|
|
Cikal Bakal Kabupaten Bandung, semula berada di Karapyak atau |
|
|
|
Bojongasih di
tepi sungai Cikapundung, dekat muaranya yaitu Sungai Citarum. Nama Karapyak kemudian
berganti menjadi Citeureup. Bahkan nama itu hingga kini tetap abadi menjadi salah
satu nama Desa di Dayeuhkolot. Bupati pertamanya adalah Wiraangunangun (1641-1670).
Pada masa Bupati Wiranatakusumah II (1794-1829) Ibukota Kabupaten
Bandung dipindahkan dari Karapyak (Dayeuhkolot) ke pinggir Sungai Cikapundung atau
Alun-alun Bandung sekarang. Pemindahan Ibukota tersebut adalah atas perintah Gubernur
Jenderal Hindia Belanda "Deandels", tepatnya pada 25 Mei 1810.
Alasan pemindahan Ibukota, karena dinilai daerah baru tersebut akan memberikan prospek
baik terhadap perkembangan wilayah itu, karena saat itu Deandels yang mendapat julukan
"Mas Galak" tengah membuat jalan dari Anyer ke Panarukan, yang kebetulan
melewati tatar Priangan atau Kotamadya Bandung pada saat sekarang ini. |
Sewaktu jembatan penyebrangan Sungai Cikapundung
selesai dibuat, syahdan maka Deandels-lah orang pertama yang menyebranginya. Lewat
beberapa ratus meter kemudian ia menancapkan tongkat kayu dan berkata "Coba usahakan,
bila aku datang kembali ke tempat ini, telah dibangun sebuah kota". Konon
pula, bekas tongkat kayu ditancapkan itu dijadikan Kilometer Nol Kota Bandung.
Adalah Bupati Wiranatakusumah IV dinilai sebagai
seorang pamong yang progresif, dialah peletak master plan yang disebut Negroij Bandung.
Ia pada tahun 1850 mendirikan pendopo Kabupaten Bandung (sekarang rumah dinas
Walikota Bandung, persis di depan Alun-alun Bandung) dan Mesjid Agung Bandung. Ia
juga memprakarsai pembangunan sekolah raja (pendidikan guru) dan pendidikan sekolah para
menak.
Atas jasa-jasanya di segala bidang Wiranatakusumah IV
mendapat penghargaan dari Pemerintah Kolonial Belanda berupa bintang jasa. Kemudian
karena penghargaan inilah, rakyat Kabupaten Bandung selalu menyebut Bupati yang satu ini,
dengan nama Dalem Bintang. Bupati yang populer di hati rakyat ini
kemudian diganti oleh Raden Adipati Kusumadilaga. |
Pada masa Bupati Kusumadilaga, tepatnya 17 Mei 1884
di Kabupaten Bandung mulai masuk jalan Kereta Api. Ibukota Kabupaten Bandung-pun mulai
ramai. Penghuninya bukan saja hanya pribumi, namun orang Eropa dan Bangsa Cina terus
berdatangan, yang dengan demikian maka semakin majulah perekonomian Kabupaten Bandung pada
saat itu. |
Pada masa R A A Martanegara (1893-1918), yaitu pada
21 Februari 1906, Kota Bandung sebagai Ibukota Kabupaten Bandung, statusnya berubah
menjadi Gemeente (Kotapradja), dengan pejabat Walikota pertama adalah Tuan B Coops.
Sejak itulah kota Bandung resmi terlepas dari Pemerintahan Kabupaten Bandung hingga sampai
dengan saat sekarang ini. |
Di jaman Republik, pada saat pmerintahan Kabupaten
Bandung dipegang oleh Bupati R H Lily Sumantri, terjadi peristiwa penting, yaitu rencana
pemindahan Ibukota Kabupaten Bandung yang semula berlokasi di Kota Bandung ke daerah
Baleendah di wilayah hukum Kabupaten Bandung. Kepindahan ini disebut sebagai
kembalinya ibukota ke tapak cikal bakal Kabupaten Bandung pertama semasa Tumenggung
Wiraangunangun. Dalam perkembangannya, atas beberapa pertimbangan, fisis, geografis
daerah Baleendah tidak memungkinkan untuk menjadi Ibukota, maka Ibukota diboyong ke lokasi
baru, yaitu di Desa Pamekaran Kecamatan Soreang. Diatas lahan seluas 24 hektar, kini
berdiri kompleks perkantoran Pemerintah Kabupaten Bandung, dibangun dengan gaya arsitektur
tradisional Priangan. |
|
KOMPLEKS PERKANTORAN PEMERINTAH
KABUPATEN DI SOREANG
|
|
|
Pada Masa Bupati H.U. Hatta D. pembangunan
kompleks perkantoran dirampungkan, bahkan terus dibangun fasilitas lain seperti Mesjid
Agung Soreang, Kantor DPRD Kabupaten Bandung,Kantor-kantor Dinas, Lembaga lain fasilitas
olah raga, hingga monumen perjuangan, serta penghijauan yang menambah asri kompleks
tersebut.
|
|
|
|
Sumber : |
|
* Haryoto Kunto (Wajah Bandung Tempo Doeloe) *
Menerawang Dari Dayeuh Soreang |
|
|
|
|
|