|
 |
|
 |
 |
 Johannes Rach, pelukis
berkebangsaan Denmark, yang bekerja di Batavia tahun 1764 sampai
1783, melukis tempat berlabuhnya kapal di lepas muara
Ciliwung yang dangkal beberapa ratus meter sebelah unatra
Menara Syahbandar. Muara Ciliwung berada di sebelah kanan.
Tiada satu pun peninggalan dari kubu ini yang terletak kurang lebih
empat ratus meter di sebelah utara pintu masuk Pelabuhan Sunda
Kelapa sekarang, tetapi di tepi baratnya. |
 |
PADA tahun 1648, pemerintah
kolonian Hindia Belanda memberikan tanah yang kini menjadi
pusat kota Jakarta pada Anthonij Paviljoun. Dan kemudian, pada
1657, sebuah benteng kecil yang disebut Noordwijk didirikan di
kawasan yang kini letaknya tidak jauh dari Jl. Pintu Air Raya
dan pekarangan Masjid Istiqlal. Keberadaan benteng ini
dimaksudkan untuk mengantisipasi sisa-sisa tentara Mataram dan
patroli tentara Banten yang masih cukup banyak kala itu.
 Weltevreden,
gedung megah tempat peristirahatan Daendels di kawasan
yang kini ditempati RSPAD Gatot Subroto.
| Pemilik tanah Paviljoen berikutnya
adalah Cornelis Chastelein, seorang anggota Dewan Hindia
(1693). Ia membeli banyak budak dari raja-raja Bali untuk
membuka persawahan. Chastelein, termasuk orang pertama di
Indonesia yang berusaha mengembangkan sebuah perkebunan kopi
di tengah-tengah kota Jakarta saat ini. Rumah-rumah
persitirahatan kecil, yang terletak di tanah yang kini dipakai
oleh Rumahsakit Pusat Angkatan Darat, dinamainya Weltevreden
(Benar-benar puas). Nama ini kemudian diberikan kepada hampir
seluruh daerah Jakarta Pusat sekarang sampai masa Pendudukan
Jepang (1942).
 Salah satu rumah
bergaya Indish di Jl. Prapatan
| Pada 1733, Justinus Vinck membeli
tanah luas Weltevreden dan membuka dua pasar besar, yakni
Pasar Senen dan pasar Tanah Abang. Pada tahun 1735, ia
menghubungkan kedua pasar tersebut dengan sebuah jalan, yang
sekarang disebut Jl. Prapatan dan Jl. Kebon Sirih yang juga
merupakan jalur penghubung timur-barat pertama di Jakarta
Pusat kini.
 Lokasi pasar Senen
yang kini lebih dikenal dengan sebutan Segi Tiga Senen
|
Pemilik berikutnya, Gubernur
Jenderal Jacob Mossel (1704-1761), membangun rumah mewah di
tikungan Ciliwung. Mossel juga menggali Kali Lio untuk
memudahkan sekoci kecil mengangkut kebutuhan pasar. Pada 1767,
rumah Weltevreden dibeli Gubernur Jenderal van der Parra. Kala
itu, sebuah kampung di sekitar pasar telah terbentuk. Namun,
tanah itu kemudian dijual lagi pada gubernur jenderal VOC
terakhir, van Overstraten.
 Pasar Tanah Abang
West (1867). Semula pasar berada di selatannya, lalu
meluas sampai ke sini. | Sejak masa
itu, Weltevreden menjadi kedudukan resmi gubernur jenderal dan
pemerintahannya. Di samping itu, markas militer akan dibangun
pula di kawasan ini. Inilah langkah penting dalam pengembangan
kota Jakarta selanjutnya.
Daerah sekitar Istana
Weltevreden (di sekeliling Pasar Senen dan Lapangan
Banteng sekarang) pada awal abad ke-19 sudah menggantikan kota
sebagai pusat militer dan pemerintahan. Karena itu, makin
banyaklah orang meninggalkan kota yang mulai tidak sehat itu,
akibat tertimbunnya kali dengan lumpur, pendangkalan karena
pembuangan kotoran, sampah serta ampas tebu serta oleh pasir
Gunung Salak setelah ledakannya pada 1699 serta oleh salah
urus, misalnya akibat penggalian Mookervaart (kini Kali
Pesing).
 Kereta dan kuda
berdatangan di pesta di Waterlooplein (Lapangan
Banteng) | Tak lama setelah
Overstraten memutuskan untuk membangun markas militer baru,
dua belas batalion Prancis tiba dari Pulau Mauritius. Para
tentara ini ditempatkan di daerah antara Jl. Dr. Wahidin dan
Kali Lio. Sampai beberapa tahun yang lalu, daerah bekas Jl.
Siliwangi I - V masih merupakan daerah perumahan personel
militer. Dan, sejak abad ke-18 selalu terdapat tangsi-tangsi
di sekitar Lapangan Banteng (kini tinggal markas Korps Komando
(KKO) Marinir; Brimob dan RSPAD). Sejak saat inilah Lapangan
Banteng disebut Paradeplaats, yakni lapangan untuk mengadakan
parade.
 Waterlooplein
yang disebut pula Lapangan Singa (sekarang Lapangan
Banteng). Di depan bangunan yang disebut istana Daendels
(kini Departemen Keuangan) terdapat tiang yag puncaknya
bertengger patung singa.
|
Pada awal pemerintahan
Daendels (1809), ia telah mulai membangun sebuah istana yang
besar dan megah di lapangan banteng dan kini dipakai
Departemen Keuangan. Daendels bermaksud menjadikan istana ini
sebagai pusat ibukota barunya di Weltevreden. Istana dirancang
oleh Kolonel J.C.Schultze. Adapun bahan bangunannya diambil
dari benteng lama atau Kasteel Batavia yang mulai dirobohkan
pada 1809.
 Herman Willem
Daendels (1762 - 1818). Revolusioner Belanda,
Jendral Prancis dan gubernur di Muenster
(Jerman), diangkat menjadi Marsekal Belanda waktu
ditetapkan sebagai gubernur jendral Hindia Belanda pada
tahun 1807. Ia membongkar banyak gedung masa VOC di kota
dan menetapkan Weltevreden (sekarang Senen, Pejambon)
sebagai daerah pemerintahan yang baru. Karena perlakuan
kasarnya, ia mempunyai banyak musuh yang menuduhnya
korupsi.Ia meninggal sebagai gubernur jendral Belanda
1818 di Elima (Guinea, Afrika)
| Namun, bangunan ini baru dapat
diselesaikan pada 1826 dan 1828 oleh Insinyur Tromp atas
perintah Pejabat Gubernur Jenderal Du Bus de Ghisignies. Di
sebelah utara istana didirikan gedung Hoogeregtshof (Mahkamah
Agung).
Pada 1828 pula, di tengah lapangan banteng
didirikan Monumen Pertempuran Waterloo (Belgia), tempat dimana
Napoleon mendapatkan kekalahan secara definitif. Dan karena
itu pula, lapangan di sekitarnya mendapat nama Waterlooplein
(Lapangan Waterloo). Selama abad ke-19, lapangan Waterloo
merupakan pusat kehidupan sosial. Orang-orang Batavia pada
sore hari berkumpul dengan menunggang kuda atau kerata untuk
saling bertemu.
 Koningsplein
(Lapangan Monas) saat rencana Silang Monas pertama
dicetuskan tahun 1892 |
Untuk
latihan militernya, Daendels mengalokasikannya di lapangan
Buffelsveld (lapangan kerbau) yang kini menjadi Lapangan
Monumen Nasional. Kala itu, mereka menyebutnya sebagai Champs
de Mars. Sesudah masa kuasa sementara Inggris, lapangan itu
diberi nama baru lagi (1818), yakni Koningsplein (Lapangan
Raja), karena gubernur jenderal mulai tinggal di Istana
Merdeka (sekarang).
Tentang Istana Merdeka ini
sebetulnya masih relatif lebih muda dibanding Istana Negara
yang terletak di kawasan yang sama tetapi menghadap Jl.
Veteran. Gedung Istana Negara dibangun untuk J.A. van Braam
pada tahun 1796 sebagai rumah peristirahatan luar kota kala
itu. Kala itu, kawasan ini merupakan lokasi paling bergengsi
di Batavia Baru. Selain itu, di kawasan ini juga terdapat
kediaman Pieter Tency (1794).
 Istana gubernur
jendral (1879) yang sekarang disebut istana merdeka
| Gedung ini sempat menjadi Hotel der
Nederlanden, pada masa Raffles gedung menjadi Raffles House,
kemudian menjadi Hotel Dharma Nirmala, dan kini setelah
dibongkar dibangun gedung Bina Graha.
Pada tahun 1820
rumah peristirahatan van Braam ini disewa dan kemudian dibeli
(1821) oleh pemerintah kolonial untuk dijadikan tempat
kediaman gubernur jenderal bila berurusan di Batavia. Sebab,
kediaman resminya adalah Istana Bogor. Rumah van Braam atau
Istana Rijswijk (namun resminya disebut Hotel van den
Gouverneur-Generaal, untuk menghindari kata Istana), dipilih
untuk kepala koloni, karena istana Daendels di Lapangan
Banteng belum selesai. Dan, setelah diselesaikan pun gedung
itu hanya dipergunakan untuk kantor-kantor pemerintah saja.
Pada abad ke-19 dan selama bagian pertama abad-20,
gubernur jenderal kebanyakan tinggal di Istana Bogor yang
lebih sejuk. Tetapi, kadang-kadang harus turun ke Batavia,
khususnya untuk pertemuan Dewan Hindia, yang pada abad ke-19
dan ke-20 bersidang di Istana Negara setiap hari Rabu. Dan,
baru pada abad ke-19, karena Istana Rijswijk dianggap mulai
terasa sesak, dibangunlah istana baru pada kaveling yang sama,
khususnya untuk berbagai upacara resmi yang dihadiri banyak
orang. Istana tambahan ini menghadap ke Lapangan Merdeka.
Di depan istana baru ini dalam suatu upacara yang
mengharukan pada tanggal 27 Desember 1949 bendera Belanda
diturunkan dan Dwikora Indonesia dinaikkan ke langit biru.
Pada hari itu, ratusan ribu orang memenuhi tanah lapangan dan
tangga-tangga gedung ini dengan diam mematung. Mata mereka
terpaku pada tiang bendera dan tanpa malu-malu meneteskan air
mata. Tetapi, ketika Sang Merah-Putih menjulang ke atas dan
berkibar, meledaklah kegembiraan mereka dan terdengar
teriakan: Merdeka! Merdeka! Oleh karena itu diputuskanlah
menamai gedung ini Istana Merdeka.
Pengakuan atas
Kemerdekaan Indonesia ditandatangani di gedung ini pada tahun
1949 oleh Sultan Hamengkubuwono IX dan wakil Ratu Belanda
A.H.J. Lovink. Dan, dengan demikian, berakhirlah Perang
Kemerdekaan (1945-1949).
 Gedung Mahkamah Agung
dalam gaya klasisme
|
Sementara itu, di seberang
Mahkamah Agung, di Jl. Budi Utomo pada 1848 dibangun tempat
pertemuan yang kini dipakai Kimia Farma. Tempat pertemuan ini
pada 1925 dipindah ke gedung baru yang kini dipakai Bappenas
di Taman Suropati. Beberapa meter lebih jauh, di pojokan Jl.
Gedung Kesenian dan Jl. Pos berdiri Gedung Kesenian Jakarta.
Gedung ini didirikan pada 1821.
 Gedung tempat
bertemunya anggota-anggota perkumpulan rahasia
Vrijmetzlarij 'de Ster van het Oosten, sekarnag
Gedung Kimia Farma |
Gedung
yang pada masa penjajahan Belanda disebut Stadtsschouwburg
(teater kota) ini dikenal juga sebagai Gedung Komidi. Sejarah
gedung yang berpenampilan mewah ini pernah digunakan untuk
Kongres Pemoeda yang pertama (1926). Dan, di gedung ini pula
pada 29 Agustus 1945, Presiden RI I Ir. Soekarno meresmikan
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan kemudian beberapa
kali bersidang di gedung ini pula. Pada masa penjajahan Jepang
nama gedung ini diganti menjadi Kiritsu Gekitzyoo, dipakai
sebagai markas tentara.
 Stadsschouwburg
kini Gedung Kesenian Jakarta | Pada
tahun 50-an, gedung ini sempat dipakai sebagai ruang kuliah
malam Universitas Indonesia. Dan, antara tahun 1968 hingga
1984 digunakan sebagai bioskop dengan nama Bioskop Dana dan
kemudian menjadi City Theatre. Dan, setelah dikeluarkannya SK
Gubernur KDKI Jakarta No. 24/1984, maka bangunan kuno ini
dipugar dan dikembalikan ke fungsi semula sebagai pentas
kesenian serta ditetapkan namanya menjadi Gedung Kesenian
Jakarta (GKJ).
 Gedung Gajah
(Museum Nasional)di Koningsplein West (Jl. Medan Merdeka
Barat) tahun 1868 | Di sekitar
Lapangan Monumen Nasional, di Jl. Medan Merdeka Barat,
terdapat Museum Nasional, kerap lebih dikenal sebagai Museum
Gajah. Museum ini didirikan oleh Lembaga Kesenian dan
Pengetahuan Batavia (Het Bataviaasch Genootschap van Kunsten
en Wetenschappen) yang sangat tersohor dan diduga merupakan
lembaga ilmiah tertua di Asia.
Museum ini menyimpan
tidak kurang dari 109.342 koleksi yang berasal dari berbagai
kurun. Untuk koleksi zaman neolitik dipamerkan di Ruang
Koleksi Pra-Sejarah. Koleksi zaman batu muda itu antara lain,
kapak batu persegi yang ditemukan di Sunter dan Kebayoran (No.
2380; 2494;4290); sebuah beliung dari batu akik (No. 4180),
mangkuk terakota dari India Selatan yang ditemukan di Buni
dekat Babelan (abad ke-2 SM; No. 7049); sebuah ujung tombak
dari masa perunggu-besi yang ditemukan di Lenteng Agung (No.
4545); dan alat-alat logam lainnya yang antara lain ditemukan
di Kelapa Dua, Tanjung Barat, Pasar Minggu dan Jatinegara.
Semua benda yang ditemukan pada lokasi yang sekarang menjadi
bagian wilayah DKI Jakarta ini membuktikan bahwa wilayah
Jakarta saat ini sudah dihuni orang pada zaman neolitikum.
Masa ini berlangsung sejak abad ke 15 SM.
 Dua patung Dewa
Vishnu yang bertangan empat, digali dekat Cibuaya
di sebelah utara Karawang (1952 dan 1957). Patung-patung
ini menunjukan pengaruh gayaGupta dan Palava dari India
selatan abad ke 7 dan ke 9 |
 Patung ini terbuat
dari batu basal yang tidak terdapat di Indonesia
|
Benda tua lainnya yang
menjadi koleksi Museum ini berasal dari abad ke-5, yakni
Prasasti Tugu (No. D 214) dengan pahatan huruf-huruf Palawa
yang cukup jelas. Hampir semasa dengan prasasti tersebut
adalah dua patung Vishnu yang dipamerkan dalam ruang dekat
pintu masuk. Boleh jadi, kedua arca ini merupakan arca tertua
jenis itu di seluruh Jawa. Kedua arca ini ditemukan di
Cibuaya, sebelah utara Karawang. Dari tahun-tahun terakhir
zaman Hindu Sunda Kalapa (nama pertama untuk Jakarta),
terdapat batu Padrao, yang berasal dari abad ke-16. Batu ini
dipamerkan di sayap selatan gedung utama. Para pelaut Portugis
menancapkannya untuk memperingati perjanjian persahabatan
antara Kerajaan Pajajaran dan Portugal pada th 1522.
Salah satu bagian yang kerap membuat kita berdegup
adalah koleksi perhiasan emas berlian yang dipadukan dengan
bebatuan yang terkenal mahal harganya, sisa peninggalan abad
ke-5 hingga ke-15 ketika bangsa-bangsa maju di Asia kala itu,
terutama India dan Cina melakukan banyak perjalanan
perdagangan ke negeri ini. Terdapat pula singgasana emas para
raja dan berbagai perabotan milik para bangsawan. Koleksi emas
berlian itu disimpan di ruang khusus yang selalu dijaga
petugas keamanan. Penjagaan ini mulai diperketat sejak koleksi
Museum ini digasak oleh Kusni-Kasdut serta penggasak lainnya
yang antara lain menguapkan dua puluh benda koleksi keramik
Tionghoa yang nilainya sangat mahal sekali. Namun kemudian,
pada sekitar tahun 1996 sejumlah lukisan berharga tinggi
koleksi Museum Nasional ini diboyong ke Singapura untuk
dilelang. Dan, hasil lelangnya kemana, sampai saat ini tidak
ada catatan untuk hal itu.
 Batavia 1629 menurut
A.F. Prevost |
 Batas-batas Batavia
lama di peta baru | Memasuki abad
ke-20, di Batavia terjadi berbagai perubahan. Dikukuhkannya
Undang-Undang Desentralisasi tahun 1903 dan berbagai ordonansi
tentang kewenangan lokal dalam pengaturan kota, medorong
terjadinya perubahan secara signifikans. Perkembangan kota
menjadi demikian pesat, demikian juga pola lingkungan kota,
skala ruang-ruang kota dan lain sebagainya yang banyak
dipengaruhi oleh hadirnya kereta api, trem, mobil, truk serta
jaringan listrik dan telpon. Berbagai prasarana kota dalam
skala makro juga mulai digarap. Saluran pengendali banjir atau
Banjir Kanal juga sudah mulai dibangun dari Karet-Tanah Abang
terus ke laut. Demikian pula rel kereta api yang dimulai
dengan jalur tengah dan timur, kemudian ditambah dengan jalur
barat melalui Manggarai - Tanah Abang - Duri - Kota.
 Jembatan Pintu Air di
dekat halaman Mesjid Istiqlal tahun 1699
| Dalam pembangunan Banjir Kanal,
perencanaannya telah dilakukan sejak 1870, tidak lama setelah
Batavia dilanda banjir besar dan baru pada selesai pada tahun
1920. Dalam asumsi para perencana kota kala itu, Batavia akan
dihuni oleh penduduk sebanyak 600 ribu jiwa. Menteng dan
Kuningan disiapkan untuk menjadi daerah elit. Tanah Abang
untuk orang Arab dan Melayu. Glodok untuk pecinan. Senen untuk
daerah perdagangan umum serta untuk kelompok elitnya di Pasar
Baru dan Gambir untuk pusat pemerintahan.
Upaya-upaya
tersebut, khususnya untuk mengembangkan lingkungan permukiman
yang telah teratur dilakukan dengan membeli tanah-tanah
partikelir, seperti Menteng, Gondangdia, Kramat Lontar,
Jatibaru, Karet dan Bendungan Hilir. Rencana Pengembangan itu
ditetapkan tahun 1917-1918. Demikian juga dengan perbaikan
kampung yang mulai dilakukan sejak 1925, kemudian terhenti
oleh Perang Dunia II dan kemudian diteruskan oleh Pemerintah
DKI Jakarta pada 1969 dan terus berlangsung hingga kini.
 Pancoran yang berarti
keran air minum di Glodok tahun 1940
|
Untuk pengembangan
lingkungan permukiman, Niew Gondangdia dan Menteng adalah
contoh praktek tata kota modern. Sebuah kota taman yang mulai
sepenuhnya mengadopsi mobil dalam tata kota modern, suatu real
estate komersial yang pertama menandai liberalisasi ekonomi
dan otonomi pemerintahan kota. Ini terutama sekali berkaitan
dengan Batavia yang sejak tahun 1926 mendapatkan status
kotamadya. Dan Menteng, yang sebenarnya dulu terdiri dari Niew
Gondangdia dan Menteng, merupakan salah satu contoh
perancangan kota modern pertama di negeri ini.
 Indah tidak selalu
identik dengan modern. Kali besar beberapa dasa warsa
yang lalu, walau bangunan-bangunan menjulang tetap
terlihat ramah lingkungan
|
Menteng dibangun oleh
developer swasta NV de Bouwploeg yang dipimpin arsitek PJS
Moojen yang tampaknya juga merencanakan tata letak dasar
keseluruhan kawasan tersebut. Organisasi ini, dalam semangat
ekonomi liberal dan otonomi daerah yang sedang marak pada masa
itu, mengelola perencanaan dan pembangunan fisiknya, sementara
pemerintah kotamadya hanya melibatkan diri dalam pembebasan
lahan dan penyediaan jaringan prasarana.
Batas antara
Menteng dan Niew Gondangdia adalah kanal drainase yang diapit
oleh sekarang Jalan Sutan Syahrir dan Jalan M Yamin. Rancangan
rinci Menteng dilakukan Kubatz, sementara Niew Gondangdia oleh
Moojen sendiri. Yang menjadikan acuan bersama kedua arsitek
itu dan yang menyatukan kedua bagian kawasan baru itu adalah
Jalan Teuku Umar yang membentuk aksis utara-selatan yang
sangat kuat. Ketika berkunjung pada tahun 1931, Berlage,
arsitek Belanda yang paling terkenal, memberi komentar:
'tampillah suatu keseluruhan menyatu yang menarik".
Dua bangunan yang sangat indah dan penting sampai
sekarang menandai ujung utara aksis tersebut: kantor de
Bouwploeg itu sendiri, yang sekarang menjadi Masjid Cut
Meutia, dan gedung kesenian Nederlans-Indische Kunstkring yang
sekarang bermasalah sebagai bekas gedung imigrasi Jakarta
Pusat. Jelas sekali pentingnya kedua bangunan bersejarah itu
sebagai penentu ciri dan karakter keseluruhan kawasan Menteng
sekarang sekalipun. Aksis ini diberi hiasan berupa bundaran
berikut air mancur di tengah-tengahnya. Ujung selatannya
adalah Taman Suropati yang dilengkapi dengan bangunan yang
cukup besar dan mengesankan sehingga sebanding dengan kekuatan
aksis itu sendiri, yaitu yang sekarang gedung Bappenas.
Sepanjang aksis ini berjejer kavling dan rumah-rumah besar
yang memperkuat statusnya.
Pada Gondangdia Baru,
Moojen merupa-rupa pertemuan-pertemuan jalan yang tidak selalu
perempatan. Ini dicapainya dengan menggariskan jalan-jalan
diagonal dan melengkung yang memotong atau menghentikan
jalan-jalan pararel pada arah utara-selatan. Hasilnya adalah
keragaman pertemuan jalan yang luar biasa - meskipun agak
membingungkan - beserta kavling-kavling sudutnya yang
rupa-rupa, yang masing-masing mempunyai hadapan berlainan.
Taman Lembang merupakan keharusan teknis (sebagai penampung
air) yang berhasil digubah menjadi taman lingkungan yang
sampai sekarang boleh dibilang paling indah dan fungsional.
Rancangan Kubatz relatif lebih "berdisiplin". Satu
bulevard timur-barat (Jalan Imam Bonjol - Diponegoro sekarang)
ditambahkan sebagai aksis lagi, dan memotong aksis Teuku Umar
di Taman Suropati. Yang juga menonjol pada rancangan Kubatz
ini adalah diperkenalkannya ruang-ruang terbuka semi-publik di
tengah-tengah blok-blok besar sehingga membentuk
lingkungan-lingkungan sekunder yang berbeda. Tipe baru rumah
pun muncul: bangunan dua lantai. Umumnya rumah-rumah ini
berbentuk bungalow atau vila yang dikelilingi halaman dan
memilki teras depan. Rumah-rumah yang besar lantainya berlapis
marmer dan jendelnya berkaca warna. Ciri bungalow berhalaman
keliling ini kini mulai rusak, misalnya di sepanjang Jalan
Diponegoro, di mana rumah-rumah baru dibangun seperti istana
besar yang tidak menyisakan ruang terbuka di samping dari
bawah sampai atas.
 Hotel Indonesia
| Thamrin-Sudirman adalah era Soekarno
dengan ciri Hotel Indonesia, bundarannya, patung-patung,
Senayan dan Ganefo. Kebayoran Baru yang mulai dibangun pada
tahun 1949 sejauh delapan kilometer dari Lapangan Monas adalah
tata kota modern dengan alusi oriental yang ditandai dengan
empat jalan utama yang menyebar dari satu pusat persis ke
empat penjuru. Ini adalah karya tata kota pertama seorang
Indonesia, Ir M Soesilo.
Kebayoran Baru
mengintegrasikan rumah-rumah besar dengan rumah-rumah kecil di
dalam setiap blok: yang besar di luar, di tepi jalan besar,
yang lebih kecil di dalam, mengelilingi taman lingkungan.
Sementara itu, di sekitar Lapangan Medan Merdeka juga
terjadi pengembangan cukup menonjol, seperti dibangunnya
Kantor Telpon (1909); Gedung Perhubungan Laut, dulu Kantor
KPM/Koninklijke Paketvaart Maatschappij (1916); Gedung
Departemen Pertahanan dan Keamanan, dulu Sekilah Tinggi Hukum
(1928); Gedung Pertamina, dulu Kantor BPM/Bataafsche Petroleum
Maatschappij dengan menara yang dibangun pada tahun1938 dan
lain sebagainya.
 Stasiun Gambir
| Di tengah areal Lapangan Merdeka
tersebut terdapat taman, lapangan olahraga dan beberapa
bangunan seperti Stasion Gambir. Salah satu lapangan di sini
kemudian dipakai sebagai Pasar Gambir, yang juga dikenal
sebagai Jaarmarkt atau Pasar malam yang diselenggarakan setiap
tahun. Kegiatan ini sempat menghilang dan kemudian diadakan
kembali pada 1968 dengan nama Jakarta Fair, di lokasi yang
kurang lebih sama dan sejak 1992 dipindahkan di bekas Bandar
Udara Kemayoran.
 Jakarta Fair di bekas
Bandar Udara Kemayoran | Untuk
tempat-tempat rekreasi yang kala itu dipelihara sangat baik
antara lain, Wilhelminapark (komplek Masjid Istiqlal);
Frombergspark (depan Mabes AD); Burgemeester Bisschopplein
(Taman Suropati); sementara untuk wisata lautnya tersedia
pantai Zandvoort (Sampur) yang mulai dikembangkan pada
pertengahan abad ke-19 dan sebagainya. Karena itu, Niew
Batavia , Metropolitan Weltevreden pun secara meyakinkan
mengembalikan gelar, "Ratu Timur" yang terkait dengan Oud
Batavia. Ini semuanya merupakan godaan besar bagi Jepang untuk
merbutnya dan menjadikannya Bindatang Selatan pada Cakrawala
Matahari terbit. Malahan, pengunjung-pengunjung dari Inggris,
sebagaimana diungkap Willard A.Hanna (Hikayat Jakarta),
menganggap Weltevreden cukup baik jika dibandingkan dengan
Singapura, yang pada waktu itu dan juga kini, merupakan kota
yang patut dipamerkan di khatulistiwa.
Di daerah
pemukiman orang-orang Eropa dan Cina, jalan-jalan lebar
diaspal dengan baik dan dinaungi pohon-pohon rindang yang
secara teratur disapu serta disiram dengan air, sehingga
sebagian besar kota itu setiap waktu siap untuk diperiksa
kebersihannya. Rumah-rumah yang ada besar dan mewah atau kecil
tetapi bersih, semua terletak jauh dari jalanan dengan halaman
dan kebun. Lalu lintas kendaraan tidak merupakan masalah; ada
beberapa ratus kendaraan bermotor yang akhirnya meningkat
hingga beberapa ribu, cukup banyak kereta listrik dan delman
yang kemudian punah, dan banyak sekali sepeda, yang kesemuanya
tidak pernah menimbulkan kemacetan. Dengan disiplin, kuli-kuli
mendorong gerobaknya yang penuh dengan muatan atau memikul
barang-barang dengan pikulan bambu, dan secara teratur menepi
untuk memberi jalan kepada kendaraan yang lebih penting.
Banyak pula orang yang membawa bambu yang diikat menjadi rakit
di dalam kanal-kalan atau Kali Ciliwung, sambil berhati-hati
agar tidak mengganggu orang yang sedang mandi, mencuci atau
buang air. Banyak pejalan kaki membawa payung dari kertas
minyak untuk melindungi diri dari terik matahari atau hujan.
Di mana-mana terdapat pedagang keliling yang membawa barang
jualan, dan menabuh gendang atau seruling, atau gong untuk
menarik perhatian. Sangatlah mudah bagi seorang ibu rumah
tangga untuk menunggu tukang sayur, tukang daging, tukang
ayam, tukang telur, tukang buah-buahan di rumah daripada pergi
ke pasar. Malahan juga tukang-tukang untuk memperbaiki segala
macam keperluan rumah tangga, seperti ledeng, listrik, sepatu,
lewat di depan rumah, bahkan juga pemangkas rambut, tukang
jahit, tukang pijat, pedagang barang-barang antik dan
pedagang-pedagang kecil lainnya. Pendeknya, Batavia keadaannya
aman dan tenang. Walaupun, kemiskinan dan kemelaratan terlihat
dengan nyata, tetapi sama sekali tidak menonjol.**
| | |
 |
|
 |
|