benar dari emosi kita) - hal 790.
Memang saya sendiri tidak setuju dengan
penceritaan penyesahan dan penyaliban yang ditujukan sekedar untuk
membangkitkan emosi. Tetapi saya berpendapat bahwa pengertian kita tentang
betapa hebatnya penderitaan yang Yesus alami pada waktu penyesahan dan
penyaliban, merupakan sesuatu yang penting, karena hal itu bisa memberikan kita
pengertian tentang:
a) Kesucian Allah yang ditunjukkan
dengan kebencianNya terhadap dosa, dan juga keadilan Allah, yang ditunjukkan
dengan memberikan hukuman yang begitu hebat terhadap dosa. Ini seharusnya
menyebabkan kita tidak meremehkan dosa, atau sembarangan berbuat dosa.
b) Kasih Kristus kepada kita yang telah
Ia tunjukkan dengan kerelaanNya untuk mengalami penyesahan dan penyaliban untuk
menebus dosa kita atau untuk menggantikan kita memikul hukuman dosa. Pengertian
ini seharusnya menyebabkan kita membalas kasihNya, sehingga rela menderita dan
berkorban bagi Dia, baik dalam ketaatan, pelayanan, maupun pemberian
persembahan.
6) Hebatnya penyesahan.
Pulpit Commentary: “This
was no ordinary whip, but commonly a number of leather thongs loaded with lead
or armed with sharp bones and spikes, so that every blow cut deeply into the
flesh, causing intense pain” (= Ini bukannya cambuk biasa, tetapi biasanya merupakan
sejumlah tali kulit yang dimuati / dibebani / diberi timah atau diperlengkapi
dengan tulang-tulang runcing dan paku-paku, sehingga setiap cambukan mengiris
dalam ke dalam daging, menyebabkan rasa sakit yang sangat hebat) - ‘Matthew’,
hal 586.
William Hendriksen: “The
Roman scourge consisted of a short wooden handle to which several thongs were
attached, the ends equipped with pieces of lead or brass and with sharply
pointed bits of bone. The stripes were laid especially (not always exclusively)
on the victim’s back, bared and bent. The body was at times torn and lacerated
to such an extent that deep-seated veins and arteries - sometimes even entrails
and inner organs - were exposed. Such flogging, from which Roman citizens were
exempt, often resulted in death” [= Cambuk Romawi terdiri dari gagang kayu
yang pendek yang diberi beberapa tali kulit, yang ujungnya dilengkapi dengan
potongan-potongan timah atau kuningan dan potongan-potongan tulang yang
diruncingkan. Pencambukan diberikan terutama, tetapi tidak selalu hanya, pada
punggung korban, yang ditelanjangi dan dibungkukkan. Tubuh itu kadang-kadang
koyak dan sobek sedemikian rupa sehingga pembuluh darah dan arteri yang
terletak di dalam - kadang-kadang bahkan isi perut dan organ bagian dalam -
menjadi terbuka / terlihat. Pencambukan seperti itu, yang tidak boleh dilakukan
terhadap warga negara Romawi, sering berakhir dengan kematian] - hal 414.
William Barclay: “When
a man was scourged he was tied to a whipping-post in such a way that his back
was fully exposed. The lash was a long leather thong, studded at intervals with
pellets of lead and sharpened pieces of bone. It literally tore a man’s back
into strips. Few remained conscious throughout the ordeal; some dies; and many
went raving mad” (= Pada waktu seseorang disesah ia diikat pada tiang
pencambukan sedemikian rupa sehingga punggungnya terbuka sepenuhnya. Cambuk itu
adalah tali kulit yang panjang, yang pada jarak tertentu ditaburi dengan
butiran-butiran timah dan potongan-potongan tulang yang diruncingkan. Itu
secara hurufiah merobek punggung seseorang menjadi carikan-carikan. Sedikit
orang bisa tetap sadar melalui siksaan itu; sebagian orang mati; dan banyak
yang menjadi marah sekali / mengoceh seperti orang gila) - hal 244.
Leon Morris (NICNT): “Scourging
was a brutal affair. It was inflicted by a whip of several thongs, each of
which was loaded with pieces of bone or metal. It could make pulp of a man’s
back” (= Pencambukan adalah suatu peristiwa yang brutal. Hal
itu diberikan dengan sebuah cambuk yang terdiri dari beberapa tali kulit, yang
masing-masing diberi potongan-potongan tulang atau logam. Itu bisa membuat
punggung seseorang menjadi bubur) - hal 790.
Leon Morris (NICNT): “...
Josephus tells us that a certain Jesus, son of Ananias, was brought before
Albinus and ‘flayed to the bone with scourges’ ... Eusebius narrates that
certain martyrs at the time of Polycarp ‘were torn by scourges down to
deep-seated veins and arteries, so that the hidden contents of the recesses of
their bodies, their entrails and organs, were exposed to sight’ ... Small
wonder that men not infrequently died as a result of this torture” (= Josephus menceritakan bahwa seorang
Yesus tertentu, anak dari Ananias, dibawa ke depan Albinus dan ‘dikuliti sampai
tulangnya dengan cambuk’ ... Eusebius menceritakan bahwa martir-martir tertentu
pada jaman Polycarp ‘dicabik-cabik oleh cambuk sampai pada pembuluh darah dan
arteri yang ada di dalam, sehingga bagian dalam yang tersembunyi dari tubuh
mereka, isi perut dan organ-organ mereka, menjadi terbuka dan kelihatan’ ...
Tidak heran bahwa tidak jarang orang mati sebagai akibat penyiksaan ini) - hal 790,
footnote.
7) Harus diingat bahwa penyesahan yang
Yesus alami bukan hanya sangat hebat, tetapi juga bersifat menggantikan /
dilakukan untuk kita.
Kita yang adalah orang berdosa, dan
karena itu kitalah yang seharusnya mengalami hukuman seperti itu. Tetapi Yesus
yang tidak bersalah, karena kasihnya kepada kita, rela menanggung hukuman itu
bagi kita, supaya kalau kita percaya kepada Dia, kita bebas dari semua hukuman
dosa!
Yes 53:4-6 - “(4) Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya,
dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah,
dipukul dan ditindas Allah. (5) Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan
kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan
keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita
menjadi sembuh. (6) Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita
mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan
kita sekalian”.
Golongan Pentakosta dan Kharismatik
pada umumnya menganggap bahwa ‘penyakit’ dan ‘kesembuhan’ yang dibicarakan di
sini menunjuk pada penyakit / kesembuhan jasmani. Dan biasanya mereka
menggunakan bagian ini untuk mendukung pandangan mereka bahwa orang kristen harus
sembuh dari penyakit jasmani.
Dan mereka mendukung penafsiran ini
dengan menggunakan Mat 8:16-17 - “Menjelang
malam dibawalah kepada Yesus banyak orang yang kerasukan setan dan dengan
sepatah kata Yesus mengusir roh-roh itu dan menyembuhkan orang-orang yang
menderita sakit. Hal itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan
oleh nabi Yesaya: ‘Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit
kita’.”.
Jadi, kelihatannya Mat 8:17 memang
mendukung penafsiran bahwa kata ‘penyakit’ dan ‘kesembuhan’ menunjuk pada
‘penyakit / kesembuhan jasmani’.
Tetapi saya beranggapan bahwa
‘penyakit’ maupun ‘kesembuhan’ yang dibicarakan oleh Yesaya adalah penyakit /
kesembuhan rohani, bukan jasmani. Itu terlihat dari kontextnya, karena
Yes 53:5,6 jelas berbicara tentang dosa. Itu juga terlihat dari
1Pet 2:24-25 yang jelas mengutip Yes 53:4-6 tersebut, dan menerapkannya
terhadap penyakit / kesembuhan rohani.
1Pet 2:24-25 - “Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuhNya di
kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh
bilur-bilurNya kamu telah sembuh. Sebab dahulu kamu sesat seperti domba,
tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu”.
Tetapi bagaimana dengan
Mat 8:16-17 yang kelihatannya menerapkannya pada penyakit dan kesembuhan
jasmani?
Calvin: “Matthew
quotes this prediction, after having related that Christ cured various
diseases; though it is certain that he was appointed not to cure bodies, but
rather to cure souls; for it is of spiritual disease that the Prophet intends
to speak. But in the miracles which Christ performed in curing bodies, he
gave a proof of the salvation which he brings to our souls. That healing
had therefore a more extensive reference than to bodies, because he was appointed
to be the physician of souls; and accordingly Matthew applies to the outward
sign what belonged to the truth and reality” (= Matius mengutip ramalan ini, setelah
menceritakan bahwa Kristus menyembuhkan bermacam-macam penyakit; sekalipun
sudah tentu bahwa Ia ditetapkan bukan untuk menyembuhkan tubuh, tetapi untuk
menyembuhkan jiwa; karena adalah penyakit rohanilah yang dibicarakan oleh sang
nabi. Tetapi dalam mujijat-mujijat yang dilakukan Kristus dalam menyembuhkan
tubuh, Ia memberi suatu bukti tentang keselamatan yang Ia bawa kepada jiwa kita.
Karena itu kesembuhan itu mempunyai hubungan yang lebih luas dengan jiwa dari
pada tubuh, karena Ia ditetapkan sebagai dokter untuk jiwa; dan sesuai dengan
itu Matius menerapkan pada tanda lahiriah, apa yang termasuk pada kebenaran
dan kenyataan) -
hal 115.
Jadi maksudnya adalah sebagai berikut:
Yes 53:4 itu memang berbicara tentang penyakit rohani (dosa),
tetapi dalam Mat 8:17 Matius mengutip Yes 53:4 itu dan menerapkannya pada
kesembuhan jasmani, karena Yesus memang sering melakukan sesuatu yang bersifat
jasmani untuk mengajar suatu kebenaran rohani (Ini bukan suatu
pengallegorian!).
Contoh:
·
Ia
mencelikkan mata orang buta dalam Yoh 9 untuk mengillustrasikan diriNya
sebagai Terang dunia (Yoh 9:5).
·
Ia
membangkitkan orang mati / Lazarus (Yoh 11) untuk mengajar bahwa Ia adalah
Kebangkitan dan Hidup (Yoh 11:25-26).
·
Ia
melipat gandakan roti (Yoh 6), untuk mengajar bahwa Ia adalah Roti Hidup
(Yoh 6:35).
Dalam Mat 8 juga demikian. Ia
menyembuhkan secara jasmani (Mat 8:15-16) untuk menunjukkan diriNya
sebagai penyembuh rohani / dosa (Mat 8:17 bdk. Yes 53:4-5).
Jadi, sebetulnya sekalipun
Mat 8:15-16 berbicara tentang kesembuhan / penyakit jasmani, tetapi
Mat 8:17 berbicara tentang kesembuhan / penyakit secara rohani, yaitu
dosa. Karena itu Matius lalu menganggap ini sebagai penggenapan dari Yes
53:4-5!
Ay 2-3: “Prajurit-prajurit menganyam sebuah mahkota duri dan
menaruhnya di atas kepalaNya. Mereka memakaikan Dia jubah ungu, dan sambil maju
ke depan mereka berkata: ‘Salam, hai raja orang Yahudi!’ Lalu mereka menampar
mukaNya”.
1) ‘Prajurit-prajurit
menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepalaNya’.
a) ‘Mahkota duri’ itu dimaksudkan
sebagai penyiksaan atau sekedar hinaan / ejekan?
·
Ada
penafsir yang menganggap ini betul-betul ditujukan sebagai siksaan dan karena
itu mereka menggambarkan duri itu panjang-panjang sehingga mencocok / melukai
kepala Yesus, dan menimbulkan rasa sakit yang hebat (Pulpit Commentary, hal
417).
·
Tetapi
banyak juga penafsir yang beranggapan bahwa mahkota duri ini tidak dimaksudkan
untuk menyiksa Yesus, tetapi hanya untuk mengejek Yesus, dan karena itu mereka
bukannya menggunakan tanaman yang mempunyai duri-duri yang panjang (Clarke, hal
272), atau mereka membuat mahkota itu sedemikian rupa sehingga duri-durinya
menghadap ke atas (Leon Morris, hal 790-791, footnote).
Pandangan ini kelihatannya lebih sesuai
dengan kontex dari ay 2-3, Mat 27:27-31, Mark 15:16-20a yang
memang bukan menunjukkan penyiksaan, tetapi pengejekan. Kalau memang demikian
mungkin sekali durinya tidaklah panjang-panjang, sekalipun memang duri ini
tetap mungkin melukai kepala Yesus, apalagi ketika kepala yang bermahkotakan
duri itu dipukul dengan buluh (Mat 27:30
Mark 15:19).
·
Ada yang
menganggap bahwa pemberian mahkota duri tersebut merupakan gabungan penyiksaan
dan ejekan.
William Hendriksen: “They
wanted to torture him. They also wanted to mock him. The crown of thorns
satisfied both ambitions” (= Mereka
ingin menyiksaNya. Mereka juga ingin mengejekNya. Mahkota duri itu memuaskan
kedua ambisi / keinginan tersebut) - hal 415.
b) William Hendriksen menganggap bahwa
tidak penting untuk mengetahui jenis tanaman apa yang digunakan sebagai mahkota
duri tersebut. Ia menganggap bahwa yang lebih penting adalah hubungan mahkota
duri ini dengan Kej 3:18.
William Hendriksen: “the identity of the species which was used by the
soldiers cannot be established. It is of little importance. More significant is
the fact that thorns and thistles are mentioned in Gen 3:18 in connection with
Adam’s fall. Hence, here in 19:2,3 Jesus is pictured as bearing the curse that
lies upon nature. He bears it in order to deliver nature (and us) from it” [= identitas
dari jenis tanaman yang digunakan oleh para tentara itu tidak bisa ditentukan.
Dan ini tidak penting. Yang lebih penting adalah fakta bahwa duri dan rumput
duri disebutkan dalam Kej 3:18 dalam hubungannya dengan kejatuhan Adam.
Karena itu, di sini dalam 19:2,3 Yesus digambarkan menanggung / memikul kutuk
yang ada pada alam. Ia memikulnya untuk membebaskan alam (dan kita) dari kutuk
itu] - hal 415.
Penafsiran
ini merupakan sesuatu yang menarik, tetapi saya tidak tahu apakah ini bisa
dibenarkan.
c) Pulpit Commentary: “The crowning of Jesus with thorns symbolized the
character of the religion which he founded. The cross was followed by the
resurrection; the entombment by the ascension. Thus God brought together, in
the career of his own Son, the profoundest humiliation and the most exalted
glory. And this arrangement represents the nature of Christianity. It is a
religion of humility, contrition, and repentance, and also of peace, victory,
and power. It smites the sinner to the earth; it raises the pardoned penitent
to heaven” (= Pemahkotaan Yesus
dengan duri menyimbolkan sifat dari agama yang Ia dirikan. Salib diikuti oleh
kebangkitan; penguburan diikuti oleh kenaikan ke surga. Demikianlah Allah
mempersatukan, dalam karir dari AnakNya sendiri, perendahan yang paling dalam
dan kemuliaan yang paling tinggi. Dan pengaturan ini menggambarkan sifat dari
kekristenan. Itu adalah agama dari kerendahan hati, penyesalan, dan pertobatan,
dan juga dari damai, kemenangan, dan kuasa. Itu memukul orang berdosa ke bumi;
itu mengangkat petobat yang sudah diampuni ke surga) - hal 440-441.
Penerapan:
Karena itu kalau dalam mengikut Kristus
saudara sekarang ini ada dalam penderitaan, kemiskinan, kehinaan, maka pikirkan
bahwa nanti saudara akan mendapatkan kemuliaan. Bdk. Ro 8:18 2Kor 4:17.
2) ‘Mereka
memakaikan Dia jubah ungu’.
Ay 2 ini, dan juga
Mark 15:17, mengatakan ‘jubah ungu’ [NIV / NASB: ‘purple’ (= ungu)].
Mat 27:28 - ‘Jubah ungu’. Ini salah
terjemahan!
NIV/NASB: ‘a scarlet robe’ (= jubah merah tua).
Ada beberapa cara untuk mengharmoniskan
bagian-bagian ini:
a) Warna
jubah itu ada di antara merah tua dan ungu.
b) J. A. Alexander mengatakan bahwa
istilah bahasa Yunani untuk warna sangat tidak pasti, sehingga yang mereka
sebut dengan ‘ungu’ adalah warna-warna yang terletak di antara merah cerah
sampai pada biru gelap.
c) Kain / jubah ungu pada saat itu
adalah kain yang sangat mahal, dan hanya dipakai oleh orang-orang kaya, raja
atau orang yang mendapat penghormatan dari raja (bdk. Ester 8:15 Daniel 5:7,29 Luk 16:19 Wah 17:4). Karena itu jelas tidak
mungkin bahwa tentara Romawi itu betul-betul memakaikan jubah ungu kepada tubuh
Yesus yang penuh dengan darah itu. Sama seperti mahkota yang dipakaikan
bukanlah mahkota sungguh-sungguh tetapi mahkota duri, dan tongkat kerajaan yang
diberikan hanyalah sebatang buluh (ay 29), maka jelaslah jubah yang
dipakaikan bukanlah betul-betul jubah ungu.
Jadi, mungkin sekali Matius menuliskan
‘merah tua’ sesuai dengan aslinya, tetapi Markus dan Yohanes menuliskan ‘ungu’
karena mereka meninjaunya dari sudut pemikiran para tentara Romawi itu.
3) “dan
sambil maju ke depan mereka berkata: ‘Salam, hai raja orang Yahudi!’”.
Barclay: “Here
is another example of the dramatic irony of John. The soldiers made a
caricature of Jesus as king, while in actual fact he was the only king. Beneath
the jest there was eternal truth”
(= Di sini ada contoh yang lain tentang irony yang dramatis dari Yohanes.
Tentara-tentara membuat karikatur / lelucon tentang Yesus sebagai raja, padahal
dalam fakta sebenarnya Ia adalah satu-satunya Raja. Di bawah lelucon itu ada
kebenaran yang kekal)
- hal 247.
4) “Lalu
mereka menampar mukaNya”.
Ini juga bisa merupakan hinaan dan
sekaligus siksaan. Dan dalam Matius dan Markus (Mat 27:29-30 Mark 15:19) dikatakan bahwa Yesus juga
diludahi dan dipukul dengan buluh (yang digunakan sebagai ‘tongkat kerajaan’).
Ay 4-5: “Pilatus keluar lagi dan berkata kepada mereka:
‘Lihatlah, aku membawa Dia ke luar kepada kamu, supaya kamu tahu, bahwa aku tidak
mendapati kesalahan apapun padaNya.’ Lalu Yesus keluar, bermahkota duri dan
berjubah ungu. Maka kata Pilatus kepada mereka: ‘Lihatlah manusia itu!’”.
1) Dari sini terlihat bahwa
pencambukan tadi merupakan cara lain yang ditempuh oleh Pilatus untuk membebaskan
Yesus. Ia mengira bahwa dengan melihat Yesus yang sudah penuh darah dan
luka-luka akibat pencambukan, orang-orang Yahudi itu sudah puas, atau merasa
kasihan, sehingga mau melepaskan Yesus. Hal ini terlihat dengan lebih jelas
dari Luk 23:16,22b dimana 2 x Pilatus berkata: “Jadi aku akan menghajar Dia, lalu melepaskanNya”.
Ini jelas merupakan kompromi yang
salah, karena kalau ia beranggapan Kristus tidak salah, ia tidak boleh
mencambuki Kristus.
2) Cara ini gagal lagi, karena para
imam tetap menuntut penyaliban terhadap Yesus (19:6-7).
Calvin: “When
he labours so earnestly, and without any success, we ought to recognise in this
the decree of Heaven, by which Christ was appointed to death” (= Pada waktu
ia berusaha dengan begitu sungguh-sungguh, dan tanpa hasil, kita harus
mengenali dalam hal ini ketetapan Surga, dengan mana Kristus ditetapkan untuk
mati) - hal 214.
Calvin: “we
see here the amazing cruelty of the Jewish nation, whose minds are not moved to
compassion by so piteous a spectacle; but all this is directed by God, in order
to reconcile the world to himself by the death of his Son” (= kita
melihat di sini kekejaman yang mengherankan dari bangsa Yahudi, yang pikirannya
tidak tergerak kepada belas kasihan oleh tontonan yang begitu menyedihkan /
memilukan; tetapi semua ini diarahkan oleh Allah, untuk mendamaikan dunia
kepada diriNya sendiri oleh kematian AnakNya) - hal 215.
Adanya ketetapan Allah ini tidak
berarti bahwa orang-orang Yahudi maupun Pontius Pilatus tidak bersalah.
Bandingkan dengan ay 11b, dimana Yesus berkata kepada Pontius Pilatus: “Sebab itu: dia, yang menyerahkan Aku kepadamu, lebih
besar dosanya.’”. Ini
jelas berarti bahwa Pontius Pilatus sendiri juga dianggap berdosa, tetapi para
tokoh Yahudi itu lebih besar dosanya dari pada Pontius Pilatus.
Hal yang sama terjadi dengan Yudas
Iskariot, yang sekalipun melakukan pengkhianatan terhadap Yesus sesuai dengan
ketetapan Allah, tetapi tetap dianggap bertanggung jawab. Luk 22:22 - “Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah
ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan!’”.
Ay 6: “Ketika imam-imam kepala dan penjaga-penjaga itu melihat
Dia, berteriaklah mereka: ‘Salibkan Dia, salibkan Dia!’ Kata Pilatus kepada
mereka: ‘Ambil Dia dan salibkan Dia; sebab aku tidak mendapati kesalahan apapun
padaNya.’”.
1) “Ketika imam-imam kepala dan
penjaga-penjaga itu melihat Dia, berteriak-teriaklah mereka: ‘Salibkan Dia,
salibkan Dia!’”.
a) Ini adalah kali
pertama kata ‘salibkan’ itu muncul dari mulut / bibir para musuh Tuhan Yesus.
b) Orang yang sudah
memutuskan untuk berbuat jahat, tidak lagi bisa menggunakan logika.
Barnes’ Notes: “When men are determined on
evil, they cannot be reasoned with. ... Thus sinners go in the way of
wickedness down to death” (= Pada saat manusia memutuskan untuk melakukan
kejahatan, mereka tidak bisa diajak berpikir. ... Demikianlah orang-orang
berdosa berjalan / hidup dalam jalan kejahatan sampai pada kematian) - hal 352.
c) Effek / akibat yang sangat negatif
dari kebencian.
William Barclay: “They
began by hating Jesus; but they finished in a very hysteria of hatred, howling
like wolves, with faces twisted in bitterness: ‘Crucify him! Crucify him!’ In
the end they reached such an insanity of hatred that they were impervious to
reason and to mercy and even to the claims of common humanity. Nothing in this
world warps a man’s judgment as hatred does. Once a man allows himself to hate,
he can neither think nor see straight, nor listen without distortion. Hatred is
a terrible thing because it takes a man’s senses away” (= Mereka
mulai dengan membenci Yesus; tetapi mereka mengakhiri dengan suatu kebencian
yang sangat histeris, melolong seperti serigala, dengan wajah-wajah yang
berkerut dalam kebencian: ‘Salibkan Dia! Salibkan Dia!’. Pada akhirnya mereka
mencapai kebencian yang sedemikian gilanya sehingga mereka kebal terhadap akal
dan belas kasihan dan bahkan terhadap tuntutan-tuntutan dari kemanusiaan yang
umum. Tidak ada apapun dalam dunia ini yang membengkokkan penghakiman / penilaian
manusia seperti yang dilakukan oleh kebencian. Sekali seseorang mengijinkan
dirinya untuk membenci, ia tidak bisa berpikir atau melihat dengan lurus, atau
mendengar tanpa penyimpangan / pemutar-balikkan / distorsi. Kebencian adalah
sesuatu yang mengerikan, karena itu menyingkirkan pikiran / akal manusia) - hal 234-235.
Penerapan:
Dalam Mat 5:23-24, kita disuruh membereskan ‘ganjelan’ sekalipun
‘ganjelan’ itu ada dalam diri orang lain. Kalau kita disuruh berinisiatif untuk
membereskan suatu ganjelan yang ada dalam diri orang lain, apalagi kalau
ganjelan itu ada dalam diri kita sendiri! Adakah saudara seiman / orang di
sekitar saudara terhadap siapa saudara mempunyai ganjelan, dan saudara
membiarkan begitu saja ganjelan tersebut? Ingat kata-kata Barclay di atas:
kebencian itu akan menyebabkan saudara kehilangan penilaian yang baik. Apapapun
yang dilakukan / dikatakan oleh orang tersebut, akan saudara lihat dan nilai
sebagai sesuatu yang negatif / jelek. Dan orang pertama yang paling dirugikan
oleh kebencian tersebut, adalah diri saudara sendiri! Karena itu, usahakanlah
untuk membereskan ganjelan tersebut, dengan membawa ganjelan / kebencian itu
kepada Tuhan, dan bahkan mungkin sekali saudara juga harus datang kepada orang
tersebut, dan membicarakannya! Dan jangan menolak untuk melakukan hal ini
dengan pemikiran ‘ia tidak bisa diajak ngomong’, karena dengan kata-kata itu
saudara sudah menghakiminya, dan dengan adanya kebencian dalam diri saudara,
besar kemungkinannya bahwa penilaian itu ngawur (mungkin yang tidak bisa diajak
ngomong itu bukan dia tetapi saudara). Kalau saudara sudah melakukannya, dan ia
memang tidak bisa diajak ngomong, sehingga semua usaha saudara gagal,
setidaknya saudara sudah berusaha.
d) Adalah sesuatu yang aneh bahwa Yesus
lebih mendapatkan belas kasihan dari Pontius Pilatus, yang adalah orang kafir,
dari pada dari orang-orang Yahudi itu, yang merupakan bangsa pilihan Allah.
Penerapan:
Apakah dalam persoalan belas kasihan
saudara kalah oleh orang-orang kafir? Kalau ya, saudara tidak terlalu berbeda
dengan orang-orang Yahudi pada saat itu.
2) “Kata
Pilatus kepada mereka: ‘Ambil Dia dan salibkan Dia; sebab aku tidak
mendapati kesalahan apapun padaNya”.
Dalam Injil Yohanes, ini adalah untuk
ketigakalinya Pilatus mengatakan itu (bdk. 18:38b 19:4b). Bdk. juga Mat 27:23,24 Mark 15:14 Luk
23:4,13-15,22.
Calvin: “his
innocence is frequently attested by the testimony of the judge, in order to
assure us that he was free from all sin, and that he was substituted as a
guilty person in the room of others, and bore the punishment due to the sins of
others” (= ketidak-bersalahanNya
ditegaskan berulang kali oleh kesaksian dari sang hakim, untuk meyakinkan kita
bahwa Ia bebas dari segala dosa, dan bahwa Ia digantikan sebagai seorang yang
bersalah di tempat orang-orang lain, dan memikul hukuman yang disebabkan
dosa-dosa orang-orang lain) - hal 214.
Calvin: “he
had several times acquitted him with his own mouth, in order that we may learn from
it, that it was for our sins that he was condemned, and not on his own account” (= ia telah
beberapa kali membebaskanNya dari tuduhan dengan mulutnya sendiri, supaya kita
bisa mengertinya dari sini, bahwa untuk dosa-dosa kitalah Ia dihukum, dan bukan
karena dosa-dosaNya sendiri) - hal 223.
Ay 7: “Jawab
orang-orang Yahudi itu kepadanya: ‘Kami mempunyai hukum dan menurut hukum itu
Ia harus mati, sebab Ia menganggap diriNya sebagai Anak Allah’”.
Ini dikatakan oleh orang-orang Yahudi itu untuk menunjukkan
bahwa mereka menginginkan kematian Yesus bukan karena benci, tetapi karena
hukum mereka menuntut hal itu. Hukumnya memang benar, karena dalam Perjanjian
Lama penghujat Allah harus dihukum mati (Im 24:16). Tetapi mereka
menerapkannya secara salah, karena pada waktu Kristus mengaku sebagai Anak
Allah, itu bukan merupakan penghujatan tetapi pengakuan yang benar!
William Hendriksen: “It was true ...
that Jesus had again and again declared himself to be God’s Son, his only
begotten Son, his Son in a very unique sense. ... This was either the most
horrible blasphemy, or else it was the most glorious truth” (= Memang
benar ... bahwa Yesus berulangkali menyatakan diriNya sendiri sebagai Anak
Allah, satu-satunya Anak yang diperanakkanNya, AnakNya dalam arti yang sangat
unik. ... Hal ini, atau merupakan penghujatan yang paling mengerikan, atau
merupakan kebenaran yang paling mulia) - hal 417.
Calvin:
“We see, then, how they drew a false
conclusion from a true principle, for they reason badly. This example warns us to
distinguish carefully between a general doctrine and the application of it” (= Jadi kita
melihat bagaimana mereka menarik kesimpulan yang salah dari suatu prinsip yang
benar, karena mereka berpikir secara buruk / jelek. Contoh ini memperingatkan
kita untuk membedakan secara hati-hati antara suatu doktrin / ajaran yang umum
dan penerapannya) -
hal 216.
Ay 8: “Ketika Pilatus
mendengar perkataan itu bertambah takutlah ia”.
1) Kata-kata ‘bertambah takut’
menunjukkan bahwa dari tadi ia sudah takut.
2) Mengapa ia menjadi bertambah takut?
Calvin berkata bahwa ada 2 kemungkinan
arti:
a) Ia bertambah takut bahwa ia akan
disalahkan kalau tidak menuruti keinginan orang-orang Yahudi itu untuk membunuh
Yesus.
b) Ia bertambah takut untuk membunuh
Yesus setelah mendengar dari orang-orang Yahudi itu bahwa Yesus menyatakan diri
sebagai Anak Allah.
Calvin mengatakan bahwa yang kedua
inilah yang benar, dan ini terlihat dari 19:9 - “lalu ia masuk pula ke dalam gedung
pengadilan dan berkata kepada Yesus: Dari manakah asalMu?’”.
Calvin: “It
ought to be observed that, when he asks whence Christ is, he does not inquire
about his country, but the meaning is, as if he had said, ‘Art thou a man born
on the earth, or art thou some god?’” (= Harus diperhatikan bahwa pada waktu ia
bertanya dari mana asalnya Kristus, ia tidak bertanya tentang negaranya, tetapi
maksudnya adalah seakan-akan ia bertanya: ‘Apakah Engkau adalah seorang manusia
yang dilahirkan di bumi, atau apakah Engkau adalah suatu allah?’) - hal 218.
Leon Morris (NICNT): “Pilate
was evidently superstitious. He can scarcely be called a religious man, but the
news that his prisoner had made divine claims scared the governor. ... every
Roman of that day knew of stories of the gods or their offspring appearing in
human guise. He had plainly been impressed by Jesus as he talked with Him. Now
that he hears of the possibility of the supernatural he is profoundly affected” (= Pilatus jelas adalah orang yang percaya takhyul. Ia hampir
tidak mungkin disebut sebagai seseorang yang religius, tetapi berita bahwa
orang tahanannya itu telah mengclaim diriNya sebagai Allah menakutkan sang
gubernur. ... setiap orang Romawi pada jaman itu tahu cerita-cerita tentang
dewa-dewa atau keturunan mereka yang menyamarkan diri sebagai manusia. Ia jelas
terkesan oleh Yesus pada saat ia berbicara denganNya. Sekarang bahwa ia
mendengar tentang kemungkinan dari hal yang bersifat supranatural, ia
dipengaruhi secara mendalam) - hal 795.
Calvin: “as
soon as Pilate hears the name of God, he is seized with the fear of violating
the majesty of God in a man who was utterly mean and despicable. If reverence
for God had so much influence on an irreligius man, must not they be worse than
reprobate, who now judge of divine things in sport and jest, carelessly, and
without any fear?” (= begitu Pilatus mendengar nama Allah, ia dicekam oleh
rasa takut bahwa ia melanggar / menghina keagungan Allah dalam diri seseorang
yang sepenuhnya buruk dan hina. Jika hormat untuk Allah mempunyai pengaruh yang
begitu besar pada seseorang yang tidak religius, tidakkah mereka lebih buruk
dari seorang reprobate, jika mereka sekarang menilai hal-hal ilahi dengan
olok-olok dan senda-gurau, dengan sembrono, dan tanpa rasa takut?) - hal 219.
3) Pilatus diombang-ambingkan di
antara 2 hal: ‘takut kepada Allah’ dan ‘takut kepada orang banyak’. Kita sering
mengalami hal seperti itu. Jangan meniru keputusan akhir Pilatus!
Bdk. Mat 10:28 - “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh
tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia
yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka”.
Ay 9: “lalu ia masuk pula ke dalam gedung pengadilan dan
berkata kepada Yesus: ‘Dari manakah asalMu?’ Tetapi Yesus tidak memberi jawab
kepadanya”.
1) “lalu
ia masuk pula ke dalam gedung pengadilan dan berkata kepada Yesus: ‘Dari
manakah asalMu?’”.
Tidak disebutkan kapan Yesus, yang
tadinya sudah keluar (ay 5), masuk lagi. Mungkin waktu Pilatus masuk, ia membawa
Yesus masuk bersamanya, dan lalu bertanya kepadaNya di dalam.
Dan di atas sudah saya berikan kutipan
dari Calvin yang mengatakan bahwa pertanyaan Pontius Pilatus di sini maksudnya
bukan menanyakan asal usul, negara, tempat kelahiran dari Kristus. Maksud
pertanyaannya adalah: apakah Engkau ini manusia biasa, atau Allah / dewa?
2) ‘Tetapi Yesus tidak memberi jawab
kepadanya’.
Barclay mengatakan bahwa Kristus tidak
menjawab (19:9b
Mat 26:62-63a
Mat 27:12-14
Luk 23:9) karena tidak ada gunanya berbicara kepada orang-orang
yang pikirannya sudah tertutup oleh kesombongan dan kemauan sendiri. Tetapi
kalau demikian, mengapa Ia mau menjawab lagi dalam ay 11? Saya tidak
setuju dengan ini; saya lebih setuju dengan pemikiran Calvin, yang mengatakan
bahwa Yesus sengaja tidak menjawab, supaya jangan Ia dibebaskan oleh Pontius
Pilatus.
Calvin: “Christ
himself, in order that he may obey his Father, presents himself to be
condemned; and this is the reason why he is so sparing in his replies. Having a
judge who was favourable, and who would willingly have lent an ear to him, it
was not difficult for him to plead his cause; but he considers for what purpose
he came down into the world, and to what he is now called by the Father. Of his
own accord, therefore, he refrains from speaking, that he may not escape
from death” (= Kristus sendiri, supaya Ia bisa mentaati BapaNya,
memberikan diriNya sendiri untuk dihukum; dan inilah alasannya mengapa Ia
begitu jarang menjawab. Ia mempunyai seorang hakim yang baik kepadaNya / menguntungkan
Dia, dan yang mau mendengarkanNya, sehingga tidak sukar bagiNya untuk membela
kasusNya; tetapi Ia mempertimbangkan untuk tujuan apa Ia datang ke dalam dunia,
dan kepada apa / untuk apa Ia sekarang dipanggil oleh Bapa. Karena itu, atas
kemauanNya sendiri Ia menahan diri dari berbicara, supaya Ia tidak lolos
dari kematian) - hal
208.
Ay 10: “Maka kata
Pilatus kepadaNya: ‘Tidakkah Engkau mau bicara dengan aku? Tidakkah
Engkau tahu, bahwa aku berkuasa untuk membebaskan Engkau, dan berkuasa juga untuk
menyalibkan Engkau?’”.
1) Calvin mengatakan bahwa Pilatus
yang baru saja merasa takut kepada Allah, sekarang berubah kembali menjadi
sombong.
Bagian yang saya garis bawahi itu
terjemahan hurufiahnya adalah: ‘To me
you do not speak?’ (= Kepadaku Engkau tidak berbicara?). Ini makin
menunjukkan kesombongan Pontius Pilatus.
Kesombongan Pontius Pilatus saat ini
menunjukkan bahwa rasa takut yang baru dialaminya tidak mempunyai akar yang
kokoh. Dengan kata lain, itu bukan rasa takut yang sejati kepada Allah.
Calvin: “This
shows that the dread with which Pilate had been suddenly seized was transitory,
and had not solid root; for now, forgetting all fear, he breaks out into
haughty and monstrous contempt of God. He threatens Christ, as if there had not
been a Judge in heaven; but this must always happen with irreligious men, that,
shaking off the fear of God, they quickly return to their natural disposition.
Hence also we infer, that it is not without good reason that the heart of man
is called deceitful, (Jer. 17:9;) for, though some fear of God dwells in it,
there likewise comes from it mere impiety. Whoever, then, is not regenerated by
the Spirit of God, though he pretend for a time to reverence the majesty of
God, will quickly show, by opposite facts, that this fear was hypocritical” [= Ini
menunjukkan bahwa rasa takut yang baru saja menimpa Pilatus merupakan rasa
takut yang bersifat sementara, dan tidak mempunyai akar yang mendalam / kokoh;
karena sekarang ia melupakan semua rasa takut, menjadi sombong dan sangat
menghina Allah. Ia mengancam Kristus, seakan-akan tidak ada Hakim di surga;
tetapi hal ini harus selalu terjadi dengan orang-orang yang tidak religius,
dimana mereka menyingkirkan rasa takut kepada Allah, dan mereka dengan cepat
kembali kepada kecenderungan alamiah mereka. Karena itu juga kami berpendapat
bahwa bukan tanpa alasan yang baik bahwa hati manusia disebut ‘licik / menipu’
(Yer 17:9); karena sekalipun rasa takut kepada Allah tinggal di dalamnya,
demikian juga keluar dari hati itu kejahatan semata-mata. Karena itu, siapapun
yang tidak dilahirbarukan oleh Roh Allah, sekalipun ia berpura-pura untuk
sementara waktu untuk menghormati / takut pada keagungan Allah, akan segera
menunjukkan, oleh fakta-fakta yang bertentangan, bahwa rasa takutnya bersifat
munafik] - hal 220.
Bandingkan dengan:
KJV: ‘The heart is deceitful above all things,
and desperately wicked: who can know it?’ (= Hati itu
lebih menipu dari segala sesuatu, dan sangat jahat: siapa bisa mengetahuinya?).
RSV: ‘The
heart is deceitful above all things, and desperately corrupt; who can
understand it?’ (= Hati itu lebih menipu dari pada segala sesuatu, dan
sangat jahat; siapa dapat mengertinya?).
NIV: ‘The heart is
deceitful above all things and beyond cure. Who can understand it?’ (= Hati itu
lebih menipu dari segala sesuatu dan tidak bisa disembuhkan. Siapa bisa mengertinya?).
NASB: ‘The heart is more deceitful than all else. And is
desperately sick; Who can understand it?’ (= Hati itu lebih menipu dari
segala yang lain. Dan sangat sakit; Siapa bisa mengertinya?).
2) Calvin: “He acknowledges that Christ is innocent, and therefore
he makes himself no better than a robber, when he boasts that he has power to
cut his throat” (= Ia mengakui bahwa Kristus tidak bersalah, dan karena itu
ia menjadikan dirinya sendiri tidak lebih baik dari pada seorang perampok pada
waktu ia menyombongkan diri dengan mengatakan bahwa ia mempunyai kuasa untuk
memotong leherNya) -
hal 220.
Ay 11: “Yesus menjawab: ‘Engkau tidak mempunyai kuasa apapun
terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas. Sebab itu:
dia, yang menyerahkan Aku kepadamu, lebih besar dosanya.’”.
1) “Yesus menjawab: ‘Engkau tidak mempunyai
kuasa apapun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas’”.
a) Di sini Yesus mau menjawab, karena
jawabanNya tidak akan melepaskanNya dari hukuman mati.
b) Apa
arti dari kata-kata Yesus di sini?
Calvin: “Some
explain this in a general sense, that nothing is done in the world but by the
permission of God; as if Christ had said, that Pilate, though he thinks that he
can do all things, will do nothing more than God permits. The statement is, no
doubt, true, that this world is regulated by the disposal of God, and that,
whatever may be the effort of wicked men, still they cannot even move a finger
but as the secret power of God directs. But I prefer the opinion of those who
confine this passage to the office of the magistrate; for by these words Christ
rebukes the foolish boasting of Pilate, in extolling himself, as if his power
has not been from God; as if he had said, Thou claimest every thing for
thyself, as if thou hadst not to render an account one day to God; but it was
not without His providence that thou wast made a judge” (= Sebagian
orang menjelaskan ini dalam arti yang umum, bahwa tidak ada apapun yang terjadi
di dalam dunia, kecuali oleh ijin dari Allah; seakan-akan Kristus mengatakan,
bahwa Pilatus, sekalipun ia mengira bahwa ia bisa melakukan segala hal, tidak
akan melakukan apapun lebih dari yang Allah ijinkan. Tidak diragukan bahwa
pernyataan ini memang benar, bahwa dunia ini diatur oleh pengaturan Allah, dan
bahwa apapun yang diusahakan oleh orang-orang jahat, tetap mereka bahkan tidak
bisa menggerakkan satu jari kecuali seperti yang diarahkan oleh kuasa rahasia
dari Allah. Tetapi saya memilih pandangan dari mereka yang membatasi text ini
pada jabatan dari hakim; karena oleh kata-kata ini Kristus menegur pembanggaan
yang bodoh dari Pilatus, dalam meninggikan dirinya sendiri, seakan-akan
kuasanya bukanlah dari Allah; seakan-akan Ia berkata: Engkau mengclaim segala
sesuatu untuk dirimu sendiri, seakan-akan engkau pada satu hari tidak perlu
memberikan pertanggung-jawaban kepada Allah; tetapi bukanlah tanpa
providensiaNya bahwa engkau dijadikan seorang hakim) - hal 221.
Leon Morris (NICNT): “Jesus
is asserting that God is over all and that an earthly governor can act only as
God permits him (cf. Rom. 13:1)” [= Yesus menegaskan bahwa Allah ada di atas
semua, dan bahwa seorang gubernur duniawi bisa bertindak hanya seperti yang
Allah ijinkan (bdk. Ro 13:1)] - hal 797.
Ro 13:1 - “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di
atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan
pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah”.
Saya sendiri berpendapat bahwa
kata-kata Yesus ini sekalipun secara khusus ditujukan kepada Pontius Pilatus,
tetapi tetap bisa diartikan / diterapkan secara umum.
Orang sering mengira bahwa manusia
tertentu berkuasa untuk menentukan terjadinya sesuatu hal. Misalnya:
·
orang
yang sudah koma dan tidak ada harapan, nasibnya di tangan keluarga / dokter
yang melakukan euthanasia.
·
perang nuklir
terjadi atau tidak, terletak di tangan presiden Amerika dan Rusia.
·
lulus
tidaknya seseorang ada di tangan dosen.
Tetapi jawaban Yesus di sini
menunjukkan bahwa semua ada di tangan Allah.
Bdk. Maz 103:19 - “TUHAN sudah menegakkan takhtaNya di sorga dan
kerajaanNya berkuasa atas segala sesuatu”.
c) Kata-kata Yesus di sini sejalan
dengan Yoh 3:27 - “Jawab Yohanes:
‘Tidak ada seorangpun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak
dikaruniakan kepadanya dari sorga”.
d) Dalam pengadilan ini terlihat
sesuatu yang aneh, dimana sang hakim kebingungan dan tidak tahu harus berbuat
apa, sementara sang terdakwa bersikap sebagai seorang raja yang begitu agung.
William Barclay: “We
cannot help feeling that it is Jesus who is in control and Pilate who is
bewildered and floundering in a situation which he cannot understand. The
majesty of Jesus never shone more radiantly than in the hour when he was on
trial before men” (= Kita tidak bisa tidak merasa bahwa adalah Yesus yang
mengontrol dan Pilatus yang bingung dan bergumul / menggelepar dalam situasi
yang tidak bisa ia mengerti. Keagungan Yesus tidak pernah bersinar dengan lebih
terang dari pada pada saat Ia sedang diadili di hadapan manusia) - hal 243.
William Barclay: “Never
was he so regal as when men did their worst to humiliate him” (= Tidak
pernah Ia begitu bersikap sebagai raja seperti pada waktu manusia melakukan
yang terburuk untuk merendahkan Dia) - hal 246.
2) “Sebab itu: dia, yang menyerahkan Aku
kepadamu, lebih besar dosanya”.
a) Ada macam-macam
penafsiran tentang siapa yang dimaksud dengan ‘dia’ oleh Yesus:
1. Ada yang
menganggapnya sebagai Yudas Iskariot
Pulpit Commentary: “Judas
had the greater blame, but Pilate could not escape” (= Yudas lebih disalahkan, tetapi Pilatus tidak bisa lolos) - hal 458.
2. Ada yang menganggapnya sebagai
Kayafas.
William Hendriksen: “Pilate,
though thoroughly corrupt, did not fully realize what he was doing. But
Caiaphas acted with knowledge and grim determination (see on 11:49,50).
Therefore the sin of Caiaphas was greater than the sin of Pilate. There are
gradations in sin (Luke 12:47,48). Unto whom much is given, from his much will
be required!” [= Pilatus, sekalipun sepenuhnya jahat, tidak mengerti
sepenuhnya apa yang sedang ia lakukan. Tetapi Kayafas bertindak dengan
pengetahuan dan ketetapan hati yang kuat (lihat tentang 11:49,50). Karena itu
dosa dari Kayafas lebih besar dari pada dosa Pilatus. Ada tingkatan-tingkatan
dalam dosa (Luk 12:47-48). Kepada siapa banyak diberikan, dari dia banyak
dituntut!] - hal
418-419.
Mengapa Pontius Pilatus lebih kecil
dosanya dari pada Kayafas?
·
karena
pengenalannya yang lebih sedikit tentang Kristus dibandingkan dengan pengenalan
Kayafas tentang Kristus.
·
karena ia
sendiri sebetulnya tidak mau menghukum mati Kristus, dan ia membiarkan hal itu
terjadi hanya karena takut, sedangkan Kayafas dan kawan-kawannya adalah yang
mendesak supaya hal itu terjadi.
3. Ada yang menganggap bahwa bentuk
tunggal ini mencakup banyak orang, yaitu Yudas Iskariot, Kayafas / Sanhedrin, dan
imam-imam.
Barnes’ Notes: “The
singular, here, is put for the plural, including Judas, the high priests, and
the sanhedrin” (= Bentuk tunggal
di sini digunakan dalam arti jamak, mencakup Yudas, imam-imam besar, dan
sanhedrin) - hal 353.
b) Kata-kata
Yesus ini tidak berarti bahwa Pilatus tidak bersalah.
Leon Morris (NICNT): “This
does not mean that Pilate is excused. After all ‘greater sin’ implies ‘lesser
sin’, and that was the governor’s. He did not bear all the responsibility he
thought he did. But he was a responsible man, and therefore guilty for his
actions in this case” (= Ini tidak berarti bahwa Pilatus dimaafkan.
Bagaimanapun juga, ‘dosa yang lebih besar’ secara implicit menunjuk pada ‘dosa
yang lebih kecil’, dan itulah dosa sang gubernur. Ia tidak memikul semua
tanggung jawab yang ia perkirakan. Tetapi ia adalah orang yang bertanggung
jawab, dan karena itu ia bersalah untuk tindakannya dalam kasus ini) - hal 797.
Jadi, sekalipun Pilatus membebaskan atau
menjatuhi hukuman terhadap Yesus tergantung dari ketetapan / pengaturan Allah,
tetapi pada waktu Pilatus melakukan hal yang salah, ia tetap dianggap berdosa
dan bertanggung jawab atas dosanya. Ini sama seperti Yudas, yang sekalipun
melakukan pengkhianatan sesuai ketetapan Allah, tetapi tetap dianggap
bertanggung jawab (Luk 22:22).
Ay 12: “Sejak itu Pilatus berusaha untuk membebaskan Dia, tetapi
orang-orang Yahudi berteriak: ‘Jikalau engkau membebaskan Dia, engkau bukanlah
sahabat Kaisar. Setiap orang yang menganggap dirinya sebagai raja, ia melawan
Kaisar.’”.
1) ‘Sejak
itu Pilatus berusaha untuk membebaskan Dia’.
a) Terjemahan.
KJV/NIV
menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia, tetapi NASB menterjemahkannya
secara berbeda.
NASB: ‘As a
result of this Pilate made efforts to release Him’ (= Sebagai akibat
dari hal ini Pilatus melakukan usaha untuk membebaskanNya).
Kata Yunani yang digunakan adalah EK
TOUTOU, yang juga digunakan pada awal dari Yoh 6:66, dan di sana juga
menimbulkan perbedaan penterjemahan.
Yoh 6:66 - “Mulai dari waktu itu banyak murid-muridNya
mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia”.
Lagi-lagi di sini
KJV/NIV menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia, tetapi NASB
menterjemahkannya secara berbeda.
NASB: ‘As a
result of this’ (= Sebagai akibat dari hal ini).
b) Kalimat ini rasanya agak aneh,
karena ceritanya menunjukkan bahwa jauh sebelum saat ini Pontius Pilatus sudah
berusaha untuk membebaskan Yesus. Mungkin harus diartikan bahwa mulai saat ini
/ sebagai akibat dari hal itu Pontius Pilatus lebih berusaha untuk
membebaskan Yesus.
c) ‘berusaha’.
Pulpit Commentary: “imperfect
tense, suggesting repetition and incomplete-ness in the act” (= imperfect tense, secara tidak langsung menunjuk pada pengulangan
dan tindakan yang belum selesai) - hal 421.
Jadi maksudnya, ia terus berusaha, dan
usahanya belum selesai.
Thomas Whitelaw: “This
was the weak point in all Pilate’s action. Instead of seeking to release
Christ he ought to have released Him” (= Ini adalah titik lemah dalam semua tindakan Pilatus.
Ia seharusnya melepaskan Kristus dan bukannya berusaha
melepaskanNya) - hal
396.
d) Kita tidak diberitahu dengan cara
apa Pontius Pilatus melakukan usaha ini, tetapi apapun yang dilakukannya, itu
membuat orang-orang Yahudi berteriak: ‘Jikalau
engkau membebaskan Dia, engkau bukanlah sahabat Kaisar. Setiap orang yang
menganggap dirinya sebagai raja, ia melawan Kaisar.’ (ay 12b).
2) “tetapi
orang-orang Yahudi berteriak: ‘Jikalau engkau membebaskan Dia, engkau bukanlah
sahabat Kaisar. Setiap orang yang menganggap dirinya sebagai raja, ia melawan
Kaisar.’”.
a) Perlu diketahui bahwa kaisar saat
itu, yaitu Tiberius, adalah orang yang kejam, jahat, dan suka iri hati.
Barnes’ Notes: “The
name of the reigning emperor was Tiberius. ... This emperor was, during the
latter part of his reign, the most cruel, jealous, and wicked, that ever sat on
the Roman throne” (= Nama dari
kaisar yang sedang bertakhta adalah Tiberius. ... Kaisar ini, sepanjang bagian
akhir dari pemerintahannya, adalah yang paling kejam, iri hati, dan jahat, dari
pada kaisar lain yang pernah duduk di takhta Romawi) - hal 353.
b) Pulpit Commentary mengatakan (hal
421-422) bahwa ketika Pontius Pilatus mendengar kata-kata dalam ay 12b ini rasa
takutnya kepada kaisar Tiberius melebihi rasa takutnya kepada Allah / Kristus.
Pulpit Commentary: “his
fear of Tiberius became greater than his fear of Christ; his anxiety for
himself predominated over his desire for justice and fair play” (= rasa takutnya terhadap Tiberius menjadi lebih besar
dari pada rasa takutnya terhadap Kristus; kekuatirannya untuk dirinya sendiri
berkuasa atas keinginannya untuk keadilan dan permainan yang jujur / adil) - hal 421-422.
William Hendriksen: “Pilate
intensified his efforts to release Jesus. That he did not succeed in these
repeated attempts was due to his own moral weakness, his unwillingness to do
the right no matter was the cost. When the Jews finally began to scream, ‘If
you release this man (or this fellow), you are no friend of the emperor,’
Pilate capitulated to their wishes. It was this outcry that floored the
governor” (= Pilatus memperkuat
usahanya untuk membebaskan Yesus. Bahwa ia tidak berhasil dalam usahanya yang
berulang-ulang disebabkan oleh kelemahan moralnya sendiri, ketidak-mauannya
untuk melakukan yang benar tak peduli apapun ongkos / pengorbanannya. Pada
waktu orang-orang Yahudi akhirnya mulai menjerit: ‘Jika engkau membebaskan
orang ini, engkau bukanlah sahabat kaisar’, Pilatus menyerah pada keinginan
mereka. Teriakan ini yang menjatuhkan / merobohkan sang gubernur) - hal 419.
c) Pontius Pilatus pernah melakukan
kesalahan-kesalahan yang dibahas secara panjang lebar oleh Barclay (hal
238-240), dan ini membuatnya makin takut terhadap ancaman orang-orang Yahudi
tersebut.
Pulpit Commentary: “Pilate’s
political history aggravated his fears. His relations with the emperor were not
satisfactory” (= Sejarah politik
Pilatus memperburuk rasa takutnya. Hubungannya dengan kaisar tidak memuaskan) - hal 421.
William Barclay: “He
was blackmailed into assenting to the death of Christ, because his previous
mistakes had made it impossible for him both to defy the Jews and to keep his post.
Somehow one cannot help being sorry for Pilate. He wanted to do the right
thing, but he had not the courage to defy the Jews and do it. He crucified
Jesus in order to keep his job” (= Ia dipaksa / diancam untuk menyetujui
kematian Kristus, karena kesalahan-kesalahannya yang terdahulu menyebabkan
tidak mungkin baginya untuk menentang orang-orang Yahudi dan mempertahankan
jabatannya. Bagaimanapun juga seseorang tidak bisa tidak merasa kasihan kepada
Pilatus. Ia ingin melakukan hal yang benar, tetapi ia tidak mempunyai
keberanian untuk menentang orang-orang Yahudi dan melakukan hal yang benar itu.
Ia menyalibkan Yesus untuk mempertahankan pekerjaannya) - hal 240.
Ay 13: “Ketika Pilatus mendengar perkataan itu, ia menyuruh
membawa Yesus ke luar, dan ia duduk di kursi pengadilan, di tempat yang bernama
Litostrotos, dalam bahasa Ibrani Gabata”.
1) ‘dan
ia duduk di kursi pengadilan’.
William Barclay: “the
verb for to sit is KATHIZEIN, and that may either intransitive or transitive;
it may mean either to sit down oneself, or to seat another” (= kata kerja
untuk ‘duduk’ adalah KATHIZEIN, dan itu bisa merupakan kata kerja intransitive
atau transitive; itu bisa berarti ia sendiri yang duduk, atau ia mendudukkan
orang lain) - hal 246.
Jadi bisa diartikan Pilatus yang duduk,
dan bisa juga diartikan Pilatus menyuruh Yesus duduk di sana. Barclay
kelihatannya memilih kemungkinan yang kedua.
William Barclay: “The
apocryphal Gospel of Peter says that in the mockery, they set Jesus on the seat
of judgment and said: ‘Judge justly, King of Israel.’ Justin Martyr too says
that they set Jesus on the judgment seat, and said, ‘Give judgment for us’. It
may be that Pilate jestingly caricatured Jesus as judge. If that is so, what
dramatic irony is there. That which was a mockery was the truth; and one day
those who had mocked Jesus as judge would meet him as judge - and would
remember” (= Kitab
Apocrypha Injil Petrus berkata bahwa dalam pengejekan, mereka meletakkan Yesus
pada kursi penghakiman dan berkata: ‘Hakimilah dengan adil, Raja Israel’.
Justin Martyr juga berkata bahwa mereka meletakkan Yesus pada kursi
penghakiman, dan berkata: ‘Berilah penghakiman untuk kami’. Adalah mungkin
bahwa Pilatus secara mengejek menggambarkan Yesus sebagai hakim. Jika memang
demikian, betul-betul di sini ada sesuatu ironi yang dramatis. Apa yang saat
itu adalah ejekan merupakan suatu kebenaran; dan suatu hari mereka yang telah
mengejek Yesus sebagai hakim akan bertemu dengan Dia sebagai hakim - dan akan
ingat) - hal 246.
Hendriksen tidak setuju dengan
penafsiran ini (hal 420), dan ia beranggapan bahwa Pilatuslah yang duduk di
kursi pengadilan / hakim tersebut.
2) “di
tempat yang bernama Litostrotos, dalam bahasa Ibrani Gabata”.
a) Menurut
Poole, kata ‘Gabata’ ini adalah campuran Ibrani dan Aram.
b) Ini
mungkin menunjuk pada semacam panggung yang agak tinggi.
Ay 14: “Hari itu ialah hari persiapan Paskah, kira-kira jam dua
belas. Kata Pilatus kepada orang-orang Yahudi itu: ‘Inilah rajamu!’”.
1) “Hari
itu ialah hari persiapan Paskah, kira-kira jam dua belas”.
NIV/Lit: ‘about the sixth hour’ (= kira-kira jam keenam).
Ini kelihatannya bertentangan dengan
Mat 27:45
Mark 15:33
Luk 23:44. Bdk. juga Mark 15:25.
Mark 15:25,33 - “(25) Hari jam sembilan (Lit: jam yang ketiga) ketika Ia disalibkan. ... (33) Pada jam dua belas (Lit: jam yang keenam), kegelapan meliputi seluruh daerah itu dan berlangsung
sampai jam tiga”.
Bagaimana caranya mengharmoniskan
bagian-bagian yang kelihatannya bertentangan ini? Ada bermacam-macam cara:
a) Banyak penafsir mengharmoniskan
dengan cara sebagai berikut: mereka berkata bahwa orang-orang Yahudi membagi
satu hari (12 jam) menjadi 4 bagian / jam. Istilah ‘jam yang ketiga’ mencakup
daerah waktu antara pk. 9.00 - pk. 12.00; ‘jam yang keenam’ mencakup daerah
antara pk. 12.00 - pk. 15.00; ‘jam yang kesembilan’ mencakup daerah antara pk.
15.00 - pk. 18.00; ‘jam yang keduabelas’ mencakup daerah antara pk. 18.00 - pk.
21.00.
Pada waktu Markus berkata ‘jam yang
ketiga’ yang ia maksudkan adalah hampir pk. 12.00. Sedangkan Yohanes mengatakan
‘kira-kira jam 12’, sehingga bisa saja diartikan jam 12 kurang sedikit. Dengan
demikian kedua bagian ini tidak bertentangan. Kalau ini benar, maka Yesus mulai
disalibkan pada sekitar pk 12.00 siang.
Keberatan: Teori pembagian satu hari dalam empat
bagian ini rasanya tidak cocok dengan perumpamaan Yesus dalam Mat 20:16,
karena di sana ada jam ke 3 (ay 3), jam ke 6 dan jam ke 9 (ay 5), dan jam ke 11
(ay 6).
b) Ada yang menganggap ay 14 ini
sebagai kesalahan, seharusnya adalah ‘about the third hour’ (= kira-kira
jam tiga), dan ada yang mengatakan bahwa ada manuscripts yang mengatakan
demikian.
Barnes’ Notes: “There
is some external authority for reading ‘third’ in John 19:14. The Cambridge MS.
has this reading. Nonnus, who lived in the fifth century, says that this was
the true reading” (= Ada otoritas
luar untuk membaca ‘yang ketiga’ dalam Yoh 19:14. Manuscript Cambridge
mempunyai pembacaan seperti ini. Nonnus, yang hidup pada abad kelima,
mengatakan bahwa ini adalah pembacaan yang benar) - hal 176.
Barnes’ Notes: “A
mistake in numbers is easily made; ... it was common not to write the words
indicating numbers at length, but to use letters. The Greeks designated numbers
by the letters of the alphabet; and this mode of computation is found in
ancient manuscripts. ... the letter g, Gamma, the usual notation for third. Now, it is well
known that it would be easy to mistake this for the mark denoting six, j.” (= Suatu
kesalahan dalam bilangan mudah terjadi; ... merupakan hal yang umum bukan
menuliskan bilangan dengan kata-kata, tetapi dengan menggunakan huruf.
Orang-orang Yunani menandai bilangan dengan huruf-huruf dari alfabet; dan cara
perhitungan seperti ini ditemukan dalam manuscripts kuno. ... huruf g, Gamma, merupakan cara menulis untuk ‘ketiga’. Merupakan sesuatu yang
sudah dikenal bahwa adalah mudah untuk mengacaukan ini dengan tanda yang
menunjuk pada enam,
j)
- hal 176.
Catatan: Memang bahasa
Ibrani maupun Yunani menggunakan huruf untuk menyatakan angka. Jadi huruf yang
dipakai untuk menyatakan angka 3 adalah huruf g (Gamma), tetapi Barnes mengatakan bahwa huruf untuk 6
adalah j (Sigma), dan ini aneh, karena Sigma
bukan huruf ke enam.
Dalam International Standard Bible
Encyclopedia (vol III, hal 556), dikatakan bahwa yang digunakan sebagai angka 3
adalah huruf G (Gamma, huruf besar), sedangkan yang
digunakan sebagai angka 6 adalah huruf F (dalam Yunani tidak ada huruf ini).
Melihat persamaan antara G dan F, maka memang mudah sekali terjadi
kesalahan penyalinan.
c) Markus menceritakan tentang
keputusan, sedangkan Yohanes betul-betul menceritakan tentang penyalibannya.
Pulpit Commentary: “Augustine
says, ‘At the third hour (Mark) he was crucified by the tongue of the Jews, at
the sixth hour (John) by the hands of the soldiers.’” [= Agustinus berkata: ‘Pada pk. 3 (Markus) Ia disalibkan
oleh lidah dari orang-orang Yahudi, pada pk. 6 (Yohanes) oleh tangan dari para
tentara’] - hal 423.
Pulpit Commentary juga memberikan
pandangan seorang yang bernama Hesychius sebagai berikut:
“Mark refers to the verdict of Pilate, and John to the
nailing to the cross” (= Markus
menunjuk pada keputusan Pilatus, dan Yohanes pada pemakuan pada kayu salib) - hal 423.
Keberatan: Kalau kita membaca cerita dalam
Markus, kelihatannya Mark 15:25 itu berbicara bukan tentang keputusan
penyaliban, tetapi tentang pelaksanaan penyaliban.
d) Hendriksen (juga Tasker, Tyndale)
menganggap ini adalah jam Romawi, dan itu berarti kira-kira pk 6.00 pagi.
William Hendriksen: “it
has been shown that in other passages the author of the Fourth Gospel in all
probability used the Roman civil day time-computation. See on 1:39; 4:6; 4:52.
If there, why not here?” (= telah
ditunjukkan bahwa dalam text-text lain pengarang dari Injil keempat sangat
mungkin menggunakan perhitungan waktu Romawi. Lihat tentang 1:39; 4:6; 4:52.
Jika di sana demikian, mengapa di sini tidak?) - hal 421.
Catatan: dalam
penjelasan tentang ketiga ayat dalam kutipan di atas, saya memasukkan
penjelasan William Hendriksen ke dalam penjelasan saya. Lihat makalah Yohanes
1:35-42, 4:1-9
dan 4:43-54.
Pulpit Commentary menambahkan
(hal 423) argumentasi seorang penafsir yang mengatakan bahwa rasul Yohanes
menulis Injil Yohanes ini di Efesus, yang menggunakan perhitungan waktu Asia,
yang sama dengan perhitungan waktu Romawi.
Tetapi penafsir lain dari Pulpit
Commentary menentang pandangan ini.
Pulpit Commentary: “But
if this is possible, the perplexity is rather increased than diminished. It is
difficult to imagine that this stage of the proceedings could have been reached
by six o’clock a.m., and that three hours still followed before the Lord was
crucified” (= Tetapi jika ini
memungkinkan, hal yang membingungkan bukannya berkurang melainkan bertambah.
Adalah sukar untuk membayangkan bahwa tahap pengadilan ini bisa dicapai pada pk
6.00 pagi, dan bahwa masih ada 3 jam sebelum Tuhan disalibkan) - hal 423.
Saya berpendapat bahwa argumentasi ini
tidaklah terlalu kuat. Yesus diadili oleh Sanhedrin pada tengah malam, dan bisa
saja Ia dibawa kepada Pontius Pilatus pada dini hari sekitar pk. 4.00. Dan
setelah penjatuhan keputusan penyaliban pada pk. 6.00, Yesus masih harus
memikul salib, dsb, sehingga merupakan sesuatu yang memungkinkan bahwa
penyalibannya terjadi 3 jam setelahnya.
Saya condong pada penafsiran Hendriksen
ini.
2) “Kata
Pilatus kepada orang-orang Yahudi itu: ‘Inilah rajamu!’”.
Pilatus mengatakan ini bukan sebagai
ejekan terhadap Yesus, tetapi mungkin sebagai ejekan terhadap para imam dan
orang-orang Farisi dan bahkan terhadap seluruh orang-orang Yahudi yang ada pada
saat itu. Ini ia lanjutkan dengan memasang tulisan di atas kepala Yesus pada
kayu salib.
Tetapi kata-kata yang diucapkan /
dituliskan oleh Pontius Pilatus dengan tujuan mengejek orang-orang Yahudi itu
ternyata merupakan suatu kebenaran yang mulia. Yesus memang adalah Raja orang
Yahudi.
Maz 2:6 - “‘Akulah yang telah melantik rajaKu di Sion, gunungKu
yang kudus!’ Aku mau menceritakan tentang ketetapan TUHAN; Ia berkata kepadaku:
‘AnakKu engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini”.
Ay 15: “Maka berteriaklah mereka: ‘Enyahkan Dia! Enyahkan Dia!
Salibkan Dia!’ Kata Pilatus kepada mereka: ‘Haruskah aku menyalibkan rajamu?’
Jawab imam-imam kepala: ‘Kami tidak mempunyai raja selain dari pada Kaisar!’”.
Barclay mengatakan (hal 236) bahwa pada waktu Roma menjajah
mereka, dan lalu mengadakan sensus untuk mengatur perpajakan, orang-orang
Yahudi melawan / memberontak, karena mereka berkeras bahwa Tuhan adalah raja
mereka, dan hanya kepada Dia mereka mau membayar upeti / pajak.
William Barclay: “When the Roman had
first come into Palestine, they had taken a census in order to arrange the
normal taxation to which subject people were liable. And there had been the
most bloody rebellion, because the Jews insisted that God alone was their king,
and to him alone they would pay tribute” (= Pada waktu orang-orang Romawi pertama-tama masuk ke
Palestina, mereka mengadakan suatu sensus untuk mengatur perpajakan normal yang
harus dibayar oleh bangsa yang ditundukkan. Dan pada saat itu terjadi
pemberontakan yang paling berdarah, karena orang-orang Yahudi bersikeras bahwa
Allah sajalah yang adalah raja mereka, dan hanya kepada Dia sajalah mereka mau
membayar upeti) - hal
236.
Tetapi sekarang, kebencian mereka kepada Yesus, dan keinginan
mereka untuk membunuh Yesus menyebabkan mereka lalu berkata: “Kami tidak mempunyai raja selain dari pada
Kaisar” (Yoh 19:15).
William Barclay: “When the Jewish
leader said. ‘We have no king but the Caesar,’ it was the most astonishing
volte-face in history. The very statement must have taken Pilate’s breath away,
and he must have looked at them in half-bewildered, half-cynical amusement. The
Jews were prepared to abandon every principle they had in order to eliminate
Jesus” (= Pada waktu para pemimpin Yahudi berkata: ‘Kami tidak mempunyai
raja selain Kaisar,’ itu merupakan sikap bertentangan yang paling mengherankan
dalam sejarah. Pernyataan itu pasti mempesona Pilatus, dan ia pasti memandang
kepada mereka dengan kegelian yang setengah bingung dan setengah sinis.
Orang-orang Yahudi siap meninggalkan setiap prinsip yang mereka punyai untuk
menghapuskan Yesus) -
hal 236.
William Barclay: “It is a
terrible picture. The hatred of the Jews turned them into a maddened mob of
shrieking, frenzied fanatics. In their hatred they forgot all mercy, all sense
of proportion, all justice, all their principles, even God. Never in history
was the insanity of hatred so vividly shown” (= Ini merupakan gambaran yang mengerikan.
Kebencian orang-orang Yahudi mengubah mereka menjadi gerombolan orang marah
dari orang-orang fanatik yang berteriak-teriak dan hiruk-pikuk. Dalam kebencian
mereka mereka melupakan semua belas kasihan, semua proporsi, semua keadilan,
semua prinsip-prinsip mereka, bahkan Allah. Dalam sejarah tidak pernah
ditunjukkan kegilaan dari kebencian secara begitu hidup) - hal 236.
Calvin:
“We see, then, what insanity had
seized them. Let us suppose that Jesus Christ was not the Christ; still they
have no excuse for acknowledging no other king but Cesar. For, first, they
revolt from the spiritual kingdom of God; and, secondly, they prefer the
tyranny of the Roman Empire, which they greatly abhorred, to a just government,
such as God had promised to them. Thus wicked men, in order to fly from Christ,
not only deprive themselves of eternal life, but draw down on their head every
kind of miseries” (= Kita melihat
kegilaan apa yang menyerang mereka. Sekalipun kita anggap / andaikan bahwa
Yesus Kristus bukanlah Kristus; tetap mereka tidak mempunyai alasan untuk
mengakui tidak ada raja lain selain Kaisar. Karena pertama, mereka memberontak
dari kerajaan rohani dari Allah; dan kedua, mereka lebih memilih tirani dari
Kekaisaran Romawi, yang sangat mereka benci, dari pada pemerintahan yang adil /
benar, seperti yang Allah janjikan kepada mereka. Demikianlah orang jahat,
supaya bisa lari dari Kristus, bukan hanya menghilangkan hidup yang kekal bagi
diri mereka sendiri, tetapi menurunkan ke atas kepala mereka sendiri setiap
jenis kesengsaraan) -
hal 224-225.
Bdk. dengan kata-kata Samuel: “Tuhan,
Allahmu, adalah rajamu”
(1Sam 12:12b). Juga dengan kata-kata Gideon:
“Aku tidak akan memerintah kamu dan juga
anakku tidak akan memerintah kamu, tetapi TUHAN yang memerintah kamu” (Hak 8:23).
Matthew Poole: “The more Pilate
sought to quiet them, the more they rage, contrary to all dictates of reason;
when God hath determined a thing, all things shall concur to bring it about” (= Makin Pilatus berusaha menenangkan mereka, makin
marah mereka, bertentangan dengan semua akal sehat / suara hati; pada saat
Allah telah menentukan suatu hal, semua hal akan bekerja bersama-sama untuk
membuatnya terjadi) -
hal 376.
Pulpit Commentary mengutip kata-kata Lampe: “They
elected Cæsar to be their king, by Cæsar they were destroyed” (= Mereka memilih Kaisar sebagai raja mereka, oleh
Kaisar mereka dihancurkan)
- hal 424.
Ay 16: “Akhirnya Pilatus menyerahkan Yesus kepada mereka untuk
disalibkan. Mereka menerima Yesus”.
1) Pilatus menyerah.
William Barclay: “In
the end Pilate admitted defeat. He abandoned Jesus to the mob, because he had
not the courage to take the right decision and to do the right thing” (= Pada akhirnya Pilatus mengaku kalah. Ia menyerahkan
Yesus kepada orang banyak, karena ia tidak mempunyai keberanian untuk mengambil
keputusan yang benar dan melakukan hal yang benar) - hal 241.
William Hendriksen: “Up
to a point he was willing to do what justice demanded, especially if by doing
so he could vex his enemies, the Jews. But only up to a point. When his
position is threatened, he surrenders!” (= Sampai pada titik ini ia mau melakukan apa yang
dituntut oleh keadilan, khususnya jika dengan melakukannya ia bisa
menjengkelkan musuh-musuhnya, orang-orang Yahudi. Tetapi hanya sampai suatu
titik. Pada saat posisi / jabatannya terancam, ia menyerah!) - hal 405.
Matthew Poole: “Pilate
was a man that loved the honour that was from men more than the honour and
praise which is from God; he was more afraid of losing his place than his soul” (= Pilatus adalah seseorang yang mencintai kehormatan
dari manusia lebih dari pada kehormatan dan pujian dari Allah; ia lebih takut
kehilangan tempat / jabatannya dari pada kehilangan jiwanya) - hal 376.
Bandingkan dengan:
·
Yoh 5:44
- “Bagaimanakah kamu dapat percaya, kamu yang
menerima hormat seorang dari yang lain dan yang tidak mencari hormat yang
datang dari Allah yang Esa?”.
·
Gal 1:10
- “Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari
kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia?
Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah
hamba Kristus”.
2) Di sini ada tangan Allah yang
bekerja sehingga hal itu, yang memang merupakan rencana / ketetapan Allah,
terjadi.
Bdk. Kis 4:27-28 - “Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini
Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel
melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, untuk melaksanakan
segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu”.
George Hutcheson: “Divine justice pursuing sin could
not be satisfied but only by the death of the Surety of sinners, nor could that
burning fire be quenched but by his blood; for there was an overruling hand of God
craving for complete satisfaction to justice in his being crucified” (= Keadilan ilahi yang mengejar dosa tidak bisa dipuaskan kecuali hanya
oleh kematian dari Jaminan dari orang-orang berdosa, juga api yang
menyala-nyala tidak bisa dipadamkan kecuali dengan darahNya; karena di sana ada
tangan Allah yang melindas semua, yang sangat menginginkan pemuasan keadilan
yang sempurna / lengkap, dalam penyalibanNya) - hal 394.
3) Bdk. Mat 27:24 - “Ketika Pilatus melihat bahwa segala usaha akan sia-sia,
malah sudah mulai timbul kekacauan, ia mengambil air dan membasuh tangannya di
hadapan orang banyak dan berkata: ‘Aku tidak bersalah terhadap darah orang ini;
itu urusan kamu sendiri!’”.
Ia ingin melepaskan diri dari tanggung jawab,
tetapi jelas bahwa ini merupakan tindakan yang sia-sia. Ia tetap dianggap
bertanggung jawab / bersalah, karena menyalibkan orang yang tidak bersalah.
John Henry Jowett: “Pilate
was warned. Pilate’s wife had a dream, and in the dream she had glimpses of
reality, and when she awoke her soul was troubled. ‘Have thou nothing to do
with that just man!’ ... Pilate ignored the warning, and handed the Lord to the
revengeful will of the priests. Pilate defiled his heart, and then he washed
his hands!” (= Pilatus telah diperingatkan. Istri Pilatus
mendapatkan mimpi, dan dalam mimpi itu ia mendapatkan sekilas dari realita, dan
pada saat ia bangun jiwanya gelisah. ‘Jangan engkau mencampuri perkara orang
benar itu!’ ... Pilatus mengabaikan peringatan itu, dan menyerahkan Tuhan
kepada keinginan membalas dendam dari imam-imam. Pilatus menajiskan hatinya,
dan lalu ia mencuci tangannya!) - ‘Spring of the Living
Water’, March 29.
Penerapan:
Saudara juga bisa ‘mencuci tangan’
seperti Pontius Pilatus misalnya pada saat saudara disuruh berdusta oleh boss /
orang tua saudara. Saudara mau berdusta dan saudara beranggapan bahwa saudara
tidak bersalah. Yang salah adalah orang yang menyuruh saudara. Ini jelas salah.
Yang menyuruh memang salah, tetapi yang mau disuruh juga salah, dan tidak bisa
‘mencuci tangan’ terhadap hal tersebut.
-AMIN-
email us at : gkri_exodus@lycos.com