Suffering World
Daniel Santoso
Dalam sejarah dunia ini banyak kita melihat negara demi negara mengalami tragedi yang tidak kunjung padam. Peristiwa Holocaust
di Jerman saat Nazi membantai jutaan kaum Yahudi melalui camp konsentrasi. Peristiwa Revolusi Kebudayaan di China, banyak
sekali orang-orang kristen mati mempertahankan iman kekristenan mereka di hadapan tentara komunis. Peristiwa Tian An Men,
ribuan mahasiswa dan muda-mudi rakyat China di Beijing telah kehilangan nyawa demi meneriakkan suara demokrasi kepada pemerintah
China sehingga Tian An Men Square hanyalah menjadi saksi kematian mereka. Tragedi Mei di Jakarta, banyak korban keturunan
Chinese diperkosa oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Peristiwa 911 ( 11 September 2001 ) di New York merupakan peristiwa
tragis yang menghantam kehidupan dunia dengan melihat suatu realita 3000 orang meninggal akibat hancurnya 2 tower terbesar
di New York. Belum lagi, Peristiwa Legian Bali 2002 yang memakan 180 korban jiwa. Ketika kita melihat dunia kita yang penuh
tragedi ini, pernahkah kita memfokuskan diri kita kepada suatu pertanyaan : Mengapa semuanya ini harus terjadi ? Kalau benar
Allah itu ada , kenapa Allah membiarkan semuanya ini terjadi ? Mengapa Allah diam saja ?
David Hume berteriak " Is He willing to prevent evil, but not able ? Then He is impotent. Is He able, but not willing
? Then He is malevolent. Is He both able and willing ? Whence then is evil ? " and " Why is there any misery at all in the
world ? Not by chance, surely. From some cause, then. It's from the intention of the deity ? But He is perfectly benevolent.
Is it contrary to His intention. But He is almighty. Nothing can shake the solidity of this reasoning so short, so clear and
decisive. " Dari perkataan David Hume, Alvin C Platinga menyimpulkan dalam satu kalimat " If God is perfectly
benevolent and also omnipotent or almighty, why is there any evil in the world ? Why does he permit it ? ". Pernyataan
senada diungkapkan oleh John Stuart Mill " Jika Allah menghendaki agar ada kejahatan di dunia ini maka Ia tidak baik.
Jikalau Ia tidak menginginkan adanya kejahatan tetapi ada kejahatan maka Ia bukanlah Maha Kuasa. Jadi jikalau kejahatan ada
, Allah tidak penuh kasih dan tidak penuh kuasa. Kejahatan mengaburkan kasih dan kuasa. Ini bukanlah dilema kecil . Ini dilema
yang amat sangat sulit dipecahkan ".
Banyak orang menganggap adanya kejahatan menunjukkan bahwa Allah tidak ada ! Mereka berani mengatakan bahwa bukankah penulis
Alkitabpun mengeluh soal kesakitan dan kejahatan ( lihat Mazmur 40:3, Yeremia 15:18, Roma 8:22 ). Apakah semuanya dapat dibenarkan
bahwa Allah itu jahat ? Alkitab menjelaskan bahwa Allah tidak menciptakan dunia ini dengan penuh kejahatan tetapi kejahatan
itu muncul sebagai akibat sifat manusia yang egois. Alkitab mendasarkan bahwa Allah adalah Kasih dan Ia menciptakan manusia
agar mereka dapat mengasihiNya. Akan tetapi semuanya tidak berarti jika tidak ada kehendak bebas pada manusia, maka manusia
diberikan pilihan dan kehendak bebas. Pilihan manusia inilah yang menunjukkan kejahatan. Saat Adam dan Hawa sudah tidak lagi
taat kepada perintah Tuhan, mereka telah membawa kejahatan ke dalam dunia. Jadi jangan engkau mengatakan bahwa Allah harus
bertanggung jawab atas semuanya ini, tidak ! Justru engkau harus bertanggungjawab karena manusia sendirilah yang mendatangkan
kejahatan dan derita atas diri sendiri karena mereka sendiri yang telah memilih jalannya sendiri yang menyimpang dari kehendak
Tuhan. Sebagai akibat dari dosa, manusia mulai terpisah dari Allah, alam tidak selalu ramah dengan manusia dan dunia binatang
dapat pula menjadi musuh manusia. Walaupun demikian, semuanya ini bersifat sementara belaka, dalam Wahyu 21:5 menjadi harapan
yang dimiliki oleh orang percaya bahwa Firdaus yang hilang telah ditemukan kembali. Allah mengizinkan Iblis mendatangkan penderitaan
kepada manusia di dunia ini mendidik, mendisiplinkan dan menguji setiap manusia yang percaya kepadaNya. Penderitaan akan membawa
berkat kepada setiap orang yang akan menerimanya sebagai didikan dari Tuhan yang penuh dengan kerendahan hati dan penyerahan
serta menemukan darinya ajaran-ajaran yang ingin Tuhan sampaikan melaluinya.
1. Kita berada di dalam dunia yang terpolusi oleh dosa
Pada saat Adam dan Hawa tidak taat kepada Allah, mereka telah jatuh ke dalam dosa dan mereka membawa serta mewariskan dosa
ke dalam dunia sehingga kejahatan mulai merajalela. Pembunuhan diawali oleh Kain, bayi Adam yang membunuh adiknya sendiri,
Habel ( Kejadian 4:1-8 ). Jika saudara melihat para nabi dan rasul yang menyerahkan diri mereka kepada Allah, kehidupan mereka
banyak mengalami penderitaan. Yesaya, tubuhnya digergaji sehingga terbelah menjadi 2, Paulus nyawanya tamat dibawah panjung
algojo Roma, Petrus disalibkan terbalik, Stefanus dirajam batu hingga mati. Tetapi walaupun demikian mereka rela diperlakukan
demikian karena mereka tahu bahwa Allah akan turun tangan untuk menolong mereka. Saat saya membaca II Korintus 11:23-26 dan
12:10, saya begitu kagum terhadap Paulus, mengapa ? Meskipun ia harus mengalami tragedi-tragedi tetapi semuanya justru membukakan
kesempatan bagi Allah untuk menunjukkan kekuatanNya yang menakjubkan bagi dunia. Ia tidak menganggap kematian adalah akhir
dari segala-galanya karena orientasi Paulus tertuju kepada kekekalan. Memang semuanya kelihatan begitu tragis tetapi itulah
dunia yang sudah terpolusi oleh dosa. Bagi orang yang belum percaya, dosa membawa penderitaan yang dapat menyadarkan mereka
bahwa mereka membutuhkan Allah.
2. Allah mengizinkan semuanya terjadi demi kebaikan manusia sendiri.
Saya ingat sekali, C.S Lewis menuliskan definisi penderitaan bahwa derita adalah alat pengeras suara Allah bagi dunia yang
tuli. Disini Luis Palau melihat tragedi dapat berfungsi sebagai seruan untuk bangun bagi orang yang kerohaniannya sedang
tertidur / kalau saya boleh pakai istilah dari Octavious Winslow yaitu Sleepiness Spiritual. Dewasa ini banyak
sekali persekutuan dan gereja yang kelihatannya mengalami kebangunan tetapi semuanya hanya lah dilihat dari kuantitas dan
fenomena tetapi mereka tidak sadar mereka mengalami krisis kualitas dalam doktrin dan spiritualitas. Mereka terlalu memutlakkan
percaya bahwa Allah adalah Maha Kasih maka Ia tidak akan pernah memberikan penderitaan kepada anakNya. Itu hanyalah penafsiran
pribadi mereka yang tidak bertanggungjawab dan tidak sesuai dengan Kebenaran Alkitab. Mereka lupa bahwa Allah juga Maha Adil.
Saya berani jamin setiap mereka yang punya konsep seperti itu, mereka akan gampang sekali diombang-ambingkan saat tragedi
penderitaan menimpa mereka dan akhirnya meninggalkan Tuhan. Itukah mental seorang kristen ? No ! Seorang kristen sejati adalah
mereka yang bergantung total kepada Tuhan dan berjuang menerima dan menantang setiap penderitaan yang dialamuinya karena dalam
diriNya ada Kristus yang adalah Kebenaran. Itulah semangat kristen yang sejati ! Melalui penderitaanlah, seorang kristen memperoleh
kesempatan untuk mengambil bagian ke dalam pengalaman Kristus. ( Filipi 1:29, I Korintus 5:5-6, Ibrani 12:9-11, Yohanes 9:2,
Roma 5:3-5, Filipi 3:10, II Timotius 2:12, II Korintus 12:7-9, Ibrani 12:11 ).
3. Dunia berada di tangan kedaulatan dan rencana Allah.
Seringkali kita melihat tragedi sebagai sesuatu yang tidak berarti dan bernuansa negatif tetapi Allah tahu bagaimana memakai
tragedi untuk mendatangkan sesuatu yang baik. Saya percaya bahwa Allah memiliki rencana kalau Ia mengizinkan kejadian buruk
itu terjadi. Firman Tuhan jelas menjelaskan bahwa kehendak Allah terkadang melampaui pengertian kita ( Yesaya 55:8-9, Roma
11:33 ). Ia adalah Allah yang Maha Bijaksana dan Maha Tahu dan Ia mempunyai Kedaulatan untuk membiarkan hal-hal yang terjadi
melampaui pengertian kita. Mungkin sekarang kita tidak memahami rencana Tuhan tetapi kelak jika kita sudah pulang ke surga
maka kita akan melihat maksudNya sehubungan dengan tragedi yang menimpa kita.
Memang kehendak Tuhan terkadang melampaui pengertian kita tetapi hendaklah kita ingat satu hal bahwa meskipun kita tidak
tahu mengapa Allah membiarkan kejahatan itu ada di dalam dunia, kita mengenal Allah Maha Kuasa yang mempunyai rencana yang
terbaik untuk membiarkan hal-hal terjadi melampaui pikiran kita. Kita diciptakan untuk hidup dalam kekekalan. Kehidupan kita
di dunia hanyalah sementara tetapi terkadang kita terjebak hanya melihat kehidupan kita berakhir sampai saat kita meninggal
dunia. Memang kita adalah manusia yang terbatas dan kita selalu cenderung melihat apa yang seharusnya tercapai di dunia ini
tetapi kalau kita mau mengatasi tragedi yang sudah terjadi maka kita harus belajar melihatnya melalui sudut pandang kekekalan.
Kiranya Tuhan memberkati saudara sekalian.
Artikel ini diambil dari kumpulan artikel, sermon dan refleksi S.I.F 2002