<body><!-- --><div id="b-navbar"><a href="http://www.blogger.com/" id="b-logo" title="Go to Blogger.com"><img src="http://www.blogger.com/img/navbar/2/logobar.gif" alt="Blogger" width="80" height="24" /></a><form id="b-search" action="http://www.google.com/search"><div id="b-more"><a href="http://www.blogger.com/" id="b-getorpost"><img src="http://www.blogger.com/img/navbar/2/btn_getblog.gif" alt="Get your own blog" width="112" height="15" /></a><a href="http://www.blogger.com/redirect/next_blog.pyra?navBar=true" id="b-next"><img src="http://www.blogger.com/img/navbar/2/btn_nextblog.gif" alt="Next blog" width="72" height="15" /></a></div><div id="b-this"><input type="text" id="b-query" name="q" /><input type="hidden" name="ie" value="windows-1252" /><input type="hidden" name="sitesearch" value="members.tripod.comivosetyadi" /><input type="image" src="http://www.blogger.com/img/navbar/2/btn_search.gif" alt="Search" value="Search" id="b-searchbtn" title="Search this blog with Google" /><a href="javascript:BlogThis();" id="b-blogthis">BlogThis!</a></div></form></div><script type="text/javascript"><!-- function BlogThis() {Q='';x=document;y=window;if(x.selection) {Q=x.selection.createRange().text;} else if (y.getSelection) { Q=y.getSelection();} else if (x.getSelection) { Q=x.getSelection();}popw = y.open('http://www.blogger.com/blog_this.pyra?t=' + escape(Q) + '&u=' + escape(location.href) + '&n=' + escape(document.title),'bloggerForm','scrollbars=no,width=475,height=300,top=175,left=75,status=yes,resizable=yes');void(0);} --></script><div id="space-for-ie"></div>

[ ivo setyadi ]

fractions of my memory

Audit Lisensi 3G: 'Makelar Lisensi Harus Ditindak Tegas'

Reporter: Ni Ketut Susrini



detikcom - Jakarta, Audit terhadap proses pemberian lisensi frekuensi generasi ketiga (3G) yang akan dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika, perlu didukung. Pemerintah juga dinilai harus menindak tegas para 'makelar' lisensi.

Hal tersebut disampaikan oleh pengamat telematika, Heru Sutadi. Dia menilai pemerintah telah mengambil langkah positif dengan melakukan audit terhadap proses pemberian spektrum frekuensi layanan seluler 3G ini.

"Langkah positif ini perlu mendapat dukungan agar tidak terjadi preseden buruk jual-beli lisensi di masa depan," katanya kepada detikcom, Rabu (23/3/2005).

Beberapa waktu lalu, Menteri Kominfo, Sofyan A. Djalil menegaskan akan membentuk tim untuk melakukan audit terhadap proses pemberian lisensi frekuensi 3G kepada Lippo Telecom dan Cyber Access Communication (CAC). Pemerintah menyatakan akan membatalkan pemberian izin tersebut jika dinilai melanggar hukum.

Pelaksanaan audit dinilai penting menyusul penjualan 51 persen saham Natrindo Telepon Seluler (NTS-pemilik Lippo Telecom) ke perusahaan telekomunikasi asal Malaysia, Maxis Communications Berhad. Demikian halnya CAC yang telah menjual 60 persen sahamnya ke Hutchinson Telecommunications Intenational Ltd., operator asal Amerika Serikat.

Heru menilai tindakan NTS dan CAC layaknya seperti 'makelar' lisensi. "Begitu mereka mendapat lisensi, yang otomatis membuat posisi tawar perusahaan meningkat, sebagian saham lalu dijual ke pihak lain," katanya. "NTS bisa menangguk uang senilai US$ 100 juta, CAC juga dengan mudah meraup US$ 120 juta. Padahal, jika saja lisensi itu 'dijual' pemerintah, maka uang ratusan juta dolar tidak akan jatuh ke tangan para 'makelar' lisensi itu," imbuhnya.

Seperti diketahui, izin frekuensi 3G telah diberikan kepada kedua perusahaan tersebut, dengan harapan akan menjadi penyedia layanan 3G di Indonesia. Layanan 3G mampu melakukan transmisi data dengan kecepatan mencapai 144 kilobits per detik, antar perangkat nirkabel.

Banyak kalangan menyesalkan tindakan pemerintah yang dinilai gegabah dalam memberi izin frekuensi, mengingat frekuensi adalah sumber daya terbatas yang harus dialokasikan dengan sebaik-baiknya. Polemik seputar pemberian izin frekuensi ini juga diperkeruh dengan kenyataan bahwa pemerintah memberikannya kepada perusahaan non-opeartor. Sementara banyak kalangan menilai, akan lebih efisien jika pengembangan teknologi 3G diserahkan kepada operator telekomunikasi yang sudah ada. Karena investasi yang dibutuhkan untuk itu, tidak akan sebesar investasi yang dikeluarkan untuk operator baru.

Hal yang sama juga disampaikan Ketua Asosiasi Perusahaan Nasional Telekomunikasi (Apnatel), Rahardjo Tjakraningrat.

"Izin frekuensi bisa diperoleh dengan mudah di Indonesia. Tidak seperti di luar negeri, dimana operator harus membayar US$ 10 juta sampai US$ 20 juta per mebahertz (MHz)," katanya beberapa waktu lalu. "Ini bentuk sikap pemerintah yang tidak hati-hati dalam memanfaatkan frekuensi. Padahal 'pabrik frekuensinya' sudah tutup. Alias, frekuensi yang ada di dunia ini tidak mungkin ditambah lagi. Jumlahnya terbatas, sehingga harus dimanfaatkan dengan baik," paparnya setengah berseloroh.

Harus Ditindak Tegas

Seperti dilansir Kompas (21/3/2005), Sofyan A. Djalil mengaku, pemerintah sekarang bingung dengan kebijakan masa lalu, dimana operator tidak diberi izin 3G, tetapi izin malah diberikan kepada non-operator. Akibatnya, operator seperti Telkom dan Indosat bisa mati karena tidak mempunyai alokasi. Dan kalau diberikan izin tinggal sedikit.

Keanehan juga muncul, mengingat pemerintah memberi izin frekuensi 3G secara sekaligus yaitu sebanyak 30 MHz. Padahal seharusnya pemberiannya dilakukan sedikit demi sedikit, mungkin 5 MHz dulu, baru kemudian ditambah kalau sudah memakai fasilitas tersebut.

Dalam pernyataannya kepada detikcom, Heru menilai, pemerintah harus tegas menindak 'makelar-makelar' lisensi tersebut. Karena dalam kasus penjualan saham NTS dan CAC, hal itu jelas-jelas merugikan negara.

"Bahkan jika perlu, lisensi yang sudah diberikan, dicabut saja untuk kemudian diberikan kepada yang lebih mampu secara finansial dan dapat memberi kontribusi kepada negara secara langsung," kata Heru.

Dijelakannya, audit seharusnya tidak hanya dilakukan terhadap pemegang lisensi, tapi juga terhadap pemerintah dan regulator yang telah memberi restu penjualan saham-saham pemegang lisensi 3G.

"Disinyalir pemerintah, dalam hal ini oknum Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi serta Badan Regulasi dan Telekomunikasi Indonesia, terlibat atau setidaknya memberi restu pengalihan saham NTS dan CAC," kata Heru. "Ini mengherankan, apalagi ketika CAC ditetapkan sebagai pemenang tender pertama lisensi 3G telah diwanti-wanti oleh Dirjen Postel untuk tidak memperjualbelikan sahamnya," tandasnya.

(nks)

sumber: detik
« Home | Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »

» Post a Comment